Tinjauan Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

TINJAUAN SOSIAL EKONOMI PENENUN ULOS DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas

SumateraUtara

DisusunOleh: DIMAS R PANGGABEAN

110902044

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Dimas R. Panggabean Nim : 100902044

ABSTRAK

Tinjauan Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara

Kemiskinan merupakan masalah pribadi keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multi dimensional. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan untuk memerangi kemiskinan tersebut, baik pemerintah ataupun individu itu sendiri. Seperti hal nya yang dilakukan oleh para penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae, yang bekerja sebagai penenun ulos. Dalam penelitian ini akan digambarkan bagaimana kondisi Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti yaitu kondisi Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang penenun ulos yang, 2 orang anggota keluarga penenun ulos dan seorang kepala desa desa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penenun ulos di Lumban Siagian Jae masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga penenun ulos.


(3)

ii

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY POLITIC AND SOCIAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Dimas R Panggabean Nim : 100902044

ABSTRACT

Socio-Economic Study of Weaver Ulos in The Village Lumban Siagian Jae Siatas Barita Sub District Tapanuli North Regency

(This thesis consistsof six chapters, 95 pages, 7 Tablesand Appendix 5)

Poverty is a matter of personal family, community, nation and even the world. The problem of poverty is complex and multi-dimensional. Therefore, efforts were made to combat poverty, whether government or individuals themselves. As his case made by the weavers in the village Ulos Siagian Lumban Julu, who worked as a weaver Ulos. In this study will be illustrated how the socio-economic conditions in the village of Lumban Weaver Ulos Siagian Jae Siatas Barita District of North Tapanuli.

This research is classified as descriptive research with qualitative approach that aimed to describe objects and phenomena under study is Socioeconomic conditions Ulos weavers in the village of Lumban Siagian Jae. The number of informants in this study were 4 weavers ulos, 2 Ulos weaver family members and a village chief village.

The results showed that, weavers Ulos in Lumban Siagian Jae still experiencing difficulties in meeting the needs of their daily lives. This is evident from the low level of fulfillment Ulos weaverfamilies.


(4)

iii

KATAPENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat sampai ke titik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat akhir.Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena berkat-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Tinjauan Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar,S.Sos,M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, kepercayaan, kebahagiaan dan ilmu kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.


(5)

iv

4. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala proses yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida dan Kak Debby. 5. Terima kasih buat Bapak Tanner Huta Barat selaku pelaksana tugas

Kepala Desa Lumban Siagian Jae yang telah membantu penulis untuk melakukan wawancara dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini.

6. Terima kasih yang paling istimewa dan paling dalam dalam kepada orang tua penulis. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak tercinta D.Panggabean dan Mama tersayang M.Sigalingging, yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga sekarang ini dan telah memberikan doa, dukungan dan materi sehingga skripsi ini dapat selesai. 7. Terima kasih juga untuk adik-adik saya yang selalu mendukung saya

selama ini. Buat Daniel Panggabean a.k.a Sugeng, Tiara Novia Panggabean, Lowis Ardian “Katua” Panggabean, dan adek yang paling kecil Nirmala “adek U” Panggabean, penulis menyayangi kalian.

8. Terima kasih juga buat semua keluargaku di Tarutung dan juga di perantauan. Terima kasih buat Oppung, Uda, Inang Uda, Tulang, Nan Tulang, Namboru, Amang Boru, Lae, Ito, Tante dan adik-adikku. Berkat doa dan dukungan kalian semua, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Terima kasih buat teman satu kontrakan Daniel dan Hongi, juga

teman-teman seperjuangan Wandro, Andri, Benget, Mario, Jole, Ukap, Topa, dan yang lainnya.


(6)

v

10.Seluruh kawan seperjuangan kessos 11 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Makasih buat dukungan dan seluruh kenangan bersama kita saat jadi peserta inisiasi, panitia bayangan, panitia inti, dan SC paling bersejarah.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.

Medan, September 2015 Penulis


(7)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRA ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2. Manfaat Praktis ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Ekonomi ... 11

2.1.1 Defenisi Sosial Ekonomi ... 11

2.1.2 Indikator Sosial Ekonomi ... 13

2.2 Kemiskinan ... 22

2.2.1 Defenisi Kemiskinan ... 22

2.2.2 Jenis-Jenis Kemiskinan ... 23

2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 26


(8)

vii

2.4 Industri Rumah Tangga ... 30

2.5 Kesejahteraan Sosial ... 32

2.6 Kerangka Pemikiran ... 34

2.7 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian ... 38

2.7.1 Defenisi Konsep ... 38

2.7.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 40

3.2 Lokasi Penelitian ... 40

3.3 Informan ... 41

3.3.1 Informan Kunci ... 41

3.3.2 Informan Tambahan ... 41

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.5 Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Luas dan Lokasi penelitian ... 44

4.2 Tata Ruang Desa ... 45

4.3 Cara Mencapai Desa ... 46

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi ... 47

4.4.1 Penduduk ... 47

4.4.2 Usia ... 47

4.4.3 Pekerjaan ... 49


(9)

viii

4.4.5 Pendidikan ... 50

4.5 Fasilitas Umum ... 51

4.5.1 Fasilitas Pendidikan ... 51

4.5.2 Fasilitas Ibadah ... 52

4.5.3 Fasilitas Kesehatan ... 52

4.6 Desa Lumban Siagian Jae ... 53

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Hasil Penelitian ... 54

5.1.1 Informan Pertama ... 55

5.1.2 Informan Kedua ... 60

5.1.3 Informan Ketiga ... 64

5.1.4 Informan Keempat ... 68

5.1.5 Informan Tambahan Pertama ... 72

5.1.6 Informan Tambahan Kedua ... 75

5.1.7 Informan Tambahan Ketiga ... 77

5.2 Analisis Data ... 79

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran………... 95


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Industri kecil di Tapanuli Utara menurut Kecamatan 4

Tabel 4.1 Penduduk desa Lumban Siagian Jae 47

Tabel 4.2 Desa Lumban Siagian Jae menurut usia 48 Tabel 4.3 Desa Lumban Siagian Jae menurut pekerjaan 49 Tabel 4.4 Desa Lumban Siagian Jae menurut agama 50 Tabel 4.5 Desa Lumban Siagian Jae menurut pendidikan 51 Tabel 4.6 Fasilitas ibadah di Desa Lumban Siagian Jae 52


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara

2. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing 3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Balasan Izin Penelitian 5. Berita Acara Seminar Proposal


(12)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Dimas R. Panggabean Nim : 100902044

ABSTRAK

Tinjauan Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara

Kemiskinan merupakan masalah pribadi keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multi dimensional. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan untuk memerangi kemiskinan tersebut, baik pemerintah ataupun individu itu sendiri. Seperti hal nya yang dilakukan oleh para penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae, yang bekerja sebagai penenun ulos. Dalam penelitian ini akan digambarkan bagaimana kondisi Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti yaitu kondisi Sosial Ekonomi Penenun Ulos di Desa Lumban Siagian Jae. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang penenun ulos yang, 2 orang anggota keluarga penenun ulos dan seorang kepala desa desa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penenun ulos di Lumban Siagian Jae masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga penenun ulos.


(13)

ii

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY POLITIC AND SOCIAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Dimas R Panggabean Nim : 100902044

ABSTRACT

Socio-Economic Study of Weaver Ulos in The Village Lumban Siagian Jae Siatas Barita Sub District Tapanuli North Regency

(This thesis consistsof six chapters, 95 pages, 7 Tablesand Appendix 5)

Poverty is a matter of personal family, community, nation and even the world. The problem of poverty is complex and multi-dimensional. Therefore, efforts were made to combat poverty, whether government or individuals themselves. As his case made by the weavers in the village Ulos Siagian Lumban Julu, who worked as a weaver Ulos. In this study will be illustrated how the socio-economic conditions in the village of Lumban Weaver Ulos Siagian Jae Siatas Barita District of North Tapanuli.

This research is classified as descriptive research with qualitative approach that aimed to describe objects and phenomena under study is Socioeconomic conditions Ulos weavers in the village of Lumban Siagian Jae. The number of informants in this study were 4 weavers ulos, 2 Ulos weaver family members and a village chief village.

The results showed that, weavers Ulos in Lumban Siagian Jae still experiencing difficulties in meeting the needs of their daily lives. This is evident from the low level of fulfillment Ulos weaverfamilies.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk diatasi. Masalah kemiskinan sepertinya juga menjadi sesuatu yang telah mengakar dan menjadi permasalahan yang tidak terpecahkan. Persoalan tentang kemiskinan sendiri sangat identik dengan pengangguran. Rendahnya tingkat pendidikan dan minim keterampilan disebut-sebut sebagai salah satu penyebabnya. Kemiskinan bukan hanya bicara soal kondisi masyarakat dengan sifat tertentu karena kemiskinan tidak muncul begitu saja melainkan suatu proses, dalam proses tersebut ada semacam pra kondisi, dimana faktor-faktor tertentu berkontribusi dalam menciptakan kemiskinan itu sendiri.

Perkembangan penduduk yang sangat cepat akan selalu diikuti oleh perkembangan angkatan kerja yang tinggi pula. Menurut BPS, penduduk Indonesia pada pertengahan 2013 mencapai 248,8 juta jiwa perkembangan angkatan kerja mempersulit mengentasan masalah kemiskinan. Sulitnya untuk bersaing dengan kualitas sumber daya yang lebih baik menjadi salah satu alasan masyakarat miskin untuk keluar dari jurang kemiskinan tersebut. Kurangnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama


(15)

2

industri, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.

Di lain sisi, negara ini dibentuk untuk melindungi seluruh warga negaranya, termasuk warga yang berada dalam kategori miskin. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (1), disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Tetapi sepertinya implementasinya masih kurang berjalan, terbukti masalah kemiskinan masih menjadi problem yang menghantui negara ini.

Tapanuli Utara sebagai salah satu kabupaten tertua di Sumatera Utara, masih memiliki angka kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan pengumuman BPS Kabupaten Tapanuli Utara, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Utara pada Tahun 2010 berjumlah 34.900 orang atau sekitar 12,50% dari total keseluruhan penduduk Tapanuli Utara (BPS Kab Tapanuli utara). Dan Hal ini menjadi bukti nyata betapa sulitnya masalah kemiskinan ini utuk diatasi. Sementara angka pengangguran terbuka di kabupaten tapanuli utara terdaftar pada tahun 2012 sebanyak 3.583 jiwa (Tapanuli Utara dalam angka 2014, Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Tapanuli Utara).

Bila berkaca pada tingkat provinsi, perkembangan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2008-2013, secara absolut terjadi penurunan sebanyak 274,64 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin tahun 2013 (Maret) tercatat sekitar 1.339 ribu jiwa . Kondisi kemiskinan Provinsi Sumatera Utara tergolong rendah jika dibandingkan terhadap rata-rata kemiskinan nasional (11,86%), persentase penduduk miskin tahun 2013 sebesar 10,06 persen atau berkurang


(16)

3

sebesar 2,49 persen dari tahun 2008. Perkembangan angkatan kerja Provinsi Sumatera Utara selama periode 2008-2013 meningkat. Jumlah angkatan kerja tahun 2013 (Februari) tercatat sebanyak 6.452 ribu jiwa atau sekitar 5,32 persen dari total angkatan kerja nasional, yang terdiri dari 6.064 ribu jiwa penduduk bekerja dan 387,9 ribu jiwa pengangguran terbuka.

Gambar 1.1 Grafik jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Sumber: Profil Pembangunan Provinsi Sumatra Utara 2013.

Untuk tingkat nasional pada tahun 2014, BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,94% dari jumlah penduduk, atau 7,24 juta orang, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% dan jumlah penduduk miskin sebesar 28,28 juta orang sehingga diperlukan alternatif lain menampung angkatan kerja tersebut


(17)

4

Salah satu upaya menekan angka kemiskinan ini adalah dengan mengembangkan usaha kecil. Pemberdayaan usaha kecil merupakan usaha pemanfaatan sumber daya manusia yang harus dilestarikan seutuhnya dan dengan pemanfaatan sumber daya manusia, tingkat pengangguran pun dapat diminimalisir. Harus diakui bahwa usaha kecil menengah memainkan peran yang sangat vital dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju (Tambunan, 2009: 1).

Di kabupaten Tapanuli Utara terdapat beberapa industri kecil antara lain Industri-industri kecil inilah yang diharapkan sebagai salah satu upaya penekanan angka pengangguran yang mengakibatkan kemiskinan. Untuk mengetahui banyaknya industri kecil di kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada tabel berikut.


(18)

5

Tabel 1.1 Industri kecil di kabupaten Tapanuli Utara menurut kecamatan.

Sumber: Tapanuli Utara dalam angka 2014, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan, Kabupaten Tapanuli Utara

Sebagai contoh, industri rumah tangga penenun ulos yang ada di tapanuli utara telah menjadi salah satu pekerjaan alternatif bagi kaum perempuan untuk membantu perekonomian keluarga. Industri rumah tangga ini sangat berkaitan dengan kebudayaan suku Batak yang ada di daerah tersebut. Selain motif ekonomi penenun tersebut juga telah melestarikan kebudayaan turun-temurun dari para leluhur. Berdasarkan situs resmi kabupaten Tapanuli Utara, industri rumah tangga penenun ulos di kabupaten tersebut tercatat sekitar 2.100 unit industri rumah tangga yang berada di kecamatan Tarutung, kecamatan Siatas Barita dan kecamatan Muara.

Desa Lumban Siagian Jae terdapat di Kecamatan Siatas Barita, sekitar 4 km dari Tarutung ibu kota kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini hidup dari sebagian


(19)

6

besar mata pencaharian sebagai petani, akan tetapi banyak kaum perempuan yang menjadi penenun ulos, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Penenun Ulos tersebut masih menggunakan alat-alat tradisional dan membutuhkan waktu produksi yang lebih lama, sehingga terkesan kurang efisien dalam pengerjaannya. Selain itu pemerintah tidak memberikan perhatian kepada penenun ulos di daerah ini. Bahkan nasib ratusan penenun ulos di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara, tidak masuk dalam skala prioritas agenda pada musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang), padahal pejabat daerah setempat mengakui jika di dalam wilayah kecamatan yang dipimpinnya memiliki jumlah penenun ulos dan sarung khas Tapanuli terbanyak di Kabupaten Tapanuli Utara. Camat Siatas Barita, Betty Sitorus menuturkan “Ada lebih dari 400 penenun yang ada di sini. Itu masih berdasarkan data kelompok per desa. Dimana setiap desa, ada tiga kelompok tenun yang sedikitnya beranggotakan 15 orang. Penyebarannya secara merata terdapat di sembilan desa se-Kecamatan Siatasbarita” (http://www.antarasumut.com).

Bila dilihat dalam skala nasional, industri rumah tangga di indonesia sudah banyak membantu perekonomian masyarakat. Contohnya seperti industri rumah tangga yang membuat kerajinan patung di Bali dan Usaha industri rumah tangga yang membuat sapu ijuk di Kawasan Kemas Rindo dan Ogan Baru, Palembang yang sudah menjadi mata pencaharian bagi mereka. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, setidaknya terdapat 68 juta perempuan yang terlibat secara langsung dan tidak langsung pada kegiatan industri rumahan. Rata-rata usia perempuan yang terlibat adalah 14-44 tahun (http://ekonomi.metrotvnews.com).


(20)

7

Indonesia menjadi negara yang kaya dengan warisan kerajinan dari berbagai daerah. Seperti halnya dengan kain tenun. Industri tenun ikat di Indonesia adalah satu penyum bang devisa yang penting. H al ini didukung oleh data nilai ekspor

produksi tenunan sutra saja, Indonesia pada tahun 2005 yang totalnya

mencapai US$ 9.815.469

Industri rumah tangga merupakan salah satu dari sektor informal. Sehingga banyak pihak yang memandang sebelah mata kegiatan industri rumah tangga. Usaha itu masih dianggap sebagai usaha sampingan sekedar untuk menambah pendapatan keluarga. Padahal jika dikelola dengan benar, industri ini bisa menjadi besar dan dapat berperan besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Pemberdayaan industri kecil tidak jauh beda dengan pembangunan yang juga merupakan suatu usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilaksanakan secara sadar, berkesinambungan oleh suatu bangsa untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik.

Di desa Lumban Siagian Jae sendiri, sektor informal yang satu ini menjadi pilihan utama bagi setiap perempuan dan telah banyak membantu perekonomian keluarga di desa ini, khususnya golongan menengah ke bawah. Akan tetapi apabila sektor informal ini didukung dengan sepenuhnya oleh pemerintah maka akan menghasilkan materi yang lebih dari sekarang sehingga dapat mengangkat tingkat ekonomi para penenun di daerah tersebut.

Sehubungan dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi penenun ulos di desa Lumban Siagian Jae, yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Tinjauan sosial


(21)

8

ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka maka hal-hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan “ Bagaimana kondisi sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara?”.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.

I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara lain:

1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu sosial terutama pada bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial, mengenai tinjauan sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai tinjauan sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.


(22)

9 I.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain:

1. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae mengenai kondisi sosial ekonominya.

2. Menjadi sumbangan informasi bagi instansi pemerintah terkait, hingga nantinya dapat memberikan dukungan yang membuat perubahan positif bagi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae.

3. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi pembaca, pengamat sosial, dan pihak pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini mengenai kondisi sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara.

I.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian , serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan defenisi operasional.


(23)

10 BAB III : METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisa data, dan penyajian data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Deskripsi lokasi penelitian berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Analisa data berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP


(24)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Ekonomi

2.1.1 Defenisi Sosial Ekonomi

Defenisi dari sosial ekonomi lebih sering dibahas secara terpisah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 1996: 958). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Ekonomi merupakan kata serapan dari bahasa inggris, yaitu ekonomy. Sementara kata economy itu sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum (Damsar dan Indrayani 2013: 9). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (KBBI, 1996: 251).


(25)

12

Santrock (2007: 282), status sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi. Status sosial ekonomi menunjukan ketidak setaraan terentu. Secara umum anggota masyarakat memiliki (1) pekerjaan yang bervarias prestisenya, dan beberapa individu memiliki akses yang lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi dibanding orang lain; (2) tingkat pendidikan yang berbeda, ada beberapa individual memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik dibanding orang lain; (3) sumber daya ekonomi yang berbeda; (4) tingkat kekuasaan untuk mempengaruhi institusi masyarakat. Perbeedaan dalam kemampuan mengontrol sumber daya dan berpartisipasi dalam ganjaran masyarakat menghasilkan kesempatan yang tidak setara. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994) adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soekanto (2001) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan peragulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Sosial ekonomi merupakan dua bidang yang berhubungan yang erat. Marx mengungkapkan bahwa sumbangan utamanya sendiri terhadap teori sosial dalah


(26)

13

pandangan bahwa ekonomi merupakan instansi determinan yang paling berpengaruh terhadap masyarakat (Beilharz, 2003: 2). Tindakan ekonomi dapat dipandang dalam suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain (Weber dalam Damsar, 1997: 30).

Menurut Swedberg dan Grandovetter, terdapat 3 proposisi utama antara kaitan ekonomi dengan masyarakat, yaitu:

1. Tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial.

2. Tindakan ekonomi disituasikan secara sosial.

3. Institusi-institusi ekonomi dikonstruksi secara sosial.

Melly G. Tan mengatakan ntuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 1981: 35).

2.1.2 Indikator Sosial Ekonomi

Keluarga atau kelompok masyarakat dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, tinggi (Koentjaraningrat, 1981: 38). Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengklarifikasikan keadaan sosial ekonominya, yang dapat dijabarkan sesuai dengan indikator sebagai berikut:


(27)

14 a. Pendapatan

Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam masyarakat yang materialistis dan tradisional yang menghargai status sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan. Pendapatan adalah arus uang atau barang yang di dapat oleh perseorangan, kelompok orang, perusahaan atau suatu perekonomian pada suatu periode tertentu (Kartono Wirosuharjo, 1985: 83). Christopel dalam Sumardi mendefenisikan pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya.

Sedangkan Biro Pusat Statistik merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:

1. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau kontra prestasi, sumbernya berasal dari:

a) Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan, kerja lembur, dan kerja kadang-kadang.

b). Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, penjualan dari kerajinan rumah.

c). Hasil investasi, yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah. Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik.

2. Pendapatan yang berupa barang, yaitu: pembayaran upah dan gaji yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan


(28)

15

kreasi. Berkaitan dengan hal tersebut mendefenisikan pendapatan adalah seluruh penerimaan, baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun hasil sendiri, dengan jalan dinilai atas sejumlah harga yang berlaku saat ini.

Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan penduduk dalam 4 golongan, yaitu:

a. Golongan pendapatan sangat tinggi: Jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp.3.500.000,00 per bulan.

b. Golongan pendapatan tinggi: Jika pendapatan rata-rata antara Rp2.500.000,00 s/d Rp.3.500.000,00 per bulan.

c. Golongan pendapatan sedang: Jika pendapatan rata-rata antara Rp1.500.000,00 s/d 2.500.000,00 per bulan.

d. Golongan pendapatan rendah: Jika pendapatan rata-rata kurang dari Rp.1.500.000,00 per bulan (Wijaksana, 1992: 52).

Berdasarkan ketegori tersebut, dapat dikatakan bahwa pendapatan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat ekonomi seseorang. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ekonominya tinggi juga. Disamping memiliki penghasilan pokok setiap keluarga biasanya memiliki penghasilan lain yang meliputi penghasilan tambahan dan penghasilan insidentil.


(29)

16 b. Pekerjaan

Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan imbalan atau upah. Pekerjaan merupakan suatu aktivitas manusia guna mempertahankan hidup dan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sesuai dengan pendapat Bintarto (1986: 27) yang mengemukakan bahwa mata pencaharian merupakan aktivitas manusia guna mempertahankan hidupnya dan guna memperoleh taraf hidup yang lebih layak dimana corak dan ragamnya berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan tata geografi daerahnya. Pekerjaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dan sebagainya), tugas dan kewajiban, hasil bekerja dan perbuatan (KBBI, 1999: 488). Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan ekonominya, untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam bekerja mengandung dua segi, kepuasan jasmani dan terpenuhinya kebutuhan hidup.

Pekerjaan yang ditekuni oleh stiap orang berbeda-beda, perbedaan itu akan menyebabkan perbedaan tingkat penghasilan yang rendah sampai pada tingkat penghasilan yang tinggi, tergantung pada pekerjaan yang ditekuninya. Contoh pekerjaan berstatus sosial ekonomi rendah adalah pekerja pabrik, buruh manual, penerima dana kesejahteraan, dan pekerja pemeliharaan (Santrock, 2007: 282).

Jadi untuk menentukan status sosial ekonomi yang dilihat dari pekerjaan, maka jenis pekerjaan dapat diberi batasan sebagai berikut:


(30)

17

a. Pekerjaan yang berstatus tinggi, yaitu tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta, tenaga administrasi tata usaha.

b. Pekerjaan yang berstatus sedang, yaitu pekerjaan di bidang penjualan dan jasa.

c. pekerjaan yang berstatus rendah, yaitu petani dan operator alat angkut/bengkel.

c. Rumah

Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga sebagai lambang sosial (Mukono, 2000: 25). Rumah adalah struktur fisik yang terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembina keluarga (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992). Menurut WHO (World Health Organization), rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya, baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2000).

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat bila: (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar sperti temperatur lebih rendah dari udara yang di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman 45-55 Db.A, (2) memenuhi kebutuhan kejiwaan, (3) melindungi penghuninya dari


(31)

18

berbagai penyakit menular, yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah, dan sarana pembuangan air limbah yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan, dan (4) melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran , seperti fondasi rumh yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas.

d. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang. Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2013 pendidikan didefenisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an”, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Dengan demikian, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.


(32)

19

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003, jalur pendidikan dibagi menjadi:

1. Jalur Formal

a. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk yang lebih sederajat.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah jurusan, seperti: SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

2. Jalur Nonformal

3. Jalur Informal

e. Kesehatan

Pengertian kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau


(33)

20

kelemahan. WHO menegaskan empat komponen yang merupakan satu kesatuan dalam defenisi sehat, yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berotot, tidak gemuk nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fisiologi berjalan dengan normal.

2. Sehat Mental

Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain. Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak ada tanda-tanda konflik pada kejiwaannya, dapat bergaul dengan baik, dapat menerima serta tidak mudah tersinggung atau marah, dapat mengontrol diri, tidak mudah emosi, dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur dan sangat tergantung pada budaya dan tingkat kemakmuran masyarakat daerah setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana berupa perasaan aman dan damai sejahtera, cukup pangan dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.


(34)

21 4. Sehat Spiritual

Spiritual merupakan komponen tambahan dalam defenisi sehat menurut WHO dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapatkan pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

f. Pola Konsumsi

Pola konsumsi dari suatu keluarga dapat digunakan sebagai suatu bahan evaluasi taraf hidup. Dari gambaran konsumsi pangan, sandang hingga kepemilikan barang berharga dan kendaraan, bisa diperoleh gambaran sosial ekonomi dari suatu keluarga tersebut.

Pangan adalah sumber makan bagi manusia dan merupakan kebuhan pokok dalam hidup manusia. Sandang juga merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Sandang mencakup pakaian yang dikenakan oleh manusia. Meskipun manusia dapat hidup tanpa pakaian, tetapi manusia yang dalam kesehariannya adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi sehingga sandang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia.


