Pembuatan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur dan Uji Mutunya

(1)

PEMBUATAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) DENGAN VARIASI PERENDAMAN DALAM AIR KAPUR DAN UJI MUTUNYA

S K R I P S I

Oleh:

NIM. 061000163 PAULINA HUTAPEA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PEMBUATAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) DENGAN VARIASI PERENDAMAN DALAM AIR KAPUR DAN UJI MUTUNYA

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000163 PAULINA HUTAPEA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul:

PEMBUATAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) DENGAN VARIASI PERENDAMAN DALAM AIR KAPUR DAN UJI MUTUNYA

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 061000163 PAULINA HUTAPEA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Juni 2010

dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji:

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes

NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, MKes

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi

NIP. 19680616 199303 2 003 NIP. 19700212 199501 2 001 Ernawati Nasution, SKM, MKes

Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

A B S T R A K

Biji durian merupakan bagian dari buah durian yang tidak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat karena berlendir dan menimbulkan rasa gatal pada lidah. Padahal dilihat dari kandungan gizinya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, karbohidrat, lemak, kalsium dan fosfor. Oleh karena itu, biji durian dapat dijadikan alternatif olahan makanan berupa tepung yang dapat menambah informasi tentang gizi pada masyarakat dan menciptakan lingkungan yang bersih.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk mengetahui mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan dan 3 (tiga) kali pengulangan, dimana perlakuan yang diberikan adalah: konsentrasi air kapur 5%, konsentrasi air kapur 10%, dan konsentrasi air kapur 15%. Kandungan gizi tepung biji durian dilihat dari kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, sedangkan organoleptik tepung biji durian dilihat dari warna dan aroma. Kemudian data dianalisis menggunakan Analisa Sidik Ragam. Untuk uji organoleptik digunakan uji kesukaan dengan skala hedonik yang dilakukan 50 orang panelis.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan rata-rata kandungan gizi dan organoleptik tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur akan tetapi tidak memberi pengaruh yang nyata. Untuk kandungan gizi dilihat dari kadar air, lemak dan protein, tidak ada perbedaan yang bermakna dari tepung biji durian yang dihasilkan, namun dari kadar abu dan karbohidrat, ada perbedaan yang bermakna. Dari pengujian organoleptik tepung biji durian menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna dan aroma tepung biji durian dengan konsentrasi air kapur 5%.

Berdasarkan hasil penelitian, perlu penelitian lebih lanjut dengan modifikasi proses pembuatan tepung biji durian sehingga menghasilkan tepung biji durian yang lebih berkualitas serta perlu dilakukan kajian terhadap zat gizi mikro tepung biji durian.


(5)

A B S T R A C T

Durian seeds are part of the durian which is not consumed by most people because of the mucus and cause itching at the tongue. However, as seen from its nutrient content, durian seeds has potential as a source of nutrient, which contains proteins, carbohydrates, fat, calcium and phosphorus. Thus, durian seeds may be an alternative food product as flour, which can add information about nutrition in society and make a clean environment.

This study is an experiment to determine the quality of durian seed flour produced from each variation of immersion in calcium hidroxide solution views from the nutrient content and organoleptic using Completely Randomized Design methods with 3 (three) treatment and 3 (three) times of repetition, where the treatment given is: 5% concentration of calcium hidroxide solution, 10% concentration of calcium hidroxide solution, and 15% concentration of calcium hidroxide solution. Nutrient content of durian seed flour views of water, ash, fats, proteins and carbohydrates, while organoleptic durian seed flour views of color and flavor. Then, the data were analysed using analysis of variance. Organoleptic test used the hedonic scale of organoleptic preference by 50 panelists.

The study results indicate that the difference in the average nutritient content and organoleptic durian seed flour produced from the variation of immersion in calcium hidroxide solution did not have a significant impact. For views of the nutrient content of water, fat and protein, there was no significant difference, but the ash and carbohydrates, there was. Organoleptic test of durian seed flour showed that most of the panelists like the color and flavor of durian seed flour with 5% concentration of calcium hidroxide solution.

Based on this study, further research is needed with modificate the process of making durian seed flour to produces a higher quality flour and micro-nutrients are also required review of durian seed flour.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Paulina Hutapea

Tempat/tanggal lahir : Dumai/ 29 November 1988 Agama : Kristen Protestan

Status perkawinan : Belum Kawin

Alamat rumah : Jl. Diponegoro Gg. Nenas No. 01 Dumai

Riwayat pendidikan

Tahun 1994-2000 : SDS Estomihi Dumai Tahun 2000-2003 : SLTPN II Dumai Tahun 2003-2006 : SMAN I Dumai


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pembuatan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) dengan Variasi

Perendaman dalam Air Kapur dan Uji Mutunya.”

Keterbatasan kemampuan penulis membuat skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Kepala Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan selaku Dosen Pembimbing II pada penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukungannya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan,

3. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing I pada penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukungannya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan,


(8)

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi selaku Dosen Penguji II, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukungannya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan,

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Penguji III, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukungannya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan,

6. Bapak dr. Surya Dharma, MPH sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat,

7. Kedua orang tua penulis, S. Hutapea dan R. br. Simanungkalit serta seluruh anggota keluarga penulis, yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi bagi penulis,

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini secara langsung dan tidak langsung. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Medan, Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Durian ... 6

2.2. Manfaat dan Kandungan Gizi Durian ... 8

2.2.1. Manfaat Tanaman Durian ... 8

2.2.2. Kandungan Gizi Daging Buah Durian ... 9

2.2.3. Kandungan Gizi Biji Durian ... 10

2.2.4. Kandungan Oksalat pada Biji Durian ... 11

2.3. Tepung Biji Durian dan Manfaatnya... 14

2.4. Proses Pengolahan Tepung Biji Durian ... 15

2.5. Syarat Mutu Tepung ... 19

2.6. Uji Organoleptik ... 21

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

2.8. Hipotesa Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Rancangan Percobaan ... 25

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.3.1. Tempat Penelitian ... 27

3.3.2. Waktu Penelitian ... 27

3.4. Alat dan Bahan... 27

3.4.1. Alat ... 27

3.4.2. Bahan ... 27

3.5. Defenisi Operasional ... 28

3.6. Prosedur Pembuatan Tepung Biji Durian ... 29

3.7. Uji Kandungan Gizi ... 31

3.8. Uji Organoleptik ... 35


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Analisa Kandungan Gizi Tepung Biji Durian ... 40

4.1.1. Analisa Kadar Air Tepung Biji Durian ... 40

4.1.2. Analisa Kadar Abu Tepung Biji Durian ... 42

4.1.3. Analisa Kadar Lemak Tepung Biji Durian ... 44

4.1.4. Analisa Kadar Protein Tepung Biji Durian ... 46

4.1.5. Analisa Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian ... 48

4.2. Analisa Organoleptik Tepung Biji Durian ... 50

4.2.1. Analisa Organoleptik Warna Tepung Biji Durian ... 50

4.2.2. Analisa Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian ... 52

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Tepung Biji Durian ... 56

5.2. Kandungan Gizi Tepung Biji Durian ... 57

5.2.1. Kadar Air ... 57

5.2.2. Kadar Abu ... 58

5.2.3. Kadar Lemak ... 59

5.2.4. Kadar Protein ... 59

5.2.5. Kadar Karbohidrat ... 60

5.3. Hasil Uji Organoleptik Tepung Biji Durian ... 61

5.3.1. Hasil Uji Organoleptik Warna ... 61

5.3.2. Hasil Uji Organoleptik Aroma ... 62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64

Daftar Pustaka Lampiran:

Lampiran 1. Skema Tahapan Pembuatan Tepung Biji Durian Lampiran 2. Formulir Uji Organoleptik

Lampiran 3. Hasil Analisa Sidik Ragam

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Pemakaian Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian ... 7

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Buah Durian Per 100 gr Bahan ... 9

Tabel 2.3. Perbandingan Syarat Mutu Tepung Terigu, Tepung Jagung dan Tepung Sagu ... 20

Tabel 3.1. Pengulangan Eksperimen ... 25

Tabel 3.2. Penilaian Organoleptik ... 36

Tabel 3.3. Data Pengamatan untuk Rancangan Acak Lengkap ... 37

Tabel 3.4. Anova untuk Rancangan Acak Lengkap ... 39

Tabel 4.1. Perbedaan Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 40

Tabel 4.2. Analisis Sidik Ragam Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 41

