Analisis Ekonomi dan Kontribusi Kemenyan (Styrax sumatrana) terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Banuaji I, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Hutan di Indonesia menghadapi permasalahan serius yaitu degradasi hutan
dan meluasnya lahan kritis. Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
mengelola hutan melalui hutan rakyat. Salah satu pola rehabilitasi lahan kritis
secara vegetasi adalah dengan membangun hutan rakyat. Melalui pembangunan
hutan rakyat akan terjadi peningkatan produktivitas lahan serta menunjang
konservasi tanah dan air. Pengembangan hutan rakyat telah lama dilakukan oleh
masyarakat meski belum ada kebijakan yang mengaturnya (Izzati, dkk. 2012).
Sementara itu, masyarakat desa sekitar hutan memiliki ketergantungan
yang tinggi terhadap sumberdaya alam, khususnya hutan. Hasil-hasil hutan, baik
berupa kayu maupun non kayu seperti getah, rotan, tanaman obat, buah-buahan,
dan lain-lain sering menjadi tumpuan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan. Di
pihak lain, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup,
terutama kebutuhan pangan menyebabkan kebutuhan lahan pertanian akan
meningkat pula. Sementara lahan yang tersedia untuk pertanian terbatas, maka
akan menimbulkan kecenderungan masyarakat sekitar hutan membuka hutan
untuk dijadikan areal budidaya pertanian, perkebunan, pemukiman, dan lain-lain
(Sudibjo, 1999).
Biaya pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat terdiri dari biaya lahan,
bibit, pupuk, tenaga kerja dan biaya peralatan. Sebagian hutan rakyat dibangun
dengan biaya rendah karena petani hanya mengeluarkan biaya untuk lahan dan
tenaga kerja. Mereka mencari bibit di bawah tegakan, memperoleh pupuk dari
Universitas Sumatera Utara
ternak yang dipelihara dan melakukan sendiri pengolahan lahan dan penanaman
bibit dengan menggunakan peralatan yang tersedia. Sebagian lainnya dibangun
dengan biaya cukup besar untuk membeli bibit, pupuk dan membayar upah
penanaman (Darusman, dkk. 2014).
Hutan rakyat yang telah berkembang dan dikembangkan oleh masyarakat
mempunyai keunggulan dalam beberapa hal:
- Hutan rakyat terbukti mampu mendukung perekonomian pedesaan dan dapat
dijadikan sebagai katup penyelemat ekonomi masyarakat pada saat krisis
sekalipun.
- Walaupun pada awalnya berupa program pemerintah, pengembangan hutan
rakyat dipengaruhi oleh kesungguhan masyarakat untuk merehabilitasi lingkungan
dan lahan pertanian miliknya. Terbangunnya pasar kayu rakyat juga menjadi
insentif yang penting yang mendorong masyarakat untuk tetap melestarikan hutan
rakyat.
- Hutan rakyat merupakan solusi bagi permasalahan lingkungan.
(Suprapto, 2010)
Kemenyan
Tanaman
kemenyan
termasuk
Divisi
Spermatophyta,
Subdivisio
Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Ebenales, Famili Styraceae, Genus
styrax, dan Spesies Styrax sumatrana.
Di Sumatera Utara terdapat 3 jenis
kemenyan yaitu kemenyan toba, kemenyan durame, kemenyan bulu.
Styrax adalah genus terbesar di 11 famili genera Styracaceae dimana 80%
spesiesnya;
130
spesies
telah
diidentifikasi
termasuk
genus
styrax
xv
Universitas Sumatera Utara
(Dib, dkk. 2016). Styracaceae adalah yang terdiri dari pohon-pohon kecil dan
semak belukar, sebagian besar berasal dari daerah tropis dan subtropis (Asia,
Mediterania, dan Utara sampai Amerika Selatan). Genus Styrax berbeda dengan
yang lain dengan memproduksi bahan resin, biasanya disekresikan saat kulit kayu
dan batangnya terluka oleh benda tajam. Resin ini digunakan oleh orang Romawi,
Mesir, Fenisia dan Ionians sebagai dupa dan terapi (Yusof, 2014) .
