RANGKUMAN MATERI SEJARAH SMA KELAS XII I (1)

RANGKUMAN MATERI SEJARAH SMA KELAS XII IPA
BAB I
PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
A. PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT
INTELEKTUAL PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU
a. LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
a. Adanya Gerakan 30 S/PKI
b. Kekosongan pimpinan Angkatan Darat
c. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa, pemuda dan pelajar di depan gedung DPR-GR yang
mengajukan tun tutan (Tritura : Pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet Dwikora dan Turunkan harga
barang )
d. Perubahan Kabinet ( Dwikora-Seratus menteri )
e. Tertembaknya mahasiswa Arif Rahman Hakim
Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Surat Perintah yang berisi tentang
pemulihan keamanan dan jaminan keamanan bagi presiden Soekarno. Dengan berkuasanya Soeharto
memegang tampuk pemerintahan dimulailah babak baru yaitu Orde Baru.
b. PERKEMBANGAN KEKUASAAN ORDE BARU
Pada hakikatnya Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang
diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 atau sebagai koreksi terhadap
penyelewengan penyelewengan yang terjadi pada masa lalu
Tritura mengungkapkan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara

sesuai dengan aspirasi masyarakat. Jawaban dari tuntutan itu terdapat pada 3 ketetapan sebagai
berikut :
a. Pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI dan ormasnya ( TAP MPRS No.
IV dan No. IX / MPRS / 1966
b. Pelarangan paham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia ( TAP MPRS No. XXV /
MPRS / 1966 )
c. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum ( TAP MPRS No. XX /
MPRS / 1966 )
Pada tanggal 3 Pebruari 1967 DPR-GR yang menganjurkan kepada Soeharto untuk melaksanakan Sidang
Istimewa, sehingga pada 20 Pebruari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Tahap selanjutnya adalah :
a. Penyederhanaan Partai
b. Memurnikan kembali politik luar negeri bebas aktif
c. Menghentikan konfrontasi dengan Malaysia dan membentuk
kerjasama ASEAN
d. Kembali menjadi anggota PBB
c. KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU
Setelah berhasil memulihkan keamanan kemudian pemerintah melaksanakan pembangunan Nasional
jangka pendek dan jangka panjang melalui Pelita yang tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan, yaitu


a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup timggi
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan pembangunan yang
menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni :
a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, hususnya sandang,
pangan dan perumahan.
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
c. Pemerataan pembagian pendapatan
d. Pemerataan kesempatan kerja
e. Pemerataan berusaha
f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum
wanita
g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
h. Pemeratan kesempatan memperoleh keadilan.
d. PROSES MENGUATNYA PERAN NEGARA PADA MASA ORDE BARU
Sejak Orde Baru berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai oleh bangsa Indonesia, langkah yang
dilakukannya adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangannya adalah menegakkan
tata kehidupan negara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.

Kabinet yang pertamakali dibentuk adalah Kabinet AMPERA dengan tugas menciptakan stabilitas politik
dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional yang disebut DWI
DHARMA KABINET AMPERA. Adapun programnya antara lain :
a. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan
b. Melaksanakan Pemilu
c. Melaksanakan Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif
d. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk.
Keempat program ini disebut dengan Catur Karya Kabinet Ampera.
e. PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK PADA MASA ORDE BARU
a. Pertumbuhan dan mobilitas penduduk
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi kota, yaitu :
1. Adanya wilayah yang saling melengkapi
2. Adanya kesempatan untuk berinteraksi
3. Adanya kemudahan transfer/pemindahan dalam ruang
Dalam kaitannya dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas penduduk dapat diartikan sebagai suatu
perpindahan penduduk baik secara teritorial ataupun geografis. Hubungan timbal balik antara kota
dengan kota maupun antara kota dengan desa dapat menyebabkan munculnya gejala-gejala yang baru
yang meliputi aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Gejala ini dapat bersifat positif ataupun negatif
bagi desa dan kota.
b. Pusat-Pusat pertumbuhan di Indonesia pada masa Orde Baru

Untuk mengetahui munculnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia terdapat 2 teori yaitu :
1. Teori Tempat Sentral ( central place theory ) oleh Walter Christaller

Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada di suatu tempat
sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah yang maksimum.Tempat
sentral itu berupa ibukota kabupaten, kecamatan, propinsi ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik
sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk untuk tinggal disekitarnya dengan daya jangkau yang
berbeda.
2. Teori Kutub Pertumbuhan ( Growth Pole Theory ) oleh Lerroux
Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi muncul pada tempattempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda. Kawasan yang menjadi pusat
pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub inilah proses
pembangunan menyebarke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
c. Faktor penyebab suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1. Kondisi fisik wilayah
2. Kekayaan sumber daya alam
3. Sarana dan prasarana transportasi
4. Adanya industri
B. DAMPAK REVOLUSI HIJAU DAN INDUSTRIALISASI TERHADAP PERUBAHAN TEKNLOGI DAN
LINGKUNGAN DI BERBAGAI DAERAH PADA MASA ORDE BARU

1. Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan revolusi biji-bijian dari hasil penemuan ilmiah berupa benih unggul dari
berbagai varietas gandum, padi, dan jagung yang membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat di
begara-negara berkembang. Revolusi hijau lahir karena masalah pertambahan penduduk yang pesat.
Pertambahan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.
Upaya peningkatan produksi pertanian digalakkan melalui :
a. Pembukaan lahan pertanian baru
b. Mekanisasi pertanian
c. Penggunaan pupuk baru
d. Mencari metode yang tepat untuk pemberantasan hama
2. Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia
Masyarakat Indonesia yang agraris menjadikan pertabian sebagai sektor penting dalam upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini didasari oleh :
a. Kebutuhan masyarakat yang meningkat dengan pesat
b. Tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah
c. Produksi pertanian belum mampu memenuhiseluruh kebutuhan masyarakat.
Untuk meningkatkan produksi pertanian pemerintah mengupayakan :
a. Intensifikasi
b. Ekstensifikasi
c. Diversifikasi

d. Rehabilitasi
3. Perkembangan Industrialisasi
a. Industri Pertanian
• Industri pengolahan hasil tanaman pangan termasuk hortikultura
• Industri pengolahan hasil perkebunan

• Industri pengolahan hasil perikanan
• Industri pengolahan hasil hutan
• Industri pupuk
• Industri Pestisida
• Industri Mesin dan peralatan pertanian
b. Industri Non Pertanian
• Industri Semen
• Industri Besi baja
• Industri Perakitan kendaraan bermotor
• Industri elektronik
• Industri kapal laut
• Industri Kapal terbang
BAB II
PERKEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

A. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :
1. Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum
2. Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan kehidupan
bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )
4. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.
5. Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang
baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun
1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan
dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah
memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang
berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan
pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16
orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan

pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih
longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
Usaha dalam bidang ekonomi adalah :
1. Merekapitulasi perbankan
2. Merekonstruksi perekonomian Indonesia
3. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
4. Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.000
5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF
Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan

mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum
yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks
yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompokkelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.
B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK REFORMASI
1. KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
Sejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar
gaji karyawan. Sementara itu harga sembako semakin tinggi sehingga banyak karyawan yang menuntut
kenaikan gaji pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada memPHKkan karyawannya.
Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran mencapai 40
juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi

dalammasyarakat.Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat
menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan
modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.
2. KONDISI EKONOMI
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang
harus digarap yaitu :
a. Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien
mungkin
b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang
terjangkau
c. Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan,
dengan harga yang terjangkau
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
e. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau
pula.

Kelebihan-kelebihan pada masa Reformasi

1)


Munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa Indonesia.

2)

Kebebasan berpendapat kembali ditegakkan.

3)

Pengurangan masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.

4)

Melakukan reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.

5)

Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.

6)


Sector social politik Indonesia menjadi terbuka.

7) Pemilu yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat diikuti oleh 48 parpol
melalui seleksi.
8)

Kekakuan hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.

9) Pemerintah memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan mewujudkan program
membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
10) Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan banyak jenisnya sesuai dengan kondisi social-politik
saat itu.
11) Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah dan terbantu karena adanya media komunikasi.

Kekurangan-kekurangan pada masa Reformasi
1) Adanya perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat mengenai pengangkatan
B.J Habibie sebagai Presiden.
2)

Tidak adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.

3) Keputusan reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan
masyarakat.
4)

Terlalu dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.

5)

Posisi militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.

6) Penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena konflik politik internal
dalam negeri.
7)

Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.

8)

Pemerintah hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.

