Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) TERHADAP CITA RASA MI BASAH

SKRIPSI

Oleh :

NURFATIMAH DALIMUNTHE NIM. 071000067

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) TERHADAP CITA RASA MI BASAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NURFATIMAH DALIMUNTHE NIM. 071000067

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) TERHADAP CITA RASA MI BASAH

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NURFATIMAH DALIMUNTHE NIM. 071000067

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 08 Desember 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji Ketua Penguji

Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si NIP. 19680616 199303 2 003

Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP. 19670613 199303 1 004 NIP. 19700212 199501 2 001

Medan, 08 Desember 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Masyarakat di Indonesia banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Mi merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Tepung terigu merupakan suatu komoditas impor. Oleh sebab itu, perlu pengembangan teknik pembuatan mi berbahan baku tepung yang tidak dari tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan tepung dari biji buah durian. Biji durian merupakan bagian dari buah durian yang tidak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Berdasarkan kandungan gizinya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, karbohidrat, lemak, serat, kalsium dan fosfor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Perlakuannya adalah pembuatan mi basah dengan penambahan tepung biji durian dengan beberapa konsentrasi (15%, 20%, 25%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat organoleptik mi basah berdasarkan warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan warna mi basah yang disukai panelis adalah warna mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, rasa yang disukai panelis adalah rasa mi basah dengan penambahan tepung biji durian 25%, aroma mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% kurang disukai oleh panelis, dan tekstur mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% disukai oleh panelis. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung biji durian dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, namun tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tepung biji durian sebagai makanan alternatif pengganti nasi, serta perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dari mi basah untuk meningkatkan cita rasanya. Kata kunci : mi basah, tepung biji durian, uji organoleptik


(5)

ABSTRACT

Communities in Indonesia consume noodles as an alternative food for rice. Noodles is a type of food made from wheat flour. Wheat flour is an imported commodity. Therefore, it is necessary to develop technique for production of noodles which are not made from wheat flour, for example by making use of flour from the seeds of durian fruit. Durian seeds are part of durian fruit that is not consumed by most people. Based on its nutrient content, durian seed are potential as a source of nutrition, which contains proteins, carbohydrates, fat, fiber, calcium and phosphorus. This research is an experiments research. The experiments are addition of durian seed flour with some concentration (15%, 20%, 25%). The purpose of this research was to know organoleptic characteristics including color, flavor, taste, and texture which is tested through a hedonic test.

The results showed that wet noodle color which panelists preferred is a wet noodle color with the addition of 15% durian seed flour, the preferred taste panelists is a wet noodle taste with the addition of 25% durian seed flour, flavor of wet noodles with the addition of 15%, 20%, and 25% durian seed flour are less preferred by panelists, and texture of wet noodles with the addition of 15%, 20%, and 25% are preferred by panelists. Based on the analysis of variance, the addition of durian seed flour with different concentrations in making of wet noodles give a different effect on the color, but not give a different effect on the flavor, taste, and texture of wet noodles.

It is suggestioned for consumer to make wet noodles with addition of durian seed flour as an alternative food for rice, as well as need to do further processing of wet noodles to enhance its flavor.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurfatimah Dalimunthe

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 01 Januari 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) Bersaudara

Alamat : Jl. Letda Sujono Gg. Pepaya No. 10 Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : MIS Mardliatul Islamiyah Medan

Tahun 2001 – 2004 : MTs Negeri 2 Medan

Tahun 2004 – 2007 : MA Negeri 1 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus

Murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah ”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak

Rahalim dan Ibu Ramti Damanik yang telah banyak berkorban materi dan moril dalam membesarkan, mendidik, memotivasi, dan selalu mendoakan penulis, ucapan syukur tak terhingga kepada Allah SWT memiliki orang tua juara satu seluruh dunia. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Penguji II atas masukan, saran, dan kritik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan..

3. Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ferry, S.H., S.Si., AMG, DC Nutri, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

4. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji III atas masukan, saran, dan kritik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak dr. Heldy B.Z, MPH selaku dosen Penasehat Akademik.

6. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.

7. Adik-adikku tersayang Ahmad Bahuddin Dalimunthe dan Aminah Kartini Dalimunthe terima kasih atas doa dan dukungan semangatnya untuk penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaikku, Zuhrina, SKM, Karlina Sofyana Harahap, SKM, Halimah, SKM, Cempaka Maya Devi, Linda Rahayu, SKM, Nina Apriyani, Melda Manik atas segala doa, perhatian dan dukungannya selama ini kepada penulis. 9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU khususnya anak-anak angkatan 2007, dan teman-teman di peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat atas kebersamaannya selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... . vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Durian (Durio zibethinus Murr) …... .. 6

2.1.1. Kandungan Gizi Biji Durian… ... 8

2.1.2. Tepung Biji Durian... 9

2.1.3. Pembuatan Tepung Biji Durian ... 10

2.2. Mi ... . ... 13

2.2.1. Jenis-jenis Mi ... 14

2.2.2. Nilai Gizi Mi Basah... 18

2.2.3. Bahan Pembuatan Mi Basah ... 19

2.2.4. Proses Pembuatan Mi Basah ... 23

2.3. Cita Rasa Makanan ... 26

2.4. Uji Organoleptik ... 28

2.5. Panelis .. ... 29

2.6. Perhitungan Zat Gizi Bahan Makanan Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) ... 31

2.7. Keramgka Konsep ... 33

2.8. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Tempat Penelitian ... 34

3.2.2. Waktu Penelitian ... 35

3.3. Objek Penelitian ... 35


(10)

3.5. Alat dan Bahan ... 36

3.5.1. Alat ... 36

3.5.2. Bahan ... 37

3.6. Tahapan Penelitian... 38

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Biji Durian ... 38

3.6.2. Proses Pembuatan Mi dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 39

3.6.3. Tahapan Perhitungan Zat Gizi Mi Basah ... 43

3.6.4. Tahapan Uji organoleptik Mi Basah ... 43

3.6.5. Uji Organoleptik ... 44

3.6.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 52

4.2. Deskriptif Panelis ... 52

4.3. Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 53

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 54

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 55

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 57

4.7. Perkiraan Perhitungan Zat Gizi dalam Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian Dihitung dari DKBM . ... 58

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 60

5.2. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 60

5.3. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 62

5.4. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 64

5.5. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 66

5.6. Zat Gizi Mi Basah dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Durian Dihitung dari DKBM ... 68


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 71 6.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian ... 7

Tabel 2.2. Kandungan Gizi dalam 100 Gram Biji Durian ... 9

Tabel 2.3. Komposisi Bahan Baku Mi Setiap 100 Gram Bahan ... . 19

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... 34

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Mi setiap 100 Gram Bahan ... 37

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 45

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan ... 47

Tabel 3.5. Tabel Penolong untuk Uji Barlett ... 47

Tabel 3.6. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 49

Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tepung Biji Durian ... 52

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 53

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... 54

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 55

Tabel 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 55

Tabel 4.7. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 56

Tabel 4.8. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa ... 56

Tabel 4.9. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian ... 57


(13)

Tabel 4.10. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur ... 57 Tabel 4.11. Perbandingan Zat Gizi Mi Basah Tanpa Penambahan Tepung Biji

Durian dengan Hasil Perhitungan Zat Gizi Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tepung Biji Durian Dihitung dari DKBM per 300 gram Mi Basah ... 58


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 33

Gambar 3.1. Diagran Alir Proses Pembuatan Tepung Biji Durian ... 39

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Mi Basah ... 42


(15)

ABSTRAK

Masyarakat di Indonesia banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Mi merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Tepung terigu merupakan suatu komoditas impor. Oleh sebab itu, perlu pengembangan teknik pembuatan mi berbahan baku tepung yang tidak dari tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan tepung dari biji buah durian. Biji durian merupakan bagian dari buah durian yang tidak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Berdasarkan kandungan gizinya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, karbohidrat, lemak, serat, kalsium dan fosfor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Perlakuannya adalah pembuatan mi basah dengan penambahan tepung biji durian dengan beberapa konsentrasi (15%, 20%, 25%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat organoleptik mi basah berdasarkan warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan warna mi basah yang disukai panelis adalah warna mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, rasa yang disukai panelis adalah rasa mi basah dengan penambahan tepung biji durian 25%, aroma mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% kurang disukai oleh panelis, dan tekstur mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% disukai oleh panelis. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung biji durian dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, namun tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma, rasa, dan tekstur mi basah.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan mi basah dengan penambahan tepung biji durian sebagai makanan alternatif pengganti nasi, serta perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dari mi basah untuk meningkatkan cita rasanya. Kata kunci : mi basah, tepung biji durian, uji organoleptik


(16)

ABSTRACT

Communities in Indonesia consume noodles as an alternative food for rice. Noodles is a type of food made from wheat flour. Wheat flour is an imported commodity. Therefore, it is necessary to develop technique for production of noodles which are not made from wheat flour, for example by making use of flour from the seeds of durian fruit. Durian seeds are part of durian fruit that is not consumed by most people. Based on its nutrient content, durian seed are potential as a source of nutrition, which contains proteins, carbohydrates, fat, fiber, calcium and phosphorus. This research is an experiments research. The experiments are addition of durian seed flour with some concentration (15%, 20%, 25%). The purpose of this research was to know organoleptic characteristics including color, flavor, taste, and texture which is tested through a hedonic test.

The results showed that wet noodle color which panelists preferred is a wet noodle color with the addition of 15% durian seed flour, the preferred taste panelists is a wet noodle taste with the addition of 25% durian seed flour, flavor of wet noodles with the addition of 15%, 20%, and 25% durian seed flour are less preferred by panelists, and texture of wet noodles with the addition of 15%, 20%, and 25% are preferred by panelists. Based on the analysis of variance, the addition of durian seed flour with different concentrations in making of wet noodles give a different effect on the color, but not give a different effect on the flavor, taste, and texture of wet noodles.

It is suggestioned for consumer to make wet noodles with addition of durian seed flour as an alternative food for rice, as well as need to do further processing of wet noodles to enhance its flavor.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan pengolahannya yang praktis, mi juga memiliki kandungan gizi yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mi digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi yang mengenyangkan (Muhajir, 2007).

Menurut survei tahun 2000 di Jepang, mi merupakan ciptaan terbaik di dunia kuliner karena bisa menjadi makanan favorit bagi siapa pun tanpa mengenal suku dan ras. Oleh karena itu, mi sudah menjadi makanan favorit masyarakat, mulai anak – anak hingga lanjut usia. Di Indonesia tercatat bahwa tiap tahun mi dihidangkan sebanyak 11 miliar kali, sementara di China sekitar 27 miliar kali (Muhajir, 2007).

Masyarakat di Indonesia gemar mengonsumsi mi, mulai dari mi kering sampai mi siap santap. Selama tahun 1990-1999, laju perubahan jumlah orang yang mengonsumsi mi di kota mencapai 56,4% dan di desa 67,0% (Ariani, 2009). Konsumsi mi instan di kota pada tahun 2002 sebesar 2,82 kg per kapita per tahun, sedangkan di desa 1,50 kg per kapita per tahun. Konsumsi mi basah di kota adalah 0,3 kg per kapita per tahun, sedangkan di desa 0,2 kg per kapita per tahun (Susenas, 2002).

Saat ini berbagai jenis mi banyak dikonsumsi dan banyak dijual di pasaran, antara lain mi kering dan mi basah. Mi kering adalah mi basah yang melewati tahap pengeringan sehingga memiliki daya tahan yang lebih lama. Mi basah adalah salah


(18)

satu bentuk mi yang mudah diolah oleh masyarakat umum dan bahan-bahan pembuatan mudah didapat memungkinkan setiap orang dapat membuat sendiri karena telah banyak mi basah yang dijual dipasaran mengandung formalin (Muhajir, 2007).

Perkembangan konsumsi mi yang sangat pesat memberi pelajaran bahwa mi merupakan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen Indonesia. Namun, di sisi lain berpeluang menurunkan devisa negara, mengingat mi merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu, suatu komoditas impor. Impor gandum Indonesia mencapai 4,1 juta ton pada tahun 2000/2001 dan merupakan importer terbesar keenam di dunia (Ariani, 2009). Tingkat konsumsi tepung terigu di kota adalah 1,4 kg per kapita per tahun, sedangkan di desa adalah 1,0 kg (Susenas, 2002). Sementara itu pembangunan pertanian nasional telah mampu menghasilkan beragam komoditas sumber karbohidrat lain yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya, terutama dalam rangka penyediaan pangan alternatif bagi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu pengembangan teknologi mi berbahan baku tepung selain tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan tepung dari biji buah durian.

Biji buah durian sering dianggap tidak bermanfaat, ataupun sebatas dimanfaatkan untuk dimakan setelah dikukus atau direbus maupun dibakar oleh sebagian kecil masyarakat. Biji durian sebagai bahan makanan memang belum memasyarakat di Indonesia, padahal jika mendapatkan penanganan yang serius biji durian dapat dimanfaatkan sebagai penghasil tepung yang tidak kalah dengan tepung lainnya yang akan meningkatkan nilai ekonomis dan kemanfaatannya. Kandungan pati (tepung) dalam biji durian sebesar 17,27%. Bila ditinjau dari komposisi kimianya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung


(19)

protein 9,79%, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9% (Winarti, 2006). Sedangkan tepung terigu memiliki kandungan protein 8,9%, karbohidrat 77,3%, kalsium 0,01%, dan fosfor 0,01% (Depkes, 1992). Biji durian memiliki kandungan protein, kalsium, dan fosfor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung terigu. Oleh karena itu, biji durian dapat dijadikan alternatif olahan makanan yang dapat menambah informasi tentang gizi pada masyarakat, selain itu dapat juga untuk menciptakan lingkungan yang bersih.

Menurut penelitian Alemina Singarimbun (2008) tentang pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung jagung dan konsentrasi kalium sorbat terhadap mutu mi basah, hasil analisisnya tepung terigu dan tepung jagung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein serta organoleptik tekstur dan warna, berbeda nyata terhadap organoleptik aroma, tetapi berbeda tidak nyata terhadap organoleptik rasa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ahmad Muhajir (2007) tentang peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi jalar dengan penambahan tepung tempe dan tepung ikan, hasil analisisnya adalah penambahan tepung tempe dan tepung ikan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kalsium, serta pada organoleptik warna dan rasa. Penambahan tepung tempe dan tepung ikan juga memberi pengaruh berbeda nyata terhadap organoleptik aroma, dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik tekstur.

Hasil penelitian Tia Irmayanti, dkk (2008) tentang peningkatan nilai gizi dan cita rasa mi basah dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging menyebutkan bahwa secara nyata meningkatkan gizi mi basah terutama kandungan protein, kalsium, dan fosfor, serta paling disukai oleh panelis berdasarkan


(20)

organoleptik aroma, warna, rasa dan tekstur pada penambahan tepung daging-tulang leher ayam dengan konsentrasi 10%. Penelitian yang dilakukan oleh Akhyar Ali dan Dewi Fortuna Ayu (2009) tentang substitusi tepung terigu dengan tepung pati ubi jalar pada pembuatan mi kering memberikan hasil bahwa mi yang dihasilkan melalui substitusi tepung terigu dengan tepung pati ubi jalar berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan tekstur, akan tetapi berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa mi setelah digoreng.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan mi dengan penambahan tepung biji durian sebesar 15%, 20%, dan 25% dari berat bahan dasar (tepung terigu) yang diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan mi dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan mi. Penetapan konsentrasi tepung biji durian sebesar 15%, 20%, dan 25% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase tepung biji durian terlalu besar akan menghasilkan rasa, warna, aroma, dan tekstur mi yang tidak bagus, yaitu rasanya agak pahit, aromanya yang semakin langu, dan teksturnya mudah hancur. Menurut Sutomo (2008), tepung substitusi dalam pembuatan mi sebaiknya tidak lebih dari 20% total berat tepung.

Pengenalan penggunaan tepung biji durian kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah mi basah. Hal ini menarik


(21)

untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian Terhadap Cita Rasa Mi Basah”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh penambahan tepung biji durian terhadap cita rasa mi basah”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui cita rasa mi basah dengan penambahan tepung biji durian.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui cita rasa mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur.

2. Mengetahui kandungan zat gizi mi basah dengan beberapa variasi

penambahan tepung biji durian dihitung dari DKBM.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang potensi limbah biji durian sebagai salah satu sumber pati yang dapat dibuat menjadi tepung.

2. Sebagai salah satu upaya penganekaragaman bahan makanan dari biji buah durian.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Durian (Durio zibethinus Murr)

Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 2001).

Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar-pencar di hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan masyarakat saat itu tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli menyebarluaskan tanaman durian ini kepada masyarakat yang sudah hidup secara menetap (Setiadi, 2008).

Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah, suhu udara antara 25-32oC, kelembaban udara (rH) sekitar 50-80%, dan intensitas cahaya matahari 45-50% (Rukmana, 2001). Klasifikasi ilmiah tanaman durian dapat dilihat pada tabel berikut:


(23)

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Plantae (tumbuhan)

Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Angiospermae (berbiji tertutup) Dicotyledonae (berkeping dua) Malvaceae

Bombacaceae Durio

Durio zibethinus Murr

Sumber: Rukmana (2001)

Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae, family Bombacaceae, dan genus Durio. Kostermans mencatat ada 27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies ditemukan di Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa dikonsumsi karena berbagai sebab, sepert rasa yang tidak enak, buah terlalu kecil, atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri dari: Durio zibethinus (durian), Durio kutejensis (lai), Durio oxleyanus

(kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio graveolens (labelak), Durio grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura-kura). Dari ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan karena buahnya enak (Untung, 2008).

Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh Dinas Pertanian, yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau, sijapang, siriwig, bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hepe, matahari, aspar, sawah mas, raja mabah, kalapet, dan lai mansau (Untung, 2008).


(24)

Buah durian berbentuk bulat, bulat panjang, atau variasi dari kedua bentuk itu. Buah yang sudah matang panjangnya sekitar 30-45 cm dengan lebar 20-25 cm, beratnya sebagian besar berkisar antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5-7 ruang yang didalamnya terletak 2-5 biji. Biji terbungkus oleh daging buah, dimana daging buah tersebut strukturnya tipis sampai tebal yang berwarna putih, kuning, atau kemerah-merahan dan merah tembaga. Besar kecilnya ukuran biji, rasa, tekstur dan ketebalan daging buah tergantung varietas (Barus, 2008).

Daging buah strukturnya tipis sampai tebal, berwarna putih, kuning atau kemerah-merahan atau juga merah tembaga. Buah durian berwarna hijau sampai kecoklatan, tertutup oleh duri-duri yang berbentuk piramid lebar, tajam dan panjang 1 cm. Tiap pohon durian dapat menghasilkan buah antara 80-100 butir, bahkan hingga 200 buah, terutama pada pohon durian berumur tua (Rukmana, 2001).

2.1.1. Kandungan Gizi Biji Durian

Biji durian berbentuk bulat-telur, berkeping dua (dikotil), berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-6 biji atau lebih. Biji durian merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara generatif, terutama untuk batang bawah pada penyambungan (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik, contohnya pati biji durian diketahui dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam formulasi tablet ketoprofen (Jufri, 2006). Berikut adalah kandungan gizi yang terdapat dalam biji durian:


(25)

Tabel 2.2 Kandungan Gizi dalam 100 gram Biji Durian

Zat Gizi Jumlah

Karbohidrat 30 gr

Protein 9,79 gr

Lemak 0,2 gr

Serat 1,08 gr

Kalsium 270 mg

Fosfor 900 mg

Air 51,1 gr

Sumber: Winarti, 2006 2.1.2. Tepung Biji Durian

Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang mempunyai potensi akan adanya buah durian dimana biji durian tersebut menjadi salah satu limbah yang terbengkalai atau tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat bahan tersebut dan digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses lebih lanjut, menjadi beberapa hasil yang bervariasi.

Biasanya biji durian hanya dikonsumsi sebagian kecil masyarakat setelah direbus atau dibakar, padahal biji durian dapat diolah menjadi makanan lain yang lebih menarik dan enak. Produk pengolahan biji durian antara lain keripik biji durian, bubur biji durian dan tepung biji durian (Rukmana, 2001).

Biji durian apabila dibuat menjadi tepung biji durian akan menghasilkan tepung yang berwarna putih kekuningan, yang mana dari tepung biji durian mempunyai kandungan amilopektin hampir sama dengan tepung beras ketan, dapat kita ketahui dengan pemberian sedikit air teksturnya akan lengket.


(26)

Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Widowati, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Paulina Hutapea (2010), tepung biji durian mengandung kadar air sebesar 8,44%, kadar abu 8,31%, lemak 0,75%, protein 10,23%, serta kadar karbohidrat 72,27%. Sedangkan menurut Winarti (2006), tepung biji durian memiliki kadar air sebesar 10,1%, protein 2,16%, lemak 0,11%, dan serat kasar sebanyak 1,08%. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amiza Mat Amin dan Roslan Arshad (2009) disebutkan bahwa tepung biji durian memiliki kadar air 6,6%, protein sebesar 7,6%, lemak 0,4%, karbohidrat 76,8%, serat kasar 4,8%, dan kadar abu 3,8%.

2.1.3. Pembuatan Tepung Biji Durian

Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganekaragaman pengolahan bahan makanan. Pembuatan tepung dari biji durian dilakukan melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pengirisan, pencelupan, pengeringan, dan penepungan (Hutapea, 2010).


(27)

1. Penyortiran

Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit.

2. Pencucian

Biji durian yang sudah disortir kemudian dicuci berulang kali sampai bersih, setiap kali cuci airnya diganti. Pencucian ini berfungsi untuk melepaskan segala kotoran yang melekat pada biji durian, terutama untuk menghilangkan daging buah durian yang masih melekat pada bijinya (Afif, 2007).

3. Pencelupan

Pencelupan dilakukan dengan memasukkan biji durian pada air panas atau pengukusan selama beberapa menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan degradasi warna, penghasil getah dan pengempukan tekstur pangan. Fungsi lain dari blansing untuk mengurangi gas-gas terlarut dan memperbaiki tekstur (Jarod, 2007).

4. Pengupasan

Pengupasan yaitu proses pemisahan biji durian dari kulit arinya dengan menggunakan pisau, karena biasanya kulit bahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi bahan (Sulistyowati, 2001).

5. Pengirisan

Biji durian yang telah dikupas kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau atau alat pengiris. Tujuan pengirisan ini adalah untuk mempermudah dalam proses penepungan (Afif, 2007).


(28)

6. Pengeringan

Pengeringan dilakukan secara langsung dengan menggunakan tenaga matahari, proses penjemuran dilakukan sampai kering. Karena dengan daging biji yang kering tersebut guna mempermudah dalam proses penepungan pada biji durian (Afif, 2007). Tujuan pengeringan adalah menghilangkan atau mengurangi kadar air bahan agar mikroba penyebab penyakit tidak bisa hidup, sehingga bahan pangan menjadi awet dan tahan lama. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume pangan sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan.

Selama pengeringan terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang tidak semuanya diinginkan. Selain penyusutan volume, pangan dapat mengalami perubahan warna yang tidak disukai seperti pencoklatan, dapat pula terjadi penurunan nilai gizi, aroma dan rasa, dan kemampuan menyerap air (WHO, 1991).

7. Penepungan

Irisan biji durian yang sudah kering ditumbuk atau dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel, hingga menjadi bubuk halus/tepung. Kemudian diayak sehingga diperoleh hasil berupa tepung yang halus dan homogen (Rukmana, 2001).

Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi


(29)

(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Widowati, 2009).

Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganekaragaman pengolahan bahan makanan.

2.2. Mi

Mi merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat yang telah mengenalnya. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi sangat mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk pauk juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi (Nasution, 2005).

Mi adalah makanan yang populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi pertama kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan dinasti Han. Mi berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai ke benua Eropa. Menurut buku-buku sejarah, di benua Eropa mi mulai dikenal setelah Marco Polo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mi. Namun pada perkembangannya di Eropa mi berubah menjadi pasta seperti yang kita kenal saat ini (Winneke, 2007).

Orang Italia, Tionghoa, dan Arab telah mengklaim bangsa mereka sebagai pencipta mi, meskipun tulisan tertua mengenai mi berasal dari Dinasti Han Timur,


(30)

antara tahun 25 dan 220 Masehi. Pada Oktober 2005, mi tertua yang diperkirakan berusia 4.000 tahun ditemukan di Qinghai, Tiongkok.

Mi adalah nama lazimnya. Orang Eropa menyebutnya pasta (dari bahasa Italia) secara generik, dan noodle (bahasa Inggis) untuk pasta yang berbentuk memanjang. Namun begitu, di Eropa bahan baku mi biasanya dari jenis-jenis gandum sementara di Asia bahan baku mi lebih bervariasi. Di Asia sendiri, pasta yang dibuat selalu berbentuk memanjang. Berbagai bentuk mi dapat ditemukan di berbagai tempat. Perbedaan mi terjadi karena campuran bahan, asal-usul tepung sebagai bahan baku, serta teknik pengolahan.

2.2.1. Jenis-jenis Mi

Menurut Sutomo (2008), jenis-jenis mi adalah sebagai berikut :

1. Mi Berdasarkan Bahan Dasarnya a. Mi Tepung Gandum

- Mi Telur

Mi ini terbuat dari tepung terigu jenis hard wheat/protein tinggi dan diperkaya dengan telur. Biasanya dijual dalam kondisi kering dengan bentuk bulat dan pipih. Seduh dengan air panas sebelum digunakan. Karena kondisinya kering, mi ini dapat disimpan lama.

- Mi Basah Kuning

Terbuat dari tepung terigu protein tinggi. Mi ini dijual dalam keadaan basah. Mi ini sebenarnya sudah matang jadi tidak perlu direbus ketika akan digunakan. Cukup diseduh dengan air panas. Mi ini dapat bertahan 3 hari dalam lemari pendingin.


(31)

- Mi Basah Bertepung

Mi mentah yang dijual denga lumuran tepung agar tidak saling menempel. Terbuat dari tepung erigu protein tinggi. Jenis mi ini harus direbus dulu dalam air mendidih selama 3-4 menit sebelum digunakan. Mi basah bertepung dapat bertahan hingga 5 hari dalam lemari pendingin/kulkas.

- Mi Instan

Terbuat dari tepung terigu tinggi protein. Dijual dengan bentuk kering dalam kemasan sehingga mi ini lebih tahan lama. Biasanya dijual dengan beragam rasa dan bumbu. Pengolahannya biasa dengan direbus atau digoreng. Sebelum digunakan mi ini harus direbus selama 3-4 menit.

- Mi Hong Kong

Mi hong kong terbuat dari tepung terigu protein tinggi. Dijual di swalayan terkemuka dalam kemasan plastik, dalam keadaan basah, dan bertepung. Mi hong kong warnanya kuning dan lembarannya sangat halus. Mi ini dapat bertahan 5 hari dalam lemari pendingin.

- Mi Hokien

Terbuat dari tepung terigu protein tinggi. Bentuknya lembaran tebal besar, dan dijual dalam keadaan basah. Biasanyaa dijual di swalayan terkemuka dalam kemasan plastik. Mi ini dapat bertahan dalam lemari pendingin selama 5 hari.

- Mi Soba

Terbuat dari tepung sejenis gandum tanpa gluten/buckmheat. Warna mi ini biasanya hijau atau keabu-abuan. Dijual dalam keadaan kering di gerai bahan


(32)

makanan Jepang di swalayan terkemuka. Mi dijual dalam keadaan kering sehingga lebih tahan lama.

- Mi Udon

Terbuat dari tepung terigu protein tinggi. Dijual dalam keadaan basah dan kering. Bentuknya biasa bulat pipih berwarna putih. Mi udon kering dapat bertahan lama, tetapi mi udon basah hanya bertahan 5 hari dalam lemari pendingin.

- Misoa

Dijual dalam keadaan kering sehingga dapat bertahan lama. Misoa mudah patah sehingga biasanya digunakan untuk bahan baku isi sup, dimasukkan beberapa saat sebelum sup diangkat.

- Somen

Warnanya putih dan bentuknya seperti lidi. Dijual dalam keadaan kering di gerai bahan makanan Jepang di swalayan terkemuka. Mi somen biasanya diolah menjadi bahan tumisan, campuran salad, digoreng, atau campuran hidangan berkuah. - Ramen

Orang menyebutnya mi keriting Cina. Dijual dalam kondisi kering dalam kemasan mi instan. Sangat cocok diolah sebagai mi goreng atau mi kuah.

b. Mi Tepung Beras

- Bihun

Bentuknya lembaran bulat dan sangat halus. Umumnya berwarna putih, tetapi kini tersedia bihun kuning yang ditambah sari wortel dan bihun ungu dengan tambahan sari ubi/talas ungu. Penggunannya diseduh dengan air dingi atau panas


(33)

selama 3-4 menit hingga lunak, baru digunalan sesuai dengan kebutuhan resep. Bihun dijual dalam keadaan kering.

- Kwetiau

Kwetiau warnanya putih bening dengan bentuk pipih dan lebar. Dijual dalam keadaan basa dan kering. Kwetiau biasanya dibuat menjadi kwetiau goreng dan rebus.

c. Mi Pati Kacang Hijau

- Suun

Bentuknya lembaran bulat halus. Warnanya putih bening dan transparan. Sebelum digunakan bisa diseduh air panas atau dingin sampai tekstur sun lunak. Jangan mengolah sun terlalu lama karena akan cepat matang dan mudah patah. Dijual dalam keadaan kering. Bisa diolah sebagai sun horeng, bahan baku laksa, isi pastel, atau campuran sup.

2. Mi Berdasarkan Tingkat Kematangannya a. Mi Segar

Mi segar atau mi mentah adalah mi yang tidak mengalami pengolahan lanjutan, baik itu direbus, dikukus, atau digoreng. Mi mentah mengandug air sangat tinggi, yaitu sekitar 35%. Mi segar biasanya dijual dengan taburan tepung terigu agar tidak saling menempel. Mi jenis ini hanya bisa bertahan satu hari karena kandungan airnya sangat tinggi. Mi segar biasanya digunakan sebagai bahan baku mi ayam.

b. Mi Basah

Mi basah adalah mi yang dijual dalam keadaan basah. Tekstur mi yang basah disebabkan karena air perebusan. Jadi setelah dibentuk atau dicetak dengan cetakan, mi direbus, didinginkan, dikemas dan dipasarkan. Contoh dari mi basah adalah mi


(34)

kuning atau mi bakso. Kandungan air mi basah sekitar 52% sehingga cepat rusak dan hanya bertahan 40 jam.

c. Mi Kering

Mi kering sering juga disebut sebagai mi telur, karena dalam proses pembuatannya ditambahkan telur segar atau tepung telur. Mi kering berwarna kuning karena kandungan telurnya. Setelah dibentuk atau dicetak, mi biasanya dijemur atau dioven terlebih dahulu hinggi kering, lalu dikemas dan dipasarkan. Mi jenis ini memiliki daya tahan lebih lama karena kandungan airnya rendah, yaitu sekitar 13%.

d. Mi Instan

Mi instan, mi yang paling popular diantara jenis mi yang lainnya. Selain praktis, mi instan juga tahan disimpan lama karena kandungan airnya hanya 5-8%. Proses pembuatannya, setelah mi dibentuk, mi instan biasanya dikeringkan dengan cara digoreng atau dipanaskan. Jadi mi sebenarnya udah matang, maka hanya dengan merebus air (sekitar 4 menit) sampai mendidih, mi instan sudah matang dan bisa dimakan.

2.2.2. Nilai Gizi Mi Basah

Bahan baku untuk membuat mi adalah tepung terigu, telur, air, dan bahan tambahan lainnya. Dengan demikian, mi mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Adapun komposisi gizi bahan pembuat mi disajikan dalam tabel berikut (Suyanti, 2010).


(35)

Tabel 2.3. Komposisi Bahan Baku Mi Setiap 100 Gram Bahan

Zat Gizi Terigu Telur Ayam

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (mg) Vitamin B1 (mg) Air (g) BDD(%) 365 8,9 1,3 77,3 16 106 1,2 - 0,12 12 100 162 12,8 11,5 0,7 54 180 2,7 900 0,1 74 90

Sumber: DKBM, 2005

Mi basah merupakan bahan pangan sumber energi. Energi yang dihasilkan mi basah berasal dari protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalamnya. Setiap 1 gram protein dan karbohidrat menyumbang energi sebesar 4 kkal, dan 1 gram lemak menyumbang energi sebesar 9 kkal.

2.2.3. Bahan Pembuatan Mi Basah 1. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan gluten basah 24-36 % (Astawan, 2008). Bila ingin mendapatkan mutu mi yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi.


(36)

Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran, yaitu sebagai berikut (Suyanti, 2010):

a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %. Jenis tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya terigu cap cakra kembar.

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mie, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.

2. Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. makin tinggi pH air maka mi yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air mengikat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasal (Astawan, 2008). Adapun jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 28-38 %. Jika air kurang dari 28 % adonan menjadi sulit dicetak. Sementara itu, penambahan air yang lebih dari 38 % akan menyebabkan adonan itu lengket (Suyanti, 2010).

3. Garam Dapur

Dalam pembutan mi, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk


(37)

mengikat air (Astawan, 2008). Penambahan garam pada pembuatan mi juga dapat menghambat pertumbuhan jamur/kapang serta menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara berlebihan (Suyanti, 2010). Penambahan garam dapur pada pembuatan mi sebanyak 10 gram setiap 1 kg tepung (Sutomo, 2008)

4. Telur

Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mi waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaian yang berlebihan dapat menurunkan kemampuan mi menyerap air waktu direbus.

Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam (Astawan, 2008).

Pemakaian minimal telur adalah 3-10% dari berat tepung. Mi yang menggunakan telur rasanya lebih gurih, lebih kenyal, dan elastis (Suyanti, 2010).

5. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai

dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik (Winarno, 1997). Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling


(38)

melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani et al., 2002). Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid (Astawan, 2008).

Dalam pembuatan mi, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan tehadap air, dan mempertahankan keempukkan selama penyimpanan (Widyaningsih, 2006). Jumlah bahan pengembang yang ditambahkan berkisar antara 0,5-1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mi terlalu keras dan daya rehidrasi mi menjadi berkurang (Astawan, 2008).

6. Garam Alkali

Terdapat beberapa jenis garam alkali yang biasa digunakan dalam pada pembuatan mi antara lain sebagai berikut :

1. Sodium karbonat (Na2CO3) atau dikenal dengan nama soda abu 2. Potasium karbonat (K2CO3) atau kalium karbonat

3. STPP (sodium tripolifosfat) 4. Kansui (air abu) (Suyanti, 2010).

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal. Bahan ini dapat diperoleh di toko-toko penjual bahan kimia (Astawan,2008). Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam


(39)

fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali utuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan tekstur (pengaruh senyawa Na2CO3).

Garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mi cukup dipilih satu jenis saja atau campuran dari 2 jenis. Jumlah maksimum garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mi adalah 1 % dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan. Fungsi penambahan garam alkali ke dalam pembuatan mi adalah sebagai berikut (Suyanti, 2010):

a. Menguatkan struktur gluten sehingga menjadi mi yang lentur b. Mengubah sifat pati tepung terigu sehingga menjadi lebih kenyal. c. Mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu sehingga lebih cerah

d. Semakin besar garam alkali yang digunakan, mi semakin keras dan kenyal. Namun, penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan bau yang tidak sedap pada mi yang dihasilkan.

2.2.4. Proses Pembuatan Mi Basah 1. Pencampuran dan pengadukan

Tahap awal dalam pembuatan mi adalah pencampuran tepung terigu dengan air. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak (Astawan, 2008). Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya hingga membentuk adonan yang seragam atau homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk warna mi. Waktu pengadukan yang


(40)

baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah agak pera, tidak menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2010).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik, faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo, 1985).

2. Pembentukan Lembaran

Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus (Astawan, 2008). Adonan mi yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mi yang dihasilkan. Lembaran mi yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2010).


(41)

3. Pembentukan Mi

Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997). Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Potongan mi ditaburi dengan tepung tapioka dan siap untuk dimasak atau disimpan (Suyanti, 2010). Mi dibuat dalam bentuk pilinan (bergelombang) karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di dalamnya (Astawan, 2008).

4. Perebusan

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten. Menurut Astawan (2008) gelatinisasi ini dapat menyebabkan :

- Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mi.

- Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi.

- Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mi kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10 %.

Tahapan perebusan dilakukan pada pembuatan mi kering maupun mi basah. Pemanasan tersebut menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mi menjadi keras, kuat, dan kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng (Suyanti, 2010).


(42)

5. Pendinginan

Mi yang telah direbus kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti, 2010). Mi yang telah direbus didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi yang masih panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mie sehingga mie pun menjadi keras (Astawan, 2008).

2.3 Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Latifah (2010), Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) yang dikutip oleh Latifah (2010), Cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya


(43)

penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap bahkan mungkin pendengar. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak


(44)

berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.4 Uji Organopleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Latifah (2010), Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistika.


(45)

Menurut Rahayu (1998), Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

2.5 Panelis

Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik (Rahayu, 1998).


(46)

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.


(47)

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.6 Perhitungan Zat Gizi Bahan Makanan Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

Menurut Auliana (2001), untuk mengetahui nilai gizi bahan pangan atau makanan diperlukan suatu pedoman, yaitu berupa daftar komposisi bahan makanan


(48)

(DKBM) atau daftar kandungan zat gizi bahan makanan (DKGM). Ada pula yang menyebut daftar komposisi zat pangan Indonesia (DKGPI).

DKBM adalah suatu daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Sebagian besar jenis pangan yang disajikan dalam DKGM berbentuk makanan mentah. DKGM memuat sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air. Bagian akhir dari DKBM memuat bagian yang dapat dimakan atau edible portion (BDD).

1. Analisis Kadar Zat Gizi DKBM

Untuk mengetahui kadar zat gizi suatu bahan pangan atau makanan harus dihitung dulu bagian yang dapat dimakan (BDD). Misalnya, tangkai sayuran yang tidak bisa dimakan dibuang, buah salak dikupas kulitnya dan bijinya dibuang. Pada umumnya, bahan pangan atau makanan diambil sebanyak 100 gram berat kotor, kemudian dihitung persentase BDD-nya.

2. Penggunaan DKBM

Untuk memudahkan penggunaannya, bahan makanan dalam DKBM dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu :

a. serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya

b. kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya

c. daging dan hasil olahannya d. telur dan hasil olahannya

e. ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya

f. sayuran dan hasil olahannya g. buah-buahan

h. susu dan hasilnya i. lemak dan minyak j. serba-serbi


(49)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.8 Hipotesis Penelitian

Ho: Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur mi basah.

Ha : Ada pengaruh penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25% terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur mi basah.

Mi Basah

Cita rasa

(Aroma, Warna, Rasa, dan Tekstur)

- Tepung biji durian 15% - Tepung biji durian 20% - Tepung biji durian 25% Tepung Terigu


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian bersifat eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang hanya terdiri dari satu faktor yaitu tepung biji durian dengan 3 perlakuan penambahan tepung biji durian yaitu 15%, 20%, dan 25% (r = 3) dengan simbol P1, P2 dan P3 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2) dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan Perlakuan (P)

Ulangan (U)

1 2

P1 A11 A12

P2 A21 A22

P3 A31 A32

Keterangan :

P1 : Perlakuan dengan penambahan tepung biji durian 15% P2 : Perlakuan dengan penambahan tepung biji durian 20% P3 : Perlakuan dengan penambahan tepung biji durian 25% A11 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-1

A12 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-2` A21 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-1 A22 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-2 A31 : Perlakuan P3 pada ulangan ke-1 A32 : Perlakuan P3 pada ulangan ke-2

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Pelaksanaan uji kesukaan mi basah dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.


(51)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mi basah dengan penambahan tepung biji durian 15%, 20%, dan 25%.

3.4. Definisi Operasional

1. Tepung biji durian 15% adalah tepung yang terbuat dari biji durian yang dipakai dalam pembuatan mi basah dengan perbandingan 15% tepung biji durian dan 85% tepung terigu.

2. Tepung biji durian 20% adalah tepung yang terbuat dari biji durian yang dipakai dalam pembuatan mi basah dengan perbandingan 20% tepung biji durian dan 80% tepung terigu.

3. Tepung biji durian 25% adalah tepung yang terbuat biji durian yang dipakai dalam pembuatan mi basah dengan perbandingan 25% tepung biji durian dan 75% tepung terigu.

4. Mi basah adalah mi yang dihasilkan dari pencampuran tepung terigu dengan tepung biji durian yang diolah dengan cara direbus .

5. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa mi basah dengan penambahan tepung biji durian dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.

6. Warna adalah corak rupa yang ditimbulkan oleh mi basah yang dapat dibedakan dengan indera penglihatan pada mi basah dengan penambahan tepung biji durian.


(52)

7. Rasa adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh mi basah yang dapat dibedakan oleh indera pengecap pada mi basah dengan penambahan tepung biji durian.

8. Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh mi basah yang dapat dibedakan oleh indera penciuman pada mi basah dengan penambahan tepung biji durian.

9. Tekstur adalah tingkat kekenyalan dari mi basah dengan penambahan tepung biji durian.

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

a. Alat untuk Pembuatan Tepung Biji Durian - alat penumbuk

- ayakan tepung - baskom - blender

- nampan - panci - peniris - pisau b. Alat untuk Pembuatan Mi Basah

- alat pembuat mi (ampia)

- baskom

- kompor

- meja

- panci

- sendok

- timbangan

c. Alat untuk Uji Kesukaan (Uji Hedonik)


(53)

d. Alat untuk Penilaian Zat Gizi

- Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

3.5.2. Bahan

a. Bahan untuk Pembuatan Tepung Biji Durian

- biji durian dari Durian Sidikalang - air

b. Bahan untuk Pembuatan Mi

- tepung biji durian - tepung terigu - air

- air abu

- CMC

- garam

- telur

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Mi Setiap 100 gram Bahan

Bahan Perbandingan

15% : 85% 20% : 80% 25% : 75%

Tepung biji durian 15 gram 20 gram 25 gram

Tepung terigu 85 gram 80 gram 75 gram

CMC 1 gram 1 gram 1 gram

Garam 1 gram 1 gram 1 gram

Air 15 cc 15 cc 15 cc

Telur 20 gram 20 gram 20 gram

Air abu 1 gram 1 gram 1 gram

Keterangan :

Berat total dari bahan utama = 100 gram

Tepung biji durian 15% = 15% x 100 gram (berat total dari bahan utama) = 15 gram

Tepung terigu 85% = 85% x 100 gram = 85 gram

Tepung biji durian 20% = 20% x 100 gram (berat total dari bahan utama) = 20 gram

Tepung terigu 80% = 80% x 100 gram = 80 gram

Tepung biji durian 25% = 25% x 100 gram (berat total dari bahan utama) = 25 gram

Tepung terigu 75% = 75% x 100 gram = 75 gram


(54)

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Biji Durian

1. Biji durian dipilih yang beratnya minimal 35 gr dan dalam keadaan baik. Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit. Biji durian berukuran besar atau setidaknya beratnya minimal 35 gr sehingga apabila dikupas daging bijinya banyak.

2. Biji durian dicuci sampai bersih dan ditiriskan.

3. Biji durian direndam dalam air panas selama 5 menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan degradasi warna, penghasil getah dan pengempukkan tekstur pangan.

4. Biji durian dikupas untuk menghilangkan kulitnya.

5. Biji durian diiris tipis untuk mempermudah dalam proses penepungan.

6. Irisan biji durian dijemur selama 3-4 hari sampai benar-benar kering, dapat dilihat dari teksturnya yang rapuh dan mudah dipatahkan dan apabila dipatahkan bagian dalamnya juga sudah kering.

7. Irisan biji durian yang telah kering dihaluskan dengan penggilingan lalu diayak.

Untuk lebih jelasnya tahapan pembuatan tepung biji durian dapat dilihat dalam diagram alir Gambar 3.1 di bawah ini.


(55)

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Biji Durian

3.6.2. Proses Pembuatan Mi dengan Penambahan Tepung Biji Durian 1. Pencampuran bahan

Tepung terigu dicampur dengan tepung biji durian, tujuannya supaya tepung ini menjadi homogen dan warnanya merata, kemudian dilakukan pencampuran dengan bahan lainnya yaitu air, garam, telur, air abu, dan CMC.

Penyortiran biji durian

Pencucian biji durian hingga bersih

Pengupasan kulit biji durian

Pengirisan biji durian

Pengeringan dengan dijemur sampai kering

Penepungan biji durian dengan penggilingan dan pengayakan

Tepung biji durian


(56)

Pada proses pencampuran ini, tepung diletakkan di dalam baskom. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah penambahan air.

2. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan dilakukan secara berulang-ulang selama sekitar 15 menit.

3. Pembentukan Lembaran

Adonan yang sudah kalis selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lembaran-lembaran. Awalnya lembaran yang didapat adalah lembaran yang masih tebal, kemudian dilakukan beberapa kali penipisan, dimana penipisan ini dilakukan secara bertahap agar lembaran yang terbentuk tidak mudah sobek.

4. Pencetakan Mi

Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Potongan mi ditaburi dengan tepung tapioka agar tidak menyatu kembali.

5. Perebusan

Setelah mi terbentuk lalu dilakukan proses perebusan. Air dimasukkan ke dalam panci, kemudian dimasak sampai mendidih. Mi dimasak selama 2 menit pada suhu 100oC sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan untuk merebus mi


(57)

harus besar supaya waktu perebusan singkat. Apabila waktu perbusan lama, mi akan menjadi lembek.

6. Pendinginan

Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan dalam wadah plastik. Selanjutnya, didinginkan dan bisa ditambahkan minyak makan agar tekstur mi lebih kelihatan halus dan antar pilinan tidak lengket. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada diagram alir Gambar 3.2 di bawah ini.


(58)

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Mi Basah - 15% Tepung biji durian

- 20% Tepung biji durian - 25% Tepung biji durian

- 85% Tepung Terigu - 80% Tepung Terigu - 75% Tepung Terigu

Pencampuran bahan

Pengulenan adonan (15 menit)

Pembentukan lembaran

Pembentukan mi dengan ampia

Perebusan 1000C selama 2 menit

Pendinginan

Mi Basah

- Air (15 cc) - Garam (1 gr) - Telur (20 gr) - Air abu (1 gr) - CMC (1 gr)


(59)

3.6.3. Tahapan Perhitungan Zat Gizi Mi Basah

Perkiraan perhitungan zat gizi mi basah dengan penambahan tepung biji durian dilakukan dengan menggunakan pedoman dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Setelah jumlah zat gizi mi basah diperoleh, selanjutnya dihitung sumbangan energinya setiap 100 gram bahan.

3.6.4. Tahapan Uji Organoleptik Mi Basah

1. Pelaksanaan penilaian - Waktu dan tempat

Penilaian uji organoleptik terhadap mi basah dengan penambahan tepung biji durian hasil percobaan dilaksanakan di ruangan Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, September 2011. - Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah mi basah dari penambahan tepung biji durian dengan variasi perbandingan 15%, 20% dan 25% dari jumlah tepung terigu yang digunakan. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

- Panelis

Untuk penilaian organoleptik suatu produk diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang /kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jumlah panelis yang digunakan adalah minimal 25 orang dewasa (Rahayu, 1998). Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yang diambil dari mahasiswa /i Fakultas


(60)

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang dengan kriteria sebagai berikut:

- Sukarela atau tanpa paksaan - Dalam keadaan sehat - Tidak buta warna

2. Langkah-langkah pada uji kesukaan

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan. b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam

kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam.

3.6.5. Uji Organoleptik

Untuk mengetahui hasil percobaan perlu dilaksanakan penilaian oleh masyarakat melalui uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka atau tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai


(61)

acuan, namun untuk mempermudah panelis dan peneliti skala ini diciutkan menjadi menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Menarik

Kurang menarik Tidak menarik

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Tekstur Menarik

Kurang menarik Tidak menarik

3 2 1

3.6.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif Persentase, dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan Analisis Sidik Ragam. Analisis Deskriptif Persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992):


(62)

%=

Keterangan:

% = Skor persentase

n = Jumlah skor yang diperoleh

N = Skor ideal (skor tertinggi jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

Nilai tertinggi : 3 (suka)

Nilai terendah : 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan : 3 kriteria

Jumlah panelis : 30 orang

a. Skor maksimum = jumlah panelis nilai tertinggi = 30 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis nilai terendah = 30 1 = 30

c. Persentase maksimum = 100%

= 100% = 100%

d. Persentase minimum = 100%

= 100% = 33,3%

e. Rentangan = persentase maksimum – persentase minimum

= 100% - 33,3% = 66,7% f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria

= 66,7% : 3 = 22,2% 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut:


(63)

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan Persentase (%) Kriteria Kesukaan

78 – 100 Suka

56 – 77,99 Kurang suka

34 55,99 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap mi basah yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik mi basah dengan berbagai perlakuan jumlah substitusi tepung biji durian, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu:

1. Uji Barlett, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada uji Barlett adalah:

1. Siapkan tabel penolong sedemikian rupa, dan table penolong ini juga akan digunakan dalam analisis varians.

Tabel 3.5. Tabel Penolong untuk Uji Barlett

Subjek pengamatan Kelompok perlakuan

1 2 ... k

1 x11 x12 ... x1k

2 x21 x22 ... x2k

... ... ... ... ...

n xn1 xn2 ... xnk

Jumlah pengamatan n2 n2 ... nk

Jumlah data ...

Jumlah kuadrat data ...

Varians (Ragam) ...


(64)

2. Pasangan hipotesis:

Ho : Data populasi homogen

Ha : Sekurang-kurangnya ada dua varians populasi yang tidak sama (data populasi tidak homogen)

3. Sebaran Barlett (bn) :

4. Koefisien sebaran Barlett (bc) :

5. Daerah kritis : tolak Ho, jika bn < bc 6. Kesimpulan :

a. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho diterima, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).

b. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho ditolak, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik tidak seragam (homogen).

Apabila kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisis sidik ragam.


(65)

2. Uji Analisis Varians (Anova) dengan Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (Hanafiah, 2008).

Tabel 3.6. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db JK KT F. Hitung

F. Tabel 5% 1%

Perlakuan Galat

r-1 = V1 (rt-1)-(r-1) = V2

JKH JKG JKH (r-1) JKG (rt-1)-(r-1) KTH KTG

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan :

db : Derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat total

F : Uji-F

r : Jumlah perlakuan t : Jumlah panelis

G : Galat

Rumus :

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan = r - 1

b. db galat = (rt –1) – (t-1) c. db total = (rt) – 1

2. Faktor koreksi (FK)

(ΣYij)2

Faktor koreksi =

r x t

3. Jumah kuadrat (JK)


(66)

Σ (Yi2 )

b. Jumlah kuadrat perlakuan = - - FK

t

c. Jumlah kuadrat galat = Jumlah kuadrat total - Jumlah kuadrat perlakuan

4. Kuadrat total (KT)

JK perlakuan a. KT perlakuan =

db perlakuan

JK galat

b. KT galat =

db galat

5. F-Hitung

KT perlakuan

F-hitung =

KT galat

Bandingkan F-hitung dengan F-tabel Lihat tabel Anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan Penyebut = db galat

Bila F-hitung > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima Bila F-hitung < F-tabel = Ho diterima , Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5 %

Bila F-hitung > F-tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut dan dapat dilanjutkan denga Uji Ganda Duncan.


(67)

3. Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan.

Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karalteristik Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian

Berdasarkan ketiga perlakuan yang berbeda terhadap mi basah dengan penambahan tepung biji durian maka dihasilkan mi basah yang berbeda. Perbedaan ketiga mi basah yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini:

15% 20% 25%

Gambar 4.1 Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian

Tabel 4.1. Karakteristik Mi Basah dengan Beberapa Variasi Penambahan Tepung Biji Durian

Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian

15% 20% 25%

Warna Kuning pucat Kuning kecokelatan Cokelat

Aroma Khas mi basah Sedikit beraroma biji durian Khas biji durian

Rasa Khas mi basah Sedikit ada rasa biji durian Khas biji durian

Tekstur Terlalu lembut Lembut Agak kasar

4.2 Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah, baik dari jalur SLTA maupun jalur Ekstensi. Panelis terdiri dari 15 orang perempuan dan 15


(1)

25 gr tepung biji durian setara dengan 62,5 gr biji durian segar. Jadi, kandungan gizinya yaitu:

Tepung terigu 75 gr, jadi kandungan gizinya yaitu:


(2)

(3)

Hasil gabungan perhitungan zat gizi mi basah dari bahan dasar dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Perhitungan Zat Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Biji Durian 25% Per 100 Gram Bahan

Bahan Jumlah

(gram) Energi (kkal) KH (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr) Ca (mg) Fosfor (mg) Fe (mg) Vit. A (mg) Vit. B1 (mg) Tepung Biji Durian

25 99,88 18,75 6,12 0,125 0,67 168,75 562,5 - - -

Tepung Terigu

75 273,75 57,97 6,67 0,97 - 12,00 79,50 0,90 - 0,09

Telur 20 29,16 0,13 2,30 2,07 - 9,72 32,40 0,49 162 0,02

Minyak Goreng

30 270,60 - - - - - - - 18000 -


(4)

Lampiran 16

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Biji durian Gambar 2. Biji durian yang sudah dikupas kulit arinya

Gambar 3. Irisan biji durian Gambar 4. Biji durian yang sudah dikeringkan


(5)

Gambar 7. Tepung biji durian Gambar 8. Adonan mi basah dengan tepung biji durian 15%

Gambar 9. Adonan mi basah dengan Gambar 10. Adonan mi basah dengan tepung biji durian 20% tepung biji durian 25%

15% 20% 25%


(6)