Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 942014033 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Berbasis Sekolah

Menurut Mulyasa, (2009:24) istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based management” (SBM). MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhn setempat. Ini dimaksudkan bahwa MBS adalah suatu program dimana sekolah diberikan kewenangan penuh dalam mengelola sumber-sumber yang ada pada sekolah yang bersangkutan.

Sedangkan Rohiat (2010:47) mengartikan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi ( kewenangan dan tanggung-jawab) yang lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha) dan meningkat kan mutu sekolah


(2)

berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi sekolah mempunyai kewenangan dan tanggung-jawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan kemampuan dan kebutuh an sekolah serta tuntutan masyarakat yang ada.

Menurut Mulyasa, (2009:25) Manajemen Berbasis Sekolah yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disensitif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah


(3)

dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan ditingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Merupakan model manajemen yang memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya dan sumber dana yang ada. Pengalokasiannya sesuai dengan prioritas kebutuhan setempat serta mendorong sekolah untuk dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraaan pendidikan secara bersama dari semua warga sekolah dan masyarakat.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadahi bagi peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait dalam peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.

Kesimpulannya adalah bahwa manajemen merupakan rangkaian proses pemberdayaan seluruh komponen dalam pengelolaan suatu organisasi dengan cara efektif dan efisien, melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang diharapkan.


(4)

Dedi Supriyadi ( 2004:18) menyatakan, pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijaakan inyernal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

Sementara Mulyasa (2009:13) menyatakan bahwa tujuan utama MBS adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, pertisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan susana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

MBS diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolahnya semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut demi meningkatkan mutu pendidikan (Umaidi, dkk 2010:3)

Tujuan penerapan MBS menurut Rohiat (2010:48-49) adalah meningkatklan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab


(5)

yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Kinerja sekolah meliputi peningkatan kualitas, evektifitas, efesiensi, produktifitas, dan inovasi pendidikan.

Depdiknas (2001:4) management peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaluio pengambilan keputusan bersama; meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; serta meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan di capai.

Depdiknas (2001) menjelaskan ada 3 pilar dalam MBS, yaitu management sekolah, pembelajar -an yang aktif kreatif dan menyenangkan serta peran serta masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah. Salah satu diantara 3 pilar tersebut diatas adalah peran serta masyarakat (PSM) masyarakat adalah mitra sekolah yang dapat diandalkan. Masyarakat terkait langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, karena


(6)

keberadaan sekolah ada ditengah-tengah masyarakat dan menjadi tujuan masyarakat sekitar untuk menuntut ilmu. Sekolah dan masyarakat harus selalu bersinergi untuk mewujud-kan outcome sekolah yang berkualitas. Dukungan masyarakat pada sekolah hendaknya bukan hanya bersifat material tapi juga dukungan moral seperti memberikan rasa aman kepada semua warga sekolah. Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan masyarakat tersebut. Dalam management berbasis sekolah peran serta masyarakat berarti partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut. Rohiat (2012:49) menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah yang meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisien, produktivitas, dan inovasi pendidikan melalui pemberian kewenangan dan tanggung-jawab lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan dengan prinsip pengelolaan yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kualitas dan produktivitas dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua dan masyarakat, pengelolaan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan


(7)

efektivitas dan efisiensi diperoleh dari keleluasaan yang diberikan untuk mengelola sumberdaya yang ada.

Slameto (2009:61-62) menjelaskan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah:

Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdaya kan sumberdaya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengambil keputusan, meningkat kan tanggung-jawab sekolah kepada semua pihak yang berkepentingan tentang mutu sekolah, dan meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah.

Adapun manfaat Manajemen Berbasis Sekolah antara lain mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolah, mengetahui kebutuhan sekolah, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dalam proses pendidikan, merespon aspirasi masyarakat sehingga sekolah dapat bersaing secara sehat dengan sekolah lain.

Dengan demikian pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah dalam pengelolaan sekolah akan menjadi lebih baik jika ditopang dengan peran serta masyarakat, yang merupakan bentuk keikut-sertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan pendidikan yang ada di sekolah, sehingga masyarakat sangat berperan dalam mendukung kemajuan pendidikan.

Sejalan pendapat para pakar pendidikan diatas dengan memperhatikan kepentingan bersama maka


(8)

sekolah bersama dengan komite menentukan pengelolaan sekolah dengan manajemen berbasis sekolah ( MBS ). Dimana pemberian otonomi kepada sekolah dalam pengelolaannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.

2.2. Komite Sekolah

2.2.1. Pengertian Komite Sekolah

Menurut Sapari (2003) Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan, baik pada jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa komite sekolah merupakan suatu organisasi.

Nama Komite Sekolah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Pendidikan, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, Komite PAUD, atau nama lain yang disepakati.

Komite Sekolah bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan herarkis dengan lembaga pemerintahan. Hal itu selaras dengan pasal 56, ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi Komite


(9)

Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Ada tiga dasar pembentukan Komite Sekolah (1) Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), (2) dijabarkan dalam Kepmendiknas No. 44 / U/2002, dan (3) Lampiran II Kepmendiknas No. 033/U/2002. Adapun maksud dari pembentukann Komite sekolah adalah agar ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu pembentukan Komite Sekolah juga dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.

Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik satu satuan ataupun beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan. Adapun komite sekolah bersifat mandiri,


(10)

tidak mempunyai hubungan herarkhis dengan lembaga pemerintahan. Sedangkan tujuan Komite Sekolah antara lain mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, serta menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

2.2.2. Peran Komite Sekolah

Dalam Keputusan Mendiknas Nomor : 044/U/2002, bahwa peran komite sekolah adalah sebagai (1) Pemberi pertimbangan ( advisory agency ) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, (2) Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan, (3) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, (4) Mediator antara pemerintah ( eksekutif ) dengan masyarakat di satuan pendidikan.


(11)

2.2.3. Fungsi Komite Sekolah

Adapun fungsi Komite Sekolah adalah mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermuutu; melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan;

Sebagai mediator, Komite Sekolah mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; serta menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan penndidikan.

Sebagai lembaga pengontrol, komite sekolah melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Sebagai lembaga mediator, Komite Sekolah mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan


(12)

pendidikan. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

Agus Haryono (2008: 81) mengatakan bahwa tujuan pembentukan komite sekolah adalah:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan,

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan,

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (kepmendiknas No:044/U/2002).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembentukan komite sekolah adalah sebagai wadah dan tempat penyaluran aspirasi masyarakat guna meningkatkan tanggung jawabnya dalam penyelenggara an pendidikan.

Adapun fungsi komite sekolah, sebagai berikut:

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,

3. Menampung dan menganalisis sapirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.


(13)

Secara kontekstual, peran komite sekolah sebagai berikut:

1. Pemberi pertimbangan (adfisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan ,

2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,

3. Pengontrol (Controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan

4. Monitor antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan (kebmendiknas No:044/U/2002).

Depdiknas (2001: 17) menguraikan tujuan peran Komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah yakni:

1. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah baik sarana prasarana maupun teknis pendidikan,

2. Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), ketrampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolahraga, daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya,

3. Mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu,

4. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum baik intra maupun ekstra


(14)

kulikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan,

5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah,

6. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS),

7. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.

Sementara itu Agus Haryono (2008:81) menjelaskan bahwa peran komite sekolah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara peran satu dengan peran lainnya. Peran tersebut adalah:

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency)

Komite sokolah merupakan badan yang memberi pertimbangan kepada sekolah atau yayasan. Idealnya, sekolah dan yayasan pendidikan harus meminta pertimbangan kepada komite sekolah dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah, termasuk juga dalam merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah. Ada visi, misi, dan tujuan sekolah yang bersekolah yang bersifat given, tetapi ada yang harus dirumuskan bersama komite sekolah seperti program unggulan apa saja yang ingin di terapkan oleh sekolah.

2. Pemberi dukungan (supporting agency)

Komite sekolah merupakan badan yang memberikan dukungan berupa dana, tenaga dan pikiran. Jika dahulu BP3 lebih sebagai pendukung dana, maka penekanan peran komite sekolah seharusnya bukan pada aspek dana saja melainkan aspek lainya terutama berupa gagasan dalam rangka penyelenggaran mutu pendidikan


(15)

Merupakan badan yang melaksanakan pengawasan sosial kepada sekolah. Pengawasan ini tidak sebagai pengawas instruksional sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga maupun badan pengawasan fungsional. Pengawasan sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial, dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika sekolah menyusun RAPBS, atau ketika sekolah menyusun laporan pertanggungjawaban pada masyarakat.

4. Mediator

Komite sekolah memiliki peran sebagai mediator antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Keneradaan komite sekolah dilembaga pendidikan swasta akan menjadi tali pengikat antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci keberhasilan upaya peningkatan pendidikan.

Fungsi komite sekolah meurut Agus Haryono (2008: 81) sebenarnya merupakan penjabaran dari peran komite sekolah tersebut. Artinya, satu peran komite sekolah terkait dengan fungsi komite sekolah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

a. Kebijakan dan program pendidikan, b. RAPBS,

c. Kriteria tenaga kependidikan, d. Kriteria fasilitas pendidikan, dan

e. Hal-hal yang terkait dengan pendidikan.

2. Menolong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan,

3. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan,

4. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,


(16)

5. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan

6. Melakuakan kerjasama dengan masyarakat.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi serta peran komite adalah melakukan kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk dapat mendorong dan menampung aspirasi akan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat, yang selanjutnya disampaikan kepada sekolah sehingga masyarakat akan mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhanya dalam penelitian ini, peniliti berpedoman pada peran dan fungsi komite sekolah yang dikeluarkan oleh Depdiknas dan Kemendiknas No:044/ U/ 2002.

Dalam menjalankan kinerjanya tersebut, komite sekolah harus membuat program kerja sesuai dengan fungsi dan peranya. Selain itu, program yang disusun harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan pada akhirnya pelaksanaan program kerja komite harus dapat dipertanggung jawabkan kepada sekolah dan masyarakat. Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan dari kinerja komite sekolah maka perlu diadakan evaluasi program komite sekolah.

2.3. Evaluasi dan Evaluasi Program 2.3.1. Evaluasi


(17)

Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Kata tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” (Arikunto dan Cepi Safrudin, 2008:1).

Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai fenomena ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu pengatahuan dalam penerapan ilmu pengetahuan dalam praktik profesi. Menurut Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J.Shinklield dalam Wirawan (2012;30) teori evaluasi program mempunyai enam ciri, yaitu: pertalian menyeluruh; konsep-konsep inti; hipotesis-hipotesis teruji mengenai bagaimana prosedur-prosedur evaluasi menghasilkan keluaran yang diharapkan; prosedur-prosedur yang dapat diterapkan; persyaratan-persyaratan etikal; dan kerangka umum untuk mengarahkan praktik evaluasi program dan melaksanakan penelitian mengenai evaluasi program. Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi program sangat berhubungan dengan prosedur-prosedur dan persyaratan-persyaratan dalam suatu penelitian.

