Skrining Fitokimia dan Analisa Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Biji Durian (Durio zibethinus) Dalam Ekstrak Metanol dan N-heksan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Obat di Indonesia

Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora (Syukur,2008). Dan merupakan
negara dengan hutan tropis paling besar ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (Yuhernita et
al.,2011). Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di
indonesia. Sekitar 26 % telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 % masih tumbuh liar di
hutan-hutan (Syukur,2008).
Keanekaragaman hayati merupakan basis berbagai pengobatan dan penemuan industri
farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan
sekitar 1.260 jenis tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi
sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat.
Ada 150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder
“baru”/tahun (Yuhernita et al.,2011).

2.2. Sejarah Penyebaran Durian

Seratus atau seabad tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-18, tanaman duria ditemukan
olehTuan murray yang konon pertama kali menemukan buah aneh itu. Buah durian yang

sudah masak disebut “sibusuk dari negeri tropis” (Rukmana,1996). Katanya, buah durian
memiliki sifat yang buruk karena bau yang dikeluarkannya kelewat busuk. “ mirip bau
musang (zibethinus)”.
Tetapi diam-diam ada yang penasaran sesudah mendengar berita tentang buah yang
menjengkelkan itu. Suatu hari, ketika ia membelah belantara Malaya untuk meneliti

Universitas Sumatera Utara

kehidupan di situ, ditemukanlah buah yang membuat penasaran hatinya. Dan dimakannya
daging buahnya tanpa ragu-ragu. Sesudah beliau balik ke negrinya. Yang dibawanya bukan
oleh-oleh cerita jelek durian, tetapi sebaliknya. Cerita beliau ini, yang belakangan diketahui
sebagai ahli pengetahuan alam bernama Alfred Russel Wallace, bahwa pengalman paling
berharga dari perjalanan di negri timur adalah makan durian. Dan beliau memberikan julukan
bahwa durian adalah si raja buah (Setiadi,1996).
Meskipun belum ditemukan data yang terperinci dan pasti tentang silsilah atau asal-usul
tanaman durian, namun para pakar botani dan petani memastikan daerah asal tanaman ini
adalah kawasan Asia tropis (Rukmana,1996). Tanaman aneh tersebut memang masih tumbuh
liar dan terpencar-pencar di hutan raya “Malesia”, yang sekarang ini meliputi daerah
Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian
menyebar keseluruh indonesia, lantas melalui mungthai menyebar ke Birma, india, dan

Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu, karena akibat pola kehidupan masyarakat
saat itu tidak menetap. Mereka merambah daerah hutan yang satu menuju daerah hutan yang
lain. Setiap daerah yang selesai dihuninya ditinggalkan begitu saja, tumbuhlah tanaman
durian bersamaan dengan semak belukar di sekitar situ. Rupanya kebiasaan mereka dulu
untuk membuang apa saja di sembarang tempat, membuat biji-biji durian juga berceceran di
mana-mana. Tidak hanya di sekitar tempat tinggalnya saja tapi juga di sepanjang jalan yang
dilalui ketika ia mencari buah ini. Dengan begitu, biji-biji tersebut tumbuh secara alami dan
berkembang biak secara alami pula. Tidak beraturan tempatnya, juga tidak beraturan
tumbuhnya.
Sesudah para ahli menyebar luaskan tanaman aneh ini kepada masyarakat yang sudah
hidup secara menetap, jadilah tanaman ini sebagai salah satu tanaman pekarangan yang serba
guna. Batangnya bisa jadi bahan bangunan, untuk kayu bakar, dan untuk keperluan lain.

Universitas Sumatera Utara

Buahnya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinngi, karena harga buah durian dimana-mana
sama mahalnya (Setiadi,1996).

