Efektifitas Penggunaan Aktivator MOL dan EM4 untuk Pembuatan Pupuk Kompos Limbah Jeruk di Desa Kubu Simbelang Kecamatan Tiga Panah Tahun 2017

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sampah

2.1.1

Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah

sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Dalam Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan
definisi sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang
berbentuk padat. Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak
berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang
rusak atau cacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak
atau buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

2.1.2

Sumber–Sumber Sampah
Sumber –sumber sampah dibedakan menjadi 8 bagian yaitu :

1. Sampah yang bersal dari pemukiman (domestic waste)
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang,seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah
dimasak atau yang belum ,bekas pembungkus berupa kertas, plastic,daun dan
sebagainya,

pakaian-pakaian

bekas,

bahan-bahan

bacaan,perabot

rumah


tangga,daun-daun dari kebun atau taman.

Universitas Sumatera Utara

8

2. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum,seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya.Sampah ini berupa :
kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya.
3. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan,dan sebagainya.Sampah ini berupa kertas-kertas, plastic,
karbon klip, klip, dan sebagain umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah
terbakar (rubbish).
4. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari :
kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,onderdilonderdil kendaraan yang jatuh,daun-daunan, plastic dan sebagainya.
5. Sampah yang berasal dari industry (industyrial wastes)

Sampah ini berasal dari kawasan industry ,dan segala sampah yang berasal
dari proses produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakan barang,logam,plastic,
kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebagainya.
6. Sampah yang berasal dari pertanian dan perkebunan.
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan
sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

9

7. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan , dan jenisnya tergantung dari
jenis usaha pertambangan itu sendiri misalnya: batu-batuan,tanah/cadas, pasir, sisasisa pembakaran (arang ) dan sebagainya.
8. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa: kotoran-kotoran
ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binantang dan sebagaianya (Warsidi, 2012).
2.1.3


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Menurut Chandra (2013), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

jumlah sampah:
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk tergantung pada aktifitas dan kepadatan penduduk.
Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang
untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktifitas penduduk, sampah
yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktifitas pembangunan,
perdagangan, dan industri.
2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika
dibandingkan dengan truk.

3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali.
Universitas Sumatera Utara

10

Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi

golongan tertentu.
4. Faktor Geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah didaerah pegunungan, lembah, pantai, atau
di dataran rendah.
5. Faktor Waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah
sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari
lebih banyak daripada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah pedesaan
tidak begitu bergantung pada faktor waktu.
6. Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya
Contoh, adat - istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.
7. Pada musim hujan, sampah mungkin akan tersangkut pada selokan, pintu air,
atau penyaringan air limbah.
8. Kebiasaan Masyarakat
Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau
tanaman, sampah makanan itu akan meningkat.
9. Kemajuan Teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh:
plastik, kardus, rongsokan, AC, TV, dan kulkas.
10. Sampah


Universitas Sumatera Utara

11

Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula
macam dan jenis sampahnya. Sedangkan timbulan sampah menurut Dinas
Kebersihan Kota Medan dalam Kajian Pengolahan Sampah, faktor – faktor yang
mempengaruhi timbulan sampah adalah :
1.

Jumlah penduduk, artinya jumlah penduduk meningkat timbulan sampah
meningkat.

2.

Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi
seseorang akan semakin banyak timbulan sampah perkapita yang
dihasilkan.


3.
2.1.4

Kemajuan teknologi, akan menambah jumlah dan kualitas sampahnya.
Sistem Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan

pengendalian timbulan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan cara merujuk pada
dasar – dasar yang terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik,
konservasii, estetika dan pertimbangan lingkungan yang lain dan juga tanggap
terhadap perilaku massa (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2013).
Pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang sangat mendasar yang
meliputi meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber
daya alam (air), melindungi fasilitas sosial ekonomi dan menunjang sektor strategis
(Rahardyan dan Widagdo, 2005). Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada
dasarnya dilihat sebagai komponen- komponen sub sistem yang saling mendukung

