Efektifitas Penggunaan Aktivator MOL dan EM4 untuk Pembuatan Pupuk Kompos Limbah Jeruk di Desa Kubu Simbelang Kecamatan Tiga Panah Tahun 2017 Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen semu (quasi experiment) dengan

rancangan one group posttest only design dengan dua kali perlakuan aktivator yang
berbeda (MOL dan EM4) dengan dengan dua perlakuan aktivator yaitu MOL dan
EM4 dengan tiga ulangan yang diamati berdasarkan kategori waktu pengamatan
proses pematangan kompos yang berbeda (10, 20, dan 30 hari). Rancangan ini
digunakan hanya untuk menilai hasil dari eksperimen yang telah dilakukan yaitu
untuk mengetahui efektivitas penggunaan aktivator MOL dan EM4 terhadap
pembuatan pupuk kompos dari limbah jeruk di Desa Kubu Simbelang Kecamatan
Tiga Panah Tahun 2017.
3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1


Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Kubu Simbelang Kecamatan Tiga

Panah Kabupaten Karo.
3.2.2

Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 s/d Juni 2017.

3.3

Objek Penelitian dan Sampel
Objek dalam penelitian ini yaitu limbah jeruk yang tidak dapat dikonsumsi

yang didapat dari Desa Kubu Simbelang Kec.Tigapanah Kabupaten Karo, dan akan
digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk kompos dan penggunaan
aktivator MOL dan EM4 untuk mempercepat proses pembuatan pupuk kompos.

41
Universitas Sumatera Utara


42

3.4

Metode Pengumpulan Data

3.4.1

Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan hasil ekperimen penelitian untuk

melihat efektivitas MOL dan EM4 terhadap pembuatan pupuk kompos dari limbah
jeruk. Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data mengenai perbandingan
waktu yang dibutuhkan dalam pematangan kompos, dan kematangan kompos yang
dinilai dari parameter fisik (bau, warna dan tekstur) serta data dari parameter lain
seperti suhu, kelembaban dan pH dimulai dari dilakukannya uji coba hingga
menjadi kompos.
3.4.2


Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kecamatan

Tiga Panah mengenai jumlah pemilik kebun jeruk dan hasil penelitian yang relevan
lainnya.
3.5

Definisi Operasional
Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional dari variabel

adalah :
1. Aktivator yaitu bahan yang digunakan untuk mempercepat proses penguraian
bahan kompos sehingga dapat mempercepat proses pematangan pupus
kompos.
2. MOL (Mikroorganisme Lokal) adalah kumpulan mikroorganisme yang berasal
dari tapai yang dikembangbiakkan dengan larutan gula (Molase).

Universitas Sumatera Utara

43


3. EM4 adalah aktivator yang terdiri dari mikroorganisme lactobacillus sp,
Streptomycetes sp, Ragi (yeast) Actinomycetes sp. yang mampu mempercepat
proses pengomposan serta dapat memperbaiki kualitas tanah
4. Limbah jeruk yaitu sisa jeruk dari hasil sortir yang tidak bisa di jual kepada
produsen.
5. pH adalah derajat keasaman dan basa bahan kompos yang diukur dengan pH
meter, dimana pH optimal pada pengomposan aerob yaitu antar 6,7-7,2.
6. Suhu adalah panas bahan kompos selama proses pembuatan kompos yang
diukur dengan termometer air raksa,dimana suhu optimal yang dibutuhkan
yaitu diantara 50-60OC.
7. Kelembaban adalah kadar air yang dibutuhkan pada proses pengomposan
dimana kadar optimal yang dibutuhkan yaitu antara 50%-70%.
3.6

Pelaksanaan Penelitian

3.6.1

Alat-alat


1. Ember plastik beserta tutup (Komposter) sebanyak 12 buah ember
2. Pisau pencacah bahan
3. Alas pemotong bahan
4. Sekop
5. Botol plastik sebanyak 2 buah ukuran 1 liter
6. Sendok makan 1 buah
7. Sepatu boat
8. Kaos tangan
9. Masker

Universitas Sumatera Utara

44

10. Alat pengayak
11. Termometer
12. Hygrometer dan timbangan
13. pH Indikator
14. Alat tulis

3.6.2

Bahan

1. EM-4
2. MOL
3. Air secukupnya
4. Gula pasir secukupnya
5. Limbah jeruk
3.7

Prosedur Kerja Penelitian

3.7.1

Prosedur Kerja Pembuatan MOL dari Tapai Ubi

1. Siapkan 1 botol plastik bekas air mineral ukuran (1500 ml) tanpa tutup
masukkan tapai kedalam botol tersebut sebanyak 1 ons.
2. Isi air kedalam botol yang berisi tapai hingga mendekati penuh.

3. Masukkan gula pasir 5 sendok makan kedalam botol berisi tapai ubi dan air.
4. Kemudian dikocok agar gula melarut.
5. Biarkan botol terbuka tanpa tutup selama 4-5 hari agar MOL bisa bernafas atau
dapat juga menggunakan balon karet sebagai indikator yaitu dengan menutup
botol dengan balon, apabila balon mulai mengembang maka itu menunjukkan
bahawa MOL tapai ubi telah jadi/siap digunakan.

Universitas Sumatera Utara

45

6. Setelah 5 hari MOL sudah bisa digunakan .Hal ini ditandai dengan adanya
aroma alkohol dari larutan MOL Tapai ubi.
3.7.2

Prosedur Kerja Pengaktifan EM-4

1. Campurkan 1 liter EM asli yang dibeli di toko pestisida dengan 1 liter Molase
(larutan gula pasir) lalu tambahkan air hingga tercampur menjadi 10 liter
larutan.

2. Masukkan larutan yang telah jadi kedalam wadah, lalu tutup hingga rapat.
3. Biarkan 5 - 20 hari dalam keadaan kedap udara. Wadah harus tertutup rapat
dan terhindar dari sinar matahari langsung atau dapat menutup wadah dengan
menggunakan balon karet sehingga pada saaat EM-4 sudah aktif maka balon
karet akan menggembung sebagai tanda EM-4 sudah dapat diaplikasikan pada
kompos.
4. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.
3.7.3

Prosedur Pembuatan Kompos
Pengomposan dilakukan secara aerob. Berikut bahan dan cara membuat

komposter aerob ember plastik :
1. Siapkan ember yang digunakan sebagai tempat pembuatan kompos sebanyak
12 buah ember. Masing-masing perbedaan waktu yang ditetapkan dan aktivator
untuk pembuatan kompos menggunakan 2 buah ember.
2. Potong atau cacah limbah jeruk segar yang telah diambil dari tumpukan gudang
hingga berukuran kecil hingga berukuran 2-5 cm atau lebih kecil dengan
menggunakan pisau pencacah sekitar 5 kg limbah jeruk.


Universitas Sumatera Utara

46

3. Masukkan limbah jeruk yang telah dicacah dengan menggunakan sekop
kedalam ember.
4. Tambahkan larutan aktivator EM4 yang telah diaktifkan dan MOL sebanyak
10 ml dengan ukuran sama pada setiap ember pengomposan.
5. Siramkan sedikit demisedikit hingga merata sambil diaduk
6. Tutup komposter dilubangi dengan diameter 1 inchi
7. Pipa paralon diameter 1 inchi dengan panjang 30 cm direkatkan atau
disambungkan pada pipa paralon yang berdiameter 1 inchi dengan panjang 10
cm
8. Masukkan pipa paralon yang telah direkatkan tadi kedalam lubang tutup
komposter
9. Komposter secara aerob siap digunakan yang memiliki lubang aerasi (udara)
sebagai sirkulasi.
10. Setiap 2 hari sekali ember pembuatan pupuk kompos dibuka dan kompos
diaduk secara rata.
11. Selama masa pembuatan kompos berdasarkan batas waktu yang ditentukan (10,

20, 30 hari) buka tutup ember dan ukur suhu, pH, dan kelembaban untuk
mendapatkan kematangan kompos yang baik.

12. Apabila bahan tersebut telah berubah menjadi coklat kehitaman, tidak bau dan
apabila dikepal tidak terasa panas dan remah maka kompos dikatakan sudah
matang.

13. Hitung volume limbah jeruk yang dijadikan bahan pembuatan pupuk kompus,
dan bandingkan dengan volume pupuk kompos yang sudah jadi untuk melihat
perbandingan pengurangan limbah jeruk untuk menjadi kompos.
Universitas Sumatera Utara

47

3.8

Analisis Data

1. Tabulasi : Data ditabulasi dengan menggunakan komputer yaitu dengan
membuat tabel pada kelompok eksperimen (yang menggunakan aktivator

MOL dan Aktivator EM4)
2. Penyajian : Data disajikan dalam bentuk penggelompokan yaitu kompos yang
menggunakan MOL sebagai aktivator dan yang menggunakan EM4 sebagai
aktivator.
3. Analisis : Hasil data dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan
perbandingan waktu yang diperlukan yaitu antara kompos yang menggunakan
MOL sebagai aktivator dan yang menggunakan EM4 sebagai aktivator.
Perbandingan waktu

tersebut

akan menunjukkan serta menjelaskan

kematangan kompos dilihat secara fisik dan efektivitasnya untuk mengurangi
volume limbah jeruk di Desa Kubu Simbelang Kecamatan Tiga Panah.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kubu Simbelang, Kec. Tigapanah, Kab.

Karo. Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’ – 3º19’ Lintang
Utara (LU) dan 97º55’ – 98º38’ Bujur Timur (BT) dengan luas 2,25 Km2 atau
2,97% dari luas Kabupten Karo yang terletak pada jajaran Bukit Barisan dan
sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Wilayah Desa Kubu
Simbelabng berada pada ketinggian 280 – 1.420 m di atas permukaan laut. Adapun
batas-batas wilayah Desa Kubu Simbleng Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
adalah sebagai berikut :
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Manuk Mulia Kecamatan Tigapanah
Kabupaten Karo
2) Sebelah selatan dengan Desa Salit Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
3) Sebelah timur dengan Desa Salit Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
4) Sebelah barat dengan Desa Desa Manuk Mulia Kecamatan Tigapanah
Kabupaten Karo
Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai
dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan
Mei, sedangkan musin kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli.

48
Universitas Sumatera Utara

49

4.2

Hasil Pengamatan Parameter Fisik (Warna, Tekstur dan Bau) pada
Proses Pengomposan Limbah Jeruk dengan Menggunakan Aktivator
MOL, EM4 dan Tanpa Aktivator
Hasil pengamatan parameter fisik pada kompos limbah jeruk dengan

menggunakan aktivator, MOL EM4 dan Tanpa Aktivator dapat dilihat pada tebl 4.1
berikut :
Tabel 4.1

Hari
Ke-

Hasil Pengamatan Parameter Fisik pada Kompos Limbah
Jeruk dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan Tanpa
Aktivator

Tekstur

Aktivator MOL
Warna
Bau

Keterangan

10

Basah dan
berair, cacahan
jeruk masih
terlihat jelas

Kuning tua

20

Lembab dan
mulai
mengering,
cacahan limbah
jeruk sudah
tidak terlihat

Cokelat
kehitaman

Masih tercium
aroma khas jeruk

Kompos belum
matang

30

Kering, bisa
dikepal

Hitam

Beraroma khas
tanah

Kompos sudah
matang

Hari
Ke-

10

20

30

Tekstur
Lembab, dan
cacahan limbah
jeruk masih
terlihat jelas
Mulai
mengering dan,
cacahan limbah
jeruk sudah
tidak terlihat
Kering, bisa
dikepal

Mulai membusuk,
Kompos belum
masih tercium aroma
matang
khas jeruk

Aktivator EM4
Warna
Bau

Kuning tua

Keterangan

Mulai membusuk,
Kompos belum
masih tercium aroma
matang
khas jeruk

Hitam

Beraroma khas tanah

Kompos sudah
matang

Hitam pekat

Beraroma khas
tanah

Kompos sudah
matang

Universitas Sumatera Utara

50

Hari
Ke-

Tekstur

Tanpa Aktivator
Warna
Bau

Keterangan

10

Basah, berair
dan cacahan
limbah jeruk
masih terlihat
jelas

Kuning

Tercium aroma khas
jeruk

Kompos belum
matang

20

Basah, berair
dan cacahan
limbah jeruk
masih terlihat
jelas

Kuning tua

Tercium aroma khas
jeruk

Kompos belum
matang

30

Basah, berair
dan cacahan
limbah jeruk
masih terlihat
jelas

Kecokelatan

Tercium aroma khas
jeruk

Kompos belum
matang

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah jeruk
yang digunakan untuk pembuatan pupus kompos dengan menggunakan aktivator
MOL dibuka, bahan dasar kompos yaitu limbah jeruk sudah tampak menguning dan
mulai membusuk, meskipun masih tercium aroma khas jeruk, dan bahan kompos
masih terlihat basah, hal ini terjadi pada seluruh ember plastik yang dijadikan
tempat pembuatan dan pematangan kompos yang menggunakan aktivator MOL
karena bakteri yang ada pada aktivator mulai menguraikan bahan organik. Hasil
pengamatan pada hari ke 20, kompos yang menggunakan aktivator MOL ini sudah
kelihatan mulai coklat kehitaman dan bahan dasar jeruk sudah tidak kelihatan jelas,
serta aroma khas jeruk mulai berkurang dan mulai tercium aroma tanah. Pada hari
ke 30 kompos yang menggunakan aktivator MOL sudah kelihatan menghitam dan

Universitas Sumatera Utara

51

beraroma seperti tanah, pada saat ditekan maka kompos hancur menandakan
kompos sudah matang.
Berdasarkan tabel tersebut juga diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah
jeruk yang digunakan untuk pembuatan pupus kompos dengan menggunakan
aktivator EM4 sudah mulai kelihatan membusuk dan berwarna kuning menandakan
bahwa bakteri pengurai mulai bekerja meskipun masih tercium aroma khas jeruk.
Hasil pengamatan pada hari ke 20 limbah kulit jeruk sudah tidak kelihatan lagi dan
yang tersisa hanya cacahan kulit jeruk berwarna hitam dan bahan terlihat mulai
mengering dan tidak basah, serta sudah tercium aroma khas tanah, menanandakan
bahwa kompos sudah matang. Dan pada pengamatan terakhir yaitu hari ke 30 maka
cacahan limbah jeruk mulai hancur dan kompis berwarna hitam pekat dan berbau
seperti tanah menandakan kompos sudah jadi.
Berdasarkan tabel tersebut juga diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah
jeruk yang digunakan untuk membuat bahan kompos tanpa menggunakan masih
terlihat sangat basah, berair dan berwarna kuning menandakan bahwa bakteri
pengurai masih belum bekerja secara maksimal untuk menguraikan bahan kompos,
serta masih tercium aroma khas jeruk yang sangat kuat. Hasil pengamatan pada hari
ke 20 limbah kulit jeruk masih terlihat basah dan berair, dengan warna yang masih
kekuningan, serta aroma khas jeruk juga masih tercium kuat, dan pada pengamatan
terakhir yaitu hari ke 30 limbah jeruk yang dijadikan bahan kompos terlihat lebih
kering dan berwarna sedikit kecokelatan, namun aroma khas jeruk juga masih
tercium kuat.

Universitas Sumatera Utara

52

4.3

Hasil Pengukuran Parameter Suhu, pH, Kelembaban, dan Berat
Bahan pada Proses Pengomposan Limbah Jeruk dengan
Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan yang Tidak Menggunakan
Aktivator

4.3.1

Hasil Pengukuran Parameter Suhu pada Proses Pengomposan Limbah
Jeruk dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan yang Tidak
Menggunakan Aktivator
Hasil pengukuran paraemeter suhu pada proses pengomposan limbah jeruk

dengan menggunakan aktivator MOL, EM4 dan yang tidak menggunakan aktivator
dapat dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2

Rerata Suhu pada Proses Pengomposan Limbah Jeruk dengan
Menggunakan Aktivator MOL/EM4 dan yang Tidak
Menggunakan Aktivator (0C)

Pengukuran Parameter Suhu Suhu (0C)
Aktivator MOL
Aktivator EM4
Tanpa Aktivator
Pengulangan
No. Hari
RataRata
Rata1 2 3
1 2
3
1 2 3
Rata
- rata
rata
1
10 31 31 32 31,3 34 34 34
34
27 28 28 27,6
2
20 36 36 36
36
41 42 42 41,6 32 32 32
32
3
30 40 41 41 40,6 45 46 46 45,6 34 34 34 34,3

Berdasarkan tabel 4.2 diatas terlihat bahwa suhu pada kompos yang
menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 31-410C, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu tinggi suhu sebesar 31,30C pada pematangan kompos
dalam waktu 10 hari, 36 0C pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan
40,6 0C pada waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan
kompos dari limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil
pengukuran suhu antara 34-460C, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu
tinggi suhu sebesar 34 0C pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 41,6 0C

Universitas Sumatera Utara

53

pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 45,6 0C pada waktu
pematangan kompos selama 30 hari. Pada kompos yang tidak menggunakan
aktivator yaitu antara 28-350C, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu
tinggi suhu sebesar 27,60C pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 32 0C
pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 34,3 0C pada waktu
pematangan kompos selama 30 hari.
Suhu kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua aktivator
yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator EM4
dengan rata-rata suhu sebesar 45,60C.
4.3.2

Hasil Pengukuran Parameter pH pada Proses Pengomposan Limbah
Jeruk dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan yang Tidak
Menggunakan Aktivator
Hasil pengukuran parameter pH pada proses pengomposan limbah jeruk

dengan menggunakan aktivator MOL/EM4 dan yang tidak menggunakan aktivator
dapat dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3

Rerata pH pada Proses Pengomposan Limbah Jeruk dengan
Menggunakan Aktivator MOL/EM4 dan yang Tidak
Menggunakan Aktivator

Pengukuran Parameter pH
Aktivator MOL
Aktivator EM4
Tanpa Aktivator
Pengulangan
No. Hari
RataRata
Rata1
2
3
1
2
3
1
2
3
Rata
- rata
rata
1
10 5,7 5,8 5,8 5,7 6,1 6,1 6,2 6,1
4,7 4,7 4,8 4,7
2
20 6,2 6,2 6,2 6,2 6,7 6,7 6,7 6,7
5,2 5,2 5,2 5,2
3
30 6,7 6,7 6,8 6,7 7,1 7,2 7,2 7,2
5,4 5,4 5,5 5,4

Universitas Sumatera Utara

54

Berdasarkan tabel 4.3 tersebut terlihat bahwa pH pada kompos yang
menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 5,7 – 6,8, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar 5,7 pada pematangan kompos dalam
waktu 10 hari, 6,2 pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 6,7 pada
waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan kompos dari
limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil pengukuran pH
antara 6,1-7,2, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar
6,1 pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 6,7 pada waktu pematangan
kompos selama 20 hari, dan 7,2 pada waktu pematangan kompos selama 30 hari.
Pada kompos yang tidak menggunakan aktivator hasil pengukuran nilai pH yaitu
antara 4,7 – 5,4, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar
4,7, pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 5,2 pada waktu pematangan
kompos selama 20 hari, dan 5,4 pada waktu pematangan kompos selama 30 hari.
pH kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua aktivator
yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator EM4
dengan rata-rata pH sebesar 7,2.
4.3.3

Hasil Pengukuran Parameter Kelembaban pada Proses Pengomposan
Limbah Jeruk dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan yang
Tidak Menggunakan Aktivator
Hasil pengukuran parameter kelembaban pada proses pengomposan limbah

jeruk dengan menggunakan aktivator MOL, EM4 dan yang tidak menggunakan
aktivator dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :

Universitas Sumatera Utara

55

Tabel 4.4

Rerata Kelembaban pada Proses Pengomposan Limbah Jeruk
dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan yang Tidak
Menggunakan Aktivator (%)

Pengukuran Parameter Kelembaban (%)
Aktivator MOL
Aktivator EM4
Tanpa Aktivator
Pengulangan
No. Hari
RataRata
Rata1
2
3
1
2
3
1
2
3
Rata
- rata
rata
1
10 67 67 68 67,3 70 70 70
70
60 60 60
60
2
20 65 65 65
65
57 57 57
57
62 62 62
62
3
30
55 55 55
55
40 40 40
40
64 65 65 64,6

Berdasarkan tabel 4.4 diatas terlihat bahwa kelembaban pada kompos yang
menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 67–55%, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 67,3%% pada pematangan
kompos dalam waktu 10 hari, 65% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari,
dan 55% pada waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan
kompos dari limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil
pengukuran kelembaban antara 70-40%, dengan rata-rata waktu pembuatan
kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 70% pada pematangan kompos dalam
waktu 10 hari, 57% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 40% pada
waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada kompos yang tidak menggunakan
aktivator hasil pengukuran nilai kelembaban yaitu antara 60-65%, dengan rata-rata
waktu pembuatan kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 60% pada pematangan
kompos dalam waktu 10 hari, 62% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari,
dan 64,6% pada waktu pematangan kompos selama 30 hari.
Kelembaban kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua
aktivator yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator
Universitas Sumatera Utara

56

EM4 dengan rata-rata kelembaban sebesar 70% pada hari ke 10 dan 40% pada hari
ke 30 sehingga bahan kompos bertekstur kering dan dapat dikepal yang mendakan
bahwa kompos telah matang.
4.3.4

Hasil Pengukuran Parameter Berat Bahan Pupuk Kompos Limbah
Jeruk Limbah Jeruk dengan Menggunakan Aktivator MOL, EM4 dan
yang Tidak Menggunakan Aktivator
Hasil pengukuran parameter berat pupus kompos limbah jeruk dengan

menggunakan aktivator MOL, EM4 dan yang tidak menggunakan aktivator dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5

No.

Hari
1

1
10
2
20
3
30
Persentase
(%)

4,8
4,3
3,8

Hasil Pengukuran Parameter Berat Bahan Pupuk Kompos
Limbah Jeruk Limbah Jeruk dengan Menggunakan Aktivator
MOL, EM4 dan yang Tidak Menggunakan Aktivator (Kg)

Pengukuran Parameter Berat Bahan (Kg)
Aktivator MOL
Aktivator EM4
Pengulangan
RataRata 2
3
1
2
3
Rata
rata
4,8 4,9
4,8
4,5 4,5 4,5
4,5
4,3 4,3
4,3
4,1 4,0 4,1
4,1
3,8 3,8
3,8
3,6 3,4 3,5
3,5
24%

30%

Tanpa Aktivator

1

2

3

5,0
4,7
4,1

4,9
4,7
4,0

4,9
4,7
4,0
20%

Berdasarkan tabel 4.5 diatas terlihat bahwa berat bahan pada kompos yang
menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 4,8-3,8 kg, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai berat bahan sebesar 4,8 kg pada pematangan kompos
dalam waktu 10 hari, 4,3 kg pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan
3,8 kg

pada waktu pematangan kompos selama 30 hari dengan persentase

pengurangan bahan sebanyak 24%. Pada proses pembuatan kompos dari limbah

Universitas Sumatera Utara

Ratarata
4,9
4,7
4,0

57

jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil pengukuran berat bahan
antara 4,5-3,5 kg, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai berat bahan
sebesar 4,5 kg pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 4,1 kg pada waktu
pematangan kompos selama 20 hari, dan 3,5 kg pada waktu pematangan kompos
selama 30 hari dengan persentase pengurangan bahan sebanyak 30%. Pada kompos
yang tidak menggunakan aktivator hasil pengukuran nilai berat bahan yaitu antara
5,0-4,0 kg, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai berat bahan
sebesar 4,9 kg pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 4,7 kg pada waktu
pematangan kompos selama 20 hari, dan 54,0 kg pada waktu pematangan kompos
selama 30 hari dengan persentase pengurangan bahan sebanyak 20%.
Pengurangan bahan kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara
kedua aktivator yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan
aktivator EM4 dengan rata-rata pengurangan bahankompos sebesar 30%.
4.4

Efektifitas Penggunaan Aktivator MOL
Pembuatan Pupuk Kompos Limbah Jeruk

dan

EM4

terhadap

Efektifitas penggunaan aktivator MOL dan EM4 terhadap pembuatan pupuk
kompos limbah jeruk dinilai berdasarkan parameter fisik yang berupa tekstur,
warna, bau, suhu, pH, kelembaba, berat bahan dan waktu pematangan kompos yang
diukur pada periode waktu terakhir pengamatan (hari ke-30) dapat dilihat pada tabel
4.6 berikut :

Universitas Sumatera Utara

58

Tabel 4.6

Efektifitas Penggunaan Aktivator MOL, EM4, dan Tanpa
Aktivator terhadap Pembuatan Pupuk Kompos Limbah Jeruk
Aktivator

Parameter
No.

Kematangan

Kompos

MOL

EM4

Tanpa
Aktivator

1

Tekstur

Kering,
bisa
dikepal

Kering,
bisa
dikepal

Basah, berair
dan cacahan
limbah jeruk
masih terlihat
jelas

2

Warna

Hitam

Hitam
pekat

Kecokelatan

3

Bau

Beraro
ma
khas
tanah

Beraroma
khas
tanah

Tercium
aroma khas
jeruk

4

Rerata
Suhu

40,6oC

45,6 oC

34,3 oC

5

Rerata pH

6,7

7,2

5,4

6

Rerata

67,3%

40%

54,6%

Kelembaban

Keterangan
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 bertekstur lebih
kering dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 berwarna lebih
hitam dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 beraroma khas
tanah yang lebih kuat
dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 memiliki suhu
yang lebih tinggi
dibandingkan
menggunakan aktivator
g MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 memiliki pH yang
lebih tinggi
dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 memiliki
kelembaban yang lebih
tinggi dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

59

7

8

Berat
Bahan

Waktu
Pematangan

3,8 kg

3,5 kg

4,0 kg

30 hari

20 hari

>30 hari

menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 memiliki berat
bahan yang lebih
rendah dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL
Kompos yang
menggunakan aktivator
EM4 lebih cepat
matang dibandingkan
menggunakan aktivator
MOL

Berdasarkan tabel 4.6 tersebut dapat diketahui bahwa dari hasil pengamatan
proses pembuatan pupuk kompos yang diukur berdasarkan parameter fisik yang
berupa tekstur, warna, bau, suhu, pH,

kelembaban, berat bahan dan waktu

pematangan kompos pada periode waktu terakhir pengamatan (hari ke-30)
diketahui bahwa aktivator EM4 dinilai lebih efektif digunakan dalam proses
pematangan kompos limbah jeruk dibandingkan dengan aktivator MOL karena
kompos lebih cepat matang dengan menggunakan aktivator EM4 dibandingkan
dengan aktivator MOL.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN

5.1

Parameter Fisik Kompos (Warna, Tekstur dan Bau) Limbah Jeruk
dengan Aktivator MOL, EM4 dan Tanpa Aktivator
Berdasarkan tabel hasil penelitian diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah

jeruk yang digunakan untuk pembuatan pupus kompos dengan menggunakan
aktivator MOL dibuka, bahan dasar kompos yaitu limbah jeruk sudah tampak
menguning dan mulai membusuk, meskipun masih tercium aroma khas jeruk, dan
bahan kompos masih terlihat basah, hal ini terjadi pada seluruh ember plastik yang
dijadikan tempat pembuatan dan pematangan kompos yang menggunakan aktivator
MOL karena bakteri yang ada pada aktivator mulai menguraikan bahan organik.
Hasil pengamatan pada hari ke 20, kompos yang menggunakan aktivator MOL ini
sudah kelihatan mulai coklat kehitaman dan bahan dasar jeruk sudah tidak kelihatan
jelas, serta aroma khas jeruk mulai berkurang dan mulai tercium aroma tanah. Pada
hari ke 30 kompos yang menggunakan aktivator MOL sudah kelihatan menghitam
dan beraroma seperti tanah, pada saat ditekan maka kompos hancur menandakan
kompos sudah matang.
Berdasarkan tabel tersebut juga diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah
jeruk yang digunakan untuk pembuatan pupus kompos dengan menggunakan
aktivator EM4 sudah mulai kelihatan membusuk dan berwarna kuning menandakan
bahwa bakteri pengurai mulai bekerja meskipun masih tercium aroma khas jeruk.
Hasil pengamatan pada hari ke 20 limbah kulit jeruk sudah tidak kelihatan lagi dan
yang tersisa hanya cacahan kulit jeruk berwarna hitam dan bahan terlihat mulai

60
Universitas Sumatera Utara

61

mengering dan tidak basah, serta sudah tercium aroma khas tanah, menanandakan
bahwa kompos sudah matang. Dan pada pengamatan terakhir yaitu hari ke 30 maka
cacahan limbah jeruk mulai hancur dan kompis berwarna hitam pekat dan berbau
seperti tanah menandakan kompos sudah jadi.
Berdasarkan tabel tersebut juga diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah
jeruk yang digunakan untuk membuat bahan kompos tanpa menggunakan aktivator
masih terlihat sangat basah, berair dan berwarna kuning menandakan bahwa bakteri
pengurai masih belum bekerja secara maksimal untuk menguraikan bahan kompos,
serta masih tercium aroma khas jeruk yang sangat kuat. Hasil pengamatan pada hari
ke 20 limbah kulit jeruk masih terlihat basah dan berair, dengan warna yang masih
kekuningan, serta aroma khas jeruk juga masih tercium kuat, dan pada pengamatan
terakhir yaitu hari ke 30 limbah jeruk yang dijadikan bahan kompos terlihat lebih
kering dan berwarna sedikit kecokelatan, namun aroma khas jeruk juga masih
tercium kuat.
Pupuk kompos atau pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang
diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan modern. Pupuk organik buatan
umumnya merupakan campuran beberapa jenis bahan organik. Pencampuran
beberapa jenis bahan organik ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman (Patmala, 2010). Adanya peningkatan kandungan
unsur hara menyebabkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk buatan lebih
meningkat. Selain itu, dengan kuantitas yang lebih sedikit daripada pupuk organik
alam, akan mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi tanaman. Salah satu
limbah tanaman yang dapat digunakan untuk pembuatan pupuk kompos ialah