Tabel 4.3. Perbedaan Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 42

Tabel 4.4. Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 43

Tabel 4.5. Perbedaan Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 44

Tabel 4.6. Analisis Sidik Ragam Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 45

Tabel 4.7. Perbedaan Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 46

Tabel 4.8. Analisis Sidik Ragam Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 47

Tabel 4.9. Perbedaan Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 48


(12)

Tabel 4.10. Analisis Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian

dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 49 Tabel 4.11. Hasil Analisa Organoletik Warna Tepung Biji Durian... 50 Tabel 4.12. Analisis Sidik Ragam Organoleptik Warna Tepung Biji Durian

dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 51 Tabel 4.13. Hasil Analisa Organoletik Aroma Tepung Biji Durian ... 52 Tabel 4.14. Analisis Sidik Ragam Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian

dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 53 Tabel 4.15. Hasil Pemeriksaan Kandungan Gizi Akibat Variasi Perendaman dalam

Air Kapur pada Pembuatan Tepung Biji Durian ... 54 Tabel 4.16. Hasil Total Skor Organoleptik Akibat Variasi Perendaman dalam Air


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 23 Gambar 3.1. Skema Rancangan Percobaan ... 26 Gambar 3.2. Skema Tahapan Pembuatan Tepung Biji Durian ... 30 Gambar 4.1. Grafik Perbedaan Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi

Perendaman dalam Air Kapur ... 41 Gambar 4.2. Grafik Perbedaan Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi

Perendaman dalam Air Kapur ... 43 Gambar 4.3. Grafik Perbedaan Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi

Perendaman dalam Air Kapur ... 45 Gambar 4.4. Grafik Perbedaan Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi

Perendaman dalam Air Kapur ... 47 Gambar 4.5. Grafik Perbedaan Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian dengan

Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 49 Gambar 4.6. Grafik Perbedaan Organoleptik Warna Tepung Biji Durian dengan

Variasi Perendaman dalam Air Kapur ... 51 Gambar 4.7. Grafik Perbedaan Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian dengan


(14)

A B S T R A K

Biji durian merupakan bagian dari buah durian yang tidak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat karena berlendir dan menimbulkan rasa gatal pada lidah. Padahal dilihat dari kandungan gizinya, biji durian cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein, karbohidrat, lemak, kalsium dan fosfor. Oleh karena itu, biji durian dapat dijadikan alternatif olahan makanan berupa tepung yang dapat menambah informasi tentang gizi pada masyarakat dan menciptakan lingkungan yang bersih.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk mengetahui mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan dan 3 (tiga) kali pengulangan, dimana perlakuan yang diberikan adalah: konsentrasi air kapur 5%, konsentrasi air kapur 10%, dan konsentrasi air kapur 15%. Kandungan gizi tepung biji durian dilihat dari kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, sedangkan organoleptik tepung biji durian dilihat dari warna dan aroma. Kemudian data dianalisis menggunakan Analisa Sidik Ragam. Untuk uji organoleptik digunakan uji kesukaan dengan skala hedonik yang dilakukan 50 orang panelis.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan rata-rata kandungan gizi dan organoleptik tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur akan tetapi tidak memberi pengaruh yang nyata. Untuk kandungan gizi dilihat dari kadar air, lemak dan protein, tidak ada perbedaan yang bermakna dari tepung biji durian yang dihasilkan, namun dari kadar abu dan karbohidrat, ada perbedaan yang bermakna. Dari pengujian organoleptik tepung biji durian menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna dan aroma tepung biji durian dengan konsentrasi air kapur 5%.

Berdasarkan hasil penelitian, perlu penelitian lebih lanjut dengan modifikasi proses pembuatan tepung biji durian sehingga menghasilkan tepung biji durian yang lebih berkualitas serta perlu dilakukan kajian terhadap zat gizi mikro tepung biji durian.


(15)

A B S T R A C T

Durian seeds are part of the durian which is not consumed by most people because of the mucus and cause itching at the tongue. However, as seen from its nutrient content, durian seeds has potential as a source of nutrient, which contains proteins, carbohydrates, fat, calcium and phosphorus. Thus, durian seeds may be an alternative food product as flour, which can add information about nutrition in society and make a clean environment.

This study is an experiment to determine the quality of durian seed flour produced from each variation of immersion in calcium hidroxide solution views from the nutrient content and organoleptic using Completely Randomized Design methods with 3 (three) treatment and 3 (three) times of repetition, where the treatment given is: 5% concentration of calcium hidroxide solution, 10% concentration of calcium hidroxide solution, and 15% concentration of calcium hidroxide solution. Nutrient content of durian seed flour views of water, ash, fats, proteins and carbohydrates, while organoleptic durian seed flour views of color and flavor. Then, the data were analysed using analysis of variance. Organoleptic test used the hedonic scale of organoleptic preference by 50 panelists.

The study results indicate that the difference in the average nutritient content and organoleptic durian seed flour produced from the variation of immersion in calcium hidroxide solution did not have a significant impact. For views of the nutrient content of water, fat and protein, there was no significant difference, but the ash and carbohydrates, there was. Organoleptic test of durian seed flour showed that most of the panelists like the color and flavor of durian seed flour with 5% concentration of calcium hidroxide solution.

Based on this study, further research is needed with modificate the process of making durian seed flour to produces a higher quality flour and micro-nutrients are also required review of durian seed flour.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian banyaknya varietas buah-buahan yang berkembang di Indonesia, tentunya tidak semua dapat diunggulkan. Durian merupakan salah satu varietas buah yang telah diuji dan dipastikan serta dilepas dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 476/KPTS/Um/8/1977 sebagai buah varietas unggul di Indonesia (Nuswamarhaeni, 1999).

The king of the fruit, merupakan julukan bagi buah durian yang merupakan salah satu jenis buah yang telah lama berkembang dan ditanam di wilayah nusantara ini. Daging buahnya yang bertekstur lunak dengan rasa yang nikmat serta baunya yang khas dan tajam membuat buah yang berduri ini selalu digemari oleh berbagai lapisan masyarakat walaupun harganya relatif mahal.

Bobot total buah durian terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, daging buah sekitar 20-35%; kedua, biji sekitar 5-15%; sisanya berupa bobot kulit yang mencapai 60-75% dari bobot total buah (Untung, 2008). Masyarakat pada dasarnya hanya mengkonsumsi daging buah durian, hal ini berarti 65-80% bagian durian yang lain yaitu biji dan kulit tidak dikonsumsi, sehingga menjadi sampah yang banyak dan menumpuk seterusnya menimbulkan polusi dan mengundang serangga serta bibit penyakit akibat lingkungan yang tidak bersih.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, produksi buah durian terbanyak menurut provinsi per tahun adalah Provinsi Sumatera Utara dengan


(17)

jumlah produksi 128.803 ton, diikuti Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah masing-masing dengan jumlah produksi 91.097 ton, 91.078 ton dan 65.019 ton, sementara total produksi buah durian di Indonesia adalah 682.323 ton (BPS, 2008). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagai daerah yang banyak memproduksi buah durian, berarti banyak pula sampah biji dan kulit durian yang dihasilkan.

Berdasarkan penelitian Hatta (2007) dalam Rofaida (2008), kulit durian secara proporsional mengandung unsur selulose yang tinggi (50-60%) dan kandungan lignin (5%) serta kandungan pati yang rendah (5%) sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut bisa digunakan sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya. Selain itu, limbah kulit durian mengandung sel serabut dengan dimensi yang panjang serta dinding serabut yang cukup tebal sehingga akan mampu berikatan dengan baik apabila diberi bahan perekat sintetis atau bahan perekat mineral (Rofaida, 2008).

Biji buah durian sering dianggap tidak bermanfaat, ataupun sebatas dimanfaatkan untuk dimakan setelah dikukus atau direbus maupun dibakar oleh sebagian kecil masyarakat. Biji durian sebagai bahan makanan memang belum memasyarakat di Indonesia, padahal jika mendapatkan penanganan yang serius biji durian dapat dimanfaatkan sebagai penghasil tepung yang tidak kalah dengan tepung lainnya yang akan meningkatkan nilai ekonomis dan kemanfaatannya. Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan (AAK, 1997). Winarti (2006), menyebutkan bahwa biji durian, bila ditinjau dari komposisi kimianya, cukup berpotensi sebagai sumber gizi,


(18)

yaitu mengandung protein 9,79%, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9% (Wahyono, 2009). Oleh karena itu, biji durian dapat dijadikan alternatif olahan makanan berupa tepung yang dapat menambah informasi tentang gizi pada masyarakat dan menciptakan lingkungan yang bersih. Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganekaragaman bahan makanan.

Menurut Sunarjono (1999), dalam pengolahan tepung biji durian dapat dilakukan dengan proses diblansing, direndam dalam air kapur, selanjutnya diiris tipis-tipis, dijemur dan ditumbuk sampai halus. Menurut Jarod (2007), perendaman dalam air kapur dapat memberi tekstur yang lebih keras, mengurangi rasa yang menyimpang, membuat tahan lama dan mencegah timbulnya warna atau pencoklatan. Berdasarkan pengamatan atas studi pendahuluan yang telah dilakukan, perendaman dalam air kapur juga terbukti dapat mengurangi getah atau lendir yang banyak terdapat pada biji durian yang telah dikupas kulitnya. Selain itu, alasan digunakan air kapur dalam proses pembuatan tepung biji durian ini adalah harganya yang murah dan terjangkau serta mudah didapatkan, juga sifatnya yang mudah larut dalam air.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, ternyata teridentifikasi adanya oksalat dalam biji durian, hal ini dapat dilihat dalam proses perendaman biji durian dalam air kapur yang langsung mengikat getah pada biji durian sehingga terbentuk endapan dan juga uji sensori oksalat dengan adanya rasa gatal pada lidah ketika memakan biji durian yang mentah. Hal ini juga telah dibuktikan dengan


(19)

beberapa uji identifikasi oksalat pada filtrat biji durian mentah yang dilakukan peneliti. Menurut Sutrisno (2007), salah satu cara mengurangi oksalat pada bahan makanan yaitu dengan cara menaikkan suplai kalsium yang akan dapat menetralkan pengaruh dari oksalat, hal ini dapat dilakukan dengan perendaman dalam air kapur. Berdasarkan hal ini, peneliti akan mencoba membuat tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam konsentrasi air kapur yang berbeda-beda yaitu 5%, 10% dan 15%.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan gizi yaitu kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dari tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur.

2. Untuk mengetahui organoleptik yaitu warna dan aroma dari tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang proses pembuatan tepung biji durian.

b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang kandungan gizi dan organoleptik tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur.

c. Sebagai salah satu upaya penganekaragaman bahan makanan dari biji buah durian.

d. Sebagai alternatif pemanfaatan sampah biji durian agar tercipta lingkungan yang bersih.

e. Sebagai alternatif dalam meningkatkan nilai ekonomis biji durian dan membuka lapangan usaha baru.

f. Sebagai upaya meningkatkan keterampilan dan meningkatkan nilai komoditas melalui pengembangan aneka tepung dan pengolahan bahan pangan lokal non beras menjadi produk olahan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Durian

Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 1996).

Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar-pencar di hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan masyarakat saat itu tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli menyebarluaskan tanaman durian ini kepada masyarakat yang sudah hidup secara menetap (Setiadi, 1999).

Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah, suhu udara antara 250-320C, kelembaban udara (rH) sekitar 50-80%, dan intensitas cahaya matahari 45-50% (Rukmana, 1996). Klasifikasi ilmiah tanaman durian dapat dilihat pada tabel berikut:


(22)

Tabel 2.1.

Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Plantae (tumbuhan)

Divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisi Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo Malvaceae

Famili Bombacaceae

Genus Durio

Spesies Durio zibethinus Murr Sumber: Rukmana (1996)

Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae, family Bombacaceae, dan genus Durio. Prof. Dr. A.J.G.H. Kostermans mencatat ada 27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies ditemukan di Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa dikonsumsi karena berbagai sebab; misalnya: rasa tidak enak, buah terlalu kecil, atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri dari: Durio zibethinus (durian), Durio kutejensis (lai), Durio oxleyanus (kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio graveolens (labelak), Durio grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura-kura). Dari ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan karena buahnya enak (Untung, 2008).

Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh Dinas Pertanian, yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau, sijapang, siriwig, bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hepe, matahari, aspar, sawah mas, raja mabah, kalapet, dan lai mansau (Untung, 2008).


(23)

Buah durian berbentuk bulat, bulat panjang, atau variasi dari kedua bentuk itu. Buah yang sudah matang panjangnya sekitar 30-45 cm dengan lebar 20-25 cm, beratnya sebagian besar berkisar antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5 juring yang didalamnya terletak 1-5 biji yang diselimuti daging buah berwarna putih, krem, kuning, atau kuning tua. Besar kecilnya ukuran biji, rasa, tekstur dan ketebalan daging buah tergantung varietas (Untung, 2008).

Daging buah strukturnya tipis sampai tebal, berwarna putih, kuning atau kemerah-merahan atau juga merah tembaga. Buah durian berwarna hijau sampai kecoklatan, tertutup oleh duri-duri yang berbentuk piramid lebar, tajam dan panjang 1 cm. Tiap pohon durian dapat menghasilkan buah antara 80-100 butir, bahkan hingga 200 buah, terutama pada pohon durian berumur tua (Rukmana, 1996).

2.2. Manfaat dan Kandungan Gizi Durian 2.2.1. Manfaat Tanaman Durian

Manfaat tanaman durian selain buahnya sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, juga terdapat manfaat dari bagian lainnya (AAK, 1997), yaitu:

1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring.

2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus.

3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan.

4. Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur, dapat juga digunakan untuk


(24)

campuran media tanaman di dalam pot, serta sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya.

5. Bunga dan buah mentahnya dapat dijadikan makanan, antara lain dibuat sayur.

2.2.2. Kandungan Gizi Daging Buah Durian

Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi adalah buahnya. Buah yang telah matang selain enak dikonsumsi segar, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan maupun pencampur minuman seperti dibuat kolak, bubur, keripik, dodol, tempoyak, atau penambah cita rasa ice cream. Disamping itu, buah durian mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap, seperti disajikan pada tabel berikut (Rukmana, 1996).

Tabel 2.2.

Kandungan Gizi Buah Durian Per 100 gr Bahan

Kandungan Gizi Satuan Jumlah

Energi kal 134,0

Protein gr 2,4

Lemak gr 3,0

Karbohidrat gr 28,0

Kalsium mgr 7,4

Fosfor mgr 44,0

Zat Besi (Fe) mgr 1,3

Vitamin A SI 175,0

Vitamin B1 mgr 0,1

Vitamin C mgr 53,0

Air gr 65,0

Bagian dapat dimakan % 22,0 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)


(25)

2.2.3. Kandungan Gizi Biji Durian

Biji durian berbentuk bulat-telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-6 biji atau lebih. Biji durian merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara generatif, terutama untuk batang bawah pada penyambungan (Rukmana, 1996).

Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang mempunyai potensi akan adanya buah durian dimana biji durian tersebut menjadi salah satu limbah yang terbengkalai atau tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat bahan tersebut dan digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses lebih lanjut, menjadi beberapa hasil yang bervariasi.

Di Indonesia biji durian memang belum memasyarakat untuk digunakan sebagai bahan makanan. Biasanya biji durian hanya dikonsumsi sebagian kecil masyarakat setelah direbus atau dibakar (Rukmana, 1996), padahal biji durian dapat diolah menjadi makanan lain yang lebih menarik dan enak. Produk pengolahan biji durian antara lain keripik biji durian, bubur biji durian dan tepung biji durian.

Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik, contohnya pati biji durian diketahui dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam formulasi tablet ketoprofen (Jufri, 2006). Winarti (2006), menyebutkan bahwa biji durian, bila ditinjau dari komposisi kimianya, cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein 9,79%, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9% (Wahyono, 2009).


(26)

Menurut Genisa dan Rasyid (1994) dalam Muhamad Afif (2007), komposisi kimia biji durian hampir sama dengan biji-biji yang termasuk famili Bombacaceae yang lain, komposisi kandungan yang terdapat pada biji durian yang dimasak kadar airnya 51,1 gram, kadar lemak 0,2 gram, kadar protein 1,5 gram, dan kadar karbohidrat 46,2 gram. Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau singkong 34,7% (Afif, 2007).

2.2.4. Kandungan Oksalat pada Biji Durian

Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10oC) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25%), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk magnesium (Mg) atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat (Sutrisno, 2007).

Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, hal ini tak hanya mencegah penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain. Hal tersebut menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan (Sutrisno, 2007).


(27)

Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa tersebut bersifat toksis. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Sutrisno, 2007).

Karena pengaruh distropik oleh oksalat tergantung pada ratio molar antara asam oksalat dan kalsium, hal itu dapat dicegah melalui cara, yaitu (Sutrisno, 2007):

1. Menghilangkan oksalat dengan membatasi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung oksalat yang larut, yaitu dengan menghindari makan dalam jumlah besar atau juga menghindari makan dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang. Mengkombinasikan beberapa makanan yang banyak mengandung oksalat perlu juga dihindari.

2. Dengan cara menaikkan suplai kalsium yang akan dapat menetralkan pengaruh dari oksalat.

3. Memasak bahan makanan yang mengandung asam oksalat hingga mendidih dan membuang airnya sehingga dapat memperkecil proporsi asam oksalat dalam bahan makanan.


(28)

Keberadaan senyawa oksalat dapat diidentifikasikan melalui beberapa uji reaksi berikut ini (Vogel, 1985):

1. Larutan perak nitrat: endapan oksalat yang putih dan seperti dadih susu, yang sangat sedikit larut dalam air; larut dalam larutan amonia dan dalam asam nitrat encer.

2. Larutan kalsium klorida: endapan putih kristalin, kalsium oksalat, dari larutan-larutan netral, yang tak larut dalam asam asetat encer, asam oksalat dan dalam larutan amonia oksalat, tetapi larut dalam asam klorida encer dan dalam asam nitrat encer.

3. Larutan kalium permanganat: warnanya menjadi hilang bila dipanaskan dalam larutan asam sampai 600-700. Penghilangan warna larutan permanganat ini juga ditimbulkan oleh banyak senyawa organik lainnya, tetapi jika seterusnya karbon dioksida yang dilepaskan itu diuji dengan reaksi air kapur, uji ini menjadi spesifik bagi oksalat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan untuk identifikasi oksalat pada biji durian, adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwa pada biji durian terdapat senyawa oksalat dengan keterangan hasil uji berikut ini:

1. Uji dengan larutan perak nitrat

Filtrat biji durian ditambah larutan perak nitrat terbentuk endapan putih, kemudian ditambah asam nitrat encer, endapan putih menjadi hilang, dan sampel menjadi jernih.


(29)

2. Uji dengan larutan Pb asetat

Filtrat biji durian ditambah Pb asetat terbentuk endapan putih seperti dadih susu yang terpisah didasarnya.

3. Uji dengan kalium permanganat

Filtrat biji durian ditambah kalium permanganat menjadi warna ungu, kemudian ditambah asam klorida menjadi warna kuning, dan setelah dipanaskan sampel menjadi berwarna putih jernih.

4. Uji dengan larutan kalsium klorida

Filtrat biji durian ditambah larutan kalsium klorida tidak menunjukkan adanya perubahan, setelah ditambahkan asam asetat sampel menjadi lebih jernih dan setelah dibiarkan beberapa lama kemudian terbentuk endapan putih di dasarnya.

2.3. Tepung Biji Durian dan Manfaatnya

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung, atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Wikipedia, 2009). Tepung biji durian adalah tepung yang berasal dari biji durian melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pemblansingan, perendaman, pengirisan, pengeringan, dan penepungan.

Berdasarkan komposisinya, tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung tapioka, tepung ubi jalar dan sebagainya, dan tepung komposit yaitu


(30)

tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung komposit terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-terigu-pisang (Widowati, 2009).

Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Widowati, 2009).

Dengan biji durian yang diolah menjadi tepung, dapat diolah lebih lanjut menjadi makanan seperti dodol, kue telur blanak, wajik, kue kering, dan berbagai produk lainnya dimana bahan tepungnya dapat disubstitusi dengan tepung biji durian.

2.4. Proses Pengolahan Tepung Biji Durian

Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganeragaman pengolahan bahan makanan.

1. Penyortiran

Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit. Biji durian berukuran besar atau setidaknya beratnya minimal 35 gr sehingga apabila dikupas daging bijinya banyak.


(31)

2. Pencucian

Biji durian yang sudah disortir kemudian dicuci berulang kali sampai bersih, setiap kali cuci airnya diganti. Pencucian ini berfungsi untuk melepaskan segala kotoran yang melekat pada biji durian, terutama untuk menghilangkan daging buah durian yang masih melekat pada bijinya (Afif, 2006).

3. Pengupasan

Pengupasan yaitu proses pemisahan biji durian dari kulit arinya dengan menggunakan pisau, karena biasanya kulit bahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi bahan (Sulistyowati, 2001).

4. Pemblansingan

Blansing adalah proses pencelupan pada air panas atau pengukusan selama beberapa menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan degradasi warna, penghasil getah dan pengempukkan tekstur pangan. Fungsi lain dari blansing untuk mengurangi gas-gas terlarut dan memperbaiki tekstur (Jarod, 2007).

5. Perendaman

Kapur yang digunakan dalam membuat air kapur yang digunakan dalam proses perendaman pada tahap pembuatan tepung biji durian disebut juga kapur sirih, kapur tohor, kapur mati, dan lain-lain. Sesuai dengan rumus kimia dan nama unsur penyusunnya, kapur ini dikenal dengan nama kalsium hidroksida.

Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.

Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air (H2O). Kapur tohor Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida merupakan zat padat yang


(32)

yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000C-9000C. Kapur tohor ini apabila disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam (hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas (Sukandarrumidi, 1999).

Perendaman dalam air kapur dalam pengolahan tepung biji durian diharapkan dapat mengurangi getah atau lendir, membuat tahan lama, mencegah timbulnya warna atau pencoklatan. Perendaman dalam larutan kapur sirih dapat berfungsi sebagai pengeras atau memberi tekstur, mengurangi rasa yang menyimpang: sepet, gatal, getir dan citarasa menyimpang (Jarod, 2007) dan juga menurunkan senyawa oksalat yang ada pada biji durian yang tidak baik untuk tubuh kita (Sutrisno, 2007). Alasan lainnya digunakan air kapur dalam proses pembuatan tepung biji durian ini adalah harganya yang murah dan terjangkau serta mudah didapatkan, juga sifatnya yang mudah larut dalam air.

Biji durian direndam dalam air kapur 5%, 10%, dan 15% selama 1 jam. Konsentrasi air kapur 5% berarti didalam 100 ml air kapur terdapat 5 gram kapur.

6. Pengirisan

Biji durian yang telah direndam dalam air kapur dicuci kembali dengan air bersih, kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau atau alat pengiris. Tujuan pengirisan ini adalah untuk mempercepat proses pengeringan (Afif, 2007).

7. Pengeringan

Pengeringan dilakukan secara langsung dengan menggunakan tenaga matahari, proses penjemuran dilakukan sampai kering. Karena dengan daging biji yang kering tersebut guna mempermudah dalam proses penepungan pada biji durian (Afif, 2006).


(33)

Tujuan pengeringan adalah menghilangkan atau mengurangi kadar air bahan agar mikroba penyebab penyakit tidak bisa hidup, sehingga bahan pangan menjadi awet dan tahan lama. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume pangan sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan.

Selama pengeringan terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang tidak semuanya diinginkan. Selain penyusutan volume, pangan dapat mengalami perubahan warna yang tidak disukai seperti pencoklatan, dapat pula terjadi penurunan nilai gizi, aroma dan rasa, dan kemampuan menyerap air (WHO, 1991).

8. Penepungan

Irisan biji durian yang sudah kering ditumbuk atau dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel, hingga menjadi bubuk halus/tepung. Kemudian diayak sehingga diperoleh hasil berupa tepung yang halus dan homogen (Rukmana, 1996).

9. Penyimpanan

Tepung biji durian agar tahan lama dalam penyimpanannya disimpan dalam tempat yang rapat, tidak lembab suhunya. Apabila suhunya lembab dan tidak rapat akan mengakibatkan kerusakan pada tepung seperti ditumbuhi jamur atau kutu. Sehingga penyimpanannya dapat dilakukan dalam kantong plastik, karung kain, kantong besar, dan lain-lain (Afif, 2007).


(34)

2.5. Syarat Mutu Tepung

Di bawah ini merupakan beberapa syarat mutu dari beberapa jenis tepung menurut Standar Nasional Indonesia, di antaranya syarat mutu tepung terigu menurut SNI 01‐3751‐2000, syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995, dan syarat mutu tepung sagu menurut SNI 01-3729-1995.


(35)

Tabel 2.3.

Perbandingan Syarat Mutu Tepung Terigu, Tepung Jagung dan Tepung Sagu

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

T. Terigu T. Jagung T. Sagu

1. Keadaan

1.1. Bentuk - Normal - -

1.2. Bau - Normal Normal Normal

1.3. Rasa - Normal Normal Normal

1.4. Warna - - Normal Normal

2. Benda asing - Tidak boleh

ada

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada 3. Serangga (dalam segala

bentuk stadia dan potongan‐potongannya)

- Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

4. Jenis pati lain - - Tidak boleh

ada

Tidak boleh ada 5. Kehalusan

5.1. Lolos ayakan 60 mesh %(b/b) - Min. 99 -

5.2. Lolos ayakan 80 mesh %(b/b) - Min. 70 -

5.3. Lolos ayakan 100 mesh %(b/b) Min. 95 - Min. 95

6. Kadar air %(b/b) Maks. 14.5 Maks. 10 Maks. 13

7. Kadar abu %(b/b) Maks. 0.6 Maks. 1,5 Maks. 0,5

8. Serat kasar %(b/b) - Maks. 1,5 Maks. 0,1

9. Derajat asam ml.N.NaO/

100 gr

Maks. 50/100g

contoh

Maks. 4,0 Maks. 4,0

10. Cemaran logam

10.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.10 Maks. 1,0 Maks. 1,0 10.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0 Maks. 10,0 Maks. 10,0

10.3. Seng (Zn) mg/kg - Maks. 40,0 Maks. 40,0

10.4. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05 Maks. 0,05 Maks. 0,05 11. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5 Maks. 0,5 Maks. 0,5 12. Cemaran mikroba

12.1. Angka lempeng total Koloni/gr Maks. 106 Maks. 5x106 Maks. 106

12.2. E. Coli APM/gr Maks. 10 Maks. 10 Maks. 10

12.3. Kapang Koloni/gr Maks. 104 Maks. 104 Maks. 104 Sumber: Standar Nasional Indonesia


(36)

2.6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan penilaian secara indrawi dan bersifat subyektif terhadap karakteristik suatu sampel. Penilaian subyektif merupakan cara penilaian terhadap mutu atau sifat-sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai instrumen atau alat (Soekarto, 1985).

Tidak ada keharusan untuk menggunakan panelis terlatih untuk mengevaluasi daya terima suatu sampel, sebab masalah daya terima bersifat subyektif saja (Rahayu, 2001).

Syarat-syarat panelis sebagai instrumen alat ukur adalah (Ningsih, 2005): 1. Sehat lahir dan batin (terutama organ/indra untuk menguji)

2. Emosi dalam keadaan normal atau stabil 3. Kepekaan panca indra normal.

4. Tidak lelah, lapar, kenyang, terlalu gembira, terlalu sedih. 5. Tidak perokok.

6. Tidak pemabuk.

7. Tidak pecandu narkoba. 8. Mau bekerja sama.

Waktu pengujian yang tepat yaitu sekitar jam 09.00 – 15.00 WIB karena (Ningsih, 2005):

1. Kondisi tubuh fit (segar)


(37)

Penilaian organoleptik terhadap warna dan aroma tepung biji durian yang dilakukan panelis memakai skala hedonik sembilan titik (Rahayu, 2001), yaitu:

1. Amat suka 2. Sangat suka 3. Suka

4. Agak suka

5. Biasa (bukan “tidak suka” dan bukan “suka”) 6. Agak tidak suka

7. Tidak suka 8. Sangat tidak suka 9. Amat sangat tidak suka


(38)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1.

Kerangka Konsep Penelitian

Dalam proses pengolahan biji durian menjadi tepung biji durian dilakukan perlakuan variasi konsentrasi air kapur pada proses perendaman dalam air kapur dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%, kemudian dilakukan uji kandungan gizi yaitu kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat serta uji organoleptik yaitu warna dan aroma dari tepung biji durian yang dihasilkan.

Biji Durian

Perendaman dalam Air Kapur: - M5 = konsentrasi air kapur 5%

- M10 = konsentrasi air kapur 10%

- M15 = konsentrasi air kapur 15%

Kandungan Gizi: - Air

- Abu - Lemak - Protein - Karbohidrat

Tepung Biji Durian

Organoleptik: - Warna - Aroma


(39)

2.8. Hipotesa Penelitian

Ho: Tidak ada perbedaan mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya.

Ha: Ada perbedaan mutu tepung biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu untuk mengetahui mutu tepung

biji durian yang dihasilkan dari setiap variasi perendaman dalam air kapur dilihat dari kandungan gizi dan organoleptiknya.

3.2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 3 perlakuan variasi konsentrasi air kapur sebagai berikut:

M5 = konsentrasi air kapur 5%

M10 = konsentrasi air kapur 10%

M15 = konsentrasi air kapur 15%

Masing–masing perlakuan diulang 3 kali sehingga pengacakannya sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Pengulangan Eksperimen

Ulangan Perlakuan M5 M10 M15

1 M5a M10a M15a

2 M5b M10b M15b

3 M5c M10c M15c

Sumber: Sudjana, 1980 Keterangan:

- Mxa = sampel dengan konsentrasi air kapur x% pengulangan pertama - Mxb = sampel dengan konsentrasi air kapur x% pengulangan kedua - Mxc = sampel dengan konsentrasi air kapur x% pengulangan ketiga


(41)

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam skema rancangan percobaan berikut ini:

Gambar 3.1.

Skema Rancangan Percobaan

Eksperimen Sampel

Kandungan Gizi: - Kadar air - Kadar abu - Lemak - Protein - Karbohidrat

Organoleptik: - Warna - Aroma

Analisis Data Konsentrasi air kapur 10% (M10)

Konsentrasi air kapur 15% (M15)

Konsentrasi air kapur 5% (M5)


(42)

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Alasannya adalah karena pada laboratorium ini tersedia alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.

3.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 – Mei 2010. 3.4. Alat dan Bahan

3.4.1. Alat

a. Alat untuk Pembuatan Tepung Biji Durian

- Baskom - Panci - Pisau - Peniris - Nampan

- Ayakan tepung - Alat penumbuk - Alat pengiris - Plastik - Timbangan

b. Alat untuk Uji Kandungan Gizi

- Cawan porselen - Tang krus - Labu Soxhlet - Botol timbang - Kertas saring - Blender

- Labu Kjeldahl - Labu Erlenmeyer - Buret

- Oven

- Furnace (tanur pengabuan) - Desikator

c. Alat untuk Uji Organoleptik


(43)

3.4.2. Bahan

a. Bahan untuk Pembuatan Tepung Biji Durian

- Biji durian (pada penelitian ini biji durian yang digunakan adalah biji dari buah durian varietas lokal yang berasal dari Sidikalang)

- Kapur sirih - Air

b. Bahan Pereaksi untuk Uji Kandungan Gizi

- N-Hexan - Selenium mix - H2SO4 pekat

- Aquades - NaOH - Asam borat - Metil merah - HCl

3.5. Defenisi Operasional

1. Tepung biji durian adalah tepung yang terbuat dari biji durian yang diolah melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pemblansingan, perendaman, pengirisan, pengeringan, dan penepungan secara manual.

2. Air kapur adalah larutan yang terbuat dari campuran air dan kapur sirih, air kapur 5% berarti terdapat 5 gr kapur dalam 100 ml air.

3. Perendaman dalam air kapur adalah proses meletakkan biji durian dalam air kapur selama 1 jam.

4. Uji organoleptik adalah uji indrawi yang meliputi penilaian secara subjektif terhadap warna dan aroma tepung biji durian.

5. Kandungan gizi adalah kandungan dalam tepung biji durian yang dilihat dari kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat.


(44)

6. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan oleh tepung biji durian yang dibedakan secara subjektif oleh indra penglihatan.

7. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh tepung biji durian yang dibedakan secara subjektif oleh indra penciuman.

3.6. Prosedur Pembuatan Tepung Biji Durian

1. Biji durian dipilih yang beratnya minimal 35 gr dan dalam keadaan baik. Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit. Biji durian berukuran besar atau setidaknya beratnya minimal 35 gr sehingga apabila dikupas daging bijinya banyak.

2. Biji durian dicuci sampai bersih dan ditiriskan. 3. Biji durian dikupas untuk menghilangkan kulitnya.

4. Biji durian yang sudah bersih direndam dalam air panas selama 5 menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan degradasi warna, penghasil getah dan pengempukkan tekstur pangan.