9)

Kurangnya minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi

B.Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga
mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat
sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima
tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih
kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi
"Bapak Pembangunan ".
Temyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya
semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui
bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun
pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju
kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi
sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa
melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah.
Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes
kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai puncaknya
pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet
Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat
tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945,
Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
2.Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia,
bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis
ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun
dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desmeber 1997 nilai tukar
rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00 perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar
pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat
lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan
Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak
membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan.
Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan
dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga
menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia.
a.Utang Negara Republik Indonesia.
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998
pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi
utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim

Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan
Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari
1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya.
Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar
barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal
ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang
memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga
akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya
masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross
national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak
menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang
oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi
semakin besar.
Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila,
seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi
kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan
kolusi.
c. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya
perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan
hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi
pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara
tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum.
d. Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya
peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat
pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya
mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber
daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).
Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir
informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias
Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di
halaman pertama pers di daerah.
3.Krisis Politik
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum
1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial
maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar
yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk
menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum

peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat disangkal
bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak
adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik
Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya.
Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32
tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing
dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di
pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina
Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata
mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan
Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak
penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara
de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan
sistem keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum
reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle
kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala
bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan
yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber
ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985
tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai
politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985
tentang organisasi masa.
4. Krisis Hukum.
Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24
UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi
Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab
hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaranajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut,
penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
5.Krisis Kepercayaan
Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang
parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama
sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan
ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri
terhadap Indonesia
C.Gerakan Reformasi Indonesia
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik
secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat

reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang
menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa
dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar
Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan
lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru,
maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan
pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan
reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Dasar Filosofi Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kronikroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi
daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
3. Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang
mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan
unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako);
(2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu
dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat
bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak
menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri
pasti dapat diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat
aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak
dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang
berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery
Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan
masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga
memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan
terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden
Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri
Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para
reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala
penjuru kota Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI
yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; (6) pada 17
Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari
jabatan presiden Republik Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para

wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI; (8)
pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto
di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini
adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun
Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI),
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin
Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar
aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada
tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk
berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada
20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan
tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite
yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum
reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan
hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk
diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun
komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi
dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan
nasional, tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan
Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11)
pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk
kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.
D. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun
1997, menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme. Hal ini dilakukan oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
A. Dasar Hukum Habibie Menjadi Presiden.
Naiknya Habibie menggantikan Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum, ada yang
mengatakan hal itu konstitusional dan inskonstitusional.Yang mengatakan konstitusional
berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan
kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Adapun yang mengatakan
inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum Presiden meangku jabatan maka
Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di depan MPR atau DPR". Secara hukum materiel Habibie
menjadi presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal (hukum acara) hal itu tidak
konstitusional, sebab perbuatan hokum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang dari Soeharto
kepada Habibie harus melalui acara resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk
bersidang, maka harus ada alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet.

Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang meliputi perwakilan
militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar, dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi.
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi" Presiden B.J. Habibie berusaha
melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik.
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan merencakan pemilu yang
luber dan jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betui representatif. Tindakan
nyata dengan membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu : (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen
Universitas Indonesia (UI) dan mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden
Soeharto. (2) Mochtar Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu
kerusuhan di Medan dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka selebar-lebarnya baik
menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa
merupakan manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa para
pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR
berhasil menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum ".
Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti yang
diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, akibatnya
banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini disebabkan oleh : (1) Undang-undang
ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata
tajam. (3) Aparat keamanan ada .yang terpancing oleh tingkah laku pengunjuk rasa sehingga tidak
dapat mengendalikan diri. (4) Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara
menjadi kacau.
Krisis ini merupakan momentum koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari kepresidenan
tapi yang paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk membongkar praktek KKN,
otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini berkaitan dengan sistem pemerintahan
Orde Baru yang sentralistik yaitu kurang memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab segala
kebijakan untuk daerah selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI

Gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan
reposisi peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui rumusan paradigma
baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik.
Pada era reformasi posisi ABRI dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang.
ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 1999 Kepolisian
RI memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat,
laut, dan udara.
6. Reformasi di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru telah didengungkan pembaharuan bidang hukum namun dalam
realisasinya produk hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan tetap
saja adanya dominasi penguasa. DPR selama orde baru cenderung telah berubah fungsi, sehingga
produk yang disahkannya memihak penguasa bukan memihak kepentingan masyarakat.
Prasyarat untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik yang
melahirkan keadaan demokratis dan DPR yang representatif mewakili kepentingan masyarakat. Oleh
karena itu pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum. Target
reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih
dan berwibawa, dan institusi peradilan yang independen. Mengingat produk hukum Orde Baru sangat
tidak kondusif untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi dan
menghambat kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari adanya aturan hukum yang
tidak adil dan merugikan masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan untuk membuka kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan
reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal 10-13 Nopember
1998, diharapkan benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih
segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung temyata diluar gedung DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh
demonstrasi mahasiswa dan massa sehingga anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk
bekerja lebih keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12 ketetapan, yaitu :
a. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang : Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka
Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
c. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang : Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indinesia.
d. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang : Hak Asasi Manusia.