Universitas Sumatera Utara


12

satu sama lain untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur
(Syafrudin dan Priyambada 2001).
Komponen-komponen atau aspek-aspek dari sitem pengelolaan sampah
tersebut meliputi :
1. Aspek teknis operasional
Sub sistem teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi
dasar-dasar
pengumpulan

perencanaan
sampah,

untuk

kegiatan-kegiatan

pengangkutan


sampah,

pewadahan

pengolahan

sampah,

sampah

dan

pembuangan akhir sampah. Teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan yang
terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus
bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya.
Pengelolaan sampah ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari
produsen sampai pada tempat pembuangan sampah akhir (TPA), membuat tempat
pembuangan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat diolah terlebih
dahulu untuk memperkecil volume yang di daur ulang atau dimanfaatkan kembali.

Berdasarkan karakteristiknya pengolahan sampah dilakukan berbagai cara
yakni :
a. Komposting, baik bagi jenis garbage.
b. Insinerasi untuk refuse.
c. Proses lain seperti pembuatan bahan bangunan dari buangan industri yang
mempunyai sifat seperti semen.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Aspek organisasi dan manajemen (institusi)
Organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin
yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek
ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak
yang dilayani yaitu masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan organisasi
disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang membinanya, pola sistem
operasional yang diterapkan, kapasitas kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan
fungsi yang harus ditangani (Rahardyan dan Widagdo, 2005). Menurut Syafrudin
dan Priyambada (2001), bentuk kelembagaan pengelola sampah disesuaikan

dengan kategori kota. Adapun bentuk kelembagaan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Kota Raya dan kota besar (jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa) bentuk
lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa perusahaan daerah atau
dinas tersendiri.
2) Kota sedang 1 dengan jumlah penduduk 250.000 jiwa - 500.000 jiwa atau ibu
kota propinsi berupa dinas tersendiri.
3) Kota sedang 2 dengan jumlah penduduk 100.000 jiwa - 250.000 jiwa atau
kota/kotif berupa dinas/suku dinas atau UPTD dinas pekerjaan umum atau
seksi pada dinas pekerjaan umum.
4) Kota kecil dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa - 100.000 jiwa berupa
UPTD dinas pekerjaan umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum.
3. Aspek pembiayaan pengelolaan sampah
Universitas Sumatera Utara

14

Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda sistem
pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar. Sistem
pengelolaan persampahan di Indonesia lebih diarahkan pada pembiayaan sendiri
termasuk membentuk perusahaan daerah. Masalah umum yang sering dijumpai
dalam sub sistem pembiayaan adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan
tidak sebanding dengan biaya operasional, dana pembangunan di daerah
berdasarkan skala prioritas, kewenangan dan struktur organisasi yang ada tidak
berhak mengelola dana sendiri dan penyusunan tarif retribusi tidak didasari metode
yang benar.
Menurut Syfaruddin dan Priyambada (2001), besaran retribusi sampah
adalah 1% dari penghasilan per rumah tangga. Dengan demikian besaran retribusi
sampah bervariasi sesuai tingkat pendapatan, makin tinggi pendapatan suatu rumah
tangga maka makin besar retribusi yang harus mereka bayarkan karena makin tinggi
tingkat ekonomi seseorang makin besar sampah yang mereka hasilkan.
4. Aspek hukum dan peraturan
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara indonesia
adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang
berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan
dasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi,
ketertiban masyarakat dan sebagainya. Menurut Rahardyan dan Widagdo (2005),
peraturan yang diperlukan dalam penyelengaraan sistem pengelolaan sampah di
perkotaan antara lain adalah mengatur tentang:
1) Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan;

Universitas Sumatera Utara

15

2) Rencana induk pengelolaan sampah kota;
3) Bentuk lembaga dan organisasi pengelola;
4) Tata cara penyelengaraan pengelolaan;
5) Tarif jasa pelayanan atau retribusi
6) Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar
daerah atau kerjasama dengan pihak swastaSub sistem Pembiayaan (sub
sistem finansial)
5. Aspek peran serta masyarakat
Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan
persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan pada
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam kebersihan adalah
membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program
persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan
sampah yang kurang baik dan faktor-faktor soasial, struktur dan budaya setempat.
Menurut Wibowo dan Djajawinata (2004), ada tiga pendekatan yang harus
dilakukan dalam pengelolaan sampah yakni pendekatan aspek teknis, pendekatan
aspek kelembagaan dan pendekatan aspek keuangan dan manajemen.
2.1.5