2.3. Mengenal Durian


2.3.1. Taksonomi dan Morfologi tanaman Durian

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman durian diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas

: Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo

: Bombacales

Famili


: Bombacaceae

Genus

: Durio

Spesies

: Durio zibethinus

King of the fruit, itulah julukan yang diberikan orang pada durian. Tak diragukan lagi
bahwa durian termasuk buah terpopuler di negara-negara anggota ASEAN, terutama di
Thailand, Malaysia dan Indonesia. Penduduk di tiga wilayah itu sudah krab dengan aroma,
rasa, dan bentuk buah berduri ini. Namun, mungkin banyak yang belum tahu bahwa awalnya
durian berasal dari pulau kalimantan. Dari tempat itu akhirnya durian menyebar keseluruh
kawasan ASEAN.
Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah bagian salut buah
atau dagingnya. Prsentase berat bagian ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini
berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan secara maksimal Wahyono


Universitas Sumatera Utara

(Djaeni et al.,2010). Umumnya kulit dan biji menjadi limbah yang hanya sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan bahkan sebagian besar dibuang begitu saja. Biji
durian mentah tidak dapat dimakan karena mengandung asam lemak siklopropena yang
beracun. Asam lemak siklopropena yang terdapat dalam biji durian akan hilang dengan
sendirinya ketika biji durian direbus atau dipanaskan pada suhu 80 ̊C.
Secara fisik, biji durian berwarna putih kekuning-kuningan berbentuk bulat telur,
berkeping dua, berwarna putih kekuning- kuningan atau coklat muda. Setiap 100 gram biji
durian mengandung 51 gram air, 46,2 gram karbohidrat, 2.5 gram protein dan 0.2 gram
lemak. Kadar karbohidratnya ini lebih tinggi dibanding singkong 34,7% ataupun ubi jalar
27,9%.Dengan termanfaatkannya biji durian, maka akan menambah nilai ekonomisnya dan
tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat (Djaeni et al.,2010).
Ditinjau dari segi pengembangannya, durian biasanya dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu kelompok durian liar dan durian yang sudah dibudidayakan. Jumlah anggota
kelompok durian liar tergolong banyak. Sementara durian yang sudah dibudidayakan hanya
satu spesies saja.

2.3.2. Spesies Durian


Prof. Dr. A.J.G.H. kostermans mencatat ada 27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies
ditemukan di Kalimantan, 11 di semenanjung Malaysia, 7 di Sumatera, dan 1 di Myanmar.
Dari sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa
dikonsumsi lantaran berbagai sebab misalnya : rasa tidak enak, buah terlalu kecil, atau daging
buah tidak ada.
Ketujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri dari : Durio zibethinus (Durian),
Durio kutejensis (lai), Durio oxleyanus (kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio
graveolens (labelak), Durio grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian

Universitas Sumatera Utara

kura-kura). Dari ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak
dibudidayakan lantaran buahnya enak. Spesies lain masih dianggap liar, kecuali durian lai
(Untung,2003).

2.4. Manfaat hasil ikutan tanaman durian

Hasil utama tanaman durian adalah buahnya. Akan tetapi di samping hasil pokok berupa
buah, tanaman durian juga memberikan beberapa manfaat dan hasil ikutan, antara lain
sebagai berikut (AAK,1997).


2.4.1. Tanaman Durian

Tanaman durian dapat di manfaatkan sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring,
terutama tanah yang miring ketimur karena intensitas sinar matahari pagi akan diterima lebih
banyak. Perakaran durian akan mencengkram lapisan tanah atas sehingga tanah tersebut
terbebas dari erosi. Adapun sisa-sisa tanaman akan tertahan oleh batang-batang durian
sehingga dapat menyuburkan tanah. Pengembangan tanaman durian secara intensif dan
komersial selai merupakan upaya pelestarian buah tropis, juga bermanfaat bagi peningkatan
kualitas lingkungan dan tatanan kehidupan manusia.

2.4.2. Batang (pohon) Durian

Batang (pohon) durian yang sudah tidak produktif dapat dimanfaatkan untuk bahan
bangunan, kayu bakar, atau perkakas rumah tangga. Kendati tidak termasuk kelas istimewa
kayu durian dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kayu durian setaraf dengan kayu
sengon sebab kayu durian cenderung lurus. Disamping itu, kayu durian bisa diolah menjadi

Universitas Sumatera Utara


kayu lapis olahan dan mudah dibuat serta dibentuk menjadi perkkas rumah tangga, seperti
rak, gelas, piring, sendok nasi, alu, lumpang, dan lain-lain.

2.4.3. Daging Buah Durian

Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup
tinggi adalah “ buah” buah atau daging buah yang telah matang (masak) selain enak di
konsumsi segar, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan maupun
pencampur minuman, seperti dibuat kolak, dodol, atau penambah cita rasa ice cream.

2.4.4. Biji Durian

Biji durian (jawa:pongge) memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga
berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan. Biji durian sebagai bahan makanan
memang belum memasyarakat di indonesia. Di thailand, biji durian sudah cukup
memasyarakat untuk dibuat bubur dengan cara diberi campuran dengan daging buahnya.
Bubur biji durian ini menghasilkan kalori yang cukup potensial bagi manusia.
Biji Durian, yang telah tua dapat diolah menjadi makanan lezat, yakni dibuat kripik biji
durian (Sunarjono,1999). Kandungan karbohidrat yang tinggi pada biji durian dapat
dimanfaatkannya biji durian sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam

bentuk tepung. Selanjutnya tepung ini bisa diproses lebih lanjut sebagai bahan baku produkproduk olahan pangan yang lainnya seperti kecap, sirup glukosa dan dodol (Djaeni et
al.,2010). Cara pembuatan tepung biji durian, biji durian blanshing (dicelup kedalam air
panas), kemudian direndam dalam air kapur selama 1-3 jam. Selanjutnya di iris tipis-tipis,
lantas dijemur sampai kering. Setelah itu ditumbuk sampai halus.

Universitas Sumatera Utara

2.4.5. Kulit Durian

Kulit durian dapat dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus. Caranya adalah dengan
di jemur sampai kering, kemudian dibakar sampai hancur dan abunya dipakai untuk mencuci
piring dan gelas. Disamping itu, abu kulit durian dapat juga digunakan untuk campuran
media tanaman di dalam pot, baik tanaman indoor maupun bunga-bungaan.

2.4.6. Bunga/buah mentah Durian

Bagian tanaman durian yang juga enak dijadikan makanan adalah bunga dan buah
mentah, antara lain dibuat sayur.
Disamping itu, bauah durian mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap,
seperti disajikan pada tabel 2.1


Tabel 2.1. kandungan gizi dalam tiap 100 gram buah durian segar
No

Kandungan gizi

Banyaknya

1

Kalori

134.0 kal.

2

Protein

2.5 gr.


3

Lemak

3.0 gr.

4

Karbohidrat

28.0 gr

5

Kalsium

7.4 mgr.

6

Fosfor

44.0 mgr.

7

Zat besi (Fe)

1.3 mgr.

8

Vitamin A

175.0 S.I

9

Vitamin B1

0.1 mrg.

10

Vitamin C

53.0 mrg.

11

Air

65.0 gr.

12

Bagian dapat dimakan (B.d.d )

22.0%

(Rukmana,1996).

Universitas Sumatera Utara

2.5. Metode ekstraksi dan isolasi

2.5.1. Bahan Tumbuhan

Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan yang segar.
Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan itu harus dicelupkan kedalam alkohol
mendidih. Kadang- kadang, tumbuhan yang ditelaah tidak tersedia dan bahan mungkin harus
disediakan oleh seorang pengumpul yang tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan
yang diambil segar harus disimpan kering didalam kantung plastik, dan biasanya akan tetap
dalam keadaan baik untuk dianalisa setelah beberapa hari dalam perjalanan dengn pos udara.
Cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Bila ini dilakukan,
pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya
perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa
menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul
kering, tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama sebelum digunakan untuk analisa.
Dan memang demikianlah, analisis flavonoid, alkaloid, kuinon, dan terpenoid telah dilakukan
dengan berhasil pada herbarium yang telah disimpan bertahun-tahun.