g. Tap MPR No. VII/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983
tentang Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah dengan
ketetapan MPR yang terakhirNomor: I/MPR/1998.
h. Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR No. III/MPR/1998
tentang Pemilihan Umum.
i. Tap MPR No. III/V/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
j. Tap MPR No. IX/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas
dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan
Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai DasarNegara.
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu
pemilihan urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya rakyat. Asas
pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut: (1).Langsung, Pemilih mempunyai hak secara
langsung memberi suara sesuai kehendak nuraninya tanpa perantara. (2) Umum, bahwa semua warga
negara tanpa kecuali yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia
21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak menentukan pilihan tanpa tekanan atau
paksaan dari siapapun/pihak manapun. (4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak diketahui oleh
pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur, semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas, pemantau, pemilih, dan yang terlibat secara
langsung) harus bersikap dan bertindak jujur yakni sesuai aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa pcmilili dan
partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan pihak manapun.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan MPR, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 7 Juni
1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan umum. Maka dicabutlah lima paket undang-undang tentang
politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR, (3) Parpol
dan Golongan Karya, (4) Referendum, (5) Organisasi Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan
tiga undang-undang politik baru yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh Presiden B.J. Habibie
yaitu : (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan (3) UU Susunan serta Kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD.
Adanya undang-undang politik tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia, sehingga muncul
partai-partai politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112 partai politik yang lahir dan
mendaftar ke Departemen Kehakinam namun setelah diseleksi hanya 48 partai politik yang berhak
mengikuti pemilu. Pelaksana pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah
dan parpol peserta pemilu.

Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan
seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh satu partai
politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu :
1) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PD1-P)

: 153 kursi.

2) Partai Golongan Karya ( Partai Golkar)

: 120 kursi.

3) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

: 58 kursi.

4) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

: 51 kursi.

5) Partai Amanat Nasional (PAN)

: 34 kursi.

6) Partai Bulan Bintang (PBB)

: 13 kursi

7) Partai Keadilan (PK)

: 7 kursi

8) Partai Nahdiarul Ummah (PNU)

: 5 kursi

9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB)

: 5 kursi

10) Partai Keadilan Persatuan (PKP)

: 4 kursi

11) Partai Demokrasi Indonesia

: 2 kursi

12) Partai Kebangkitan Ummat (PKU)

: 1 kursi

13) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)

: 1 kursi

14) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi

: 1 kursi

15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI): 1 kursi
16)PNI-MasaMarhaen

: 1 kursi

17)PNI-FrontMarhaen``

: 1 kursi

18) Partai Persatuan (PP)

: 1 kursi

19) Partai Daulat Rakyat (PDR)

: 1 kursi

20) Partai Bhineka Tunggal Ika (FBI)

: 1 kursi

21) Partai Katholik Demokrat (PKD)

: 1 kursi

22) TNI/POLRI

: 46 kursi

9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota
MPR berdasarkan hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol dan 38
orang

TNI/PoIri), 65 orang wakil-wakil Utusan Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR
melaksanakan Sidang Umum MPR Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang mengesahkan Prof. DR.
H. Muhammad Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar) sebagai
Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu KH
Abdurrahman Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc
(PBB), Namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil pemilihan dilaksanakan secara voting
KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara, Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam
pemilihan wakil presiden dengan calon Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP)
dimenangkan oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati
Soekamoputri menyusun Kabinet Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko
Polkam, Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13 Menteri Negara.
Pemerintahan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada
akhir Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan DPR dan kasus
Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR yang kemudian melantik Wakil
Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi Presiden RI ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi Wakil Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).

(Tujuan, Faktor Pendorong dan Agenda Reformasi) - Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal
15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir.

Tanggal 18 Mei para mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR
mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh
terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai Rp 15.000 per dollar.

Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J.
Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional kepada B.J. Habibie. Tujuan reformasi
adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari
masa sebelumnya.
a. Tujuan Reformasi
1) Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
2) Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
3) Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Reformasi sosial bertujuan terwujudkan integrasi bangsa Indonesia.
b. Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi

1) Faktor politik meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b) Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme
serta merajalelanya korupsi.
c) Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
d) Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e) Mahasiswa menginginkan perubahan.

2) Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya krisis mata uang rupiah.
b) Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
c) Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.

3) Faktor sosial masyarakat : adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan
perekonomian rakyat.
4) Faktor hukum : belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.
c. Suksesi (Pergantian Pimpinan)
1) Sukarno–Soeharto, ada beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
a) Problem pokok adanya komunis/ PKI (nomor 4 sedunia).
b) Peristiwa Lubang Buaya.
c) Adanya dualisme: ada pro dan anti pembubaran PKI.
d) Sidang istimewa MPRS 1967 didahului turunnya Supersemar.

2) Soeharto–Habibie, ada beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a) Problem pokok adanya krisis ekonomi meluas ke bidang politik.
b) Adanya gerakan reformasi yang menghendaki perubahan radikal karena KKN dalam tubuh
pemerintahan. Nepotisme berarti mengajak keluarga dalam kekuasaan. Kronisme adalah mengajak
teman-teman dalam kekuasaan.
c) Presiden Soeharto ditolak oleh rakyat ditandai dengan didudukinya gedung DPR/MPR oleh mahasiswa,
sehingga Soeharto menyerahkan jabatan kepada Habibie.

3) Pengalaman suksesi di Indonesia
a) Pergantian pimpinan disertai kekerasan dan keributan dan setelah turun dari jabatan, dihujat.
b) Menginginkan pergantian pimpinan yang wajar, namun tidak ditemukan sebab tidak adanya
pembatasan masa jabatan.
c) Tidak adanya Chek and Balance yaitu tidak ada keseimbangan dalam negara yang disebabkan
kecenderungan otoriter.
d) Etika moralitas bahwa KKN bertentangan dengan moralitas.

d. Substansi Agenda Reformasi Politik
Subsitusi agenda reformasi politik sebagai berikut.
1) Reformasi di bidang ideologi negara dan konstitusi.
2) Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat benar-benar
melaksanakan fungsi perwakilannya sebagai aspek kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut.
a) Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.
b) Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat kinerja DPR.
c) Memperdayakan MPR.
d) Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dengan DPR.

3) Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet meliputi hal-hal berikut.
a) Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden dan instruksi presiden.
b) Membatasi penggunaan hak prerogatif.
c) Menyusun kode etik kepresidenan.

4) Pembaharuan kehidupan politik yaitu memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan
rakyat, maka harus dikembangkan sistem multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5) Penyelenggaraan pemilu.
6) Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan profesional yang tidak
memihak.
7) Militer dan dwifungsi ABRI mengarah kepada mengurangi peran sosial politik secara bertahap sampai
akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi Hankam.
8) Sistem pemerintah daerah dengan sasaran memperdayakan otonomi daerah dengan asas
desentralisasi.
e. Agenda Reformasi Bidang Ekonomi
1) Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi serta
pinjaman luar negeri untuk perbaikan ekonomi.
2) Penghapusan monopoli dan oligopoli.
3) Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.
f. Agenda Reformasi Bidang Hukum
Agenda reformasi bidang hukum difokuskan pada integrasi nasional.

1) Terciptanya keadilan atas dasar HAM.
2) Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutan reformasi. Misal : Bidang
ekonomi dikeluarkan UU kepailitan, dihapuskan UU subversi, sesuai semangat HAM dilepaskan napoltapol (amnesti-abolisi).
g. Agenda reformasi bidang pendidikan
Agenda reformasi bidang pendidikan ditujukan terutama masalah kurikulum yang harus ditinjau paling
sedikit lima tahunan.
h. Hambatan pelaksanaan reformasi politik
1) Hambatan kultural : mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari Soeharto ke B.J. Habibie tidak
diiringi pergantian rezim yang berarti sebagian besar anggota kabinet, gubernur, birokrasi sipil, komposisi
anggota DPR/MPR masih peninggalan rezim Orba.
2) Hambatan legitimasi : pemerintah B.J. Habibie karena belum merupakan hasil pemilu.
3) Hambatan struktural : berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berdampak
bertambah banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan.
4) Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara baik akan
menimbulkan disintegrasi bangsa.
5) Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hukum terhadap praktik penyimpangan politik-ekonomi
rezim lama seperti praktik KKN.
6) Terkotak-kotaknya elite politik, maka dibutuhkan kesadaran untuk bersama-sama menciptakan kondisi
politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.

Dampak Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak
pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya
pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul