Hubungan Antara Kadar Leukosit, Monosit, Dan Procalcitonin Dengan Risiko Terjadi Infeksi Pada Stroke Fase Akut Dan Outcome Fungsional

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG
Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan jangka
panjang di seluruh dunia. Di Cina, stroke adalah penyebab kematian
ketiga untuk pria dan penyebab kematian kedua untuk wanita, morbiditas
dan mortalitas stroke lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain (Peng
dkk, 2011).
Stroke iskemik merupakan jenis yang paling umum dari stroke yang
terjadi pada sekitar 80% dari semua stroke. Jenis kurang umum dari
stroke adalah stroke perdarahan, yang terjadi karena perdarahan
subarachnoid dan atau perdarahan intraserebral. Faktor risiko dari stroke
adalah hipertensi, penyakit jantung, atrial fibrilasi, diabetes mellitus,
obesitas, merokok dan penyalahgunaan alkohol. Walaupun beberapa
pasien stroke tidak memiliki faktor risiko tersebut, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat faktor risiko yang lain (Chiba dan Umegaki, 2013).
Leukosit memainkan peranan penting dalam inisiasi dan propagasi
dari proses aterosklerosis dan jumlah leukosit telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
jumlah


leukosit

adalah

prediksi

stroke

iskemik

pertama

setelah

disesuaikan dengan faktor risiko vaskular. Namun, tidak ada konsensus
tentang hubungan antara jumlah leukosit dan prognosis infark serebral

1
Universitas Sumatera Utara


2

setelah onset. Beberapa studi telah menemukan bahwa peningkatan
jumlah leukosit di hari pertama stroke iskemik akut adalah faktor prognosis
perkembangan penyakit dan jumlah leukosit merupakan faktor prediktif
kematian yang penting di rumah sakit. Ada juga beberapa studi yang tidak
menemukan hubungan antara jumlah leukosit pada saat masuk dengan
outcome klinis. Di Cina, belum ada data sampel dengan jumlah yang
besar terhadap hubungan antara jumlah leukosit ketika masuk dan jangka
pendek pada outcome klinis pada pasien infark serebral akut (Peng dkk,
2011).
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan jumlah
leukosit berhubungan dengan risiko terjadinya infark miokard dan stroke
iskemik dan meningkatkan risiko infark miokard dan stroke iskemik yang
berulang. Pengamatan ini menunjukkan bahwa inflamasi yang terjadi pada
pasien stroke meningkatkan risiko stroke rekuren. Baru-baru ini, suatu uji
klinis mengungkapkan bahwa inflamasi terjadi sebelum onset stroke.
Pengobatan dengan anti inflamasi menekan angka kejadian stroke baik
pada studi dengan manusia maupun hewan. Penelitian ini menunjukkan

bahwa inflamasi mungkin menjadi faktor risiko dari stroke (Chiba dan
Umegaki, 2013).
Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Kammersgaard
dkk (1999) terhadap 763 pasien, jumlah leukosit diambil dalam waktu 24
jam dari onset secara signifikan berhubungan dengan tingkat keparahan
yang terjadi pada awal stroke yang dinilai dengan Scandinavian Stroke

2
Universitas Sumatera Utara

3

Scale, tetapi tidak untuk outcome klinis dan mortalitas yang dinilai dengan
Scandinavian Stroke Scale setelah analisis multivariate (Nardi dkk, 2012).
Beberapa tahun ini, pengamatan klinis menunjukkan bahwa kadar
plasma sitokin inflamasi meningkat setelah onset stroke, dan sel-sel imun
terutama monosit/makrofag dan limfosit - T terdapat pada stroke dan
terkait dengan luasnya kerusakan otak (Chiba dan Umegaki, 2013).
Peran sistem kekebalan tubuh pada stroke semakin dikenal, tetapi
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan karakteristik multifaset

adaptif dan respon imun bawaan dalam kondisi ini (Hallenbeck dkk, 2006).
Monosit merupakan fokus perhatian pada stroke, oleh karena monosit
merupakan sel utama pada sistem imun bawaan yang juga dapat
mempengaruhi sistem imun yang didapat (Urra dkk, 2009).
Monosit dapat mencapai sistem saraf pusat pada 4 jam pertama
dari onset stroke iskemik akut, meskipun infiltrasi maksimal terjadi setelah
7 hari. Dalam uji eksperimental pada stroke iskemik, monosit dapat
mencetuskan terjadinya inflamasi, tetapi monosit juga dapat berkontribusi
pada resolusi inflamasi. Pada pasien dengan stroke akut, ada peningkatan
yang signifikan dalam jumlah monosit yang beredar, dan kenaikan ini
sangat mencolok pada pasien yang mengalami stroke associated infection
(SAI) (Chamorro dkk, 2006).
Stroke juga dapat menginduksi deactivation monosit, yang ditandai
dengan penurunan ekspresi dari human leukocyte antigen-DR (HLA-DR)
dan gangguan dari produksi sitokin proinflamasi pada stimulasi dengan