(35)

22 2.2 Kemiskinan

2.2.1 Defenisi Kemiskinan

Pemahaman tentang defenisi kemiskinan menurut para ahli memang berbeda-beda. Kemiskinan oleh berbagai pihak tentu dibatasi oleh aspek mana yang ditekankan pembuat defenisi dalam merumuskan defenisi kemiskinannya. Menurut World Bank, kemiskinan merupakan suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik secara fisik dan sosial sebagai akibat tidak tercapainyakehidupan yang layak karena pengahasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS perhari (Siagian, 2012: 25).

Berikut ini disajikan beberapa defenisi kemiskinan, antara lain:

1. Jika ditinjau dari standar kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak (Siagian, 2012: 25).

2. Jika ditinjau dari pendapatan, maka kemiskinan adalah kondisi kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Siagian, 2012: 25).

3. Jika ditinjau dari kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari ketidaksamaan kesempatan memperoleh dan mengakumulasikan basis-basis kekuatan sosial, seperti:


(36)

23 a. Keterampilan yang memadai.

b. Informasi dan berbagai pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan hidup.

c. Jaringan-jaringan sosial.

d. Organisasi-organisasi sosial politik.

e. Sumber-sumber modal yang diperlukan dalam upaya peningkatan pengembangan kehidupan (Siagian, 2012: 25).

4. Jika ditinjau dari keadaan yang dialami, kemiskina merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan:

a. Kelaparan atau setidaknya kekurangan makanan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (gizi).

b. Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.

c. Tingkat pendidikan yang rendah.

d. Memiliki sagat sedikit kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat dasar (Siagian, 2012: 26).

2.2.2 Jenis-jenis kemiskinan

Sebagai konsep yang multi dimensi, satu fakta tentang kemiskinan dapat diidentifikasi dalam berbagai jenis kemiskinan. Berikut ini adalah jenis-jenis dari kemiskinan, yaitu:


(37)

24 1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Absolut yaitu suatu kondisi, dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak serta tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia (Siagian, 2012: 47).

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskina relatif bertentangan dengan kemiskina absolut. Kemiskinan relarif sendiri akan muncul jika kajian kita mengenai kemiskinan tersebut didasarkan pada komparasi kondisi kehidupan antara seseorang dengan orang lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lainnya (Siagian, 2012: 48).

3. Kemiskinan Massa

Secara sederhana kemiskinan massa dapar diartikan sebagai kemiskinan yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah (Siagian, 2012: 50).

4. Kemiskinan Non Massa

Kemiskina non massa adalah kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir orang (Siagian, 2012: 53).


(38)

25 5. Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan alamiah ditemukan jika kajian tentang kemiskinan tersebut didasarkan atas faktor-faktor penyebab kemiskinan itu terjadi (Siagian, 2012: 56).

6. Kemiskinan Kultural

Dalam kasus ini, budaya diidentifikasi sebagai faktor penyebab terjadinya kemiskinan tersebut (Siagian, 2012: 57).

7. Kemiskinan Terinvolusi

Kemiskinan terinvolusi merupakan bentuk dan kondisi khusus dari kemiskinan kultural. Ciri khusus kemiskinan terinvolusi adalah telah terinternalisasinya nilai-nilai negatif dalam diri seseorang atau kelompok dalam memandang diri dan kehidupannya, sehingga mereka menganggap kehidupan dengan segala kondisinya sebagai sesuatu yang tidak dapat berubah (Siagian, 2012: 61).

8. Kemiskinan Struktural

Konsep kemiskinan struktural antara lain mendeskripsikan bahwa struktur sosial masyarakat itu sedemikian rupa, sehingga menghambat masyarakat tersebut mengembangkan kehidupannya (Jay, dalam Siagian, 2012: 61).


(39)

26 9. Kemiskinan Situasional

Secara umum dapat dikemukakan bahwa kemiskinan situasional adalah kondisi kehidupan masyarakat yang tidak layak yang disebabkan oleh situasi yang ada (Siagian, 2012: 63).

10. Kemiskinan Buatan

Kemiskinan buatan terjadi karena kelembagaan-kelembagaan yang ada mengakibatkan anggota atau kelompok masyarakat tidak meguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata (White, dalam Siagian, 2012: 65).

2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Terdapat bermacam-macam faktor-faktor penyebab kemiskinan, walaupun demikian sulit untuk menyimpulkannya secara pasti. Hal ini terjadi karena terdapat berbagai kondisi dan sudut pandang berbeda dalam melihat faktor penyebab kemiskinan tersebut.

Jika kita menitik beratkan kajian pada interaksi antara berbagai elemen yang berkontribusi dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia, maka faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan antara lain adalah:

1. Faktor sumber daya

Harus diakui bahwa alam atau lingkungan fisik tidak memiliki potensi yang sama dalam memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia (Siagian, 2012: 117).


(40)

27 2. Faktor sumber daya manusia

Dalam kasus terjadinya kemiskinan, harus diakui bahwa tidak semua manusia memiliki potensi yang sama dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya (Siagian, 2012: 118).

3. Faktor kelembagaan sosial

Negara sebagai institusi modern telah mewarnai kehidupan manusia, bahkan telah mengintervensi kehidupan sosial, termasuk didalamnya interaksi sosial. Namun, dipastikan belum semua aspek dan aktivitas hidup manusia dan masyarakat diintervensi oleh negara. Bahkan, negara sendiri yang dipersonifikasi pemerintah tidak akan pernah berhasil mengidentifikasi secara menyeluruh dan sempurna ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenangnya dalam kehidupan manusia dam masyarakat.

Dengan demikian, kelembagaan sosial masih sangat berperan dalam kehidupan manusia di berbagai unit sosial. Lebih tegas lagi, keadaan sosial dalam keadaan tertentu ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya kemiskinan (Siagian, 2012: 122).

4. Faktor kebijakan dam implementasi kebijakan melalui program

Ada kalanya kebijakan dibuat memang salah satu atau kontra produktif terhadap perbaikan kehidupan masyarakat, tetapi ada kalanya kebijakan yang dibuat negara sesungguhnya sudah baik, namun implementasi


(41)

28

kebijakan itu sendirilah yang justru kontra produktif (Siagian, 2012: 125).

2.3 Penenun Ulos

Tenun merupakan salah satu warisan budaya yang sudah menjadi kebanggaan Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai tradisi membuat kain tenun. Tanimbar, Timor, Sumbawa, Lombok, Bali, Jepara, Lampung dan lain-lain adalah daerah penghasil tenun yang berkualitas tinggi dan terkenal. Tradisi tersebut sudah dilakukan secara turun temurun dan sudah menjadi mata pencaharian tetap bagi para pengerajinnya. Menurut Sugiarto, Wartanabe (2003 : 115) kain di buat dengan azaz (prinsip) yang sederhana dari benang yang di gabung secara memanjang dan melintang dasar, diantaranya tenunan sederhana atau polos, tenunan kepar dan tenunan satin, ketiga tenunan dasar dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tenunan sederhana (plain waever)

Tenunan sederhana adalah tenunan yang paling sederhana dari kain tenun, masing-masing dengan sebuah benang lungsing dan benang pakan naik turun bergantian sambil saling menyilang, kain tenunan ini memiliki kekuatan dan banyak dipakai.

b. Tenunan kepar (twill)

Pada tenunan kepar benang pakan menyilang dibawah dua benang lungsing, kemudian diatas sebuah benang lungsing, silih ganti. Memperlihatkan tenunan


(42)

29

kepar tiga kepar yang paling sederhana, dan sebuah tenunan lengkap terdiri dari tiga benang pakan dan seutas benang lunsing. Terdapat juga tenunan empat kepar, lima kepar dan dst. Pada tenunan kepar titik pertemuan antara lungsing dan pakan (titik tenun) berjalan miring, yang membuat garis miring pada kain tenunnya.

c. Tenunan saten

Pada tenunan saten, titik-titik tenun antara lungsing dan pakan dibuat sesedikit mungkin, dan lagi pula titik-titik tenun harus dihamburkan dan bukannya terus menerus, sehingga seolah-olah hanya benang langsing saja yang mengapung di atas permukaan kain. Tenunan dengan benang lungsing yang mengapung pada permukaan dinamakan saten lungsing, dan dimana benang pakannya yang mengapung pada permukaan dinamakan saten pakan.

Alat alat tenun yang sering digunakan di bebagai daerah pedesaan di Indonesia adalah alat-alat tradisional. Ada beberapa jenis alat tenun yang dipergunakan di Indonesia, yaitu :

1. Alat tenun Gedogan merupakan alat tenun tradisional, pada bagian ujung dipasang pada pohon/tiang rumah atau pada suatu bentangan papan dengan konstruksi tertentu dan bagian ujung lainnya diikatkan pada badan penenun yang duduk di lantai.

2. Alat tenun bukan mesin (ATBM) merupakan alat tenun yang digerakkan oleh injakan kaki untuk mengatur naik turunnya benang lungsi pada waktu masuk keluarnya benang pakan, dipergunakan sambil duduk di kursi.


(43)

30

3. ATBM Dobby, dobby adalah alat tambahan mekanis yang berada di atas ATBM, Dobby berfungsi mengontrol penganyaman benang pada perkakas tenun yang lain, sehingga membentuk motif-motif sesuai dengan pola yang diinginka

Hasil tenun di Tapanuli dalam bentuk kain atau selendang lengan dengan berbagai motif, ukuran maupun fungsi itu disebut dalam bahasa daerah setempat ulos (http://kebudayaanindonesia.net/). Ulos yang berarti kain ini dibuat dengan cara menenun secara manual bukan dengan mesin. Ulos selalu mempunyai warna dominan, yaitu merah, hitam dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak. Awalnya, ulos dikenakan dalam bentuk selendang atau sarung saja. Kain ini sering digunakan untuk upacara adat Batak, mulai dari pernikahan, kelahiran dan dukacita. Saat ini, kain souvenir, kain, bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet dan gorden (Erlangga, 2013: 91).

Menurut KBBI, penenun adalah orang yang menenun dengan teknik menggabungkan benang secara memanjang dan melintang serta menggunakan alat tenun gendogan. Dalam hal ini, kain yang dimaksud adalah ulos.

2.4 Industri Rumah Tangga

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga


(44)

31

reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Sesuai dengan namanya, industri ini menjadikan rumah sebagai tempat memproduksi barang atau jasa. Menurut KBBI, rumah berarti bangunan untuk tempat tinggal. Singkatnya, industri rumah tangga adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil.

Industri rumah tangga memiliki tenaga kerja 1-4 orang dan memiliki modal yang kecil, misalnya industri kerajinan tangan dan industri makanan ringan. Industri rumah tangga sering tidak menggunakan karyawan, karena karyawannya merupakan anggota keluarga sendiri.

Industri rumah tangga adalah bagian dari industri kecil. Pemahaman tentang industri kecil di setiap negara berbeda-beda. Industri kecil secara kriteria dapat dikelompokkan atas dua pemahaman sebagai berikut:

1. Ukuran dari usaha (berdasarkan jumlah tenaga kerja):

a. self employment perorangan.

b. self employment kelompok.

c. indutri rumah tangga.

2. Tingkat penggunaan teknologi:

a. usaha kecil yang menggunakan teknologi tradisional yang nantinya akan meningkat menggunakan teknologi modern.


(45)

32

b. usaha kecil yang menggunakan teknologi moderndengan kecenderungan semakin menguat keterkaitannya dengan struktur ekonomi secara umum dan struktur industri secara khusus.

Industri kecil yang benar-benar mikro dapat dikelompokkan atas pengertian:

1. Industri kecil mandiri, yaitu tanpa menggunakan tenaga kerja lain;

2. Industri kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri;

3. Industri kecil yaitu indistri yang memiliki tenaga kerja upahan secara tetap (Hubeis, 2009: 18)

2.5 Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial secara umum merupakan keadaan dimana seseorang merasa nyaman, tentram, bahagia, serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. sebagainya. Sedangkan sebagai suatu disiplin keilmuan, maka kesejahteraan sosial adalah kajian tentang badan-badan atau lembaga-lembaga, program-program, personil dan kebijakan (Siagian dan Suriadi, 2012: 107). Menurut Suharto (2005: 3), Kesejahteraan sosial adalah termasuk sebagai suatu proses atau usaha perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial. Jadi untuk menilai kesejahteraan sosial seseorang atau masyarakat dapat dilihat pada tatanan yang berlaku dalam masyarakat serta kondisi masyarakat tersebut.


(46)

33

Menurut UU No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:

a. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

b. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial juga ditegaskan bahwa upaya kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan


(47)

34

dasar setiap warga negara meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tentang latar belakang informasi mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik Kesejahteraan Sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan radio, membaca koran atau surat kabar, serta menonton televisi. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi empat indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu : pendapatan, kesehatan, perumahan, dan gizi.

2.6 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan hal yang berkaitan erat dengan pengangguran. Indonesia sendiri masih memiliki angka kemiskinan yang tinggi begitu mula masalah penganggurannya. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus memiliki keterampilan disertai kemauan untuk melakukan usaha-usaha alternatif untuk


(48)

35

dapat memenuhi kebutuhan hidup. Contohnya adalah seperti para penenun ulos di desa Lumban Siagian Jae.

Penenun ulos merupakan profesi yang berkaitan dengan budaya dan keterampilan tradisional. Profesi ini biasanya ditekuni oleh wanita dengan menggunakan alat-alat tradisional. Profesi ini pernah berjaya dulu dan menjadi penopang kebutuhan hidup keluarga. Akan tetapi kini penenun ulos tradisional telah kalah bersaing dengan penenun-penenun lainnya yang telah menggunakan mesin yang lebih canggih di kota-kota besar. Kesulitan demi kesulitan pun kian dialami para penenun mulai dari kurangnya perhatian dari pemerintah daerah, harga ulos hasil tenun mereka tidak tetap dan harga bahan pembuatan seperti benang semakin mahal, hingga kebutuhan hidup semakin meningkat. Hal tersebut membuat para penenun ulos tradisional kini merasa sosial ekonominya berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Kebutuhan makan sehari-hari, penghasilan rumah tangga, biaya sekolah anak, situasi perumahan, dan biaya perobatan bila sakit menjadi sesuatu yang mereka anggap susah untuk dipenuhi pada masa sekarang ini.

Secara umum kehidupan para penenun ulos penenun ulos di desa Lumban Siagian Jae ini memang masih tergolong menengah ke bawah. Pada umumnya mereka juga berprofesi sebagai petani dan berkebun untuk menambah pendapatan keluarga.

Melalui penelitian ini nantinya akan diketahui lebih detailnya mengenai kondisi sosial ekonomi penenun ulos di desa Lumban Siagian Jae. Kondisi sosial


(49)

36

ekonomi tersebut akan terlihat dari enam komponen yang membentuknya, yaitu: pendapatan, pekerjaan, rumah, pendidikan, kesehatan, dan pola konsumsi.

Untuk lebih jelas kerangka pemilikiran dalam penelitian ini, berikut disajikan bagan alur pemikirannya.


(50)

37 Bagan 1. Bagan Alir Pemikiran

Penenun Ulos di desa Lumban

Siagian Jae kecamatan Siatas Barita

kabupaten Tapanuli Utara

Sosial Ekonomi


(51)

38

2.7 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan terjadi. Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Untuk menghindari salah pengertian, maka peneliti harus menegaskan dan membatasi konsep-konsep yang diteliti. Secara sederhana defenisi dapat diartikan sebagai “batasan arti”. Proses upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep (Siagian, 2011: 138).

Defensi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 23).

Dengan memahami makna defenisi konsep, maka yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Tinjauan adalah melihat atau meninjau mengenai suatu hal dan kemudian mendeskripsikan hasil peninjauan tersebut, mengenai apa yang sedang terjadi atau fenomena apa yang terlihat.

2. Sosial Ekonomi adalah kombinasi seluruh indikator dari pekerjan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan konsumsi.


(52)

39

Pemenuhan setiap indikator tersebut dalam cakupan kebutuhan berkaitan dengan pola tingkah laku dari masyarakatnya.

3. Penenun Ulos adalah orang yang berprofesi sebagai pembuat ulos melalui teknik tenun, dalam hal ini menggunakan alat tenun gendogan. Penenun ulos tersebut dapat digolongkan sebagai Industri Rumah Tangga, karena proses pembuatannya dilakukan di rumah dan para penenunnya berkisar anatara 1 sampai 4 orang yang juga merupakan anggota keluarga mereka.

2.7.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dapat diartikan sebagai pembatasan variable yang digunakan, berapa banyak subjek yang akan diteliti, luas lokasi penelitian, materi yang dikaji, dan sebagainya. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelian yang penulis rumuskan dalam tinjauan sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara, dapat diukur melalui pembatasan sebagai berikut:

1.Pendapatan 2.Pekerjaan 3.Rumah 4.Pendidikan 5.Kesehatan 6.Pola Konsumsi


(53)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52).

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Bogdan dan Taylor, dalam Moleong, 2007: 3).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Lumban Siagian Jae kecamatan Siatas Barita kabupaten Tapanuli Utara. Alasan menjadikan tempat ini menjadi lokasi penelitian adalah karena di desa ini terdapat banyak penduduk yang berprofesi sebagai penenun ulos.


