Hubungan Beban Kerja dan Status Ibu Hamil Dengan Komplikasi Kehamilan di Desa Lumban Siagian Julu Kecamatan Siatas Barita

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan adalah merupakan kejadian patologis penyertaan yang

terjadi saat kehamilan. Menurut Rukiyah,AY. dan Lia Yulianti (2010) Komplikasi
dan penyulit kehamilan pada Trimester I dan II adalah kejadian yang sering timbul
pada kehamilan trimester I dan II, yaitu:
1.

Anemia kehamilan; yaitu keadaan penurunan hemoglobin dan jumlah eritrosit
dibawah nilai normal, atau biasa disebut kurang darah. Penyebabnya bisa karena
kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah atau kurang zat besi. Factor yang
menyebabkan anemia defisiensi besi adalah kurangnya asupan zat besi dan
protein dari makanan, gangguan absorbs di usus, perdarahan akut atau kronis.
Anemi defisiensi pada wanita hamil berkaitan dengan defisiensi besi dan
perdarahan akut.


2.

Hyperemisis gravidarum; Wiknosastro (2005) dalam Rukiyah (2010) bahwa
Hyperemisis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada ibu
hamil hingga dapat mempengaruhi berat badan ibu, turgor kulit dan timbul
aseton dalam urine. Hal ini juga dapat dikatakan berat bial ibu hamil selalu
muntah setiap kali minum atau makan, akibatnya tubuh sangat lemas, muka
pucat, dan frekuensi buang air kecil menurun drastic, aktifitas sehari-hari
menjadi terganggu dan keadaan umum menurun.

Universitas Sumatera Utara

3.

Abortus atau keguguran; yaitu keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup
di luar kandungandengan berat badan kurang dari 1000 g, atau umur kehamilan
kurang dari 22 minggu.

4.


Kehamilan dengan degenerasi penyakit trofoblas; yaitu penyimpangan
kehamilan dengan terjadi degenerasi hidrofik dari jonjot koreon, sehingga
berupa buah anggur yang mengandung banyak cairan dan hormone (Manuaba,
Ayucandranita, 2009).

5.

Kehamilan Ektopik terganggu; adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur
dibuahi berimplementasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.
Sedangkan Komplikasi dan penyulit kehamilan pada Trimester III adalah

kejadian yang timbul pada kehamilan trimester III, yaitu:
1) Kehamilan dengan hypertensi; yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi yang
menyebabkan gangguan serius pada kehamilan.
2) Preeklamsi; yaitu penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edem
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan
ketiga pada kehamilan tetapi dapat terjadi sebelum, misalnya pada mola
hydatidosa.
3) Eklampsia; adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa

nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena kelainan saraf) dan
atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.

Universitas Sumatera Utara

Komplikasi kehamilan trimester III juga menurut Manuaba Ayucandranita
(2009) dapat terjadi sebagai berikut; 1)persalinan prematuritas, persalinan yang
terjadi diantara umur kehamilan 29-36 minggudengan BB lahir kurang dari 2,5kg;
2)kehamilan ganda, yaitu adanya janin dalam rahim lebih dari satu orang, dapat
disebabkan ras, obat perangsang, factor keturunan, frekwensi 1:89 kehamilan;
3)kehamilan dengan perdarahan, membahayakan ibu maupun janin dalam kandungan;
4)perdarahan plasenta previa, keadaan implementasi plasenta sedemikian rupa
sehingga menutupi sebagian atau seluruh mulut rahim sehingga pembuluh darah
besar ada pada sekitar mulut rahim; 5)perdarahan solusio plasenta, implantasi hasil
konsepsi sebagian besar terjadi pada fundus uteri sebagai tempat yang normal;
6)perdarahan pada sinus marginalis, perdarahan terjadi menjelang persalinan;
7)perdarahan vasa previa, penyilangan pembuluh darah pada mulut rahim;
8)kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini, pengeluaran air ketuban sebagian besar
terjadi menjelang persalinan dengan pembukaan mendekati lengkap; 9)kehamilan
dengan kematian janin dalam rahim, setelah umur hamil diatas 16 minngu dapat

dirasakan gerak janin dalam rahim sebagai gerakan pertama; 10)kehamilan lewat
waktu persalinan, kehamilan berlangsung sekitar 280 hari, sehingga dapat
diperhitungkan perkiraan kelahiran.

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Beban Kerja

2.2.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, social, yang diterima
oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai dengan
kemampuan fisik, maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban tersebut.
Herrianto (2010), menyatakan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang
harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode waktu
tertentu dalam keadaan normal. Sedangkan menurut Nurmianto (2003), beban kerja
adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh tenaga kerja
dalam waktu tertentu. Semua pekerjaan harus selalu dikerjakan dengan sikap kerja
yang ergonomis. Beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja berlebih dan beban

kerja terlalu sedikit atau kurang. (Munandar, 2008).
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Hal
penting dalam waktu kerja meliputi; 1)Lamanya seseorang mampu kerja baik,
2)Hubungan di antara waktu kerja dan istirahat, 3)Waktu kerja sehari menurut
periode yang meliputi pagi,siang,sore dan malam. Dengan demikian lama seseorang
bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam digunakan
untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak diserta
efisiensi yang tinggi, bahkan dapat penurunan produktivitas serta kecendrungan untuk
timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan, sehingga dalam seminggu seseorang
biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.

Universitas Sumatera Utara

Lebih dari itu terlihat kecendrungan timbulnya hal-hal yang negative.
(Suma’mur,2009).
2.2.2 Pembagian Beban Kerja
Beban kerja dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Beban kerja berlebih.
Beban kerja berlebih timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu banyak

diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar
(2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah
melakukan terlalu banyak kegiatan fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan
sumber stress pekerjaan.
Beban kerja berlebih akan membutuhkan waktu untuk bekerja dengan jumlah
jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditetapkan dan
ini merupakn sumber tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat
diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu merupakan salah
satu ukuran, namun bila terjadi desakan waktu dapat menyebabkan timbulnya banyak
kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan kerja menurun, maka hal ini
merupakan cerminan adanya beban kerja berlebih.
Adanya beban yang berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada
kesehatan pekerja. Menurut Friedmen dan Rosenman 1974 cit. Munandar (2008),
menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik
pada system cardiovascular, terutama serangangan jantung premature dan tekanan
darah tinggi (hypertensi).

Universitas Sumatera Utara

b) Beban kerja terlalu sedikit atau kurang

Beban kerja yang terlalu sedikit/ kurang, merupakan sebagai akibat dari terlalu
sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang tersedia menurut
standar waktu kerja, dan ini juga dapat menjadi factor pemicu terjadinya stress.
Pekerjaan yang terlalu sedikit dibebankan setiap hari, dapat mempengaruhi beban
mental atau psikologis dari tenaga kerja. Sesuai pendapat Munandar (2008)
disimpulkan bahwa beban kerja terlalu sedikit, karena tenaga kerja tidak diberi
peluang

untuk

menggunakan

ketrampilan

yang

diperolehnya

atau


untuk

mengembangkan kecakapan potensinya secara penuh. Keadaan ini menimbulkan
kebosanan dan akan menurunkan semangat kerja serta motivasi kerja, timbul rasa
ketidakpuasan bekerja, kecendrungan meninggalkan pekerjaan, depresi, peningkatan
kecemasan, mudah tersinggung dan keluhan psikosomatik.
Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja
ringan, sedang dan berat. Menurut WHO cit. Santoso (2004), penggolongan
pekerjaan/

beban kerja meliputi kerja ringan; jenis pekerjaan di kantor, dokter,

perawat, guru dan pekerjaan rumah tangga atau dengan menggunakan mesin. Kerja
berat adalah jenis pekerjaan petani tanpa mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja
tambang, tukang kayu tanpa mesin, tukang besi, penari dan atlit.
2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Menurut Tarwaka (2004) secara umum beban kerja dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang sangat kompleks, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Pengaruh
faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruihi beban kerja yang berasal dari


Universitas Sumatera Utara

luar tubuh pekerja yaitu; tugas-tugas yang dilakukan bersifat fisik seperti tempat
kerja, sarana kerja dan sikap kerja. Selain itu organisasi kerja juga dapat
mempengaruhi beban kerja seperti; lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, kerja
bergilir, kerja malam, dan system pengupahan. Lingkungan kerja dapat memberikan
beban tambahan pada pekerja seperti suhu udara, intensitas penerangan, kebisingan,
pencemaran udara, bakteri, virus, parasit, jamur dan serangga.
Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang
digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu
tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan
berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggungjawab atau beban kerja yang
tepat dilimpahkan kepada seorang pekerja. Menurut Suyudi (2004), analisis beban
kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan menjumlah
semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan per
satuan kerja. Faktor yang mempengaruhi beban kerja.
a.

Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja merupakan berat ringannya beban kerja yang dapat diterima


oleh tenaga kerja, dan dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang
tenaga kerja dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. Semakin berat
beban kerja, akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa
kelelahan dan gangguan fisologis yang berarti atau sebaliknya. Menurut Priatna dan
Umar Fahmi, faktor kelelahan dalam pekerjaan dapat menyebabkan naiknya angka
kecelakaan dan turunnya produktivitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks

Universitas Sumatera Utara

fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah
dan perubahan fisiologis dalam tubuh (kelelahan fisik). Kelelahan akibat menurunnya
kemampuan kerja dan ketahanan tubuh para pekerja. (Depkes RI.1993).
Herrianto (2010) menyatakan bahwa untuk pekerja manual di sector industri
yang menggunakan waktu lebih dari 8 jam perhari, seseorang dapat bekerja paling
banyak 33% dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Sedangkan untuk
pekerjaan manual selama 10 jam perhari, seseorang dapat bekerja hanya 28%, dari
kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Kapasitas kerja individu tergantun g
pada derajat kebugaran tubuh, kapasitas kerja otot dan kapasitas kerja jantung.
b.


Waktu Kerja
Waktu kerja merupakan waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan

pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja adalah
penggunaan tenaga dan pengguanaan organ tubuh secara terorganisasi dalam waktu
tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka
akan menambah berat beban kerja yang diterimanya dan sebaliknya jika waktu yang
diguanakan oleh tenaga kerja itu dibawah waktu kerja sebenarnya, maka akan
mengurangi beban kerja. Suma’mur (2009), menyatakan bahwa aspek terpenting
dalam hal waktu kerja meliputi; lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik,
hubungan antara waktu kerja dan istirahat, dan waktu bekerja menurut periode waktu
(ship pagi, sore, dan malam hari).

Universitas Sumatera Utara

Lamanya sesorang bekerja secara normal dalam sehari pada umumnya 8 jam,
sisanya 16 jam lagi dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyrakat,
istirahat, tidur, dan lai-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja yang optimal,
bahkan biasanya dapat mengalami penurunan kualitas. Bekerja dalam waktu yang
berkepanjangan, timbul kecendrungan terjadi kelelahan, gangguan kesehatan,
penyakit dan kecelakaan kerja serta ketidak puasan. Dalam seminggu seseorang
umumnya dapat bekerja dengan baik selama 40 jam.
Menurut UU No.13 tahun 2003 pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan waktu kerja meliputi 7 jam dalam sehari dan 40 jam
seminngu, untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari dan 40 jam seminngu untuk 5 hari
kerja. Ketentuan ini tidak berlaku bagi sector usaha atau pekerja tertentu. Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tersebut, wajib membayar upah
kerja lembur. Selanjutnya pasal 79 ayat 1, pengusaha wajib member waktu istirahat
dan cuti kepada pekerja. Waktu istirahat dan cuti meliputi; istirahat antara jam kerja,
sekurang-kurangnya setengah jam setelah kerja selama 4 jam terus-menerus, dan
waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6
hari kerja dalam seminggu, dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja,
setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

Universitas Sumatera Utara

c.

Kelelahan
Menurut Suma’mur (2009) konsep kelelahan berdasarkan percobaan-

percobaan terhadap manusia dan hewan menyatakan bahwa keadaan dan perasaan
kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang
dipengaruhi oleh dua sistim anatagonistik yaitu sistim penghambat (inhibisi) dan
sistim penggerak (aktivasi). Sistim penghambat terdapat dalam thalamus yang
mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecendrungan
untuk tidur. Adapun sistim penggerak terdapat dalam formation retikularis yang
dapat merangsang pusat-pusat vegetative untuk konversi ergotropis dari peralatan
dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain. Maka keadaan
seseorang pada suatu saat tergantung kepada hasil kerja diantara dua system
antagonis dimaksud. Apabila system penghambat lebih kuat seseorang berada dalam
kelelahan. Sebaliknya manakala system aktivasi lebih kuat seseorang dalam keadaan
segar untuk bekerja.
Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya
berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Terdapat dua
jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan
tremor pada otot, atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum
ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah
persyarafan atau psikis. Sebab-sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas
dan lamanya bekerja mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental
seperti tanggungjawab, kehawatiran dan konflik serta penyakit-penyakit.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan
perasaan lelah. Perasaan ini tepat menyebabkan seseorang berhenti bekerja seperti
halnya kelelahan fisiologis berakibatkan tidur. Kelelahan mudah ditiadakan dengan
istirahat, tetapi jika dipaksakan terus kelelahan akan semakin bertambah dan sangat
mengganggu. Kelelahan sama halnya dengan lapar dan haus, adalah merupakan
mekanisme pendukung kehidupan. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan
dengan berhenti bekerja sewaktu-waktu sebentar sampai dengan tidur malam hari.
Untuk mengetahui kelelahan dapat diukur : 1)Waktu reaksi (reaksi sederhana atas
rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi). 2)Konsentrasi
(pemeriksaan Bordon Wiersma, uji KLT). 3)Uji “flicker fusion”. 4)EEG.
Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya
dengan keleahan adalah: 1)Perasaan berat di kepala. 2)Menjadi lelah seluruh tubuh.
3)Kaki merasa berat. 4)Menguap. 5)Merasa kacau pikiran. 6)Menjadi mengantuk.
7)Merasakan beban pada mata. 8)Kaku dan canggung dalam gerakan. 9)Tidak
seimbang dalam berdiri. 10)Mau berbaring. 11)Merasa susah berpikir. 12)Lelah
bicara. 13)Menjadi gugup. 14)Tidak dapat berkonsentrasi. 15)Tidak dapat
mempunyai perhatian terhadap sesuatu. 16)Cendrung untuk lupa. 17)Kurang
kepercayaan. 18)Cemas terhadap sesuatu. 19)Tak dapat mengontrol sikap. 20)Tidak
dapat tekun dalam pekerjaan. 21)Sakit kepala. 22)Kekakuan di bahu. 23)Meras nyeri
di punggung. 24)Merasa pernafasan tertekan. 25)Haus. 26)Suara serak. 27)Merasa
pening. 28)Spasme dari kelopak mata. 29) Tremor pada anggota badan. 30)Merasa
kurang sehat.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Status Gizi Ibu Hamil
Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam

hubungannya dengan kesehatan optimal. Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
obsorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energy. Keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan
fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan
dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Status Gizi dibedakan dengan
malnutrisi dan kurang energy protein. (Supriasa dan Bachiar, 2002).
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau
unsur-unsur atau ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang
memberi manfaat bagi tubuh bila dikonsumsi. Bahan makanan adalah makanan dalam
keadaan mentah. Makanan yang masuk dalam tubuh yang diolah tubuh dan
merupakan sumber gizi dalam pemenuhan kebutuhan tubuh. Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. (Almatsier,2004).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan, yaitu:

a. Kurang Energi Kronis (KEK)
Istilah Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan istilah lain dari Kurang
Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus akibat kurang
energi yang kronis. Defenisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization
(WHO). Kurang energy kronis merupakan jenis KEP akibat kurang energy yang lebih
menonjol dari kurang protein. WHO juga menggunakan istilah kurus untuk KEK ini.
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat adalah sebagai berikut: 1)lingkar lengan atas
sebelaah kiri kurang dari 23,5 cm, 2)kurang cekatan dalam bekerja, 3)sering terlihat
lemah, letih, lesu, dan lunglai, 4)jika hamil cendrung akan melahirkan anak secara
premature atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan
lahir bayi rendah atau kurang dari 2500 gram.
Adapun beberapa penyebab KEP adalah sebagai berikut: 1)Kemiskinan,
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, 2)Ingin kurus demi
pekerjaan atau obsesi terhadap tubuh yang kurus.
Namun demikian hal ini dapat dicegah dengan cara: 1)Pemberdayaan ekonomi
masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi. 2)Memberikan pengertian bagi
mereka dengan profesi yang menuntut memiliki tubuh kurus, tentang bahaya tubuh
yang terlalu kurus apalagi jika mereka menguruskan badan dengan cara tak lazim
seperti anorexia atau bulimia (Nurchasanah,2009).

Universitas Sumatera Utara

Pengukuran Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini memang merupakan salah
satu pilihan untuk penentuan status gizi serta pengukuran Indeks masa tubuh (IMT),
karena murah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan
harga yang lebih murah. Menurut Depkes 1994, pengukuran LILA pada kelompok
ibu hamil adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh
masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok beresiko Kekurangan Energi Kronis
(KEK) atau kekurangan energy protein (KEP).. Pengukuran LILA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Beberapa
tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah pada ibu hamil maupun calon
ibu, masyarakat umum, dan peran petugas lintas sektor. Adapun tujuan tersebut
adalah:
1) Mengetahui resiko KEK ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita
yang mempunyai resiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyrakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahtraan ibu dan anak.
4) Meningkatkan peran petugas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.

Universitas Sumatera Utara

Ambang batas LILA ibu dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm,
apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah Pita LILA, artinya ibu
tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan bayi berat badan
lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
Cara Pengukuran LILA, pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan
yang disiapkan. Ada 7 urutan pengukuran LILA, yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku,
2) Letakkan pita antara bahu dan siku,
3) Tentukan titik tengah lengan,
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan,
5) Pita jangan terlalu ketat,
6) Pita jangan terlalu longgar,
7) Cara pembacaan skala yang benar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran
dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita
ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan
dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam
arti tidak kusut, atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata.
Hasil pengukuran LILA ada 2 kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan
ditas atau sama dengan 23,5 cm. apabila hasil pengukuran > 23,5 cm berarti tidak
beresiko KEK.

Universitas Sumatera Utara

KEK adalah keadaan dimana remaja putri mengalami kekurangan gizi (kalori
dan protein) yang berlangsung lama atau menahun (Supriasa dan Bachyar, 2002).
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun
keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakitpenyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. maka pemantauan
keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara dengan
mempertahankan berat badan yang ideal. Di Indonesia cara pemantauan dan batasan
berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Missal;
Berat badan normal= (TB-100)-10% atau 0,9x (tinggi badan-100). Berat badan yang
berada dibawah batas minimum dinyatakan sebagai “under weight” atau kekurusan
dan berat badan di atas batas maksimum dinyatakan sebagai “over weight” atau
kegemukan. Orang yang berada di bawah ukuran berat badan normal mempunyai
resiko terhadap penyakit infeksi, sementara yang berada ditasa ukuran normal
mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit degenerative. Menurut WHO (1985),
batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan dengan nilai Body Mass Index
(BMI) atau Indeks Masa tubuh (IMT). Indeks Masa tubuh (IMT) merupakan alat
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan normal memungkinkan sesorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang, namun IMT hanya berlaku untuk orang
dewasa umur ditas 18 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
No
1

Kriteria
Kurus

2
3

Normal
Gemuk

Kategori
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat

IMT
< 17,0
17,0-18,5
 18,5-25,0
 25,0- 27,0
 27,0

Sumber: Depkes,RI,(1994) cit.Supriasa et.al (2002)
b. Anemia
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama
bagi kelompok wanita pekerja. Anemia pada wanita pekerja dapat menimbulkan
kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/ kemampuan atau produktivitas kerja
(Endang, 2007). Anemia lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah.
Penyakit ini rentan dialami oleh balita, wanita hamil, wanita, dan para pekerja pada
umumnya. Anemia yang dikenal selama ini yaitu anemia gizi. Anemia gizi adalah
keadaan kurang darah akibat kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan
serta

produksi

sel-sel

(Nurchasanah,2009).

darah

merah,

baik

kualitas

maupun

kuantitas.

Dalam berbagai bentuk anemia jumlah Hb dalam darah

berkurang. Dalam bentuk anemia parah, kadar Hb bisa dibawah 30% atau 4,5
gram/100ml. Batasan anemia secara individu menurut WHO berdasarkan kadar
hemoglobin (Hb) yang diperiksa per 100 gram millimeter atau perdesiliter (dL) ialah:
1) prempuan dewasa Hb 12 (gr/dL), 2)Ibu hamil Hb 11 (gr/dL), 3)Ibu menyusui 12
(gr/dL).
Dan klasifikasi derajat anemia menurut WHO dalam buku Handayani W, dan
Haribowo AS (2008), yaitu: 1)ringan sekali Hb 10,00 gr%-13,00gr%; 2) ringan Hb

Universitas Sumatera Utara

8,00 gr%-9,90gr%; 3) Sedang Hb 6,00 gr%-7,90gr%; 4) Berat Hb