Universitas Sumatera Utara

62

limbah jeruk. Pembuatan pupuk kompos akan lebih cepat matang dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme yang disebut dengan aktivator, salah
satunya yaitu MOL.
Bioaktivator yang dibuat sendiri atau mikroorganisme lokal (MOL) , yaitu
kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan fungsinya sebagai starter dalam
pembuatan pupuk organik.Berdasarkan bahannya, ada dua MOL yang bisa dibuat,
yaitu MOL tapai dan MOL nasi basi serta berbagai MOL berbahan lainnya. Dalam
pembuatan pupuk komopos dari limbah jeruk yang dilakukan dalam penelitiam ini,
MOL yang digunakan ialah MOL tapai ubi.
Perubahan warna kompos dari coklat menjadi coklat kehitaman
menunjukkan adanya bakteri yang melakukan aktivitas dekomposisi, sehingga
mampu mengubah warna kompos. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Cahaya
(2011) bahwa proses pengomposan akan terjadi penguraian bahan organik oleh
aktivitas mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, oksigen dan nutrisi dari
bahan organik yang kemudian akan mengalami penguraian dan membebaskan CO2
dan O2.
Effective Mikroorganisme 4 atau yang lebih dikenal dengan sebutan EM-4
merupakan produk bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effective
Mikroorganisme (EM) asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media.
Hal ini disebabkan kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi
tidur (dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata. Untuk itu,
EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan (Suryati,2014).

Universitas Sumatera Utara

63

EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang
bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetat, dan jamur
peragih) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan
keragaman mikrobia tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan
kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman
(Sutanto,2012).
Bioaktivator yang dibuat sendiri atau mikroorganisme lokal (MOL) , yaitu
kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan fungsinya sebagai starter dalam
pembuatan pupuk organik.Berdasarkan bahannya, ada dua MOL yang bisa dibuat,
yaitu MOL tapai dan MOL nasi basi serta berbagai MOL berbahan lainnya. Dalam
pembuatan pupuk kompos dari limbah jeruk yang dilakukan dalam penelitiam ini,
MOL yang digunakan ialah MOL tapai ubi dengan perbandingan 10 ml aktivator
MOL atau EM4 untuk 5 kg bahan pembuatan kompos dari limbah jeruk. Sehingga
untuk setiap 1 botol aktivator MOL dan EM4 (1500 ml) bisa digunakan untuk 750
Kg limbah jeruk yang akan digunakan untuk pupuk kompos atau 150 ember yang
dijadikan tempat untuk pematangan kompos dengan masing-masing ember berisi 5
Kg limbah jeruk sebagai bahan kompos.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada hari ke 10 limbah jeruk
yang digunakan untuk pembuatan pupus kompos dengan menggunakan aktivator
MOL dibuka, bahan dasar kompos yaitu limbah jeruk sudah tampak menguning dan
mulai membusuk, meskipun masih tercium aroma khas jeruk, dan bahan kompos
masih terlihat basah, hal ini terjadi pada seluruh ember plastik yang dijadikan
tempat pembuatan dan pematangan kompos yang menggunakan aktivator MOL

Universitas Sumatera Utara

64

karena bakteri yang ada pada aktivator mulai menguraikan bahan organik. Hasil
pengamatan pada hari ke 20, kompos yang menggunakan aktivator MOL ini sudah
kelihatan mulai coklat kehitaman dan bahan dasar jeruk sudah tidak kelihatan jelas,
serta aroma khas jeruk mulai berkurang dan mulai tercium aroma tanah. Pada hari
ke 30 kompos yang menggunakan aktivator MOL sudah kelihatan menghitam dan
beraroma seperti tanah, pada saat ditekan maka kompos hancur menandakan
kompos sudah matang.
Perubahan warna kompos dari coklat menjadi coklat kehitaman
menunjukkan adanya bakteri yang melakukan aktivitas dekomposisi, sehingga
mampu mengubah warna kompos. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Cahaya
(2011) bahwa proses pengomposan akan terjadi penguraian bahan organik oleh
aktivitas mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, oksigen dan nutrisi dari
bahan organik yang kemudian akan mengalami penguraian dan membebaskan CO2
dan O2.
Dari sekian banyak mikroorgnisme ada lima goloongan yang utama yang
ada pada aktivator MOL dan EM4 yaitu bakteri fotosintetik, lactobcillus sp,
saccharomyces sp, actinoycetes sp

dan jamur fermentasi (Aspergilus dan

Penicilium). Aktivator EM4 lebih cept membuat bahan komposs menjadi cepat
mtang hal ini dikarenakan aktivator EM4 merupakan produk pabrikan sehingga
kandungan mikroorgnisme dalam aktivator EM4 telah disesuaikan dan
dimodifikasi untuk proses pembuatan kompos, berbeda dengan aktivator MOL
yang kandungan mikroorganisme sangat tergantung pada jenis bahan yang
digunakan untuk pembuatan aktivator MOL.

Universitas Sumatera Utara

65

EM4 adalah suatu kultur mikroorganisme yang dapat diaplikasikan sebagai
aktivator untuk meningkatkan keberagaman mikroorganisme tanah yang dapat
mempercepat program dekomposisi/penguraian bahan organik sehingga proses
pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu EM4 juga mempunyai
manfaat yaitu : Memperbaiki sifat fisik, kimi, dan biologi tanah; Menyediakan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman; Menyehatkan tanaman, meningktkan
produksi tanaman,

dan menjaga kestbilan produsksi; Menekan pertumbuhan

bakteri patogen yang menimbulkan penyakit dan memperbaiki efisiensi
penggunaan bahan organik oleh tanaman; Menambah jumlah unsur hara tanah; dan
mempercepat pembutan/penguraian kompos organik.
Pada dasarnya jenis bakteri yang ada pada aktivator MOL dan EM4 itu
sama, hanya saja yang membedakan ialah jumlah atau banyaknya bakteri yang ada
pada masing-masing aktivator MOL dan EM4. Adapun fungsi masing-masing
mikroorganisme yang ada pada aktivator MOL dan EM4 yaitu : (Setiawan, 2012)
1. Bakteri fotosintesis (Rhodopheseudomonas sp); berfungsi untuk membentuk
zat-zat yang memiliki manfat bagi sekresi tumbuhan, bahan organik, dan gas
berbahaya dengan menggunkan sinar matahai dan bumi sebagai sumber energi.
Zat-zat bermanfaat itu antara lain asam amino,asam nukleik, zat-zat bioaktif,
dan gula. Zat-zat tersebut berfungi untuk mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Rhodopheseudomonas sp juga berfungsi untuk
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak bersifat patogen.
2. Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp); berfungsi untuk menghasilkan asam
laktat dari gula, menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan,