Kemenyan toba (Styrax sumatrana) merupakan jenis yang paling banyak
dibudidayakan di daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh dan menyebar pada
ketinggian >600 mdpl di sentra produksi kemenyan di Tapanuli Utara
(Jayusman, 2014).
Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi, mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat 60-2.100 meter dari
permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan tempat
tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis-jenis tanah mulai
dari tanah yang bertekstur berat sampai ringan, dan tanah yang kurang subur
sampai yang subur. Selain itu, tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang
berporositas tinggi, yaitu yang mudah meneruskan atau meresapkan air
(Sitompul, 2011). Kemenyan toba merupakan jenis yang paling banyak
dibudidayakan di daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh dan menyebar pada
ketinggian >600 mdpl.
Budidaya tanaman kemenyan diawali dengan pengambilan benih
kemenyan dari pohon induknya. Kriteria pohon induk kemenyan adalah : bergetah
banyak dan berkualitas baik; bebas hama dan penyakit; berbatang lurus dan
silindris; bertajuk normal dan baik; serta bercabang sedikit dan berbatang bebas
Universitas Sumatera Utara
cabang relatif tinggi. Buah kemenyan yang dipilih untuk benih adalah yang masak
dan berwarna coklat tua.
Pembuatan bibit kemenyan dilakukan dengan cara: persemaian dan
cabutan anakan dari permudaan alam. Cara lainnya, yaitu: stump, stek dan kultur
jaringan masih dalam tahap penelitian pihak-pihak terkait. Persemaian merupakan
cara yang mudah dilakukan. Awalnya benih kemenyan ditabur pada bedeng tabur.
Setelah berkecambah, kemudian dipindahkan pada polybag dan dipelihara sampai
bibitnya siap tanam di lapangan. Sebelum penanaman bibit kemenyan, terlebih
dahulu dilakukan persiapan lapangan, yaitu membuat jalur tanam dan lubang
tanam. Jarak tanamnya disesuaikan dengan kondisi tanah dan kelerengan
lahannya. Karena setengah toleran, anakan kemenyan yang ditanam di tempat
terbuka harus diberi naungan. Anakan kemenyan bisa juga ditanam di bawah
pohon lainnya, misalnya di bawah pohon durian dan kaliandra (Sitompul, 2011).
Tanaman kemenyan termasuk jenis tanaman setengah toleran. Anakan
kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah dewasa, pohon
kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk pertumbuhan
optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan intensitas
merata sepanjang tahun (Sasmuko dalam Sitompul, 2011).
Kontribusi Kemenyan terhadap Pendapatan Petani Kemenyan
Getah kemenyan merupakan komoditi cukup penting dan perlu mendapat
perhatian lebih besar khususnya bagi petani di Kabupaten Tapanuli Utara.
Produksi getah kemenyan cenderung menurun dan produktifitasnya rendah. Hal
ini disebabkan karena pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional.
xvii
Universitas Sumatera Utara
Kualitas getah kemenyan yang diperdagangkan di Sumatera belum memiliki suatu
standar umum yang berlaku, baik dalam transaksi pedagang dan eksportir
(Lumbantobing, 2016).
Penggunaan kemenyan
tersebar luas di seluruh dunia. Styrax telah
digunakan untuk perawatan berbagai penyakit oleh rakyat Turki seperti masalah
kulit, tukak lambung, infeksi parasit, antiseptik. Meski sering menggunakan
styrax dalam obat rakyat Turki juga menggunakannya dalam industri parfum
(Charehsaz, 2016).
Kebiasaan membakar dupa adalah ritual kuno, dan telah menjadi praktik
budaya yang umum, terutama untuk upacara keagamaan, wangi rumah,
aromaterapi, dan meditasi (Dalibalta, dkk. 2015). Pembakaran dupa di dalam
rumah adalah praktik umum di negara-negara China, Taiwan, Singapura, India,
Afrika Utara dan Timur Tengah). Selain sebagai bagian dari ritual keagamaan,
kemenyan dapat digunakan sebagai pengharum parfum / udara tradisional, atau
untuk mengusir nyamuk. Saat dupa dibakar, ia mengeluarkan asap yang
mengandung bahan partikulat, produk gas seperti karbon monoksida, sulfur
dioksida, formaldehida, dan senyawa organik lainnya yang berpotensi sebagai
polusi (Robert, 2016). Pembakaran dupa, yang sering digunakan dalam ibadah
keagamaan, merupakan sumber partikel halus yang berbahaya bagi kesehatan
pernafasan. Partikel kecil ini memiliki luas permukaan yang sangat besar per
satuan massa, yang menjadikannya pembawa yang sangat baik untuk senyawa
anorganik dan organik berbahaya, sehingga meningkatkan toksisitasnya
(See, dkk. 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan kemenyan juga telah dikenal luas di Indonesia, terutama
sebagai bahan obat, baik sebagai obat tradisional maupun untuk industri rokok,
batik dan upacara ritual. Lebih dari itu, tanaman kemenyan sebagai golongan
styrax mengandung senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan obatobatan. Kemenyan sumatrana memiliki banyak senyawa asam sinamat dan
turunannya, yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
industri kosmetik dan obat-obatan (Nurwahyuni, 2015).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Kemenyan
1. Jumlah Produksi
Menurut Soekartawi (1993:47) produksi pertanian dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya macam komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal manajemen,
iklim dan faktor sosial ekonomi produsen. Untuk lebih jelasnya Soekartawi
(1993:4) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
dibedakan atas dua kelompok yaitu:
1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan bermacam tingkat
kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan dan lain-lain.
2. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, pendapatan dan lain-lain. (Soekartawi dalam Phalevi, 2007)
2. Harga
Suratiyah (2006:61) dalam Phalevi (2007) menyatakan bahwa jika
permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat petani akan tinggi pula,
sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang lebih
xix
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga
turun maka pendapatan petani akan turun pula.
3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan dalam
proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya
tenaga kerja saja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan.
Jumlah tenaga kerja ini masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas
tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas tenaga
kerja, ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi
(Habib, 2013).
Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani
sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan anak-anak petani.
Anak-anak petani berumur 12 tahun misalnya sudah dapat merupakan tenaga
kerja yang produktif bagi usaha tani. Mereka dapat membantu mengangkut bibit
atau pupuk. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan
keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai
dalam uang (Mubyarto, 1984).
4. Luas Lahan
Sering kali dijumpai makin luas lahan yang dipakai dalam usaha pertanian
semakin tidak efisien lahan tersebut. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa luas
lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi
efisiensi akan berkurang karena :
1) Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obatobatan dan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
2) Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada
akhirnya mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
3) Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam
skala luas tersebut.
Dan sebaliknya luas lahan yang sempit, upaya pengawasan faktor
produksi akan semakin baik, namun luas lahan yang terlalu sempit cenderung
menghasilkan usaha yang tidak efisien pula. Produktivitas tanaman pada lahan
yang terlalu sempit akan berkurang bila dibandingkan dengan produktivitas
tanaman pada lahan yang luas (Soekartawi, 2003) dalam Phahlevi (2007).
Sedangkan menurut Sukirno (2002:4) dalam Phahlevi (2007) tanah sebagai faktor
produksi adalah tanah yang mencakup bagian permukaan bumi yang dapat
dijadikan untuk bercocok tanam, dan untuk tempat tinggal dan termasuk pula
kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. Dari pendapat ini dapatlah dikatakan
bahwa tanah itu merupakan faktor produksi yang boleh dikatakan suatu pabrik
dari hasil pertanian karena disanalah tempat produksinya (Phalevi, 2007).
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu syarat pelancar dalam pembangunan
pertanian. Keterbatasan pendidikan yang dimiliki seseorang dapat menjadi
kendala pembangunan yaitu terhadap cara berpikir serta mengambil keputusan.
Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dalam berpikir dibandingkan
dengan petani yang berpendidikan rendah (Kurniawati, dkk. 2014).
xxi
Universitas Sumatera Utara
6. Pengalaman
Pengalaman berusaha tani yang cukup memadai merupakan salah satu
faktor yang mendorong petani memilih alternatif terbaik sehingga dapat
meningkatkan pendapatan. Semakin lama pengalaman petani dalam berusaha tani,
maka kegagalan yang dialami makin kecil. Petani yang sudah berpengalaman
akan mudah mengatasi masalah yang terjadi, karena telah mengetahui dan
menguasai lingkungan usaha taninya (Kurniawati,dkk. 2014).
7. Pola Tanam
-Monokultur
Sistem penanaman pohon kemenyan secara monokultur dapat dilakukan
pada lahan dengan kepemilikan cukup luas maupun lahan perkebunan besar.
Pemilihan sistem monokultur sebaiknya mempertimbangkan sistem pengelolaan
yang terencana dengan matang, menyangkut biaya, tenaga kerja terampil,
pemahaman teknis produksi getah kemenyan, serta sarana dan prasarana yang
menunjang.
Penanaman pohon kemenyan secara monokultur harus mempertimbangkan
karakter fisiologis pohon kemenyan yang membutuhkan naungan pada fase semai
hingga tiang. Jarak tanam yang dapat ditempuh adalah 4 - 5 meter antar jalur dan
3 - 4 meter dalam jalur sehingga diperoleh kerapatan tanaman 400 - 800 pohon/ha.
-Polikultur
Sistem penanaman campuran merupakan cara yang paling banyak
dilakukan. Sistim tumpangsari (intercropping) dengan tanaman semusim relatif
jarang dimanfaatkan pada tanaman kemenyan muda karena karakter pohon
kemenyan yang masih membutuhkan naungan. Sistem penanaman campuran lebih
banyak dilakukan setelah tanaman kemenyan mencapai fase pohon diameter >20
Universitas Sumatera Utara
cm. Sistem penanaman campuran akan sangat membantu petani kemenyan karena
akan menjadi hasil suplemen penting sebelum tanaman kemenyan dapat disadap
maupun sebagai hasil komplementer getah kemenyan yang pemanenannya sangat
periodik sekali, tergantung musim sadap yang setahun sekali (Jayusman, 2014).
xxiii
Universitas Sumatera Utara
Hutan Rakyat
Hutan di Indonesia menghadapi permasalahan serius yaitu degradasi hutan
dan meluasnya lahan kritis. Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
mengelola hutan melalui hutan rakyat. Salah satu pola rehabilitasi lahan kritis
secara vegetasi adalah dengan membangun hutan rakyat. Melalui pembangunan
hutan rakyat akan terjadi peningkatan produktivitas lahan serta menunjang
konservasi tanah dan air. Pengembangan hutan rakyat telah lama dilakukan oleh
masyarakat meski belum ada kebijakan yang mengaturnya (Izzati, dkk. 2012).
Sementara itu, masyarakat desa sekitar hutan memiliki ketergantungan
yang tinggi terhadap sumberdaya alam, khususnya hutan. Hasil-hasil hutan, baik
berupa kayu maupun non kayu seperti getah, rotan, tanaman obat, buah-buahan,
dan lain-lain sering menjadi tumpuan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan. Di
pihak lain, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup,
terutama kebutuhan pangan menyebabkan kebutuhan lahan pertanian akan
meningkat pula. Sementara lahan yang tersedia untuk pertanian terbatas, maka
akan menimbulkan kecenderungan masyarakat sekitar hutan membuka hutan
untuk dijadikan areal budidaya pertanian, perkebunan, pemukiman, dan lain-lain
(Sudibjo, 1999).
Biaya pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat terdiri dari biaya lahan,
bibit, pupuk, tenaga kerja dan biaya peralatan. Sebagian hutan rakyat dibangun
dengan biaya rendah karena petani hanya mengeluarkan biaya untuk lahan dan
tenaga kerja. Mereka mencari bibit di bawah tegakan, memperoleh pupuk dari
Universitas Sumatera Utara
ternak yang dipelihara dan melakukan sendiri pengolahan lahan dan penanaman
bibit dengan menggunakan peralatan yang tersedia. Sebagian lainnya dibangun
dengan biaya cukup besar untuk membeli bibit, pupuk dan membayar upah
penanaman (Darusman, dkk. 2014).
Hutan rakyat yang telah berkembang dan dikembangkan oleh masyarakat
mempunyai keunggulan dalam beberapa hal:
- Hutan rakyat terbukti mampu mendukung perekonomian pedesaan dan dapat
dijadikan sebagai katup penyelemat ekonomi masyarakat pada saat krisis
sekalipun.
- Walaupun pada awalnya berupa program pemerintah, pengembangan hutan
rakyat dipengaruhi oleh kesungguhan masyarakat untuk merehabilitasi lingkungan
dan lahan pertanian miliknya. Terbangunnya pasar kayu rakyat juga menjadi
insentif yang penting yang mendorong masyarakat untuk tetap melestarikan hutan
rakyat.
- Hutan rakyat merupakan solusi bagi permasalahan lingkungan.
(Suprapto, 2010)
Kemenyan
Tanaman
kemenyan
termasuk
Divisi
Spermatophyta,
Subdivisio
Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Ebenales, Famili Styraceae, Genus
styrax, dan Spesies Styrax sumatrana.
Di Sumatera Utara terdapat 3 jenis
kemenyan yaitu kemenyan toba, kemenyan durame, kemenyan bulu.
Styrax adalah genus terbesar di 11 famili genera Styracaceae dimana 80%
spesiesnya;
130
spesies
telah
diidentifikasi
termasuk
genus
styrax
xv
Universitas Sumatera Utara
(Dib, dkk. 2016). Styracaceae adalah yang terdiri dari pohon-pohon kecil dan
semak belukar, sebagian besar berasal dari daerah tropis dan subtropis (Asia,
Mediterania, dan Utara sampai Amerika Selatan). Genus Styrax berbeda dengan
yang lain dengan memproduksi bahan resin, biasanya disekresikan saat kulit kayu
dan batangnya terluka oleh benda tajam. Resin ini digunakan oleh orang Romawi,
Mesir, Fenisia dan Ionians sebagai dupa dan terapi (Yusof, 2014) .
Kemenyan toba (Styrax sumatrana) merupakan jenis yang paling banyak
dibudidayakan di daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh dan menyebar pada
ketinggian >600 mdpl di sentra produksi kemenyan di Tapanuli Utara
(Jayusman, 2014).
Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi, mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat 60-2.100 meter dari
permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan tempat
tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis-jenis tanah mulai
dari tanah yang bertekstur berat sampai ringan, dan tanah yang kurang subur
sampai yang subur. Selain itu, tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang
berporositas tinggi, yaitu yang mudah meneruskan atau meresapkan air
(Sitompul, 2011). Kemenyan toba merupakan jenis yang paling banyak
dibudidayakan di daerah Tapanuli dan Dairi. Jenis ini tumbuh dan menyebar pada
ketinggian >600 mdpl.
Budidaya tanaman kemenyan diawali dengan pengambilan benih
kemenyan dari pohon induknya. Kriteria pohon induk kemenyan adalah : bergetah
banyak dan berkualitas baik; bebas hama dan penyakit; berbatang lurus dan
silindris; bertajuk normal dan baik; serta bercabang sedikit dan berbatang bebas
Universitas Sumatera Utara
cabang relatif tinggi. Buah kemenyan yang dipilih untuk benih adalah yang masak
dan berwarna coklat tua.
Pembuatan bibit kemenyan dilakukan dengan cara: persemaian dan
cabutan anakan dari permudaan alam. Cara lainnya, yaitu: stump, stek dan kultur
jaringan masih dalam tahap penelitian pihak-pihak terkait. Persemaian merupakan
cara yang mudah dilakukan. Awalnya benih kemenyan ditabur pada bedeng tabur.
Setelah berkecambah, kemudian dipindahkan pada polybag dan dipelihara sampai
bibitnya siap tanam di lapangan. Sebelum penanaman bibit kemenyan, terlebih
dahulu dilakukan persiapan lapangan, yaitu membuat jalur tanam dan lubang
tanam. Jarak tanamnya disesuaikan dengan kondisi tanah dan kelerengan
lahannya. Karena setengah toleran, anakan kemenyan yang ditanam di tempat
terbuka harus diberi naungan. Anakan kemenyan bisa juga ditanam di bawah
pohon lainnya, misalnya di bawah pohon durian dan kaliandra (Sitompul, 2011).
Tanaman kemenyan termasuk jenis tanaman setengah toleran. Anakan
kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah dewasa, pohon
kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk pertumbuhan
optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan intensitas
merata sepanjang tahun (Sasmuko dalam Sitompul, 2011).
Kontribusi Kemenyan terhadap Pendapatan Petani Kemenyan
Getah kemenyan merupakan komoditi cukup penting dan perlu mendapat
perhatian lebih besar khususnya bagi petani di Kabupaten Tapanuli Utara.
Produksi getah kemenyan cenderung menurun dan produktifitasnya rendah. Hal
ini disebabkan karena pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional.
xvii
Universitas Sumatera Utara
Kualitas getah kemenyan yang diperdagangkan di Sumatera belum memiliki suatu
standar umum yang berlaku, baik dalam transaksi pedagang dan eksportir
(Lumbantobing, 2016).
Penggunaan kemenyan
tersebar luas di seluruh dunia. Styrax telah
digunakan untuk perawatan berbagai penyakit oleh rakyat Turki seperti masalah
kulit, tukak lambung, infeksi parasit, antiseptik. Meski sering menggunakan
styrax dalam obat rakyat Turki juga menggunakannya dalam industri parfum
(Charehsaz, 2016).
Kebiasaan membakar dupa adalah ritual kuno, dan telah menjadi praktik
budaya yang umum, terutama untuk upacara keagamaan, wangi rumah,
aromaterapi, dan meditasi (Dalibalta, dkk. 2015). Pembakaran dupa di dalam
rumah adalah praktik umum di negara-negara China, Taiwan, Singapura, India,
Afrika Utara dan Timur Tengah). Selain sebagai bagian dari ritual keagamaan,
kemenyan dapat digunakan sebagai pengharum parfum / udara tradisional, atau
untuk mengusir nyamuk. Saat dupa dibakar, ia mengeluarkan asap yang
mengandung bahan partikulat, produk gas seperti karbon monoksida, sulfur
dioksida, formaldehida, dan senyawa organik lainnya yang berpotensi sebagai
polusi (Robert, 2016). Pembakaran dupa, yang sering digunakan dalam ibadah
keagamaan, merupakan sumber partikel halus yang berbahaya bagi kesehatan
pernafasan. Partikel kecil ini memiliki luas permukaan yang sangat besar per
satuan massa, yang menjadikannya pembawa yang sangat baik untuk senyawa
anorganik dan organik berbahaya, sehingga meningkatkan toksisitasnya
(See, dkk. 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan kemenyan juga telah dikenal luas di Indonesia, terutama
sebagai bahan obat, baik sebagai obat tradisional maupun untuk industri rokok,
batik dan upacara ritual. Lebih dari itu, tanaman kemenyan sebagai golongan
styrax mengandung senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan obatobatan. Kemenyan sumatrana memiliki banyak senyawa asam sinamat dan
turunannya, yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
industri kosmetik dan obat-obatan (Nurwahyuni, 2015).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Kemenyan
1. Jumlah Produksi
Menurut Soekartawi (1993:47) produksi pertanian dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya macam komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal manajemen,
iklim dan faktor sosial ekonomi produsen. Untuk lebih jelasnya Soekartawi
(1993:4) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
dibedakan atas dua kelompok yaitu:
1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan bermacam tingkat
kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan dan lain-lain.
2. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, pendapatan dan lain-lain. (Soekartawi dalam Phalevi, 2007)
2. Harga
Suratiyah (2006:61) dalam Phalevi (2007) menyatakan bahwa jika
permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat petani akan tinggi pula,
sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang lebih
xix
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga
turun maka pendapatan petani akan turun pula.
3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan dalam
proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya
tenaga kerja saja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan.
Jumlah tenaga kerja ini masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas
tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas tenaga
kerja, ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi
(Habib, 2013).
Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani
sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan anak-anak petani.