Evaluasi menurut Griffin & Nix dalam Wirawan (2012) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu


(18)

didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler dalam Wirawan (2012) evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Evaluasi dapat juga didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk menevaluasi program pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin.

Jadi evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses pengumpulan informasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan tentang hal yang diteliti itu sudah terlaksana, dan apakah hal yang diteliti sudah mengalami kemajuan ataukah ada hambatannya. Sehingga akan mudah untuk mendapatkan solusinya.

2.3.2. Program

Menurut Wirawan (2012:17), Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang terbatas. Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program.


(19)

Program adalah rangkaian kegiatan-kegiatan atau seperangkat tindakan untuk mencapai tujuan. Suatu program dalam mencapai tujuan akan tersusun dengan melakukan perencanaan program.

2.4. Evaluasi Program

Menurut Suharsimi dan Cepi (2004). Evaluasi program adalah “upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya.” Hal itu dimaksudkan apabila efektifitas masing-masing komponen dapat kita ketahui dengan lebih baik maka kita dapat dengan cermat mengetahui keterlaksanaan sesuai dengan tingkatannya.

Setiap hasil evaluasi diperlukan kriteria penilaian yang akan diperlukan untuk pelaksanaan analisis data. Pendapat lain dikemukakan oleh Brinkerhoff dalam Suharsimi dan Cepi (2004) yaitu “....the criteria to be used for the assessment of a specific object must be determined wthin the specific of the object and the function of its evaluation”

Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2009:5), Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963)


(20)

dan Stuffebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2009:5), Evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

Sedangkan Evaluasi menurut Gay dalam Sukardi (2014:8) adalah sebuah proses sistematika pengumpulan dan penganalisisan data untuk pengambilan keputusan. Dari aspek program, evaluasi dapat dikatakan suatu kegiatan pengevaluasian yang dilakukan secara berkesinambungan dan ada dalam suatu organisasi. Program dapat diartikan menjadi dua hal yaitu sebagai rencana dan juga sebagai kesatuan kegiatan pengelolaan.

Adapun menurut Wirawan (2012:17), Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang terbatas. Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program. Semua program tersebut perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan atau intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah


(21)

yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan sekolah. evaluasi program dilakukan dalam upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya dan setiap hasil evaluasi diperlukan kriteria penilaian yang akan diperlukan untuk pelaksanaan analisis data.

2.4.1. Tujuan Evaluasi Program

Dwiyogo, (2006:50) Tujuan evaluasi pada dasarnya ada dua tujuan evaluasi program, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap komponen dari program.

Menurut Arikunto (2009:18) evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, dan ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen yang belum terlaksana dan apa sebabnya.

Dilihat dari tujuannya yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat


(22)

dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.

Adapun Wirawan (2012:22) menguraikan evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain :

a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.

b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.

c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar.

d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan.

e. Pengembangan staf program.

f. Memenuhi ketentuan undang-undang. g. Akreditasi program.

h. Mengukur cost effectiveness dan cost effisiency. i. Mengambil keputusan mengenai program. j. Accountability.

k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program.


(23)

m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

2.4.2 Model Evaluasi CIPP

Menurut Wirawan, (2011,80) ada bermacam-macam jenis model evaluasi program, yaitu : a) Model Evaluasi Program Berbasis Tujuan, b) Model Evaluasi Berbasis Tujuan, c) Model Evaluasi Formatif dan Sumatif dan Model Evaluasi Program CIPP. Oleh karena penelitian ini hendak menggunakan model CIPP maka berikut ini akan dibahas tentang model evaluasi tersebut.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2013:120) CIPP merupakan singkatan dari Contex, Input, Process and Product yang dikembangkan oleh Stufflebeam tahun 1960an. Tujuan dari CIPP adalah untuk membantu evaluator dalam mengevaluasi program, proyek, atau institusi. Hal ini berarti CIPP merupakan model evaluasi yang dilakukan secara komprehensif untuk memahami aktivitas-aktivitas program mulai dari


(24)

munculnya ide program sampai pada hasil yang dicapai setelah program dilaksanakan.

Dalam Model CIPP komponen-komponen dari evaluasi adalah sebagai berikut :

a. Contex evaluation ( Evaluasi terhadap Konteks) Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan terhadap kebutuhan, tujuan pemenuhan dan karakteristik individu yang menangani. Seorang evaluator harus sanggup menentukan prioritas kebutuhan dan memilih tujuan yang paling menunjang kesuksesan proyek/program.

b. Input evaluation (Evaluasi terhadap Masukan )

Evaluasi masukan mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi awal yang dimiliki oleh institusi untuk melaksanakan sebuah program.

c. Process evaluation (Evaluasi terhadap Proses)

Evaluasi proses menunjukkan pada apa, siapa dan kapan serta sejauh mana program dilakukan dan sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

d. Product evaluation (Evaluasi terhadap Produk)

Ini merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program dan akan diketahui ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan yang diberikan, serta dampak dari program.

Fungsi evaluasi dengan model CIPP adalah sebagai berikut :

1. Membantu penanggung-jawab program pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan apakah meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan program.

2. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah mencapai keberhasilan, maka ukuran yang


(25)

digunakan tergantung pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Evaluasi merupakan bagian dari fungsi manajemen yakni pemantauan/monitoring dan evaluasi (monev). Evaluasi bermanfaat untuk menghindari organisasi/lembaga mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan karena evaluasi sebagai umpan balik perbaikan.