Dampak Sampah
Bila sampah tidak dikelola dengan baik tentu akan dapat menimbulkan

masalah bagi manusia. Banyak kejadian – kejadian dari efek yang ditimbulkan oleh

Universitas Sumatera Utara

16

sampah, akibat manusia menyepelekan masalah sampah. Dampak yang diakibatkan
oleh sampah adalah :
1. Mengganggu Estetika
Sampah yang berceceran di jalan atau disembarang tempat sungguh tidak
menyedapkan mata. Tumpukan sampah yang berserakan menimbulkan kesan jorok,
tidak bersih, dan sangat merusak keindahan.
2. Mencemari Tanah dan Air Tanah
Sampah yang menumpuk dipermukaan tanah akan mencemari tanah dan air
didalamnya. Cairan kotor dan bau busuk hasil pembusukan sampah yang merembes
ke dalam tanah dapat mencemari air tanah. Bukan tidak mungkin, air yang
digunakan dari pompa tanah dapat terkontaminasi akibat gaya hidup yang tidak
sehat ini.
3. Mencemari Perairan
Sampah yang dibuang kesaluran air akan mencemari perairan sungai,
irigasi, waduk, bahkan pantai. Padahal, banyak yang masih memanfaatkan
pengairan dari sungai dan sumber air lainnya untuk kebutuhan sehari – hari.

4. Menyebabkan Banjir
Tumpukan sampah yang berada disaluran air (irigasi) dapat menyumbat
pintu - pintu air sehingga air sulit mengalir. Maka tak heran jika dikota- kota besar,
banjir sering terjadi akibat masyarakatnya menyepelekan sampah.
5. Menimbulkan Bau Busuk

Universitas Sumatera Utara

17

Sampah- sampah yang menumpuk di darat atau yang terendam di air akan
mengalami pembusukan. Bau busuk yang menyebar di udara akan tercium dan
mengganggu pernafasan.
6. Sumber Bibit Penyakit
Sampah yang menimbulkan bau busuk akan mengundang lalat. Pada sampah
yang busuk, bersarang bermacam-macam bakteri penyebab penyakit. Lalat tersebut
dapat memindahkan bibit penyakit dari sampah kedalam makanan atau minuman
(Suryati, 2014).
2.2

Pupuk Kompos

2.2.1

Pengertian Pupuk Kompos
Pupuk kompos atau pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang

diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan modern. Pupuk organik buatan
umumnya merupakan campuran beberapa jenis bahan organik. Pencampuran
beberapa jenis bahan organik ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman (Patmala, 2010)
Adanya peningkatan kandungan unsur hara menyebabkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan pupuk buatan lebih meningkat. Selain itu, degan kuantitas
yang lebih sedikit daripada pupuk organik alam, akan mendatangkan manfaat yang
lebih besar bagi tanaman. Pupuk organik buatan yang sering ditemui di pasar adalah
kascing.
Kompos adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik seperti dedaunan,
batang, ranting lapuk, kotoran ternak dan lain - lain. Kompos adalah hasil
fermentasi atau dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah

Universitas Sumatera Utara

18

organik (Susetya, 2014). Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah
organik yang sebagian besar berasal dari rumah tangga (Suryati, 2014).
Kompos adalah bahan organik yang bisa lapuk, seperti daun - daunan,
sampah dapur, jerami, rumput, dan kotoran lain, yang semua itu berguna untuk
kesuburan tanah. Kompos merupakan material organik yang sudah didekomposisi
dan digunakan sebagai media tanah, pupuk dan penyubur tanah.
2.2.2 Keunggulan Pupuk Kompos
Adapun keunggulan dri pupuk organik atau pupuk kompos antara lain yaitu
:
a. Memperbaiki sifat kimia tanah
Pupuk organik dapat mengubah unsur hara yang tidak bisa diserap tanaman
menjadi unsur hara yang bisa diserap tanaman.
b. Memperbaiki sifat fisika tanah
Aktivitas mikroorganisme dalam pupuk organik dapat menggemburkan
tanah. Selain itu,pupuk organik dapat mengurangi resiko erosi karena
agregat tanah menjadi lebih kompak.
c. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air
Tanah yang gembur akan memiliki pori-pori relatif lebih banyak untuk
menyalurkan dan menyimpana air . Pada musim kemarau, tanah yang
dipupuk menggunakan pupuk organik bisa menyediakan air untuk tanaman
lebih banyak.
2.2.3