Anak-anak petani berumur 12 tahun misalnya sudah dapat merupakan tenaga
kerja yang produktif bagi usaha tani. Mereka dapat membantu mengangkut bibit
atau pupuk. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan
keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai
dalam uang (Mubyarto, 1984).
4. Luas Lahan
Sering kali dijumpai makin luas lahan yang dipakai dalam usaha pertanian
semakin tidak efisien lahan tersebut. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa luas
lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi
efisiensi akan berkurang karena :
1) Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obatobatan dan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
2) Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada
akhirnya mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
3) Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam
skala luas tersebut.
Dan sebaliknya luas lahan yang sempit, upaya pengawasan faktor
produksi akan semakin baik, namun luas lahan yang terlalu sempit cenderung
menghasilkan usaha yang tidak efisien pula. Produktivitas tanaman pada lahan
yang terlalu sempit akan berkurang bila dibandingkan dengan produktivitas
tanaman pada lahan yang luas (Soekartawi, 2003) dalam Phahlevi (2007).
Sedangkan menurut Sukirno (2002:4) dalam Phahlevi (2007) tanah sebagai faktor
produksi adalah tanah yang mencakup bagian permukaan bumi yang dapat
dijadikan untuk bercocok tanam, dan untuk tempat tinggal dan termasuk pula
kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. Dari pendapat ini dapatlah dikatakan
bahwa tanah itu merupakan faktor produksi yang boleh dikatakan suatu pabrik
dari hasil pertanian karena disanalah tempat produksinya (Phalevi, 2007).
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu syarat pelancar dalam pembangunan
pertanian. Keterbatasan pendidikan yang dimiliki seseorang dapat menjadi
kendala pembangunan yaitu terhadap cara berpikir serta mengambil keputusan.
Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dalam berpikir dibandingkan
dengan petani yang berpendidikan rendah (Kurniawati, dkk. 2014).
xxi
Universitas Sumatera Utara
6. Pengalaman
Pengalaman berusaha tani yang cukup memadai merupakan salah satu
faktor yang mendorong petani memilih alternatif terbaik sehingga dapat
meningkatkan pendapatan. Semakin lama pengalaman petani dalam berusaha tani,
maka kegagalan yang dialami makin kecil. Petani yang sudah berpengalaman
akan mudah mengatasi masalah yang terjadi, karena telah mengetahui dan
menguasai lingkungan usaha taninya (Kurniawati,dkk. 2014).
7. Pola Tanam
-Monokultur
Sistem penanaman pohon kemenyan secara monokultur dapat dilakukan
pada lahan dengan kepemilikan cukup luas maupun lahan perkebunan besar.
Pemilihan sistem monokultur sebaiknya mempertimbangkan sistem pengelolaan
yang terencana dengan matang, menyangkut biaya, tenaga kerja terampil,
pemahaman teknis produksi getah kemenyan, serta sarana dan prasarana yang
menunjang.
Penanaman pohon kemenyan secara monokultur harus mempertimbangkan
karakter fisiologis pohon kemenyan yang membutuhkan naungan pada fase semai
hingga tiang. Jarak tanam yang dapat ditempuh adalah 4 - 5 meter antar jalur dan
3 - 4 meter dalam jalur sehingga diperoleh kerapatan tanaman 400 - 800 pohon/ha.
-Polikultur
Sistem penanaman campuran merupakan cara yang paling banyak
dilakukan. Sistim tumpangsari (intercropping) dengan tanaman semusim relatif
jarang dimanfaatkan pada tanaman kemenyan muda karena karakter pohon
kemenyan yang masih membutuhkan naungan. Sistem penanaman campuran lebih
banyak dilakukan setelah tanaman kemenyan mencapai fase pohon diameter >20
Universitas Sumatera Utara
cm. Sistem penanaman campuran akan sangat membantu petani kemenyan karena
akan menjadi hasil suplemen penting sebelum tanaman kemenyan dapat disadap
maupun sebagai hasil komplementer getah kemenyan yang pemanenannya sangat
periodik sekali, tergantung musim sadap yang setahun sekali (Jayusman, 2014).
xxiii
Universitas Sumatera Utara