Daniel Stufflebeam dalam Wirawan (2012:94) mengembangkan 10 check list sebagai panduan bagi evaluator, klien dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan Model Evaluasi CIPP. Fungsi dari check list untuk membantu para evaluator mengevaluasi program yang secara relatif mempunyai tujuan jangka panjang. Pertama, check list agar evaluator dapat menyelesaikan laporan evaluasi tepat waktu, jadi membantu kelompok evaluator untuk

merencanakan, melaksanakan,

menginstitusionalisasikan, melaksanakan layanan yang efektif kepada para penerima manfaat yang ditargetkan. Disamping itu, check list membantu untuk menelaah dan menilai sejarah program dan menyediakan laporan evaluasi sumatif dan nilai serta manfaatnya secara signifikan.


(26)

Pengembangan aktivitas evaluator menurut Wirawan (2012:95) bahwa dalam tiap tahap antara lain meliputi :

Evaluasi konteks mengakses kebutuhan-kebutuhan, asset, dan problem-problem dalam lingkungan yang terdefinisi. Aktivitas evaluator pada tahap ini yaitu : (a). mengumpulkan dan mengakses kebutuhan informasi, latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-sumber, (b). mewawancarai para pemimpin program untuk menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan para benefisiari untuk mengidentifikasi setiap problem, (c). mewawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenaai kebutuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program, (d). menilai tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan benefisiari dan asset-asset potensial yang berfanfaat, (e).ikut sertakan seseorang spesialis pengumpulan data, untuk memonitor dan merekam data mengenai lingkungan program, (f).meminta staf program secara tetap informasi yang mereka kumpulkan, (g).jika dianggap perlu mempersiapkan dan menyampaikan kepada klien dan pemangku kepentingan yang disepakati, suatu draf laporan mengemukakan kebutuhan-kebutuhan program yang berhubungan, asset-asset, dan problem-problem, bersama-sama


(27)

assesment tujuan dan prioritas program, (h). secara periodik atau bila perlu, mendiskusikan temuan-temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien, (i).memfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan alat-alat bantu visual dan menyediakannya kepada klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati.

Evaluasi input atau masukan menjaring, menganalisis dan menilai mengenai strategi, rencana kerja dan anggaran berbagai pendekatan. Yang dilakukan evaluator meliputi: (a). mengidentifikasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model untuk program yang direncanakan, (b). menilai strategi program yang diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan fasibilitasnya, (c). menilai anggaran program untuk menentukan kecukupannya dalam membiayai pekerjaan yang dibutuhkan, (d). menilai strategi programdengan penelitian dan literatur yang berhubungan, (e). menilai manfaat strategi program dengan membandingkan dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa, (f). menilai rencana kerja program dan menyusun scedule untuk kecukupan, feasibilitas, dan viabilitas, (g). menyusun suatu draf laporan evaluasi masukan dan mengirimkan kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang disepakati, (h). mendiskusikan temuan-temuan


(28)

evaluasi masukan dalam suatu lokakarya balikan, (i). memfinalkan laporan evaluasi masukan dan menyampaikan kepada klien dan pemangku kepentingan.

Dalam Evaluasi proses memonitor, mendokumen-tasikan, dan menilai aktivitas program. Pada tahap ini aktivitas evaluator : (a). menugaskan staf program dan konsultan dan/atau anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima, (b). mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan, (c). secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di wilayah program untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat, (d). memasukan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator kedalam profil program secara periodik, (e). menilai sampai seberapa banyak program secara tidak pantas menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak ditargetkan, (f). membuat draf laporan evaluasi pengaruh program dan menyediakan kepada klien para pemangku kepentingan yang disetujui, (g). mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impack


(29)

memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepentingan.

Wirawan (2012:92) menggambarkan bagan evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi proses dan evaluasi produk (CIPP) sebagai berikut:

Tabel 2.4.1: Bagan Evaluasi CIPP

Wirawan (2012:95) menggambarkan bagan aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan dalam evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi proses dan evaluasi produk sebagai berikut

Tabel 2.4.2

Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam Evaluasi Konteks

Aktivitas Evaluator Aktivitas klien/pemangku kepentingan-Tujuan Program

 Pengumpulan dan mengakses kebutuhan, informasi latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-sumber seperti rekaman kesehatan, kelas

 Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk mennyeleksi dan/atau mengklarifikasi benefisiari yang dituju.

Konteks

 Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan Apa yang perlu dilakukan ?  Waktu pelaksanaan sebelum program diterima  Keputusan perencanaan program Input

 Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan Apa yang harus dilakukan ?  Waktu pelaksanaan sebelum program dimulai  Keputusan penstrukturan program Proses

 Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan Apa program sedang

dilaksana kan ?  Waktu pelaksanaan ketika program dilaksanakan  Keputusan pelaksanaan Produk

 Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan Apakah program sukses?  Waktu pelaksanaan ketika program selesai

 Keputusan resikel ya/tdk program harus diresikel


(30)

dan skor-skor tes, proposal permintaan pendanaan dan arsif-arsif surat kabar.

 Mewawancarai para pemimpin program untuk

menelaah dan

mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan para benefisiari untuk mengidentifikasi setiap problem (politik atau lainya) yang perlu diselesaikan program.

 Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menela ah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memasti kan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai.

 Mewawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai kebutuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program.

 Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memasti kan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainya.

 Menilai tujuan program dalam kaitanya dengan kebutuhan benefisiari dan aset-aset potensial yang bermanfaat.