Prinsip Dasar Pembuatan Kompos
Membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam

Universitas Sumatera Utara

19

dengan bantuan mikroorganisme. Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan
dalam proses pengomposan yaitu mikroorganisme yang membutuhkan kadar
oksigen tinggi (aerob) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah
(anaerob). Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos), perbedaan
proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan kompos (Suryati,
2014).
2.2.4 Prinsip Dasar Pengomposan Aerob
Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara
terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus
bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik.
Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume
tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk
mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses
pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk
memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif
ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,
kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan
anaerob (Habibi, 2013).
Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat
berlangsung selama 40-55 hari. Namun jika menggunakan aktivator hanya
membutuhkan waktu sekitar 10 – 20 hari. Hasil akhir pengomposan aerob berupa
bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah dan gembur,
suhunya normal dan cenderung konstan (tetap). Apabila bentuknya sudah seperti

Universitas Sumatera Utara

20

ini maka kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam
wadah.Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan Beberapa
hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini:
1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob
Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar karbon
(C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan. Semua mahluk hidup tersusun dari
sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Pembuatan
kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1 sampai 30:1. Sebagai contoh
limbah rumah tangga padat (sampah) organik yang tercampur mempunyai rata-rata
kandungan rasio C/N sekitar 15:1 sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar
mencapai atau mendekati perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1.Kisaran nilai
rasio C/N 25:1 hingga 30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang
terbaik agar bakteri dapat bekerja sangat cepat. Perbandingan kadar C/N untuk
buah-buahan termasuk buah jeruk ialah 35:1.
Pada proses pembuatan kompos, rasio C/N merupakan salah satu faktor
paling penting. Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan
mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan
pembentukan sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Jika rasio C/N tinggi,
aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan juga
beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos
sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan
memiliki mutu rendah.

Universitas Sumatera Utara

21

Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses
penguraian akan berlangsung terlalu lama.Sebaliknya jika C terlalu rendah maka
sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH3). Kadar
amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri. Oleh sebab itu, Jumlah C/N
ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat (Habibi, 2013).
2.Volume Bahan
Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat
menentukan proses pengomposan.Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat
mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang sedikit.
Semakin besar tumpukan bahan baku, semakin sulit untuk mengatur atau
mengontrol suhu dan kelembaban. Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat
rata.Bentuknya dapat berupa kubus balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu
tipis, meruncing (berbentuk piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak
dapat mempertahankan suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses
terbentuknya komposakan membutuhkan waktu yang sangat lama.
3. Ukuran bahan
Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika
ukuran bahan baku yang akan dikomposkan diperkecil, karena mikroorganisme
akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang
sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.
Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara
1-7,5cm. Sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin agar
mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak terlalu

Universitas Sumatera Utara

22

lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan
mengeluarkan kadar air. Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan
sampai lumat tidak dianjurkan,karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air
bahan melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan. Masalah
tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau dengan
tanah kering. Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas tumpukan bahan dan
memperlancar masuknya oksigen kedalam tumpukan bahan.
6. Kadar air pada pengomposan secara aerob
Pada proses pengomposan secara aerob, kadar air bahan sebaiknya antara
40-50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya
pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan
baik dan tidak mati. Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba
dalam bahan. Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin
padat,melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi
masuknya oksigen kedalam bahan. Jika air terlalu sedikit maka bahan baku akan
menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba. Kondisi kadar air yang
terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Cara sederhana
untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan meremasnya dalam
genggaman tangan. Apabila bahan kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama
sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan air. Apabila bagian kompos
keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah
sehingga kompos perlu 10 dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus. Jika
kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos.

Universitas Sumatera Utara

23

Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk kedalamnya dan
berkembang sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar.Kondisi bahan
dengan kandungan air yang tepat yaitu,dapat dikepal dengan tangan meskipun
hancur lagi. Untuk menjaga kadar air,sebaiknya kompos terlindung dari air hujan
dan sinar matahari langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan
sedangkan sinar matahari dapat menyebabkan penguapan, sehingga kadar air terlalu
sedikit. Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi
akan berada dibagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan
mikroorganisme dibagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang
terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai, tumpukan kompos yang
terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering
dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan
kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering.
Apabila bahan menjadi kering, mikroorganisme enggan melakukan
aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya
akan turun. Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan
alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu. Dengan menusukkan alat ini ke
dalam tumpukan kompos sampai ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting,
yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau busuk atau tidak. Jika tongkat
tersebut hangat dan basah berarti pengomposan masih berlangsung dengan baik
namun apabila tongkat tersebut kering dan 110 dingin maka perlu disiram air.
Untuk menjaga kadar air bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan

Universitas Sumatera Utara

24

dan sinar matahari langsung. Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses
pengomposan secara aerobik dapat berlangsung baik.

5. Suhu (Temperatur)
Pengomposan secara aerob, Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob
yaitu diantara 45-65ºC.Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan
termometer alkohol,agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak
membahayakan kompos. Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil
dengan cara mengatur kadar air. Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan
yang kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Masalah ini
dapat diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar
air yang optimal. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlalu tinggi, tidak baik
bagi proses pengomposan secara aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai
80ºC.
Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan
bahan.Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik,
yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Apabila hal ini terjadi maka
mikroorganisme lainnya akan mati.Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC
biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk
mengomposkan berton - ton bahan organik. Pengomposan skala industri kecil atau
untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada
kisaran antara 45-65º C saja.

Universitas Sumatera Utara

25

Derajat Keasaman (pH) Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob
dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya
dapat diatasi dengan pemberian kapur. Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan
membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat
mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.Dengan
demikian,proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan. Untuk lebih
meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan
kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik.
6. Aerasi
Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar
setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup. Suhu kompos
yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat.
Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi
sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya pemadatan pada bahan akan
menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob. Akibatnya mikroba
tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi lancar, Pengomposan dapat dilakukan di
tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala
dilakukan pembalikan kompos. Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil,
jumlah oksigen tidak harus diketahui.Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan
oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu
menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan (Habibi,2013).
2.2.5

Prinsip Dasar Pengomposan Secara Anaerob

Universitas Sumatera Utara

26

Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa
adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaannya
dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat. Cara pembuatan kompos secara
anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic
tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam
butirat, asam laktat, etanol, methanol dan hasil sampingan berupa lumpur.Lumpur
inilah yang kita namakan sebagai kompos. Kegiatan operasional sehari-hari pada
pengomposan secara anaerob tidak sesibuk pengomposan secara aerobik. Biaya
awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan
dengan pembuatan kompos secara aerob. Pengendalian pH dan suhu harus
dilakukan karena pada pembuatan kompos secara anaerob berlangsung dengan
dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan
suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari
6,2. Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia
mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain
bak fermentasi. Jalannya pengomposan secara anerob berlangsung lebih lambat
dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan. Lama
tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang
diberikan, seperti antara lain rasio C/N, kadar air, ukuran bahan, temperatur, pH,
dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan 14:31
yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos akan membutuhkan waktu
yang sangat lama.

Universitas Sumatera Utara

27

Ukuran bahan, Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan
lebih baik jika ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil,karena
mikroorganisme akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni
pada bahan yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.
Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 17,5cm.Oleh karena itu, sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling
dengan mesin agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya.Pencacahan
sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung
pengomposan akan mengeluarkan kadar air. Pada pengomposan secara aerob,
penghancuran bahan sampai lumat tidak dianjurkan,karena dikhawatirkan akan
meningkatkan kadar air bahan melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses
pengomposan.Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan
bahan organik kering atau dengan tanah kering. Ukuran yang kecil akan
meningkatkan porositas tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen
kedalam tumpukan bahan. Kadar air pada pengomposan secara aerob . Pada proses
pengomposan secara aerob,kadar air bahan sebaiknya antara 40-50%. Kondisi
kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya pengomposan agar
mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan baik dan tidak
mati.Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba dalam 32
bahan.Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin
padat,melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi
masuknya oksigen kedalam bahan.Namun, jika air terlalu sedikit maka bahan baku
akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba. Kondisi kadar air

Universitas Sumatera Utara

28

yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Cara
sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan
meremasnya dalam genggaman tangan.Apabila bahan kompos pecah/hancur dan
tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan
air.Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih
berarti terlalu basah sehingga kompos perlu dibalik-balik dan dibuat drainase yang
bagus. Jika kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos.
Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk kedalamnya dan berkembang
sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar . Kondisi bahan dengan
kandungan air yang tepat yaitu,dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi
untuk menjaga kadar air,sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar
matahari langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar
matahari dapat menyebabkan penguapan,sehingga kadar air terlalu sedikit.
Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi
akan berada dibagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan
mikroorganisme dibagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang
terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai,tumpukan kompos yang
terlihat lembab serta hangat,tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering
dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan
kadar air bahan menguap akhirnya bahan menjadi kering. Apabila bahan menjadi
kering, mikroorganisme enggan melakukan aktivitasnya maka proses pembusukan
pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya akan turun. Cara untuk mengetahui
basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat

Universitas Sumatera Utara

29

bambu atau kayu. Dengan menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos sampai
ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau
tidak, dan berbau busuk atau tidak. Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti
pengomposan masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut
kering dan dingin maka perlu disiram air disamping itu, untuk menjaga kadar air
bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari
langsung.Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara
aerobik dapat berlangsung baik.
Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65°C.Untuk
mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol,agar kalau
pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan kompos. Suhu
kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air. Suhu
yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas
mikroorganisme menurun . Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos
disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal. Demikian pula, jika
kondisi suhu bahan terlanggu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan secara
aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai 800C . Suhu yang terlalu tinggi
dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.Bakteri yang bekerja pada suhu ini
biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu 34 bakteri yang tahan terhadap suhu
tinggi.Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati.Penggunaan
temperatur tinggi, yaitu 80oC, biasanya untuk pengomposan skala besar karena
diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan organik. Jadi

Universitas Sumatera Utara

30

pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu
berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-650C saja.
Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan
pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan
pemberian kapur. Namun, sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolakbalikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan
kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.Dengan demikian, proses
pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan.Tetapi untuk lebih meyakinkan
lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus
yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik.
Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar
setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup. Suhu kompos
yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat
. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi
sehingga bahan melekat satu sama lain.Terjadinya pemadatan pada bahan akan
menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob. Akibatnya mikroba
tidak dapat bertahan hidup.Agar aerasi lancar,Pengomposan dapat dilakukan di
tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala
dilakukan pembalikan kompos.Pada pembuatan kompos secara aerobskala kecil,
jumlah oksigen tidak harus diketahui.Namun, untuk skala industri,penghitungan
kebutuhan oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang
mampu menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan. (Habibi,2013) .

Universitas Sumatera Utara

31

2.2.6

Pengomposan Dasar Secara Anaerob
Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa

adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaanya
dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat.Sebenarnya cara pembuatan kompos
secara anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan
septic tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH4,H2S, H2,CO2, asam asetat,
asam

utirat,asam

laktat,

etanol,metanol,dan

hasil

sampingan

berupa

lumpur.Lumpur inilah yang kita namakan sebagai kompos. Kegiatan operasional
sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak esibuk pengomposan secara
aerobik. Meskipun demikian,biaya awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit
dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara aerob.
Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos secara
anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat
rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti
beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah
tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat
tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi. Jalannya pengomposan secara
anerob berlangsung lebih lambat dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu
memakan waktu 3-12 bulan. Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob
bergantung pada perlakuan yang diberikan, seperti antara lain rasio C/N , Kadar air
, ukuran bahan, temperatur, pH, dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit
terurai pada pengomposan aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat
terurai, sehingga hampir semua bahan organik dapat dapat diuraikan secara

Universitas Sumatera Utara

32

anaerob. Untuk membunuh bakteri patogen pada pengomposan secara aerob dapat
dilakukan dengan meningkatkan suhu kompos pada 4 hari pertama hingga
mencapai 70oC. Namun,pada pengomposan anaerob,patogen dapat terbunuh
dengan sendirinya karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (tanpa
udara) . Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan
secara anaerob antara lain rasio C/N,ukuran bahan,kadar air (Rh), derajat Keasaman
(pH), temperatur (suhu) dan aerasi .Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan satu
persatu.
1.Rasio C/N bahan
Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio C/N
=25:1 hingga 30:1.Semakin tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin
cepat,dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi. Sebaiknya, apabila rasio C/N
terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat
meracuni bakteri .Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada pengomposan secara
aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara anaerob.

2. Ukuran Bahan
Pada pengomposan secara anaerob,sangat dianjurkan untuk menghancurkan
bahan selumat-lumatnya sampai beruba bubur atau lumpur. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri dan mempermudah
pencampuran atau homogenisasi bahan.
3.Kadar air (Rh)

Universitas Sumatera Utara

33

Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu
sekitar 50% keatas. Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara
anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan
bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih
cepat.Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan
organik dan mengurangi bau.
4.Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan secara
anaerob yaitu antara 6,7-7,2.Untuk mempertahankan kondisi pH hendaknya
ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.
5.Temperatur (suhu)
Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35oC sudah cukup baik bagi proses
pengomposan secara anaerob. Namun, suhu paling baik (optimal) yang
dibutuhkan yaitu antara 50-60oC. Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan cara
meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari langsung.
Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka gas methan yang
dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan berlangsung lebih
cepat. Dengan demikian,gas methan perlu dikeluarkan setiap hari, yaitu dengan cara
membuka lubang gas instalasi pengomposan.
6.Aerasi
Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob tidak
dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses pengomposan
yaitu mikroorganisme anaerob. Oleh karena itu, tempat pembuatan kompos harus

Universitas Sumatera Utara

34

selalu dikondisikan tertutup rapat, tidak diperkenankan udara masuk sedikitpun
juga.
2.2.7

Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang
Ciri-ciri kompos yang sudah matang Berdasarkan SNI 19-7030-2004

Setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilahan bahan,
pengadaan bahan, perlakuan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses,
pembalikan kompos sampai menjadi kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos
yang sudah jadi dan baik adalah sebaga berikut:
1. Warna kompos biasanya coklat kehitaman
2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat
tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus
hutan.
3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, apabila
ditekan dengan lunak,gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
4. Kompos biasanya akan matang setelah 10 – 20 hari masa pembuatan,
apabila komposisi dan prosedur pembuatan sesuai dengan ketentuan yang
seharusnya, serta pembuatan kompos dibantu dengan menggunakan
aktivator.
2.2.8

Manfaat Kompos
Adapun manfaat kompos antara lain yaitu :

1. Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah
Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan . Misalnya,
pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran-

Universitas Sumatera Utara

35

butiran

pasir. Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan

menyuburkan tanaman.Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung
dapat meregangkan ikatan butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah
menjadi gembur dan sangat baik untuk ditanam.
2. Memperkaya mikroba tanah
Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos
berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.
3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah
Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi
pertumbuhan tanamanpemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara
pada tanah.
4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik
Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air
Oleh karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena
kompos telah mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.

5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos akan
mengembalikan

kesuburan

tanah.Tanah

keras

akan

menjadi

lebih

gembur.Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih
netral.Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya
lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.
6. Menyehatkan tanah dan tanaman

Universitas Sumatera Utara

36

Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara sehingga
tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang
menyerang.Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing yang
diketahui dapat menyuburkan tanaman.
7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar
Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan disekitar
tempat tinggal, Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat,
menghemat biaya pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
menyelamatkan lingkungan dari kerusakan,seperti:gangguan bau, selokan
macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan
binatang pengerat.
2.3

Aktivator

2.3.1

Pengertian Aktivator
Aktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme

selulotik dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan pada pembuatan
pupuk kandang. Di pasaran,banyak beredar bioaktivator, diantaranya Orgadec,
EM-4 dan

stardec.

Dalam bioaktivator ini

terdapat

berbagai

macam

mikroorganisme fermentasi dan dekomposer. Mikroorganisme dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik.
Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator ,
yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan
actinomycetes. (Setiawan, 2012). Adapun penjelasan dari masing-masing aktivator
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

37

1. Bakteri fotosintetik
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa
nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.Metabolir yang diproduksi dapat
diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
2. Lactobacillus sp.
Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan
karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi.Asam laktat ini
merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat menekan mikroorganisme
berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Strepcomycetes sp.
Strpcomycetes sp mampu memproduksi enzim sterptomisin bersifat racun
terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
1. Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berguna nagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pembelahan
sel dan pembelahan akar .Ragi ini juga ukuran dalam perkembangan
atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti acninomycetes
dan bakteri asam.
2. Acninomycetes
Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan
jamur.Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri
fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik. Tujuannya untuk mengendalikan

Universitas Sumatera Utara

38

patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan
khitin, yaitu zat esential untuk pertumbuhan. Actinomycetes juga dapat menciptakan
kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
lain.(Budi Susilo Setiawan, 2012 )
2.3.2 Jenis-jenis Aktivator
1. Effective Mikroorganisme 4 (EM-4)
Effective Mikroorganisme 4 atau yang lebih dikenal dengan sebutan EM-4
merupakan produk bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effective
Mikroorganisme (EM) asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media.
Hal ini disebabkan kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi
tidur (dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata. Untuk itu,
EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan (Suryati,2014).
Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai berikut:
1) Campurkan 1 liter EM asli dengan 1 liter molase (larutan gula) lalu
tambahkan air hingga tercampur menjadi 10 liter larutan.
2) Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat.
3) Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara .Wadah harus tertutup rapat
dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4) Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak
meledak.
5) Setelah 5-10 hari,EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium
bau asam manis. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.

Universitas Sumatera Utara

39

6) Apabila tidak langsung digunakan,EM aktif bisa dimasukkan ke dalam wadah
khusus.Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki plastik
atau tangki stainless kondisinya tangki bersih dan dapat mempertahankan kondisi
anaerob.Sebaliknya, jangan gunakan tempat bekas oli, tempat bahan kimia atau
tangki logam berkarat . EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna.
1. MOL (Mikroorganisme Lokal)
Bioaktivator yang dibuat sendiri atau mikroorganisme lokal (MOL) , yaitu
kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan fungsinya sebagai starter dalam
pembuatan pupuk organik.Berdasarkan bahannya, ada dua MOL yang bisa dibuat,
yaitu MOL tapai dan MOL nasi basi serta berbagai MOL berbahan lainnya.
(Setiawan, 2012). Pada bagian ini akan dijelaskan cara pembuatan MOL tapai yang
akan digunakan sebagai starter yaitu :
1) MOL tapai adalah bioaktivator yang bahan dasarnya terbuat dari tapai,baik
tapai singkong maupun tapai ketan.
2) Bahan yang perlu disiapkan sebelum membuat MOL sebagai berikut :
a. Tapai ketan 1 0ns
b. Air ± 1000 ml
c. Gula pasir 5 sendok makan
3) Ambil botol yang bisa dimasukkan air berukuran 1000 ml
2.3.3 Teknologi EM
EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang
bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetat, dan jamur
peragih) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

40

keragaman mikrobia tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan
kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman
(Sutanto,2012).
2.3.4 Keuntungan Penggunaan EM
Keuntungan dari penggunaan EM antara lain yaitu :
1. Memperbaiki kondisi lingkungan fisik,kimia dan biologi tanah, serta
menekan pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah.
2. Memperbaiki perkecambahan,pembungaan, pembentukan buah dan
kematangan hasil tanaman.
3. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.
4. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai sumber pupuk.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan maka
kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Berbagai waktu pematangan
(10, 20, dan 30 hari)

Limbah
Jeruk
Kompos
Aktivator
MOL
EM4









Parameter Fisik
Warna
Tekstur
Bau
Suhu
pH
Kelembaban
Berat bahan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara