Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama,
karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha
kredit yaitu berupa bunga dan provisi. Ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan
perbankan, tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman kepada nasabah
melainkan sangatlah kompleks karena menyangkut keterikatan unsur-unsur yang
cukup banyak diantaranya meliputi: sumber-sumber dana kredit, alokasi dana,
organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan perkreditan, dokumentasi dan
administrasi kredit, pengawasan kredit serta penyelesaian kredit bermasalah.1
Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung resiko (risk), sehingga
dalam pelaksaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
Untuk mengurangi resiko (risk) tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibanya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank, dimana untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan
kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,
modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang ada telah

1


Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Idonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
Cetakan ke III 2000), hal 365.

Universitas Sumatera Utara

dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya
berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan.2
Pelaksanaan kegiatan perjanjian kredit sudah begitu banyak dilakukan oleh
masyarakat pada saat ini. Perjanjian kredit tersebut dilakukan oleh masyarakat oleh
karena adanya suatu kebutuhan tertentu misalnya seperti pinjaman untuk membuka
atau menjalankan suatu usaha tersentu.
Sebagai bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan pinjaman kredit untuk
menjalankan usahanya bank adalah sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai
peran yang penting dalam masyarakat dengan memberikan kredit, dan jasa-jasa
keuangan. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, salah satunya dengan
memberikan fasilitas-fasilitas kredit bagi peningkatan usaha nasabahnya.
Untuk memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam hal ini selanjutnya akan
disebut sebagai debitur, bank tidak dapat memberikan pinjaman kredit tersebut begitu
saja. Bank dalam hal ini harus terlebih dahulu mengetahui tentang asal-usul si

debiturnya, tentang objek yang akan dijadikan sebagai jaminan dalam Perjanjian
Kredit tersebut, dimana letak lokasi objek tersebut, semua data-data tersebut harus
diketahui terlebih dahulu oleh pihak banknya sebelum nantinya akan dilakukannya
Perjanjian Kredit tersebut.
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UUP)
antara lain dinyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
2

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana,2005), hal 68.

Universitas Sumatera Utara

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.3 Untuk
memperoleh keyakinan yang dimaksud, bank harus melakukan penilaian yang
saksama terhadap hal-hal berikut ini:4
a. Watak (Character)
Watak (Character) adalah pribadi, kelakuan sikap, tingkah laku, dan nilai-nilai
dari debitur yang dapat dilihat dari track record, yaitu sejarah hidup dan curriculum

vitae dari debitur. Data-data dan sumber ini dapat dilihat dari beberapa sumber dan
informasi, antara lain informasi tersebut dapat diminta kepada Bank Indonesia.
b. Kemampuan (Capacity)
Kemampuan adalah kemampuan debitur untuk mengelola fasilitas kredit yang
diberikan sehingga dapat memberikan nilai tambah, yang akhirnya dapat
mengembalikan fasilitas kredit sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Oleh karena
itu, dalam pemberian kredit harus dianalisis, antara lain mengenai kondisi keuangan
yang bersangkutan, untuk meyakini tentang jumlah fasilitas yang dibutuhkan dan
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kemampuan juga mencakup mengenai
kecakapan. Oleh karena itu, kecakapan dan profesionalisme debitur/ pengurus perlu
mendapatkan perhatian.

3

Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor: Ghalia
Indonesia,Cetakan Pertama Mei 2009), hal 26.
4
Ibid, hal 5.

Universitas Sumatera Utara


c. Modal (Capital)
Modal adalah yang dimiliki oleh debitur, yaitu apa yang dijadikan modal debitur
dalam melakukan usahanya. Pengertian modal adalah termasuk juga modal dasar,
modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor. Termasuk dalam cakupan modal
adalah sharing pembiayaan, yaitu jumlah tertentu yang harus disedikan sendiri oleh
debitur dalam suatu pembiayaan terhadap objek kredit.
d. Agunan (Collateral)
Agunan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang diserahkan debitur
kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai
waktu yang ditetapkan. Jika hal demikian terjadi, maka benda tersebut dapat dijual
untuk pelunasan fasilitas kredit tersebut. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan
umum, di mana kreditur tidak mempunyai hak preferent dan jaminan khusus, dimana
kreditur mempuyai hak preferent.
e. Prospek Usaha (Condition of Economy)
Prospek Usaha adalah dukungan lingkungan, baik keadaan ekonomi maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta keadaan daerah setempat yang
memungkinkan suatu usaha yang dibiayai dapat berjalan dengan baik dan
menguntungkan.
Pengertian otentik perjanjian dapat dijumpai dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana para pihak tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal
yang kemudian dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Bentuk perjanjian tersebut dapat berupa rangkaian kata-kata yang
diucapkan secara lisan atau yang sering disebut dengan janji atau dapat berupa
kesanggupan yang dibuat secara tertulis, dengan demikian hubungan antara perikatan
dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dan perjanjian
adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lainnya seperti misalnya undangundang.5 Ini dapat juga disebut sebagai aliran progresif yaitu adanya hubungan
hukum antara 2 (dua) orang atau lebih yang didasarkan untuk mengikat mengenai
objek tertentu dengan tujuan untuk dapat menimbulkan suatu akibat hukum.
Perjanjian merupakan sumber yang melahirkan perikatan disamping sumber lain
yaitu undang-undang hubungan demikian berdasarkan adanya kata sepakat antara
kedua belah pihak untuk melakukan suatu perbuatan hukum kemudian timbul

hubungan hukum diantara para pihak yang dinamakan perikatan.6
Intinya istilah “ perikatan” tersebut diatas adalah hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang saling
5

Aspek Hukum Mengenai Perjanjian Dan Electronic Bill Presentment And Payment,
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/395/jbptunikompp-gdl-veraferdya-19719-7-babiia-c.pdf,
diakses
tanggal 05 Oktober 2015.
6
Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak, Cet. 1,
(Yogyakarta: FH UII Press, Juli 2010), hal 11.

Universitas Sumatera Utara

terikat didalamnya. Suatu perjanjian yang mana dapat dikatakan sah menurut hukum
jika memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Sebagaimana yang ditentukan menurut
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:7
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam pelaksanaan perjanjian kredit Pasal 1320 KUHPerdata juga menjadi
soroton, oleh karena dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut haruslah dilakukan
secara sukarela tanpa adanya paksaan dan memang dikehendaki bersama oleh kedua
belah pihak, sesorang yang melakukan perjanjian kredit tersebut adalah orang yang
dinyatakan memang sudah cakap hukum sesuai Pasal 1330 KUHPerdata, adanya
suatu hal tertentu yakni bahwa harus disebutkan suatu perjanjian mempunyai suatu
syarat pokok terhadap barangnya, terhadap jenis barang/ objek yang nantinya akan
digunakan sebagai jaminan untuk perjanjian, suatu sebab yang halal dalam hal ini
maksudnya adalah mengapa seseorang itu sampai melakukan perjanjian, apa sebab
yang membuatnya untuk melakukan perjanjian.
Pelaksanaan dalam perjanjian kredit, yang umunya digunakan sebagai jaminan
adalah tanah dan bangunan/ rumah. Kedua hal ini adalah yang umumnya digunakan
sebagai jaminan kredit atau sebagai agunan kredit mereka, jaminan terhadap

7

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

perjanjian antara debitur dengan bank. Agunan merupakan jaminan tambahan yang
diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit.8
Perlu diketahui bahwa tidak semua objek hak atas tanah dapat dijadikan sebagai
agunan atau dibebani sebagai hak tanggungan. Hanya ada 3 objek hak atas tanah yang
dapat dibebani sebagai hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak
Guna Bangunan. Dimana mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Hak Tanggungan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipidahtangankan dapat juga dibebani Hak
Tanggugan.9
Memberi pinjaman/kredit pemilikan rumah kepada debitur, bank terikat dengan
ketentuan dalan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah,
yang disingkat Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Lembaga Hak
Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah dimaksudkan sebagai
pengganti dari hypotheek (selanjutnya disebut dengan hipotik) sebagaimana diatur
dalam buku II KUHPerdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan credietverband
yang diatur dalam staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan staatsblad
1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


8

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
Cetakan ke III 2000), hal 396.
9
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,
(Jakarta: Djambatan, 2008), hal 160.

Universitas Sumatera Utara

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), masih diberlakukan sementara
sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan tersebut.10
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang
diberikan pemberi hak tanggungan kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan
untuk membebankan Hak Tanggungan atas objek hak tanggungan. SKMHT
merupakan surat kuasa khusus yang memberikan kuasa kepada kreditur khusus untuk
membebankan hak tanggungan saja. Dengan membuat SKMHT berarti pemberi hak
tanggungan tidak melakukan sendiri dalam pembebanan hak tanggungan yang tetapi
memberi


kuasa

kepada

penerima

hak

tanggungan

untuk

sewaktu-waktu

membebankan Hak Tanggungan sesuai dengan kehendak bank. Kebiasaan pembuatan
SKMHT yang tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi
keamanan bagi kreditur karena hanya dengan membuat SKMHT berarti hak
tanggungan belum lahir sehingga kreditur belum memiliki hak preference terhadap
jaminan tersebut11

Dalam UUHT menyatakan bahwa setiap kredit yang bentuk jaminannya berupa
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah wajib dipasang/dibebani hak
tanggungan. Sedangkan proses pembuatan pembebanan hak tangggungan menurut
Undang-Undang tidak selalu secara langsung dengan pembuatan dalam bentuk akta

10

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Dan Masalah
yang Dihadapi oleh Perbankan, Cet.1,(Bandung : Alumni, 1999), hal 1.
11
Hak Kreditur atas SKMHT terhadap Tanah yang belum bersertifikat, http://gamas09.
blogspot.com /2009/03/hak-kreditur-atas-skmht-terhadap-tanah.html, dikases tanggal 07 Maret 2015.

Universitas Sumatera Utara

yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), melainkan didahului dengan
pembuatan SKMHT sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUHT.12
Pasal 15 ayat (3) UUHT menyatakan bahwa untuk hak atas tanah yang sudah
terdaftar, SKMHT wajib diikuti dengan APHT paling lambat 1 (satu) bulan setelah
SKMHT ditandatangani. Sedangkan Pasal 15 ayat (4) UUHT menyatakan bahwa
untuk hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan APHT paling lambat
3 (tiga) bulan setelah SKMHT ditandatangani. Batas atas tanah yang bersangkutan
sudah bersertifikat tetapi belum tercatat atas nama pemberi hak tanggungan sebagai
pemegang haknya yang baru.13
Didalam pemasangan dan pendaftaran hak tanggungan dalam kondisi tertentu
diperlukan terlebih dahulu pembuatan SKMHT, terkait dengan kondisi objek hak
tanggungan. Rutinitas yang sangat beragam berimplikasi pada kemungkinan
berhalangan hadir pada saat seharusnya penandatanganan APHT dilakukan, memberi
sinyalemen bahwa tidak mungkin untuk dilakukan penandatanganan akta secara
langsung pada saat itu. Dalam kondisi demikian hukum memberikan solusi dengan
cara pemberian kuasa membebankan hak tanggungan dalam bentuk SKMHT yang
bentuknya telah ditetapkan.14

12

Imil Fitra, Aspek Yuridis Dalam Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Di Pt. Bank Tabungan Negara Cabang
Harmoni Jakarta), http://eprints.undip. ac.id/24112/1/IMIL_FITRA.pdf, diakses tanggal 11 Maret
2015.
13
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Cet 8,( Jakarta: Djambatan, 2007), hal 443
14
Kajian Hukum Terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Skmht) Yang
Termuat Dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
http://eprints.undip.ac.id/17476/1/HADI_SAPUTRO_WIDJAJA.pdf, diakses tanggal 15 Maret 2015.