2.5.2. Ekstraksi

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu
“membunuh” jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis.
Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan
kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan mengekstraksi sinambung serbuk bahan
dengan alat soxhlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti-ganti.

Universitas Sumatera Utara

Metode ini berguna bila kita bekerja dengan sekala gram. Tetapi jarang sekali kita
mencapai pemisahan kandungan dengan sempurna, dan senyawa yang sama mungkin saja
terdapat (dalam perbandingan yang berbeda-beda) dalam beberapa freaksi. Ekstrak yang
diperoleh dijernihkan dengan penyaringan menggunakan ‘celite’ dan pompa air, lalu
dipekatkan dalam hampa. Sekarang hal ini biasanya dilakukan dalam penguapan putar yang
akan memekatkan larutan menjadi volume kecil tanpa terjadi percikan pada suhu antara

30-

40 ̊C. Ekstrak yang pekat mungkin mengkristal bila dibiarkan. Bila hal ini terjadi, ekstrak
harus disaring dan keseragamannya diuji dengan kromatografi dengan menggunakan
beberapa pengembang.
Bila terdapat senyawa tunggal, kristal dapat dimurnikan dengan pengkristalan kembali,
dengan demikian bahan tersedia untuk analisis lebih lanjut. Kebanyakan kristal tersebut
berupa campuran sehingga perlu dilarutkan kembali dalam pelarut yang sesuai dan
kandungannya dipisahkan dengan cara kromatografi. Untuk memisahkan golongan utama
kandungan yang satu dan golongan utama lainnya. Suatu prosedur berdasarkan perbedaan
kepolaran yang dapat digunakan pada tumbuhan.

2.6. Skrining Fitokimia

Pada tahun-tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi
satu disiplin tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan,
serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi
biologinya. Berikut adalah beberapa contoh senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

2.6.1. Alkaloid

1. Pengenalan dan Manfaat Alkaloid
Sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung stau atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid adalah senyawa
organik yang mengandung nitrogen yang diekstrak dari bahan tanaman.Tiga senyawa
alkaloid yang paling dikenal adalah nikotin (tanaman tembakau), kafein (biji kopi dan daun
teh), dan kokain (coca tanaman). Sejumlah alkaloid yang saat ini digunakan dalam
pengobatan. Atropin, yang diisolasi dari tanaman belladonna, digunakan untuk melebarkan
pupil mata pada pasien yang menjalani pemeriksaan mata. Atropin juga digunakan sebagai
obat pra operasi untuk mengendurkan otot dan mengurangi sekresi saliva pada pasien bedah
(Stoker,2010).
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya
sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.
Fungsi alkaloid pada tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa
telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalu atau penarik serangga.
Teori yang menyatakan bahwa alkaloid merupakan bentuk penyimpanan nitrogen dalam
tumbuhan, sekarang ini tidak lagi diterima (Harborne,1987).
Manusia telah menggunakan obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman,
kedokteran, teh, tuan, atau tapal, dan racun selama 4000 tahun. Obat-obat pertama yang
diketemukan secara kimia adalah opium, getah kering Apium papaver sammiferum. Opium
telah digunakan dalam obat-obatan selama beberapa abad dan sifat-sifatnya sebagai analgesik
maupun narkotik telah diketahui (Sastrohamidjojo,1996).

Universitas Sumatera Utara

2. Klasifikasi alkaloid
Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloid. Sistem klasifikasi yang paling banyak
diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan menjadi:
-

Alkaloid sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi
yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa lazim mengandung nitrogen dalam cin-cin
heterosiklis diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam
asam organik. Sebagai contoh morfin, reserpin dan vinkristin. Beberapa pengecualian
terhadap aturan tersebut adalah kolkishin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada
bersifat basa.
-

Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dalam mana nitrogen asam amino
tidak terdapat pada cin-cin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari
asam amino yang bersifat basa. Contoh, adalah meskalin, ephedin, dan N,N-dimetiltriptamin.
-

Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat
basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam klas ini, yaitu alkaloid stereoidal (contoh
konessin). Dan purin (contoh kaffein) (Sastrohamidjojo,1996).

2.6.2. Flavonoid

1. Pengenalan dan Manfaat Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling
banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Redha,2010). Senyawa flavonoid adalah
senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga

Universitas Sumatera Utara

satuan karbon (Sastrohamidjojo,1996). Yang tersusun dalam konfigurasi C6 – C3 – C6 yang
dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C:
atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk
cincin A dan cincin C, serta angka beraksen untuk cincin B (Markham,1988). Kerangka
flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah
berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan
dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan
untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Redha,2010).

Gambar 2.1. struktur dan penomoran Flavonoid

Tidak ada benda menyolok seperti flavonoid yang memberikan kontribusi keindahan dan
kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau
jingga, antosianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang
terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan
penting dalam kaitan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoid
mempunyai

rasa

pahit

hingga

dapat

bersifat

menolak

sejenis

ulat

tertentu

(Sastrohamidjojo,1996).
Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat pada
jaringan tanaman dapat berperan sebagai antioksidanserta berperan dalam mencegah
kerusakan sel dan komponen selularnya oleh radikal bebas reaktif.Aktivitas antioksidatif

Universitas Sumatera Utara

flavonoid bersumber pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui
kemampuannya mengkelat logam (Redha,2010).

2. Klasifikasi flavonoid
Berdasarkan biosintesisnya flavonoid di klasifikasikan menjadi: flavon, falavonol,
antosianidin, isoflavon, flavanon, dihidroflavonol, biflavonoid, kalkon, dan auron.
-

Flavonoid O-glikosida

Flaponoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida : pada senyawa tersebut satu
gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan
hemiasetal yang tak tahan asam.
-

Flavonoid C-glikosida

Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat
langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam.
-

Flavonoid Sulfat

Flavonoid ini mudah larut dalam air. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih,
yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. Tampaknya senyawa ini terdapat terbatas hanya
pada angiospermae dan terutama pada angiospermae yang mempunyai hubungan ekologi
dengan habitat air.
-

Biflavonoid

Biflavonoid adalah flavonoid dimer, flavonoid yang biasanya terlibat ialah flavon dan
flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’. Dan
ikatan antar flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter. Monomer flavonoid
yang digabungkan menjadi biflavonoid dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya
berbeda-beda.

Universitas Sumatera Utara

-

Aglikon flavonoid yang aktif-optik

Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetris dan dengan demikian menunjukkan
keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi datar). Yang termasuk dalam golongan
flavonoid ini ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa
biflavonoid.

2.6.3. Tanin

1. Pengenalan dan Manfaat tanin
Penentuan struktur kimia tanin sukar dilakukan dan baru dalam 10 tahun terakhir ini saja
beberapa kerumitan strukturnya telah dipahami sepenuhnya. Misalnya terdapat perbedaan
stereokimia antara proantosianidin tumbuhan berkepin satu dan proantosianidin tumbuhan
berkeping dua.
Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer mantap
yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila
jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi.
Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada
kenyataanya, sebagian besar tumbuhan yang bertanin dihindari oleh hewan pemakan
tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah
sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

2. Klasifikasi Tanin
Tabel 2.2. Penggolongan Tanin Tumbuhan
Tata Nama

Struktur

Jangka Bobot Molekul Endapan Protein

Tanin-terkondensasi
proantosianidin‫٭‬

Oligomer katekin dan 1000 – 3000

(flavolan)

flavan-3,4-diol

++++

Tanin-terhidrolisiskan
Galotanin

Elagitanin

Ester asam galat dan

1000 – 1500

+++++

glukosa

1000 – 3000

+++++

200 – 600

±

Ester asam
heksahidroksidifenat
dan glukosa

Proantotanin
Prazat tanin

Katekin (dan
galokatekin) flavan3,4-diol

‫ ٭‬istilah leukoantosianidin (leukoantosianin) dahulu dipakai secara luas untuk tanin ini, tetapi
sekarang penggunaannya terbatas pada flavan-3,4-diol monomer yang tidak mempunyai kerja
tanin (Harborne,1987)

2.6.4. Saponin

1. Pengenalan dan manfaat saponin
Saponin terdiri dari Sapogenin yaitu bagian yang bebas dari Glikosida yang disebut juga
“Aglycone”. Sapogenin mengikat sakarida yang panjangnya bervariasi dari monosakarida
hingga mencapai 11 unit monosakarida. Yang paling sering panjang sakaridanya antara 2-5
unit. Apabila sakaridanya monosakarida yang sering dijumpai adalah D-Glukosa dan D
Galaktosa. Sapogenin (Aglycone) bisa triterpenoid atau steroid

Universitas Sumatera Utara

(https://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/11/saponin-makalah.pdf). Dan Secara garis
besarnya sapogenin steroid dibagi atas cabang yang tidak mengandung atom nitrogen dan
cabang yang mengandung atom nitrogen yang disebut juga sapogenin steroid alkaloid
(Tarigan,1980).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuanya membebtuk busa dan menghemolisis darah.
Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin
yang mudah diperoleh dan dapat diubah dilaboratorium menjadi sterol hewan yang berkasiat
penting misalnya kortison, ekstrogen kontraseptif, dan lain-lain (Harborne,1987). Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering
mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin diketahui memiliki efek sebagai
antimikroba, menghambat jamur, dan melindungi tanaman dari serangan serangga. Saponin
mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi.
Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk banyak keperluan, misalnya dipakai
untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian, kosmetik, membuat obatobatan, dan dipakai sebagai obat tradisional.

2. Klasifikasi saponin
Ada dua jenis Saponin yaitu steroidal (ditemui dalam banyak tumbuhan monokotilidon)
dan triterpenoid (dalam tumbuhan dikotilidon). Dikenal dua jenis saponin ; glikosida
triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping
spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter
(http://server2.docfoc.us/uploads/Z2015/12/05/p3KaBmbgUX/5f597aa2d54438c81405c3fa22
0998a5.pdf).

Universitas Sumatera Utara

2.6.5. Terpenoid dan Steroid

1. Pengenalan dan Manfaat Terpenoid dan Steroid
Nama terpen diberikan terhadap senyawa yang mempunyai perumusan molekul C10H16.
Terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 =C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya
dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5,atau aturan isopren yang menyatakan
bahwa terpen merupakan kelipatan satuan C5 yang terikat bersama melalui kepala dan
ekor(Harborne,1987).Terpen mendapat tempat tersendiri dalam kimia organik. Cepatnya
asetibilitas mereka, kelimpahan, mudahnya mereka diisolasi, relatif sederhana komposisi
mereka dan mudahnya dikenal serta transformasi yang sangat menarik menyebabkan
senyawa trpen menjadi objek yang sangat disukai oleh pakar kimia organik. Secara kimia,
terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Manfaat
dari terpenoid dalam industri parfum tertarik pada minyak atsiri, terpentil digunakan untuk
cat, dan yang paling penting diantara terpen secara pisiologis merupakan senyawa sangat
aktif yang terlibat dalam proses kehidupan, seperti hormon adrenal (kortison), hormon seks
(ostron dan testosteron), vitamin A,D, dan E, dan sebagainya. Senyawa terpenoid yang
meliputi kimia steroid dan karotenoid sekarang merupakan bagian utama dalam bidang kimia
organik dan kimia organik bahan alam (Sastrohamidjojo,1996).
Sejarah penemuan steroid sudah lama, bermula dengan penelitian Windaus terhadap
sterol dilanjutkan oleh Wieland terhadap asam empedu. Pada waktu itu sangat sedikit orang
yang mengerti kegunaan penelitian mereka sampai diketahui bahwa kebanyakan hormon dan
beberapa vitamin berinti kerangka steroid. Beberapa senyawa steroid dijumpai di alam dan
hormon steroid ternyata mempunyai kegunaan yang luas dalam dunia pengobatan dan
kontraseptik sehingga pembuatan hormon-hormon steroid ini dalam jumlah besar, walaupun
ternyata sangat sulut, perlu terus diusahakan (Tarigan,1980).