 Memakai temuan-temuan evaluasi konteks -sepanjang atau pada kahir program-untuk membantu menilai efektivitas dan signifikansi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.

 Ikut sertakan seorang spesialis pengumpulan data, untuk memonitor dan merekam data mengenai lingkungan program, termasuk program-program yang terkait, sumber-sumber wilayah, kebutuhan dan probem wilayah, dan dinamika politik.

 Meminta staf program secara tetap informasi evaluasi mengenai tim evaluasi yang mereka kumpulkan mengenai benefisiari program dan lingkungan.


(31)

 Setiap tahun, jika dianggap perlu mempersiapkan dan menyampaikan kepada klien dan pemangku kepentingan yang disepakati, suatu draf laporan mengemumkakan kebutuhan-kebutuhan program yang berhubung an, asetaset, dan problem -problem, bersama-sama dengan asesment tujuan dan prioritas program.

 Secara periodik atau jika dianggap perlu mendiskusi kan temuan-temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien dan audiens yang ditentukan.

 Memfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan alat-alat bantu visual dan menyediakanya kepada klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati

Evaluasi konteks mengakses kebutuhan-kebutuhab, aset dan problem-problem dalam lingkungan terdefinisi.

Tabel 2.4.3

Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam Evaluasi Masukan

Aktivitas Evaluator Aktivitas klien/pemangku kepentingan-Tujuan Program

 Mengidentifikasi dan meneliti program lain yang dapat diperguna kan sebagai model untuk

program yang

direncanakan.

 Memakai temuan evaluasi

masukan untuk

merencanakan suatu strategi program yang secara signtific, economis, social, politic dan tegnology dapat dipertahankan.


(32)

yang disusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan fasilitasnya.

masukan untuk memastikan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh yang memperoleh keuntungan yang ditargetkan.

 Menilai anggaran program untuk menentukan kecukupannya dalam membiayai pekerjaan yang dibutuhkan.

 Memakai temuan evaluasi masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan.

 Menilai strategi program dengan penelitian dan literatur yang berhubungan.

 Memakai temuan evaluasi masukan untuk melatih staf untuk melaksanakan program.

 Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya

dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa.

 Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggung jawaban dalam melaporkan rasional untuk strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.

 Menilai rencana kerja program dan menyusun skedul untuk kecukupan, feabilitas, dan fiabilitas politik.

 Menyusun suatu draf laporan evaluasi masukan dan mengirimkannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainya yang disepakati.

 Mendiskusikan temuan-temuan evaluasi masukan dalam suatu loka karya balikan.

 Memfinalkan laporan evaluasi masukan dan alat bantu visualnya dan menyampaikannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang disepakati.


(33)

Evaluasi Input jejaring menganalisis dan menilai mengenai strategi rencana kerja dan anggaran berbagai pendekatan. Apa yang dilaku kan evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya.

Tabel 2.4.4

Aktivitas Evaluator Klien, dan Pemangku Kepentingan lainnya dalam Evaluasi Proses

Aktivitas Evaluator

Aktivitas klien/pemangku kepentingan memanajemeni dan

mendokumentasi.

 Menugaskan staf program dan konsultan da/atau anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima.

 Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memperkuat aktivitas staf

 Mengumpulkan dan menilai sampai beberapa tinggi individu dan kelompok yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.

 Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program.

 Secara periodik mewancarai para pemangku kepentingan diwilayah program seperti pemimpin masyarakat, para pegawai, personel sekolah dan program sosial, ulama, polisi, hakim, dan pemilik rumah, intuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana

 Memakai temuan evaluasi proses untuk menyususn suatu rekaman kemajuan program.


(34)

program memengaruhi masyarakat.

 Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator kedalam profil progran secara periodik.

 Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program.

 Menentukan sampai beberapa banyak program mencapai suatu kelompok penerima layanan yang tepat.

 Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada sponsor financial program, dewan kebijakan (policy board) para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.

 Menilai sampai seberapa banyak program secara tidak pantas menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak ditargetkan.

 Membuat draf laporan evaluasi pengaruh program (mungkin disatukan dengan laporan yang lebih besar) dan menyediakannya kepada klien para pemangku kepentingan yang disetujui.

 Mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impact evaluation) dalam lokakarya balikan.

 Memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepenting-an.

Evaluasi proses memonitor, mendokumentasikan, dan menilai aktivitas program.


(35)

Berdasarkan ketiga tabel tersebut diatas, maka peneliti akan melakukan langkah-langkah sebagaimana seorang evaluator akan mengadakan kajian penelitian dalam rangka mengevaluasi suatu objek yang akan diteliti guna memperoleh data akurat, informasi lengkap, teknik yang tepat, serta hasil maksimal dan bermanfaat. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Melakukan observasi lapangan di SD Negeri Pilangrejo 1 guna mencari masukan dan informasi dari pemangku kepentingan,

2) Pengumpulan data dan menggali informasi dari sumber yang dituju dengan menggunakan alat atau instrumen pendukung yang telah dipersiapkan,

3) Melakukan wawancara dengan para pemangku kepentingan pada SD Negeri Pilangrejo 1, baik warga sekolah (Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, Karyawan) maupun warga masyarakat

(orangtua/wali murid,

perorangan/organisasi/dunia usaha/ dunia industri), untuk menelaah dan menggali informasi

4) Mempelajari, menilai, dan menentukan sampai beberapa banyak program yang telah dicapai dan program apa yang belum dilaksanakan,


(36)

5) Mendiskusikan segala temuan evaluasi untuk didiskusikan bersama pemangku kepentingan guna mencari solusinya,

6) Mencatat segaala temuan evaluasi, menilai, mendiskusikan dan merekomendasikan temuan evaluasi kepada pihak sekolah maupun komite sekolah,

7) Melakukan finalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepentingan.

Adapun teknik yang digunakan dalam mengambil langkah-langkah evaluasi ini didasarkan atas bagan aktivitas evaluator dan pemangku kepentingan dalam evaluasi konteks dan evaluasi masukan , evaluasi proses dan evaluasi produk.

2.5 Penelitian Terdahulu

Dalam rangka melakukan kajian empiris tentang komite sekolah, maka penelitian ini didasarkan pada peneliti terdahulu seperti yang telah dilakukan oleh Tri Astuti Rahayu (2015). “Evaluasi Program Partisipasi Masyarakat Melalui Komite Sekolah di SD Negeri 2 Purbosari Temanggung”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Partisipasi masyarakat melalui komite sekolah sangat dibutuhkan


(37)

SD Negeri 2 Purbosari Temanggung. Dari segi input, telah disusun program partisipasi masyarakat melalui komite sekolah dengan pembentukan Komite Sekolah, penyusunan program kerja komite sekolah, penyediaan sarpras dan dana untuk pelaksanaan program serta mekanisme kerja yang kesemuanya sudah memadahi untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Dari segi Proses program partisipasi masyarakat melalui komite sekolah di SD Negeri 2 Purbosari Temanggung sangat baik, ketercapaian programmasing-masing bidang menunjuk kan Bidang Umum terlaksana 100%, Bidang Administrasi 95 %, bidang Organisasi 81,25%, Bidang Pengembangan sekolah / sarpras 83,3 %. Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program partisipasi masyarakat terlaksana 89.89% (Amat Baik ). Adapun hambatannya adalah karena komite sekolah mempunyai pekerjaan sehingga tidak bisa fokus di sekolah. Dari segi Produk pelaksanaan program partisipasi masyarakat sesuai dengan program kerja yang telah disusun. Hasil tersebut diantaranya kebijakan dalam pembuatan program kerja, AD/ART, sumbangan dari wali murid, pembangunan mushola, kamar kecil, perpustakaan, rehab gedung, penentuan SKL.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Tri Astuti Rahayu, dapat disimpulkan bahwa Komite Sekolah


(38)

dibutuhkan dalam hal partisipasinya, baik dari segi

input, proses, dan produk pelaksanaan programnya sudah sesuai dan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh sekolah, namun ada hambatan yang tidak terlalu mendasar adalah bahwa pekerjaan anggota komite sekolah yang menjadi kendala karena kurang fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai

stakehoderyang komitmen dengan bidang tugasnya. Padmaratnawati,YH (2015) “Evaluasi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Tentang Peran serta Masyarakat di SMP Negeri 26 Semarang”,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konteks program peran serta masyarakat (komite sekolah) di SMP Negeri 26 Semarang sangat diperlukan, karena perannya sebagai pendukung , penasehat atau pemberi masukan, pengawas semua kegiatan dan juga sebagai jembatan penghubung antara sekolah dengan orang tua siswa, demikian juga fungsinya melaksanakan semua kegiatan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan SMP Negeri 26 Semarang. Sedangkan input programnya, tidak memiliki program secara khusus tentang kegiatan Komite Sekolah, tetapi eksistensi dari Komite Sekolah sangat diperlukan. Komite Sekolah juga tidak memiliki gedung atau kantor tersendiri, sehingga untuk melaksanakan kegiatan masih meminjam ruangan kepala sekolah atau ruang kelas, selain itu Komite Sekolah juga tidak memiliki sarana prasarana yang lain


(39)

tersendiri yang khusus digunakan pada kegiatan Komite Sekolah. Proses Program Komite telah melaksanakan fungsinya yang pertama sebagai lembaga pertimbangan, yakni dengan cara selalu memberi saran dan masukan kepada sekolah tentang program sekolah yang sudah direncanakan. Sebagai fungsinya yang kedua, yakni sebagai lembaga pendukung, pada fungsinya yang ketiga, yakni sebagai lembaga pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan komite SMP Negeri 26 Semarang belum sepenuhnya dilaksanakan, karena tidak ada data yang menyebutkan bahwa SMP Negeri 26 berperan menyeluruh dalam mengontrol pemasukan dan pengeluaran dana kegiatan sekolah. Komite Sekolah hanya mengontrol keuangan atau dana yang dapat langsung dari orang tua siswa saja. Untuk fungsinya yang keempat, yakni sebagai lembaga penghubung, komite sudah melaksanakan dengan cara menggalang dana masyarakat. Komite tidak memiliki program komite secara khusus, sehingga program yang selama ini dilaksanakan hanya mengikuti program sekolah yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Namun demikian empat fungsi dari Komite Sekolah telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi komite SMP Negeri 6 Semarang.


(40)

Dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Padmaratnawati,YH, menyatakan bahwa eksistensi komite sekolah sangat diperlukan, karena perannya sebagai pendukung , penasehat atau pemberi masukan, dan pengawas semua kegiatan serta sebagai jembatan penghubung antara sekolah dengan orang tua siswa, sudah dilaksanakan dengan baik, namun demikian ada fungsinya sebagai sebagai lembaga pengontrol khususnya dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, belum sepenuhnya dilaksanakan.

Tina Rahmawati, M.Pd. penelitian yang dilakukan oleh Armansyah dengan judul Peranan dan pemberdayaan Komite Sekolah dalam penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di kota Binjai, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan peranannya hanya sebagai pemberi pertimbangan dan pengawasan yang lebih utama, sedang peran lainnya sebagai pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Adapun dalam dukungan dana belum berhasil sepenuhnya, karena baru mendapatkan dukungan dana dari wali murid melalui iuran komite, sedang dana dari masyarakat sekitar seperti dari dunia usaha maupun masyarakat yang peduli akan pendidikan belum berhasil.

Penelitian yang dilakukan oleh Tina Rahmawati, M.Pd, dapat disimpulkan bahwa peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan dan pengawasan mendapatkan priorotas utama, namun peran lainnya sebagai


(41)

pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Harapan dari sekolah terhadap peran serta komite sekolah dalam memperoleh dana dari masyarakat khususnya dari dunia usaha maupun dunia industri ( DUDI ) belum terpenuhi, kecuali dana dari hasil iuran wali murid.

Zulkifli Matondang dengan judul Pemberdaya an

Komite Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas

Manajemen Sekolah di kota Tebing Tinggi. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemberdayaan komite sekolah masih rendah, umumnya tingkat pendidikan pengurus /anggota komite sekolah adalah sarjana dengan profesi guru. Pengurus komite sekolah telah pernah mengikuti latihan, namun materi yang diikuti belum tepat dalam pemberdayaan komite sekolah. Fasilitas dan sarana yang dimiliki pengurus komite masih kurang. Pengurus komite masih banyak yang belum paham peran dan fungsinya dalam mendukung program sekolah, dan masih sedikit yang memiliki AD/ART.

Dari hasil penelitian keempat peneliti terdahulu tersebut diatas dapat bahwa peranserta komite Sekolah sangat diperlukan oleh sekolah. Dari segi konteks program dua peneliti ada program dan dua peneliti tidak memiliki program. Dari segi input, komite sekolah sebagian besar telah memberikan dukungan


(42)

program. Dari segi proses pada penelitian terdahulu cukup baik dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah dalam rangka peningkatan mutu, baik melalui dukungan dana dan sarana yang dibutuhkan sekolah. Adapun produk yang dihasilkan berupa sarana dan prasarana.

Perbedaan yang tampak dalam penelitian terdahulu berkaitan dengan latar belakang sumberdaya pengurus komite yang beragam tingkat pendidikannya, kehadiran pengurus yang kurang kompak, serta pengurus komite yang tidak memiliki bekal pelatihan maupun workshop pemberdayaan komite sekolah, sehingga mengakibatkan peran-sertanya belum maksimal.

Melalui pengalaman penelitian terdahulu maka, peneliti berharap peran-serta masyarakat dalam hal ini pengurus komite sekolah hendaknya dipilih orang orang yang memiliki kompetensi dan kapasitas dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai advisory, supporting, controlling dan mediator. Serta menjalankan fungsinya sebagai pendorong wali murid atau masyarakat untuk memberikan perhatian pada sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di sekolah demi menciptakan suasana sekolah yang kondusif, ramah, dan nyaman.


(43)

Dalam peran-serta masyarakat dalam hal ini pengurus komite sekolah hendaknya dipilih melalui seleksi atau pemilihan yang bersifat terbuka dan bukan tunjukan serta memiliki kompetensi dan kapasitas dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai pemberi pertimbangan, dukungan pemikiran, pengawasan dan

menjadi mediator. Serta menjalankan fungsinya sebagai

motivator orangtua siswa atau masyarakat untuk

memberikan perhatian pada sekolah dalam rangka peningkatan

2.6 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dari penelitian ini adalah dari diawali dengan latar belakang masalah yang ada kemudian ada fenomena yang terjadi dilapangan, maka peneliti ingin mengevaluasi program menurut konteksnya yaitu tentang perlunya peranan komite sekolah, input tentang bagaimana program-program dan sarana prasarana yang ada dan proses pelaksanaan dari program-program Komite Sekolah SD Negeri Pilangrejo 1

Kerangka befikir dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut:


(44)

Gambar 2.5 Kerangka Pikir

Pendidikan menjadi tanggung-jawab

Bersama

Program Komite Sekolah

Dilanjutkan Diperbaiki

Dihapus Evaluasi

Context Input Process Product

Rekomendasi MBS


(1)

39

tersendiri yang khusus digunakan pada kegiatan Komite Sekolah. Proses Program Komite telah melaksanakan fungsinya yang pertama sebagai lembaga pertimbangan, yakni dengan cara selalu memberi saran dan masukan kepada sekolah tentang program sekolah yang sudah direncanakan. Sebagai fungsinya yang kedua, yakni sebagai lembaga pendukung, pada fungsinya yang ketiga, yakni sebagai lembaga pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan komite SMP Negeri 26 Semarang belum sepenuhnya dilaksanakan, karena tidak ada data yang menyebutkan bahwa SMP Negeri 26 berperan menyeluruh dalam mengontrol pemasukan dan pengeluaran dana kegiatan sekolah. Komite Sekolah hanya mengontrol keuangan atau dana yang dapat langsung dari orang tua siswa saja. Untuk fungsinya yang keempat, yakni sebagai lembaga penghubung, komite sudah melaksanakan dengan cara menggalang dana masyarakat. Komite tidak memiliki program komite secara khusus, sehingga program yang selama ini dilaksanakan hanya mengikuti program sekolah yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Namun demikian empat fungsi dari Komite Sekolah telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi komite SMP Negeri 6 Semarang.


(2)

Dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Padmaratnawati,YH, menyatakan bahwa eksistensi komite sekolah sangat diperlukan, karena perannya sebagai pendukung , penasehat atau pemberi masukan, dan pengawas semua kegiatan serta sebagai jembatan penghubung antara sekolah dengan orang tua siswa, sudah dilaksanakan dengan baik, namun demikian ada fungsinya sebagai sebagai lembaga pengontrol khususnya dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, belum sepenuhnya dilaksanakan.

Tina Rahmawati, M.Pd. penelitian yang dilakukan oleh Armansyah dengan judul Peranan dan pemberdayaan Komite Sekolah dalam penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di kota Binjai, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan peranannya hanya sebagai pemberi pertimbangan dan pengawasan yang lebih utama, sedang peran lainnya sebagai pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Adapun dalam dukungan dana belum berhasil sepenuhnya, karena baru mendapatkan dukungan dana dari wali murid melalui iuran komite, sedang dana dari masyarakat sekitar seperti dari dunia usaha maupun masyarakat yang peduli akan pendidikan belum berhasil.

Penelitian yang dilakukan oleh Tina Rahmawati, M.Pd, dapat disimpulkan bahwa peran komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan dan pengawasan mendapatkan


(3)

41

pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Harapan dari sekolah terhadap peran serta komite sekolah dalam memperoleh dana dari masyarakat khususnya dari dunia usaha maupun dunia industri ( DUDI ) belum terpenuhi, kecuali dana dari hasil iuran wali murid.

Zulkifli Matondang dengan judul Pemberdaya an Komite Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Manajemen Sekolah di kota Tebing Tinggi. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemberdayaan komite sekolah masih rendah, umumnya tingkat pendidikan pengurus /anggota komite sekolah adalah sarjana dengan profesi guru. Pengurus komite sekolah telah pernah mengikuti latihan, namun materi yang diikuti belum tepat dalam pemberdayaan komite sekolah. Fasilitas dan sarana yang dimiliki pengurus komite masih kurang. Pengurus komite masih banyak yang belum paham peran dan fungsinya dalam mendukung program sekolah, dan masih sedikit yang memiliki AD/ART.

Dari hasil penelitian keempat peneliti terdahulu tersebut diatas dapat bahwa peranserta komite Sekolah sangat diperlukan oleh sekolah. Dari segi konteks program dua peneliti ada program dan dua peneliti tidak memiliki program. Dari segi input, komite sekolah sebagian besar telah memberikan dukungan


(4)

program. Dari segi proses pada penelitian terdahulu cukup baik dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah dalam rangka peningkatan mutu, baik melalui dukungan dana dan sarana yang dibutuhkan sekolah. Adapun produk yang dihasilkan berupa sarana dan prasarana.

Perbedaan yang tampak dalam penelitian terdahulu berkaitan dengan latar belakang sumberdaya pengurus komite yang beragam tingkat pendidikannya, kehadiran pengurus yang kurang kompak, serta pengurus komite yang tidak memiliki bekal pelatihan maupun workshop pemberdayaan komite sekolah, sehingga mengakibatkan peran-sertanya belum maksimal.

Melalui pengalaman penelitian terdahulu maka, peneliti berharap peran-serta masyarakat dalam hal ini pengurus komite sekolah hendaknya dipilih orang orang yang memiliki kompetensi dan kapasitas dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai advisory, supporting, controlling dan mediator. Serta menjalankan fungsinya sebagai pendorong wali murid atau masyarakat untuk memberikan perhatian pada sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di sekolah demi menciptakan suasana sekolah yang kondusif, ramah, dan nyaman.


(5)

43

Dalam peran-serta masyarakat dalam hal ini pengurus komite sekolah hendaknya dipilih melalui seleksi atau pemilihan yang bersifat terbuka dan bukan tunjukan serta memiliki kompetensi dan kapasitas dalam memberikan kontribusi terhadap sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai pemberi pertimbangan, dukungan pemikiran, pengawasan dan

menjadi mediator. Serta menjalankan fungsinya sebagai

motivator orangtua siswa atau masyarakat untuk memberikan perhatian pada sekolah dalam rangka peningkatan

2.6 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dari penelitian ini adalah dari diawali dengan latar belakang masalah yang ada kemudian ada fenomena yang terjadi dilapangan, maka peneliti ingin mengevaluasi program menurut konteksnya yaitu tentang perlunya peranan komite sekolah, input tentang bagaimana program-program dan sarana prasarana yang ada dan proses pelaksanaan dari program-program Komite Sekolah SD Negeri Pilangrejo 1

Kerangka befikir dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut:


(6)

Gambar 2.5 Kerangka Pikir

Pendidikan menjadi tanggung-jawab

Bersama

Program Komite Sekolah

Dilanjutkan Diperbaiki

Dihapus Evaluasi

Context Input Process Product

Rekomendasi MBS


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 942014033 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 942014033 BAB IV

0 2 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 942014033 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Komite Sekolah Melalui Model CIPP pada SD Negeri Pilangrejo1 Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak

0 1 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Prampelan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak T2 942014049 BAB II

0 0 38

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Regrouping Sekolah Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di SD Negeri Kuncir ecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 BAB IV

0 0 21

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Regrouping Sekolah Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di SD Negeri Kuncir ecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 BAB II

0 1 45

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Regrouping Sekolah Dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan Di SD Negeri Kuncir ecamatan Wonosalam Kabupaten Demak T2 BAB I

0 1 17

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Layanan Kelas Akselerasi Menggunakan Model CIPP T2 BAB II

0 2 26