3
Universitas Sumatera Utara

4


lipopolisakarida. Ekspresi yang berlebihan dari Tool-like receptors-4
(TLR4) pada monosit dari pasien dengan stroke akut baru-baru ini
dikaitkan dengan prognosis yang buruk (Urra dkk, 2009).
Procalcitonin (PCT) merupakan biomarker yang umum digunakan
dan mempunyai akurasi diagnostik

untuk berbagai infeksi. Evidence

based saat ini menunjukkan PCT digunakan sebagai “gold standar” untuk
diagnosis klinis bakteri (Christ-Crain dkk, 2005).
Su dkk (2012) menemukan bahwa kadar PCT dan C-Reactive
Protein (CRP) memiliki peranan dalam diagnosis sepsis yang dini pada
pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dengan masing-masing
sensitivitas adalah 72,9% dan 67,9%.
Penelitian yang dilakukan oleh Wartenberg dkk (2011) menemukan
bahwa leukosit, CRP, monocyt count maupun PCT yang diperiksa pada
hari pertama rawatan tidak sensitif untuk memprediksi terjadinya SAI.
Penelitian lainnya, leukosit dan monocyt count yang diperiksa pada hari
pertama rawatan tidak berbeda antara pasien stroke yang terjadi infeksi

dengan yang tidak mengalami infeksi. (Vogelgesang dkk, 2008) Hanya
pada hari pertama setelah onset stroke, temperatur tubuh dan leukosit
ditemukan menjadi lebih signifikan berhubungan dengan infeksi setelah
stroke. Tetapi predictive value dari biomarker yang diperiksa pada kedua
penelitian ini tidak diketahui.
Infeksi merupakan komplikasi yang umum pada fase akut setelah
stroke. Tingkat infeksi dilaporkan setelah stroke sangat bervariasi, mulai

4
Universitas Sumatera Utara

5

dari 5-65%. Perbedaan populasi pasien, desain penelitian dan definisi
infeksi dapat menjelaskan besarnya variasi dalam tingkat infeksi pasca
stroke. Pneumonia adalah infeksi post stroke yang paling umum terjadi
dengan relative risk

3,0 dari mortalitas dalam sebuah studi dengan


14.293 pasien stroke. Akibatnya, strategi pengobatan baru, seperti
preventif

dengan

menggunakan

antibiotik,

saat

ini

masih

diteliti

(Westendrop dkk, 2011).
Menurut data yang ada, pengobatan yang tepat dari SAI dapat
meningkatkan outcome pasien. Sampai saat ini beberapa laporan

menunjukkan bahwa terapi dengan antibiotik pada stroke fase akut
bahkan pada pasien tanpa tanda-tanda yang jelas dari infeksi dapat
mengurangi

iskemia

otak

dan

meningkatkan

outcome.

Namun

pengamatan ini tidak dikonfirmasi oleh peneliti lain. Beberapa penulis
berhipotesis bahwa penggunaan antibiotik atau vaksin sebelum onset
stroke dapat meningkatkan outcome (Nardi dkk, 2012).


I.2.

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti

yang telah dipaparkan diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana hubungan antara kadar leukosit, monosit dan procalcitonin
dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan outcome
fungsional.

5
Universitas Sumatera Utara

6

I.3.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan ;


I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit, monosit dan
procalcitonin dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan
outcome fungsional.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit, monosit
dan procalcitonin dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase
akut dan outcome fungsional di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit dengan
terjadi infeksi pada stroke fase akut.
3.

Untuk mengetahui hubungan antara kadar monosit dengan
terjadi infeksi pada stroke fase akut.

4. Untuk

mengetahui

hubungan


antara

kadar

procalcitonin

dengan terjadi infeksi pada stroke fase akut.
5. Untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit dengan
outcome fungsional.
6. Untuk mengetahui hubungan antara kadar monosit dengan
outcome fungsional.
7. Untuk

mengetahui

hubungan

antara

kadar

procalcitonin

dengan outcome fungsional.

6
Universitas Sumatera Utara

7

8. Untuk mengetahui risiko leukosit, monosit, dan procalcitonin
dengan terjadi infeksi pada penderita stroke fase akut.
9. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita stroke akut
di RSUP H Adam Malik Medan.

I.4.

HIPOTESIS
Ada hubungan antara kadar leukosit, monosit dan procalcitonin

dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan outcome
fungsional.

I.5.

MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti
Dengan mengetahui hubungan kadar leukosit, monosit dan
procalcitonin dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan
outcome fungsional dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya tentang hubungan kadar leukosit, monosit dan procalcitonin
dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan outcome
fungsional.

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan
Dengan mengetahui hubungan kadar leukosit, monosit dan
procalcitonin dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan
outcome fungsional maka dapat diupayakan tindakan preventif terhadap

7
Universitas Sumatera Utara

8

kejadian infeksi pada penderita stroke fase akut sehingga outcome
menjadi lebih baik.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
Dengan mengetahui hubungan kadar leukosit, monosit dan
procalcitonin dengan risiko terjadi infeksi pada stroke fase akut dan
outcome fungsional maka keluarga dapat mempersiapkan perawatan dan
pengasuhan jika salah satu anggota keluarga mengalami stroke di
kemudian hari serta tindakan pencegahan agar tidak terjadi stroke
berulang dan infeksi.

8
Universitas Sumatera Utara