Universitas Sumatera Utara

Terpenoid dan steroid merupakan senyawa tanwarna,berbentuk kristal, sering kali bertitik
leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan
kimianya. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard. Mereka berfungsi
sebsgai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne,1987).

2. Klasifikasi Terpenoid dan Steroid
Terpen diklasifikasikan sesuai dengan jumlah satuan C5= hemiterpen, C10= monoterpen,
C15= sesquiterpen, C20= diterpen, C25= sesterterpen, C30= triterpen, dan C40= tetraterpen,
steroid,

C27,

maupun

sejumlah

senyawa

lain

yang

tidak

mengikuti

aturan

(sastrohamidjojo,1996).
Tabel 2.3. Golongan Utama Terpenoid Tumbuhan
Jumlah satuan

Jumlah karbon

Golongan

Jenis utama dan sumbernya

C5

Isoprena

Dideteksi dalam daun Hamamelis

isoprena
1

japonica
2

C10

Monoterpenoid

monoterpena dalam minyak atsiri
tumbuhan (misalnya mentol dari
mentha), monoterpena lakton
(misalnya nepetalakton), tropolon
(dalam kayu Gymnospermae)

3

C15

Seskuiterpenoid

Seskuiterpena dalam minyak atsiri
seskuiterpena lakton (terutama dalam
Compositae), absisin (misalnya asam
absisat)

4

C20

Diterpenoid

Asam diterpena dalam damar
tumbuhan, giberelin (misalnya asam
giberelat)

6

C30

Triterpenoid

Sterol (misalnya sitosterol), triterpena
(misalnya β-amirin), saponin (misalnya

Universitas Sumatera Utara

yamogenin), glikosida jantung
8

C40

Tetraterpenoid

karotenoid‫( ٭‬misalnya β-karotena)

N

Cn

Poliisoprena

Karet, misalnya dalam hevea
brasiliensis

‫ ٭‬karotenoid C50 dikenal dalam beberapa bakteri (Harborne,1987).
2.7.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analat dalam sampel
terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Kromatografi lapis tipis
dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938 (Rohman,2009)
Dibanding dengan kromatografi cara kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG),
KLT mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
1. KLT memberi fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak.
2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan bertingkat,
dan pembaceman penjerap dapat dilakukan pada KLT.
3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.
4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi
5. Peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua
laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Rohman,2009)
6. Pemisahan dapat dilakukan dengan adsopsi, pertukaran ion, kromatografi partisi, atau
filtrasi gel pada medium yang digunakan
7. Metode ini sangat cepat dan dapat dilakukan kurang dari 1 hari.
8. Noda yang dihasilkan sangat rapat, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi
senyawa dalam konsentrasi rendah (Bintang,2010).

Universitas Sumatera Utara

2.7.1. Defenisi dan prinsip KLT

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan,
yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat
gelass, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler. Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan atau
dideteksi (Stahl,1985).

2.7.2. Penjerap/ fase diam

Berikut adalah tabel 2.4 yang memperlihatkan tentang berbagai macam Adsorben untuk
kromatografi lapis tipis.
Tabel 2.4. Adsorben untuk kromatografi lapis tipis
Adsorben

Bahan yang dipisahkan

Silika Gel

Asam amino, alkaloid, gula, asam lemak, lipid, minyak esensial,
anion dan kation anorganik, steroid, terpenoid

Alumina

Alkaloid, pewarna makanan, fenol, steroid, vitamin, karoten, asam
amino

Kieselguhr

Gula, oligosakarida, asam dibasic, asam lemak, trigliserida, asam
amino, steroid

Celite

Steroid

Tepung selulosa

Asam amino, pewarna makanan, alkaloid, nukleotida

Selulosa penukar ion

Nukleotida

Pati

Asam amino

Sephadex

Asam amino, protein

(Bintang,2010)

Universitas Sumatera Utara

Fase diam pada KLT sering disebut penjerap, hampir segala macam serbuk dapat dan
telah dipakai sebagai penjerap pada KLT, tetapi kita akan membatasi pembahasan kita pada
empat penjerap yang paling umum dipakai: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kieselgur (tanah diatome), dan selulosa.
1. Silika Gel, merupakan penjerap yang paling banyak dipakai dalam KLT dan KCKT dan
karena itu masuk akal jika dipakai pada percobaan pertama. Senyawa netral yang
mempunyai gugusan sampai tiga pasti dapat dipisahkan pada lapisan yang diaktifkan
dengan memakai pelarut organik atau campuran pelarut yang normal. Karena sebagian
besar silika gel bersifat sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan, jadi
meminimumkan reaksi asam basa antara penjerap dan senyawa yang dipisahkan.
2. Alumina, berbeda dengan silika gel, alumina bersifat sedikit basa dan sering dipakai
untuk pemisahan basa. Cara ini juga meminimumkan reaksi asam-basa. KLT pada
alumina sering dipakai sebagai cara kualitatif cepat, untuk meramalkan sistem pelarut
dalam kromatografi kolom yang terutama memakai alumina.
3. Kieselgur dan selulosa, merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai dalam
sistem KCC, dan lapisan tipis selulosa berkaitan erat dengan kromatografi kertas klasik.
Kromatografi jenis ini selalu dipakai untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino,
karbohidrat, nukleotida, dan berbagai senyawa hidrofil alam lainya (Gritter et al.,1991)

2.7.3. Fase gerak pada KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah dengan
menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini
dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: fase gerak

Universitas Sumatera Utara

harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi, daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga harga Rf solut terletak antara 0.2-0.8 untuk memaksimalkan
pemisahan. Pemisahan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak
akan menntukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf
(Rohman,2009).

2.7.4. Aplikasi (penotolan) sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang obtimal akan diperoleh hanya jika
menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin (Rohman,2009).
Penotolan dapat dilakukan dengan memakai kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca
demikian rupa sehingga besarnya tidak jauh berbeda dengan peniti (Gritter et al.,1991).

2.7.5. Deteksi

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk
penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunaka untuk
menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan dengan fluoresensi dibawah
sinar ultraviolet (Rohman,2009).

2.7.6. Angka Rf pada KLT

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf
dan h Rf.

Universitas Sumatera Utara

�� =

jarak titik pusat bercak dari titik awal
jarak garis depan dari titik awal

Angka Rf berjangka antara 0.00 dan 1.00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal
(Stahl,1985). Nilai Rf dipengaruhi oleh ketebalan lapisan adsorben yang digunakan, sebagian
prosedur pemisahan untuk analisa kualitatif menggunakan ketebalan lapisan 250 µm, dan
untuk analisa preparatif digunakan ketebalan sampai 5µm. Hal yng harus diperhatikan adalah
atmosfer ruang pemisahan harus jenuh dengan pelarut, karena menentukan besar kecilnya
nilai Rf (Bintang,2010).

Universitas Sumatera Utara