5. Biji durian direndam dalam air kapur 5%, 10% dan 15% selama 1 jam.

6. Biji durian dicuci lalu ditiriskan dan diiris tipis untuk mempercepat proses pengeringan kemudian dijemur selama 3-4 hari sampai benar-benar kering, dapat dilihat dari teksturnya yang rapuh dan mudah dipatahkan dan apabila dipatahkan bagian dalamnya juga sudah kering.


(45)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema tahapan pembuatan tepung biji durian berikut ini:

Gambar 3.2.

Skema Tahapan Pembuatan Tepung Biji Durian

Penyortiran biji durian dengan berat minimal 35 gr

Pencucian biji durian hingga bersih

Pengupasan kulit biji durian

Pemblansingan biji durian dalam air panas selama ± 5 menit

Perendaman dalam larutan kapur selama 1 jam dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%

Pengirisan biji durian

Pengeringan dengan dijemur sampai kering

Penepungan biji durian dengan penggilingan dan pengayakan Persiapan Alat

Persiapan Bahan

Tepung Biji Durian Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan


(46)

3.7. Uji Kandungan Gizi

Uji kandungan gizi pada tepung biji durian meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dilakukan di laboratorium dengan prosedur sebagai berikut:

1. Penentuan kadar air

a. Keringkan cawan porselen dalam oven selama 215 menit dengan suhu 1000C.

b. Dinginkan cawan dalam desikator, kemudian timbang dalam keadaan kosong.

c. Timbang sekitar 5 gr sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. d. Keringkan cawan beserta isinya dalam oven suhu 1000C selama 3 jam. e. Pindahkan cawan ke dalam desikator untuk pendinginan, kemudian

timbang kembali.

f. Catat data berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan. g. Tentukan kadar air dalam sampel dengan rumus:

Kadar Air = W1 - W2

W1

x 100%

Dimana:

W1 = Berat sampel sebelum pengeringan

W2 = Berat sampel setelah pengeringan

2. Penentuan kadar abu

a. Pijarkan cawan porselen dalam tanur selama 15 menit dengan suhu 4000C. b. Dinginkan cawan tersebut dalam desikator, kemudian timbang dalam


(47)

c. Timbang sekitar 10 gr sampel yang telah dikeringkan dan dihaluskan lebih dahulu.

d. Tempatkan cawan beserta isinya (sampel) dalam tanur pengabuan (suhu 4000C) selama 3 jam.

e. Pindahkan cawan ke dalam desikator untuk pendinginan, kemudian timbang kembali.

f. Catat data berat sampel dan berat abu yang terbentuk. g. Tentukan kadar abu dalam sampel dengan rumus:

Kadar Abu = Berat abu Berat sampel

x 100%

3. Penentuan kadar lemak

Dengan cara menghitung kadar lemak kasar (Metode Sochlet) dengan prinsip ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut organik.

Cara kerja :

a. Sebuah labu lemak dengan menggunakan beberapa butir batu didih di dalamnya, dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 - 110°C selama 1 jam. Labu didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang (a gram). b. Sampel ditimbang (x gram) kemudian dimasukkan ke dalam selongsong yang

terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak.

c. Selongsong dimasukkan ke dalam alat ekstraksi dan ditambahkan larutan N-Hexan sebagai larutan pengekstrak.


(48)

d. Proses ekstraksi dilakukan sampai 3-6 jam, kemudian larutan N-Hexan diturunkan bersama lemak yang telah larut. Lakukan proses evaporasi dengan suhu 105°C dengan penangas air untuk menguapkan N-Hexan.

e. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu 105°C selama kira-kira 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang kembali (b gram).

Adapun rumus penentuan kadar lemak kasar sebagai berikut: Kadar Lemak Kasar = (b – a)

x

x 100%

4. Penentuan kadar protein

Prinsip analisa adalah pengukuran kadar nitrogen (N) dari sampel dengan menggunakan metode makro Kjeldahl. Ada 3 tahap analisa protein yaitu :

a. Tahap Destruksi b. Tahap Destilasi c. Tahap Titrasi Cara kerja :

a) Sebanyak 0,3 g sampel (x gr) ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, setelah itu sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kedalam labu ditambahkan kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran (selenium 4 gr + CuSO4.5H2O 3g + Na2SO4 190g) serta 20 ml H2SO4 pekat teknis secara

homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada posisi low selama 10 menit, kemudian pada posisi medium selama 5


(49)

menit dan high sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan; proses ini berlangsung di dalam ruang asam.

b) Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut di masukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml aquadest yang tidak mengandung N. Tambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%. Kemudian labu penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini diteruskan hingga semua N telah tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam

erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menguap (Tahap Destilasi).

c) Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tersebut diambil dan kelebihan H2SO4 dititer kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0.3 N. Proses

titrasi berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat (z ml), kemudian dibandingkan dengan titar blanko (y ml). (Tahap Titrasi).

Adapun rumus penentuan kadar protein kasar sebagai berikut: Protein Kasar = (y – z) x titar NaOH x 0,014 x 6,25

Berat Sampel (x) g

x 100%

5. Penentuan kadar karbohidrat

Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference.


(50)

Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut:

% karbohidrat = 100% - % (protein + lemak + abu + air)

Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 1991).

3.8. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan salah satu metode penilaian yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan tipe pengujian dengan uji skoring terhadap warna dan aroma tepung biji durian. Uji organoleptik terhadap tepung biji durian ini dilakukan dengan bantuan 50 panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagai instrumen alat ukur. Cara uji organoleptik terhadap tepung biji durian adalah sebagai berikut:

1. Setiap sampel tepung biji durian dengan perlakuan perendaman dalam air kapur yang berbeda diberi kode masing-masing dalam wadah plastik yang bersih agar sampel mudah diamati oleh panelis.

2. Pada panelis disajikan sampel dan formulir uji organoleptik yang telah disediakan sebagai alat penilaian untuk diisi sesuai pendapat masing-masing panelis.


(51)

Untuk memudahkan panelis dalam penilaian, maka skala disederhanakan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

Tabel 3.2. Penilaian Organoleptik

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik Total Skor

Warna Sangat menarik Menarik

Agak menarik Tidak menarik

4 3 2 1

151-200 101-150 51-100

≤50 Aroma Sangat suka

Suka Agak suka Tidak suka

4 3 2 1

151-200 101-150 51-100


(52)

3.9. Teknik Analisa Data

1. Pengolahan dan analisa data untuk kandungan gizi dilakukan dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam (Anova) dengan menghitung hasil nilai rata-rata apakah ada perbedaan kandungan gizi (kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat) di antara perlakuan.

2. Pengolahan dan analisa data untuk uji organoleptik dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi organoleptik (warna dan aroma) dalam bentuk tabel dan gambar, dilanjutkan dengan Analisis Sidik Ragam (Anova).

Tabel 3.3.

Data Pengamatan untuk Rancangan Acak Lengkap Perlakuan

Jumlah M5 M10 M15

Data pengamatan

M5a M10a M15a

M5b M10b M15b

M5c M10c M15c

Jumlah J1 J2 J3

k J = Σ Ji

i=1

Banyak pengamatan n1 n2 n3

k Σ ni i=1

Rata-rata Ŷ1 Ŷ2 Ŷ3

k Ŷ= J/ Σ ni

i=1

Dari daftar seperti ini kemudian dihitung besar-besaran yang diperlukan ialah: Jumlah nilai pengamatan untuk tiap perlakuan:

k Ji= Σ Yij


(53)

Jumlah seluruh nilai pengamatan:

k J= Σ Ji

i=1

Rata-rata tiap perlakuan:

Ŷ = Ji/ni

Rata-rata seluruh nilai pengamatan:

k Ŷ = J/Σ ni

i=1

Selanjutnya diperlukan: Σ Y2

= jumlah kuadrat-kuadrat (JK) semua nilai pengamatan =

Ry = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-rata

=

Py = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar perlakuan

=

Ey = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) galat

=

k ni Σ Σ Yij2 i=1 j-i

k

J2/Σ ni i=1

k

(Σ Ji2)/n-Ry i=1

Σ Y2


(54)

Setelah harga-harga di atas diperoleh, maka disusunlah sebuah analisis variansi, disingkat ANOVA, seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4.

Anova untuk Rancangan Acak Lengkap

Sumber Keragaman db JK KT

Rata-rata Perlakuan Galat

1 k – 1 k(n – 1)

Ry

Py

Ey

R = Ry

P = Py/(k – 1)

E = Ey/k (n– 1)

Total kn Σ Y2

Keterangan:

- k = jumlah perlakuan - n = banyak pengamatan

F = P =

E KT (Galat) KT (Perlakuan)

Keterangan:

- dk pembilang v1 = k -1

- dk penyebut v2 = k(n – 1)

Jika harga F di atas lebih besar daripada Fα (v1, v2) dengan α merupakan taraf

signifikansi, maka hipotesa Ho akan ditolak. Kesimpulannya ialah bahwa terdapat perbedaan di antara efek k buah perlakuan.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil analisa terhadap masing-masing parameter mutu yang diamati dari setiap perlakuan dapat dilihat dari uraian berikut:

4.1. Analisa Kandungan Gizi Tepung Biji Durian 4.1.1. Analisa Kadar Air Tepung Biji Durian

Perbedaan kadar air tepung biji durian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1.

Perbedaan Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur No Konsentrasi

Air kapur

Pengulangan Rata-rata (%)

Selisih (N-A)

I II III

1 M5 9 6 11 8,67 -

2 M10 4 10 5 6,33 -2,34

3 M15 10 11 10 10,33 3,97

Dari Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa tepung biji durian dari perlakuan M5

(konsentrasi air kapur 5%) mengandung kadar air sebesar 8,67%, dari perlakuan M10

(konsentrasi air kapur 10%) mengandung kadar air sebesar 6,33%, dan dari perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) mengandung kadar air sebesar 10,33%.

Perbedaan kadar air akibat adanya perbedaan konsentrasi air kapur pada pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut:


(56)

Gambar 4.1.

Grafik Perbedaan Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa kadar air tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur adalah bervariasi, dimana kadar air paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M15 dan paling rendah

adalah tepung biji durian dari perlakuan M10.

Hasil analisa sidik ragam kadar air tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2.

Analisis Sidik Ragam Kadar Air Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat 2 6 24,22 34,00 12,11 5,67

2,13 5,14 10,9

Total 8 58,22

Dari Tabel 4.2. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (2,13) < F tabel (F0,05 = 5,14 dan F0,01 = 10,9), maka dapat disimpulkan bahwa

8,67 6,33 10.33 0 2 4 6 8 10 12

5 10 15

K ad ar A ir (% )

Kadar Air (%)


(57)

tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kadar air tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.1.2. Analisa Kadar Abu Tepung Biji Durian

Perbedaan kadar abu tepung biji durian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3.

Perbedaan Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur No Konsentrasi

Air kapur

Pengulangan Rata-rata (%)

Selisih (N-A)

I II III

1 M5 9,27 8,50 8,33 8,70 -

2 M10 8,67 5,53 3,33 5,84 -2,86

3 M15 10,00 9,50 11,67 10,39 4,55

Dari Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa tepung biji durian dari perlakuan M5

(konsentrasi air kapur 5%) mengandung kadar abu sebesar 8,7%, dari perlakuan M10

(konsentrasi air kapur 10%) mengandung kadar abu sebesar 5,84%, dan dari perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) mengandung kadar abu sebesar 10,39%.

Perbedaan kadar abu akibat adanya perbedaan konsentrasi air kapur pada pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut:


(58)

Gambar 4.2.

Grafik Perbedaan Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa kadar abu tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur adalah bervariasi, dimana kadar abu paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M15 dan paling rendah

adalah tepung biji durian dari perlakuan M10.

Hasil analisa sidik ragam kadar abu tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4.

Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat 2 6 31,69 17,49 15,85 2,92

5,43 5,14 10,9

Total 8 49,18

Dari Tabel 4.4. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (5,43) > F tabel (F0,05 = 5,14), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

8,70 5,84 10,39 0 2 4 6 8 10 12

5 10 15

K ad ar Abu ( % )

Kadar Abu (%)

Konsentrasi Air Kapur (%) Konsentrasi Air Kapur (%)


(59)

yang bermakna terhadap kadar abu tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.1.3. Analisa Kadar Lemak Tepung Biji Durian

Perbedaan kadar lemak tepung biji durian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5.

Perbedaan Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

No Konsentrasi Air kapur

Pengulangan Rata-rata (%)

Selisih (N-A)

I II III

1 M5 0,62 0,92 0,84 0,79 -

2 M10 0,70 0,84 0,50 0,68 -0,11

3 M15 0,80 0,60 0,90 0,77 0,09

Dari Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa tepung biji durian dari perlakuan M5

(konsentrasi air kapur 5%) mengandung kadar lemak sebesar 0,79%, dari perlakuan M10 (konsentrasi air kapur 10%) mengandung kadar lemak sebesar 0,68%, dan dari

perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) mengandung kadar lemak sebesar 0,77%.

Perbedaan kadar lemak akibat adanya perbedaan konsentrasi air kapur pada pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut:


(60)

Gambar 4.3.

Grafik Perbedaan Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa kadar lemak tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur adalah bervariasi, dimana kadar lemak paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M5 dan paling

rendah adalah tepung biji durian dari perlakuan M10.

Hasil analisa sidik ragam kadar lemak tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6.

Analisis Sidik Ragam Kadar Lemak Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat

2 6

0,02 0,15

0,01 0,025

0,4 5,14 10,9

Total 8 0,17

Dari Tabel 4.6. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (0,4) < F tabel (F0,05 = 5,14 dan F0,01 = 10,9), maka dapat disimpulkan bahwa


(61)

tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kadar lemak tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.1.4. Analisa Kadar Protein Tepung Biji Durian

Perbedaan kadar protein tepung biji durian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7.

Perbedaan Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

No Konsentrasi Air kapur

Pengulangan Rata-rata (%)

Selisih (N-A)

I II III

1 M5 12,70 8,53 9,80 10,34 -

2 M10 10,56 8,11 12,56 10,41 0,07

3 M15 9,79 10,20 9,80 9,93 -0,48

Dari Tabel 4.7. dapat diketahui bahwa tepung biji durian dari perlakuan M5

(konsentrasi air kapur 5%) mengandung kadar protein sebesar 10,34%, dari perlakuan M10 (konsentrasi air kapur 10%) mengandung kadar protein sebesar 10,41%, dan dari

perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) mengandung kadar protein sebesar 9,93%.

Perbedaan kadar protein akibat adanya perbedaan konsentrasi air kapur pada pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut:


(62)

Gambar 4.4.

Grafik Perbedaan Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa kadar protein tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur adalah bervariasi, dimana kadar protein paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M10 dan paling

rendah adalah tepung biji durian dari perlakuan M15.

Hasil analisa sidik ragam kadar protein tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8.

Analisis Sidik Ragam Kadar Protein Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat

2 6

0,41 19,18

0,21 3,19

0,07 5,14 10,9

Total 8 19,59

Dari Tabel 4.8. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (0,07) < F tabel (F0,05 = 5,14 dan F0,01 = 10,9), maka dapat disimpulkan bahwa


(63)

tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kadar protein tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.1.5. Analisa Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian

Perbedaan kadar karbohidrat tepung biji durian dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9.

Perbedaan Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

No Konsentrasi Air kapur

Pengulangan Rata-rata (%)

Selisih (N-A)

I II III

1 M5 68,41 76,05 70,03 71,50 -

2 M10 76,07 75,52 78,61 76,73 5,23

3 M15 69,41 68,70 67,63 68,58 -8,15

Dari Tabel 4.9. dapat diketahui bahwa tepung biji durian dari perlakuan M5

(konsentrasi air kapur 5%) mengandung kadar karbohidrat sebesar 71,50%, dari perlakuan M10 (konsentrasi air kapur 10%) mengandung kadar karbohidrat sebesar

76,73%, dan dari perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) mengandung kadar

karbohidrat sebesar 68,58%.

Perbedaan kadar karbohidrat akibat adanya perbedaan konsentrasi air kapur pada pembuatan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar berikut:


(64)

Gambar 4.5.

Grafik Perbedaan Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa kadar karbohidrat tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur adalah bervariasi, dimana kadar karbohidrat paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M5

dan paling rendah adalah tepung biji durian dari perlakuan M15.

Hasil analisa sidik ragam kadar karbohidrat tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10.

Analisis Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat 2 6 102,41 39,45 51,21 6,58

7,78 5,14 10,9

Total 8 141,86

Dari Tabel 4.10. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (7,78) > F tabel (F0,05 = 5,14), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

71,50 76,73 68,58 64,00 66,00 68,00 70,00 72,00 74,00 76,00 78,00

5 10 15

K ad ar K ar b o h id r at (% )

Kadar Karbohidrat (%)


(65)

yang bermakna terhadap kadar karbohidrat tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.2. Analisa Organoleptik Tepung Biji Durian

4.2.1. Analisa Organoleptik Warna Tepung Biji Durian

Hasil analisa tepung biji durian terhadap organoleptik warna dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11.

Hasil Analisa Organoletik Warna Tepung Biji Durian

Skala Perlakuan

Hedonik Numerik M5 M10 M15

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat menarik 4 4 16 5 20 5 20

Menarik 3 27 81 15 45 16 48

Agak menarik 2 11 22 21 42 11 22

Tidak menarik 1 8 8 9 9 18 18

Total 50 127 50 116 50 108

Dari Tabel 4.11. didapati hasil keseluruhan analisa organoleptik warna tepung biji durian adalah 108–127 yaitu menarik. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, untuk tepung biji durian dari perlakuan M5 (konsentrasi air kapur 5%) memiliki total

skor tertinggi yaitu 127, sedangkan total skor terendah adalah tepung biji durian dari perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) yaitu 108. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar panelis menyukai warna tepung biji durian dengan konsentrasi air kapur 5%, dan ketiga perlakuan tersebut berada pada kategori yang sama yaitu menghasilkan warna tepung biji durian yang menarik.


(66)

Hasil analisa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.6.

Grafik Perbedaan Organoleptik Warna Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa nilai organoleptik warna tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur menurun seiring pertambahan konsentrasi air kapur, dimana nilai organoleptik warna paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M5 dan paling rendah adalah tepung biji

durian dari perlakuan M15.

Hasil analisa sidik ragam warna tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12.

Analisis Sidik Ragam Organoleptik Warna Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat 2 147 3,64 128,02 1,82 0,87

2,09 3,06 4,75

Total 149 131,66

127 116 108 95 100 105 110 115 120 125 130

5 10 15

S k or ( N xP ) Organoleptik Warna


(67)

Dari Tabel 4.12. dapat kita lihat analisa sidik ragam menunjukkan bahwa F hitung (2,09) < F tabel (F0,05 = 5,14 dan F0,01 = 10,9), maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap warna tepung biji durian akibat variasi perendaman dalam air kapur.

4.2.2. Analisa Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian

Hasil analisa tepung biji durian terhadap organoleptik aroma dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13.

Hasil Analisa Organoletik Aroma Tepung Biji Durian

Skala Perlakuan

Hedonik Numerik M5 M10 M15

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat suka 4 2 8 3 12 2 8

Suka 3 16 48 12 36 13 39

Agak suka 2 20 40 23 46 18 36

Tidak suka 1 12 12 12 12 17 17

Total 50 108 50 106 50 100

Dari Tabel 4.13. didapati hasil keseluruhan analisa organoleptik aroma tepung biji durian yaitu untuk skor tepung biji durian dari perlakuan M5 (konsentrasi air

kapur 5%) dan M10 (konsentrasi air kapur 10%) adalah suka dan skor untuk M15

(konsentrasi air kapur 15%) adalah agak suka. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, untuk tepung biji durian dari perlakuan M5 (konsentrasi air kapur 5%) memiliki total

skor tertinggi yaitu 108, sedangkan total skor terendah adalah tepung biji durian dari perlakuan M15 (konsentrasi air kapur 15%) yaitu 100. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar panelis menyukai aroma tepung biji durian dengan konsentrasi air kapur 5%.


(68)

Hasil analisa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.7.

Grafik Perbedaan Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa nilai organoleptik aroma tepung biji durian yang dihasilkan dari variasi perendaman dalam air kapur menurun seiring pertambahan konsentrasi air kapur, dimana nilai organoleptik aroma paling tinggi adalah tepung biji durian dari perlakuan M5 dan paling rendah adalah tepung biji

durian dari perlakuan M15.

Hasil analisa sidik ragam aroma tepung biji durian dengan variasi perendaman dalam air kapur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14.

Analisis Sidik Ragam Organoleptik Aroma Tepung Biji Durian dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat 2 147 0,69 108,00 0,35 0,73

0,48 3,06 4,75

Total 149 108,69

108 106 100 96 98 100 102 104 106 108 110

5 10 15

S k or ( N xP ) Organoleptik Aroma


(1)

42.

12.000

30.000

12

43.

9.000

20.000

8

44.

3.000

10.000

7

45.

9.000

20.000

10

46.

15.000

3.000

20

47.

6.000

3.000

10

48.

6.000

3.000

5

49.

1.200

5.000

2

50.

6.000

3.000

7


(2)

Hasil Estimasi

Dependent Variable: LOGY Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 10:42 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.159020 0.267315 8.076682 0.0000

LOGX1 0.679572 0.026148 25.98900 0.0000 LOGX2 0.005896 0.003437 1.715346 0.0930 R-squared 0.936757 Mean dependent var 8.906331 Adjusted R-squared 0.934008 S.D. dependent var 0.752743 S.E. of regression 0.193372 Akaike info criterion -0.389132 Sum squared resid 1.720065 Schwarz criterion -0.273307 Log likelihood 12.53374 F-statistic 340.6782 Durbin-Watson stat 0.970660 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10

-0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4

Series: Residuals Sample 2 50 Observations 49

Mean 1.08e-15 Median 0.005230 Maximum 0.427530 Minimum -0.453010 Std. Dev. 0.189301 Skewness -0.523629 Kurtosis 3.253361 Jarque-Bera 2.370254 Probability 0.305707


(4)

Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.397998 Probability 0.531316 Log likelihood ratio 0.431471 Probability 0.511268

Test Equation:

Dependent Variable: LOGY Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 22:48 Sample: 2 50

Included observations: 49

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.159123 1.607626 0.721016 0.4746 LOGX1 0.989728 0.492336 2.010269 0.0504 LOGX2 0.008695 0.005626 1.545416 0.1293 FITTED^2 -0.026061 0.041310 -0.630871 0.5313 R-squared 0.937312 Mean dependent var 8.906331 Adjusted R-squared 0.933133 S.D. dependent var 0.752743 S.E. of regression 0.194650 Akaike info criterion -0.357121 Sum squared resid 1.704985 Schwarz criterion -0.202687 Log likelihood 12.74948 F-statistic 224.2792 Durbin-Watson stat 1.016229 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Uji Multikoliniearitas

Dependent Variable: LOGX1

Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 23:11 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.06451 0.261551 38.48017 0.0000

LOGX2 -0.020835 0.018931 -1.100580 0.2767

R-squared 0.025124 Mean dependent var 9.831919 Adjusted R-squared 0.004382 S.D. dependent var 1.081067 S.E. of regression 1.078695 Akaike info criterion 3.029342 Sum squared resid 54.68844 Schwarz criterion 3.106559

Log likelihood -72.21887 F-statistic 1.211277

Durbin-Watson stat 0.084435 Prob(F-statistic) 0.276684

Dependent Variable: LOGX2 Method: Least Squares Date: 03/03/10 Time: 23:39 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 23.01913 10.83598 2.124324 0.0389

LOGX1 -1.205854 1.095653 -1.100580 0.2767

R-squared 0.025124 Mean dependent var 11.16327

Adjusted R-squared 0.004382 S.D. dependent var 8.224321 S.E. of regression 8.206280 Akaike info criterion 7.087637 Sum squared resid 3165.123 Schwarz criterion 7.164854

Log likelihood -171.6471 F-statistic 1.211277

Durbin-Watson stat 1.851348 Prob(F-statistic) 0.276684


(6)

Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.899395 Probability 0.490246

Obs*R-squared 4.639282 Probability 0.461467

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 23:13 Sample: 2 50

Included observations: 49

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.126675 0.504884 0.250900 0.8031

LOGX1 -0.007310 0.102547 -0.071289 0.9435

LOGX1^2 -0.000122 0.005251 -0.023297 0.9815

LOGX1*LOGX2 -0.000358 0.000986 -0.363050 0.7183

LOGX2 0.003376 0.012087 0.279359 0.7813

LOX2^2 -3.47E-05 0.000115 -0.302550 0.7637

R-squared 0.094679 Mean dependent var 0.035103 Adjusted R-squared -0.010591 S.D. dependent var 0.053240 S.E. of regression 0.053522 Akaike info criterion -2.903185 Sum squared resid 0.123176 Schwarz criterion -2.671533

Log likelihood 77.12802 F-statistic 0.899395