Universitas Sumatera Utara

66

meningkatatkn kecepatan perombakan bahan-bahan organik, dan dapat
menghancurkan bahan-bahan organik seperti selulosa dan lignin, serta
memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan
yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai.
3. Ragi/Yeast (Saccharomyces sp); Berfungsi membentuk zat anti bakteri dan
memiliki manfaat bagi pertumbuhan tanaman dan asam amino serta gula yang
dikeluarkan oleh bakteri fotosintesis. Berfungsi untuk meningkatkan jumlah
sel aktif dan perkembangan akar tanaman.
4. Actynomycetes; Berfungsi untuk menghasilkan zat anti mikroba yang
dihasilkan dari asam amino oleh bakteri fotosintesis dan bahan organik, serta
dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.
5. Jamur fermentasi (Aspergillus dan Penicilium); berfungsi untuk menguraikan
bahan organik dengan cepat untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat-zat anti
mikroba, serta menghilangkan bau dan dapat mencegah dari serangga dan ulat
yang merugikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sembiring (2015)
mengenai efektivitas berbagai jenis aktivator dalam pembuatan kompos dari
limbah kol (Brassica oleracea) yang menjelaskan bahwa pada hari ke 10 limbah
sudah mulai kelihatan membusuk dan berwarna kuning menandakan bahwa bakteri
pengurai mulai bekerja.Hasil pengamatan pada hari ke 20 limbah kol sudah tidak
kelihatan lagi dan yang tersisa hanya serbuk gergaji berwarna kecoklatan dan pada
pengamatan terakhir yaitu hari ke 30 maka serbuk gergaji mulai hancur berbau
seperti tanah menandakan kompos sudah jadi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

Universitas Sumatera Utara

67

diketahui bahwa aktivator MOL dinilai lebih efektif dibandingkan dengan aktivator
MOL.
5.2

Parameter Suhu, pH, Kelembaban, dan Berat Bahan Pupuk Kompos
Limbah Jeruk dengan Aktivator MOL, EM4 dan Tanpa Aktivator

5.2.1

Parameter Suhu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa suhu pada kompos yang

menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 31-410C, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu tinggi suhu sebesar 31,30C pada pematangan kompos
dalam waktu 10 hari, 36 0C pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan
40,6 0C pada waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan
kompos dari limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil
pengukuran suhu antara 34-460C, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu
tinggi suhu sebesar 34 0C pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 41,6 0C
pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 45,6 0C pada waktu
pematangan kompos selama 30 hari. Pada kompos yang tidak menggunakan
aktivator yaitu antara 28-350C, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu
tinggi suhu sebesar 27,60C pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 32 0C
pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 34,3 0C pada waktu
pematangan kompos selama 30 hari.
Suhu kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua aktivator
yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator EM4
dengan rata-rata suhu sebesar 34,30C. Menururt Hartono (2012) faktor suhu sangat
berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis

Universitas Sumatera Utara

68

mikroorganisme yang terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba yang aktif
adalah mikroba mesofilik, yaitu mikroba yang dapat hidup pada suhu antara 20-35
0

C. Menurut Suryati (2014) aktifitas mikroba mesofilik dalam proses penguraian

akan menghasilkan panas dengan mengeluarkan CO2 dan mengambil O2 dalam
tumpukan kompos sampai mencapai suhu maksimum.
Suhu timbunan bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos yang
mengalami dekomposisi akan meningkat sebagai hasil kegiatan biologi. Suhu yang
berkisar antara 60 0C

dan

70 0C merupakan kondisi optimum kehidupan

mikroorganisme tertentu dan membunuh patogen yang tidak dikehendaki, dengan
tujuan memperoleh tingkat higienis yang cukup dari bahan kompos yang dibuat dari
limbah jeruk, maka apabila memungkinkan suhu harus dipertahankan 55 0C terus
menerus selama 2 minggu. Perubahan suhu pada saat proses pengomposan juga
dapat dipengaruhi oleh pembalikan timbulan kompos limbah jeruk yang digunakan
untuk pembuatan kompos, pembalikan yang seringkali dilakukan menyebabkan
timbunan cepat menjadi dingin (Susetyo, 2014). Pada penelitian ini suhu optimum
yang diperoleh yaitu 41 0C , hal ini dikarenakan suhu lingkungan luar pada lokasi
pembuatan kompos tersebut cukup rendah antara 18 - 330C dan merupakan daerah
pegunungan. Suhu di lingkungan luar dapat mempengaruhi suhu pada pembuatan
kompos tersebut.
Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45 – 65oC. Suhu
kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air. Suhu
yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas
mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos

Universitas Sumatera Utara

69

disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal. Demikian pula, jika
kondisi suhu bahan terlau tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan seara aerob.
Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.
Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara
terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus
bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik.
Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume
tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk
mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses
pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk
memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif
ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,
kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan
anaerob (Habibi, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sembiring (2015)
mengenai efektivitas berbagai jenis aktivator dalam pembuatan kompos dari
limbah kol (Brassica oleracea) yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil
penelitian suhu kompos yang paling tinggi yaitu sebesar 38,30C pada bahan kompos
yang menggunakan aktivator EM4. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
bahwa aktivtor EM4 dinilai lebih efektif dibanidingkan dengan aktivator yang
digunakan untuk pembuatan pupuk kompos.

Universitas Sumatera Utara

70

5.2.2

Parameter pH
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pH pada kompos yang

menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 5,7 – 6,8, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar 5,7 pada pematangan kompos dalam
waktu 10 hari, 6,2 pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 6,7 pada
waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan kompos dari
limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil pengukuran pH
antara 6,1-7,2, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar
6,1 pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 6,7 pada waktu pematangan
kompos selama 20 hari, dan 7,2 pada waktu pematangan kompos selama 30 hari.
Pada kompos yang tidak menggunakan aktivator hasil pengukuran nilai pH yaitu
antara 4,7 – 5,4, dengan rata-rata waktu pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar
4,7, pada pematangan kompos dalam waktu 10 hari, 5,2 pada waktu pematangan
kompos selama 20 hari, dan 5,4 pada waktu pematangan kompos selama 30 hari.
pH kompos dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua aktivator
yaitu pada pupuk kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator EM4
dengan rata-rata pH sebesar 7,2.
Pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara
6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan pemberian kapur. Namun,
sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolak-balikkan bahan kompos
secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik
netral, tanpa pemberian kapur .Dengan demikian, proses pemeriksaan pH setiap
waktu tidak perlu dilakukan.Tetapi untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH

Universitas Sumatera Utara

71

dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik
atau mempergunakan pH meter elektronik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pH pada kompos yang
menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 5,7 – 6,8, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai pH sebesar 5,7 pada pematangan kompos dalam
waktu 10 hari, 6,2 pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 6,7 pada
waktu pematangan kompos selama 30 hari. Hal ini disebabkan mikroba
menggunakan asam organik yang akan menyebabkan pH menjadi naik, selanjutnya
asam organik digunakan mikroba jenis lain hingga derajat keasaman kembali netral
(Setiawan, 2012).
Rata-rata pH akhir dari proses dekomposisi sampah daun organik pada
semua perlakuan hampir sama, yaitu sekitar 5-7, pH optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH ideal dekomposisi aerobik antara
6-8 karena pada derajat tersebut mikroba dapat tumbuh dan mengadakan
aktifitasnya dalam mendekomposisi sampah organik daun (Purwendro, 2011).
Derajat keasaman (pH) juga memang sangat mempengaruhi proses pengomposan
karena pH merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme
yang terlibat dalam proses pengomposan (Septoadi, 2013). Derajat keasaman yang
terlalu tinggi akan menyebabkan konsumsi oksigen akan naik dan akan
memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Selain itu juga dapat
menyebabkanunsur nitrogen dalam kompos berubah menjadi amonia (NH3).
Sebaliknya, dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan
sebagian mikroorganisme mati (Habibi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

72

Bakteri lebih aktif bekerja pada pH netral, fungi berkembang cukup baik
pada kondisi pH agak asam.Kondisi alkalin kuat akan menyebabkan kehilangan
nitrogen, hal ini memungkinkan terjadi apabila ditambahkan kapur pada saat
pengomposan berlangsung. Kondisi sangat asam pada awal proses dekomposisi
menunjukkan proses dekomposisi berlangsung tanpa terjadi peningkatan suhu.
Biasanya, pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri
yang menghasilkan asam. Dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang
didekomposisi maka pH bahan kembali naik setelah beberapa hari dan pH berada
pada kondisi netral pada saat kompos sudah matang. (Susetya, 2014).
Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos
secara aerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang
sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta
berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan pengendalian suhu untuk
daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat
tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi dalam proses pembuatan kompos.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sembiring (2015)
mengenai efektivitas berbagai jenis aktivator dalam pembuatan kompos dari
limbah kol (Brassica oleracea) yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil
penelitian pada aktivator EM4 nilai pH itu diantara 5,6-6,3. Berdasarkan hasil
penelitian ini diketahui bahwa aktivator EM4 sangat efektif digunakan untuk
pembuatan pupuk kompos dibandingkan dengan aktivator MOL.

Universitas Sumatera Utara

73

5.2.3

Parameter Kelembaban
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kelembaban pada kompos

yang menggunakan aktivator MOL yaitu sekitar 67–55%, dengan rata-rata waktu
pembuatan kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 67,3%% pada pematangan
kompos dalam waktu 10 hari, 65% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari,
dan 55% pada waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada proses pembuatan
kompos dari limbah jeruk dengan menggunakan aktivator EM4 diketahui hasil
pengukuran kelembaban antara 70-40%, dengan rata-rata waktu pembuatan
kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 70% pada pematangan kompos dalam
waktu 10 hari, 57% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari, dan 40% pada
waktu pematangan kompos selama 30 hari. Pada kompos yang tidak menggunakan
aktivator hasil pengukuran nilai kelembaban yaitu antara 60-65%, dengan rata-rata
waktu pembuatan kompos yaitu nilai kelembaban sebesar 60% pada pematangan
kompos dalam waktu 10 hari, 62% pada waktu pematangan kompos selama 20 hari,
dan 64,6% pada waktu pematangan kompos selama 30 hari. Kelembaban kompos
dari limbah jeruk yang paling tinggi diantara kedua aktivator yaitu pada pupuk
kompos dari limbah jeruk yang menggunakan aktivator EM4 dengan rata-rata
kelembaban sebesar 40% pada hari ke 30 sehingga bahan kompos bertekstur kering
dan dapat dikepal yang mendakan bahwa kompos telah matang.
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen
dalam proses pembuatan kompos. Miroorganisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-70 % adalah

Universitas Sumatera Utara

74

kisaran optimum untuk metabolisme mikroba, apabila kelembaban dibawah 40%,
aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 70% unsur hara akan
tercuci, volume udara berkurang ,akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
akan terjadi fermentasi aerobik yang menimbulkan bau tak sedap pada proses
pembuatan kompos dari limbah jeruk. Pada pengomposan secara aerob harus
dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai
oksigen yang cukup yang dibutuhkan mikroorganisme untuk membuat kompos
matang. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi
sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya pemadatan pada bahan akan
menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob. Akibatnya mikroba
tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi lancar, Pengomposan dapat dilakukan di
tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala
dilakukan pembalikan kompos. Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil,
jumlah oksigen tidak harus diketahui.Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan
oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu
menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan (Habibi,2013).
Hal ini sesuai dengan pendapat Suryati (2014) yang menyatakan bahwa
pengomposan secara aerob tidak membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu kurang
dari 50%. Kadar air yang tidak banyak pada proses pengomposan secara aerob
diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan bermacam-macam
asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat. Secara fisik, kadar
air dapat memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau.

Universitas Sumatera Utara

75

Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara
terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus
bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik.
Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume
tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk
mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses
pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk
memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif
ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,
kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan
anaerob (Habibi, 2013).
Pengomposan secara aerob membutuhkan oksigen. Oleh karena itu tentunya
keberadaan udara atau oksigen mutlak diperlukan oleh mikroba aerob. Pada
pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian
bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup. Kelembaban pada bahan
baku pengomposan ini juga sangat diperhatikan, dimana pengaturan oksigen juga
dilakukan dengan merancang komposter sedemikian rupa yaitu memberikan lubang
aerasi pada tutup bagian