(54)

41 3.3 Informan

Pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diobservasi dan diwawancarai sesuai tujuan penelitian untuk memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto dan Sutinah, 2005: 171). Orang-orang yang dapat dijadikan informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini meliputi informan utama dan informan tambahan adalah:

3.3.1 Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat langsung dalam interaksi sosial dengan memberikan dampak terhadap permasalahan tersebut (Suyanto, 2005: 171). Informan utama dalam penelitian ini adalah penenun ulos yang terdapat di desa Lumban Siagian Jae yaitu sebayak empat orang. Hal ini dikarenakan penenun tersebut memiliki pemahaman untuk memberikan informasi pokok tentang penelitian ini.

3.3.2 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Hendarso, dalam Suyanto, 2005: 171). Informan tambahan dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Lumban Siagian Jae dan anggota keluarga dari para penenun ulos tersebut. Kepala desa dan anggota keluarga penenun tersebut dianggap dapat memberikan informasi untuk menyempurnakan data yang diperlukan dalam penelitian ini.


(55)

42 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penelitian untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data atau informasi yang dilakukan dengan pengamatan, mendengarkan serta mencatat objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan yang meliputi para penenun ulos di desa Lumban Siagian Jae.

b. Wawancara (In-depth interviews), yaitu mengumpulkan data atau informasi dengan melakukan tanya jawab secara bertatap muka yang dilakukan pengumpulan data dengan informan sehingga informan memberikan data atau infomasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011: 211). Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data secara detail tentang hal yang berkaitan dengan penelitian ini.


(56)

43 3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan cara menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moleong, 2007: 247).

Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan melengkapi data tidak diperlukan metode uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpilan dari hasil penelitian tersebut.


(57)

44 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Luas Desa

Desa Lumban Siagian Jae termasuk dalam wilayah Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Wilayah desa ini berbatasan dengan:

Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Lumban Siagian Julu

Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Sangkaran

Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Si Raja Huta Galung

Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Lobuhole

Posisi desa Lumban Siagian Jae terletak lebih kurang 1 km dari pusat pemerintahan kecamatan Siatas Barita dan kurang lebih 5 km dari pusat pemerintahan kabupaten Tapanuli Utara dan kurang lebih berjarak 300 km dari pusat pemerintahan provinsi Sumatera Utara.

Luas wilayah Desa Lumban Siagian Jae kurang lebih 102 ha. Lahan tersebut dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk dan sebagai sarana umum, kemudian selebihnya dipergunakan sebagai lahan pertanian.


(58)

45 4.2 Tata Ruang Desa

Desa Lumban Siagian Jae adalah sebuah desa yang terletak di lembah silindung Tarutung, Tapanuli Utara. Desa ini dilintasi oleh jalur lintas tengah Sumatera. Jalan tersebut adalah jalan Marhusa Panggabean, selain itu terdapat dua jalan lagi yang berukuran lebih kecil sekitar 2,5 sampai 3 meter dan salah satunya dapat menghubungkan desa ini dengan desa tetangga di sebelah barat. Jalan besar maupun jalan kecil di desa ini dapat dikatakan sudah bagus dengan aspal yang mulus. Jalan besar yang melintasi desa ini memiliki panjang kurang lebih 800 meter dengan lebar jalan 5 sampai 6 meter. Jalan lintas ini dilalui oleh kendaraan selama 24 jam baik bus besar maupun truk sementara angkot beroperasi lebih dari 12 jam setiap harinya.

Pemukiman penduduk tersebar di 7 dusun perkampungan yang disebut “huta” atau “lumban” yang tesebar dari barat hingga timur desa ini. Tetapi terdapat juga pemukiman yang mengisi daerah pinggiran jalan lintas tengah Sumatera.

Pembagian dusun tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dusun Lumban Pea

2. Dusun Lumban Tonga-Tonga 3. Dusun Lumban Siantar 4. Dusun Pancur Simin 5. Dusun Panomburan 6. Dusun Lumban Toruan


(59)

46

Secara geografis, desa ini merupakan daerah lembah yang datar dengan permukaan sedikit miring di arah timur. Desa ini menggunakan air bersih yang berasal dari gunung di sebelah timur yang dikelola oleh perangkat desa.

4.3 Cara Mencapai Desa

Kecamatan Tarutung merupakan ibu kota kabupaten Tapanuli Utara merupakan tujuan utama bagi penduduk desa Lumban Siagian Jae untuk berdagang, sekolah dan sebagainya. Kecamatan Siatas Barita sendiri dulunya merupakan Bagian dari kecamatan Tarutung, jadi wajar saja bila penduduknya sering melakukan kegiatan mereka di Tarutung. Jarak dari desa Lumban Siagian Jae dari Tarutung hanya sekitar 5 km.

Akses ke desa ini bisa terbilang sangat mudah dijangkau. Hal ini dikarenakan status kecamatan Siatas Barita dan Tarutung dijuluki dengan kota wisata rohani, jadi fasilitas angkutan dan jalan sudah tertata dengan baik. Sarana mencapai desa ini adalah dengan menaiki angkutan 01 jurusan pancur napitu-kota. Terdapat 3 angkutan dengan trayek ini, yaitu Sinar Kurnia, Silindung dan Aek Mual. Tarif ongkos menuju desa Lumban Siagian Jae adalah Rp 5000 untuk dewasa dan 4000 untuk anak sekolah. Angkutan ini beroperasi dari jam 06.00 pagi hingga jam 07.00 malam, kecuali pada hari Sabtu yang merupakan hari pekan besar di Tarutung, angkutan ini beroperasi dari jam 05.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi ini dari pusat kota Tarutung adalah sekitar 10 menit bila menaiki angkutan kota, sedangkan bila menaiki sepeda motor hanya sekitar 7 menit.


(60)

47

Tidak ada kendala yang dihadapi saat menuju lokasi penelitian. Karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, akses untuk menuju lokasi sangat mudah dan didukung oleh fasilitas jalan yang bagus.

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi 4.4.1 Penduduk

Berikut adalah tabel yang menjelaskan tentang jumlah populasi penduduk desa Lumban Siagian Jae.

Tabel 4.1

Penduduk desa Lumban Siagian Jae

No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)

1. 2.

Laki-laki Perempuan

307 326

Sumber : Data Kependudukan Desa Lumban Siagian Jae 2015

Desa ini didominasi oleh kaum perempuan, dengan jumlah penduduk 633 jiwa, terdiri dari 307 jiwa perempuan dan 326 jiwa laki-laki. Penduduk desa Lumban Siagian Jae seluruhnya merupakan suku Batak Toba.

4.4.2 Usia

Penduduk desa Lumban Siagian Jae dihuni oleh berbagai usia. Berikut tabel 4.2 yang memperlihatkan usia dari penduduk Lumban Siagian Jae.


(61)

48 Tabel 4.2

Desa Lumban Siagian Jae menurut usia

No. Usia (tahun) Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

≤10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 ≥71

83 107 119 106 67 70 55 26 Sumber : Data Kependudukan Desa Lumban Siagian Jae 2015

Usia penduduk desa Lumban Siagian Jae yang paling banyak adalah berkisar dari 21 hingga 30 tahun yaitu sebanyak 119 jiwa yang tergolong dalam usia produktif. Sedangkan penduduk yang berusia lebih dari 70 tahun hanya terdapat 26 jiwa.


(62)

49 4.4.3 Pekerjaan

Mata pencaharian penduduk di desa ini cukup bervariasi. Berikut tabel 4.3 yang memperlihatkan usia dari penduduk Lumban Siagian Jae.

Tabel 4.3

Desa Lumban Siagian Jae menurut pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Pegawai Negeri Sipil Petani Wiraswasta Supir Polisi Tentara Mekanik Tukang Kayu Pedagang Guru Honorer Karyawan Swasta Pensiunan 15 177 100 2 1 1 1 3 5 5 6 9 9 Sumber : Data Kependudukan Desa Lumban Siagian Jae 2015

Profesi sebagai seorang petani masih merupakan mata pencaharian utama di desa ini. Mata pencaharian kedua terbanyak di desa Lumban Siagian Jae adalah berwiraswasta.


(63)

50 4.4.4 Agama

Agama Islam dan Kristen Protestan adalah agama yang dipeluk oleh penduduk desa Lumban Siagian Jae. Berikut tabel 4.4 yang menunjukkan jumlah pemeluk kedua agama tersebut.

Tabel 4.4

Desa Lumban Siagian Jae menurut agama

No. Agama Jumlah (jiwa)

1. 2.

Islam Kristen Protestan

61 572 Sumber : Data Kependudukan Desa Lumban Siagian Jae 2015

Agama mayoritas dianut penduduk desa Lumban Siagian Jae adalah Kristen Protestan, yaitu sebanyak 572 jiwa. Kemudian sisanya menganut agama Islam sebanyak 61 jiwa.

4.4.5 Pendidikan

Penduduk desa Lumban Siagian Jae umumnya hanya menamatkan pendidikannya di jenjang sekolah menengah tingkat atas, dengan populasi sebanyak 169 jiwa. Sedangkan penduduk yang melanjutkan sekolahnya ditingkat perguruan tinggi baik diploma maupun sampai gelar sarjana hanya berkisar 32 orang. Berikut tabel 4.5 yang menunjukkan tingkat pendidikan dari setiap penduduk desa Lumban Siagian Jae.


(64)

51 Tabel 4.5

Desa Lumban Siagian Jae menurut pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Belum Sekolah Tidak/Belum tamat SD

SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat Diploma I-III D-IV/ S1 105 140 80 107 169 11 21 Sumber : Data Kependudukan Desa Lumban Siagian Jae 2015

4.5 Fasilitas Umum 4.5.1 Fasilitas Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di Desa Lumban Siagian Jae berupa 1 unit SD Swasta Yayasan Luther. Desa ini tidak memiliki sekolah untuk tingkat SMP dan SMA. Biasanya untuk jenjang SMP, penduduk menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 1 Siatas Barita yang letaknya di desa tetangga sebelah utara yang letaknya sangat dekat dengan desa ini. Sedangkan untuk tingkat SMA sederajat biasanya mereka bersekolah ke Tarutung atau ke desa lain di kecamatan Siatas Barita.


(65)

52 4.5.2 Fasilitas Ibadah

Tabel 4.6

Fasilitas Ibadah di Desa Lumban Siagian Jae

No Tempat Ibadah Unit

1. 2.

Gereja Mushola

2 1

Sumber : Kepala Desa Lumban Siagian Jae 2015

Sarana ibadah di desa Lumban Siagian Jae dapat dikatakan sudah memadai, baik penduduk yang beragama Protestan maupun yang beragama Islam. Di desa ini terdapat 2 unit gereja yang digunakan untuk beribadah di hari Minggu dan juga hari-hari besar agama Kristen. Gereja juga digunakan sebagai sarana menyampaikan informasi, termasuk informasi dari pemerintah. Sedangkan untuk penduduk yang beragama Islam terdapat 1 unit Mushola sebagai tempat beribadah dan merayakan hari besar agama Islam.

4.5.3 Fasilitas Kesehatan

Desa ini memiliki sarana kesehatan berupa Puskesdes (Pusat Kesehatan Desa) yang terdapat di Jalan Marhusa Panggabean. Puskesdes ini dijalankan oleh seorang tenaga medis yang ditugaskan oleh pihak kecamatan. Puskesdes ini melakukan kegiatan seperti memberikan vitamin, imunisasi, dan kegiatan lainnya.


(66)

53 4.6 Desa Lumban Siagian Jae

Struktur Pemerintahan Desa Lumban Siagian Jae

Desa Lumban Siagian Jae seyogianya dipimpin oleh seorang Kepala Desa dengan dibantu Sekertaris Desa dan Bendahara Desa. Saat penelitian ini dilakukan, desa ini sedang dalam masa kekosongan jabatan perangkat desa. Hal ini dikarenakan periode dari perangkat desa yang sebelumnya telah habis dan pemilihan kepala desa belum dilakukan.

Pihak kecamatan Siatas Barita menunjuk pelaksana tugas kepala desa kepada Bapak Tanner Simanjuntak yang merupakan staff di kantor kecamatan Siatas Barita. Beliau telah menjadi kepala desa sementara selama lebih kurang 6 bulan, dan akan terus menjabat hingga pemilihan kepala desa pada bulan November nanti.


(67)

54 BAB V ANALISIS DATA

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis data secara kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendukung kelengkapan data penelitian serta observasi yang dapat mendukung data penelitian. Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang, terdiri dari penenun ulos, keluarga penenun ulos, dan seorang kepala desa di desa Lumban Siagian Jae.

5.1 Hasil Penelitian

Informan yang terlibat dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Keseluruhan informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yaitu 4 orang penenun ulos, 2 orang keluarga penenun ulos dan seorang kepala desa. Dari penelitian tersebut diperoleh data umum mengenai informan mengenai nama, umur, tempat tanggal lahir, alamat, agama dan jumlah tanggungan.

Dalam tahapan analisis ini, peneliti akan menjelaskan identitas informan karena identitas informan merupakan faktor yang sangat penting untuk diketahui dalam suatu penelitian, dari data informan ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran awal. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka penulis


(68)

55

mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut.

5.1.1 Informan I

Informan pertama dalam pernelitian ini adalah:

Nama : Senteria Tampubolon

Umur : 65 thn

Tempat/Tanggal Lahir : Pahae, 20 Desember 1950

Alamat : Jln. Marhusa Panggabean, Lumban

Siagian Jae.

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Protestan

Status Pernikahan : Menikah

Jumlah Anak : 6

Anak yang masih tanggungan : -

Informan pertama dalam penelitian ini merupakan seorang nenek yang bernama Senteria Tampubolon berusia 65 tahun. Beliau memiliki 6 anak dan 9 cucu. Ibu Tampubolon adalah salah satu warga desa Lumban Siagian Jae yang dulunya berasal dari Pahae Julu, sebuah kecamatan di sebelah selatan Tarutung.


(69)

56

Ibu Tampubolon hanya menamatkan pendidikannya di bangku sekolah dasar. Beliau beragama Kristen Protestan dan berasal dari suku Batak Toba.

Peneliti datang pada pagi hari ke rumah Ibu Tampubolon sesuai janji yang telah kami tetapkan sebelumnya sekitar pukul 10.00 WIB, beliau bertempat tinggal di Jalan Marhusa Panggabean atau oleh penduduk desa setempat dinamakan Topi Dalan Jae. Saat peneliti datang ke rumah bu Tampubolon, beliau sedang melakukan aktivitasnya sehari-hari yaitu bertenun, sementara suami beliau yang berprofesi sebagai supir juga tengah berada di rumah. Rumah bu Tampubolon tergolong semi permanen dengan lantai semen dan ventilasi udara yang layak.

Ibu Tampubolon menikah dengan bapak S. Panggabean yang merupakan penduduk asli desa ini. Kemudian mereka pun memutuskan untuk menetap di desa Lumban Siagian Jae. Saat ini, ibu Tampubolon tinggal bersama suaminya dan ketiga cucunya yang masih duduk di bangku SMP dan SD, sementara yang paling kecil belum sekolah.

Dalam kesehariannya, beliau berprofesi sebagai penenun ulos dengan menggunakan alat tradisional yang sudah menjadi tradisi turun-menutun di desa tersebut. Selain itu, beliau juga berprofesi sebagai petani dengan menanam padi di sawah sedangkan suaminya berprofesi sebagai seorang supir angkutan 01 jurusan Pansur na pitu – Tarutung kota. Bu Tampubolon memiliki 6 orang anak, 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Semua anak dari Bu Tampubolon sudah tidak menjadi tanggungan karena sudah berkeluarga dan bekerja, hanya anak paling


(70)

57

bungsu yang belum menikah tetapi telah bekerja di PT. SOL di Sarulla dan tinggal di sana.

Ibu Tampubolon mengenal tenun setelah menetap di desa Lumban Siagian Jae. Awalnya, beliau tidak bertenun ulos melainkan hanya berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan beliau lahir dan dibesarkan di daerah Pahae yang mata pencaharian utamanya adalah bertani atau berkebun selain itu disana tidak terdapat penenun ulos seperti Tarutung. Alasan beliau bertenun ulos adalah karena profesi bertenun ulos merupakan pekerjaan wanita pada umumnya di desa ini dan ditambah kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Ibu Tampubolon mulai belajar bertenun ulos dari namborunya yang juga bertempat tinggal di desa Lumban Siagian Jae, beliau belajar selama kurang lebih 6 bulan sampai bisa benar-benar mahir dan menjadikan itu sebagai profesinya dan kini bu Tampubolon sudah menjadi penenun ulos selama sekitar 20 sampai 25 tahun.

“ya cemmanalah, karna itu nya kerjaan wanita di kampung kita ini. Kalo belajarnya dari namboru aku, lamanya udah lupalah kayaknya 6 bulan dulu. Aku bertenun udah adalah 20 tahun manang 25 tahun lah kira-kira.”

Dalam melakukan pekerjaannya, bu Tampubolon juga mengaku ada beberapa hambatan yang membuat beliau merasa kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya, hambatan itu seperti masalah modal dan kegiatan yang padat. Modal yang dibutuhkan beliau untuk membuat sebuah tenun berkisar antara 150.000 sampai dengan 200.000 rupiah. Masalah lain adalah seperti harus menghadiri pesta adat yang mungkin hampir 3 kali dalam seminggu. Hal ini memang wajar, karena tenun ulos masih dikerjakan dengan tradisional, sedangkan


(71)

58

waktu beliau sering tersita karena banyak hal yang tidak bisa ditolak. Dalam satu bulan beliau menuturkan hanya dapat menghasilkan satu paket ulos tenunan saja.

“hambatannya kayak maradat-maradat ma ate, waktu juga banyak tersita ke pesta adat ini, baru masalah modallah. kalo modal untuk satu paket kain tenun adalah sekitar hampir dua ratusan. Molo au sada do tonun tu sabulan”

Bu Tampubolon dan suaminya memiliki penghasilan lebih kurang sebesar Rp 1.200.000 per bulannya. Suami beliau menuturkan bahwa ia mendapat penghasilan sekitar Rp 600.000 hasil dari menarik angkot setiap bulannya. Sementara bu Tampubolon mengaku berpenghasilan Rp 600.000 dari hasil bertenun ulos. Bu Tampubolon juga mengatakan memiliki hasil dari sawah garapannya tapi itu tidak dihitung, karena hasil sawah tersebut tidak dijual melainkan hanya dikonsumsi sendiri.

“Mar 600 ma, ipe sian angkot ni suamiku do i. Kalo dari tenun, hanya 600 ma. molo sian hauma holan alangon do i”

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bu Tampubolon mengatakan bahwa penghasilannya sekarang tidak begitu bisa mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Meskipun semua anak beliau sudah tidak lagi menjadi tanggungan, tetapi beliau memiliki 3 orang cucu yang menjadi tanggungan mereka, mulai dari makanan sampai biaya sekolah mereka. Hal itu yang membuat kebutuhan mereka menjadi meningkat, sehingga mereka tidak memiliki penghasilan lebih untuk ditabung.


(72)

59

“ya pas-pasan lah. Makana dang hea mar sepatu tingka hita, hehehe…. Ya kalo tabungan tidak punya lah oppung.

Mengenai masalah kesehatan, keluarga bu Tampubolon tidak memiliki penyakit yang membahayakan atau yang mengharuskannya memakai alat bantu. Beliau dan keluarga akan pergi ke bidan desa di puskesmas kecamatan bila dalam keadaan sakit. Puskesmas tersebut berjarak sekitar 1 km dari rumah beliau dan ditempuh hanya dalam 3 menit bila menaiki angkot. Bu Tampubolon juga menuturkan bahwa dalam setahun, biasanya beliau dan anak-anaknya beserta cucunya pergi berekreasi terutama bila hari libur sekolah atau libur hari raya. Karena hanya pada saat itu lah keluarga mereka bisa berkumpul bersama.

“kalo kondisi kesehatan biasa ma, sehatnya. kalo ada yang sakit di bawa ke bides di puskes. Kalo rekreasi ada lah satu kali setahunlah.”

Untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang, ibu Tampubolon dan keluarga makan 3 kali sehari akan tetapi hanya mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna pada saat hari pekan besar di Tarutung yaitu hari sabtu. Beliau juga mengatakan membeli baju hanya saat hari Natal saja.

“kalo 4 sehat 5 sempurna sekali seminggu do i, tapi kalo makan ya 3 kali sehari lah. Molo manuhor baju bahen ma sekali setahun i pe pas hari natal do i”.


(73)

60 5.1.2 Informan II

Informan kedua dalam pernelitian ini adalah:

Nama : Rustina Simatupang

Umur : 44 thn

Tempat/Tanggal Lahir : Tarutung, 28 Juli 1971

Alamat : Jln. Marhusa Panggabean, Lumban

Siagian Jae.

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Protestan

Status Pernikahan : Menikah

Jumlah Anak : 2

Anak yang masih tanggungan : 2

Informan kedua pada penelitian ini merupakan penduduk asli desa Lumban Siagian Jae, dan menikah dengan bapak T. Panggabean yang merupakan warga desa Lumban Siagian Jae juga. Peneliti melakukan penelitian sekitar jam 9.00 pagi dan melihat bu Simatupang sedang bersantai di teras rumahnya sedangkan suaminya tengah bekerja ke kebun cabe. Rumah beliau berada di Jalan Marhusa Panggabean, terlihat rumah beliau tergolong besar dengan bahan permanen dengan lantai keramik dan jendela kaca.


(1)

93 BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara. Penulis memperoleh data melalui wawancara langsung dengan empat orang informan utama dan tiga orang informan tambahan. Berdasarkan analisis yang dihasilkan, peneliti memberikan kesimpulan mengenai tinjauan sosial ekonomi penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut:

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pendapatan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan jika para informan memperoleh total pendapatan Rp 1.500.000 ke bawah setiap bulannya. Untuk pendapatan informan khusus dari bertenun ulos adalah sebesar kisaran Rp 500.000 sampai dengan Rp 800.000 per bulannya. penghasilan tersebut tergolong rendah dan para nenenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae umumnya tidak memiliki penghasilan lebih untuk ditabung.


(2)

94 2. Pekerjaan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum, pekerjaan lain para informan selain bertenun ulos adalah sebagai petani.

3. Rumah

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa rumah para penenun ulos sudah tergolong layak. Pada umumnya rumah para penenun terbuat dari bahan semi permanen.

4. Pendidikan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa para penenun ulos hanya menyelesaikan pendidikannya di jenjang pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP sederajat) dan pendidikan tingkat menengah (SMA sederajat). Akan tetapi, setiap informan menganggap pendidikan dalam keluarga sangat penting. hal itu terlihat dari tidak adanya anak dari informan yang putus sekolah.

5. Kesehatan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya penenun ulos beserta keluarganya berada dalam kondisi sehat. Para penenun ulos di Desa Lumban Siagian Jae juga memilih puskesmas sebagai tempat berobat ketika sakit.

6. Pola Konsumsi

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan jika para responden untuk frekuensi makan pada umumnya penenun ulos makan 3 kali dalam sehari. Untuk segi sandang, penenun ulos akan


(3)

95

membeli baju pada bulan Desember, informan juga membeli baju satu sampai dua kali dalam setahun. Penenun ulos juga umumnya memiliki kendaraan berupa sepeda motor.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran peneliti adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya program ataupun bantuan dari pemerintah yang bersifat memberikan modal bagi para pengrajin ulos, sehingga para pengrajin ulos tersebut tidak kesulitan modal dalam melakukan usahanya.

2. Perlu adanya peran serta dari pemerintah dalam memasarkan produk-produk kerajinan atau ulos yang dibuat oleh pengrajin ulos di Desa Lumban Siagian Julu Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara. Supaya kedepannya produk-produk kerajinan ulos tersebut dapat dipasarkan secara luas, bahkan sampai ke tingkat internasional. Selain dapat menjual hasil kerajinan ulos, kita juga dapat memperkenalkan kebudayaan kita pada bangsa lain.


(4)

96

DAFTAR PUSTAKA

Beilharz, Peter. 2003: Teori-Teori Sosial, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Damsar dan Indrayani. 2013: Pengantar Sosiologi Ekonomi. Kencana prenada media: Jakarta.

Damsar. 2007: Sosiologi Ekonomi. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.

Erlangga, Ruri. 2013. Ensiklopedia Seni dan Budaya Nusantara: Sumatra Utara, Jakarta : Mentari Utama Unggul.

Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Inkubator Bisnis, Bogor ;Ghalia Indonesia.

Moleong, Lexy. 2007. Metodeologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Koentjaraningrat, 1981. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan : Grasindo Monoratama

Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan dan Solusi. Medan : Grasindo Monoratama

Siagian, Matias dan Suriadi, Agus. 2012. CSR Persfektif Pekerja Sosial. Medan : Grasindo Monoratama


(5)

97

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat :Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteaan Sosial dan Pekerja Sosial. Bandung : Rafika Aditama

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Pendekatan Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana

Tambunan, Tulus. 2009 . UMKM di Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia

Sumber Lainnya

UUD 1945 Pasal 34 ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2013

UU No 11 Tahun 2009

Sumber Online

2015 pukul 16:11

diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 15:34

2015 pukul 9:49

diakses pada tanggal 28 April pukul 16:56

2015 pukul 1:26


(6)

98

http:// kebudayaanindonesia.net/ kebudayaan/1102/ kain-ulos diakses pada tanggal 1 Mei 2015 pukul 12:53

20:15