Universitas Sumatera Utara

Fungsi dan kegunaan dari SKMHT adalah sebagai alat untuk mengatasi apabila
pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dan surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi hak
tanggungan SKMHT yang dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan memiliki batas waktu berlaku dan wajib untuk
segera diikuti pembuatan APHT.15
Tetapi terkadang dalam melakukan Perjanjian Kredit tersebut terkadang tidak
diikuti dengan pembuatan APHT, hanya diikuti dengan SKMHT saja. Pasal 15 ayat
(6) UUHT menyatakan bahwa dalam jangka waktu seperti yang dimaksud Pasal 15
ayat (3) dan (4), SKMHT tersebut wajib diikuti dengan pembuatan APHT.
Sebenarnya tidak juga dapat menjadi batal walau hanya pakai SKMHT saja,
karena pada dasarnya jaminan tersebut diikuti hanya dengan SKMHT saja oleh
karena nilai pinjaman dia terhadap bank tidaklah terlalu besar, sehingga
memungkinkan untuk tidak diikuti dengan APHT lagi, tetapi jika pun seandainya ada
hal yang menyebabkan menjadi batal, hal tersebut adalah karena dibatalkan oleh
hukum. Dan apabila ternyata jangka waktu terhadap SKMHT tersebut telah habis dan
belum juga dilanjuti dengan pembuatan APHT tidak juga dapat batal, karena terhadap
SKMHT tersebut nantinya dapat diperpanjang lagi jangka waktunya. Yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan APHT sehingga nantinya dapatlah terbit Hak Tanggunan
atas sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

15

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Terhadap jaminan yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT saja tidak akan
memiliki kekuatan hukum yang kuat, karena tidak diikat dengan hak tanggungan.
Terhadap jaminannya tersebut nantinya tidak dapat didaftarkan ke BPN. Tidak akan
ada penyebutan bahwa jaminan tersebut adalah sudah diikat dengan hak tanggungan,
sehingga tidak terdaftarlah terhadap jaminan tersebut.

B. Perumusan Masalah.
Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam proposal tesis ini
adalah:
1. Bagaimana kekuatan hukum terhadap jaminan yang hanya diikuti dengan
SKMHT?
2. Bagaimanakah terhadap suatu pelaksanaan perjanjian kredit yang mengalami
kredit macet atau jatuh waktu pada saat SKMHT tersebut juga sudah lewat masa
berlakunya?
3. Bagaimana pelaksanaan eksekusi yang dilakukan apabila jaminan hanya diikuti
dengan pembuatan SKMHT?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan diatas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk mengetahui bagaimanakah kekauatan hukum terhadap jaminan kredit
tersebut nantinya, apabila dalam perjanjian tersebut hanya diikuti dengan
pembuatan SKMHT.
2. Untuk mengetahui bagaimana terhadap SKMHT yang sudah jatuh waktu tersebut
yang diikuti dengan adanya perjanjian kredit macet.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pengeksekusian terhadap jaminan
yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT saja tidak ada ditingkatkan ke
HT.

D. Manfaat Peneilitan
Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai
bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.

Secara teoritis, diharapkan penilitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur
mengenai perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan SKMHT

2.

Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapaat memberikan
sumbangan pemikiran bagi calon Notaris untuk lebih memahami tentang
bagaimana bila dalam suatu perjanjian kredit yang dalam kegiatannya hanya
diikuti dengan pembuatan SKMHT saja yang pada suatu waktu dalam perjanjian
kreditnya tersebut mengalami kredit macet atau telah jatuh waktu.

Universitas Sumatera Utara

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada
dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian sebelumnya yang
berjudul “ Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya
Diikuti Oleh Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).”
Dengan demikian penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi
permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Adapun penelitian yang berkaitan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggugan antara lain:
1. EGAWATI SIREGAR, Nim 087011169, Mahasiswa Program Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan
judul “ Analisis Yuridis Atas Eksistensi Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan Yang Diingkari Debitur”, dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana ketentuan hukum pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan?
b. Bagaimana tata cara pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan?
c. Bagaimana eksistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang
diingkari debitur?

Universitas Sumatera Utara

2. SYARI RAMADHANI, Nim 077011067, Mahasiswa Program Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan
judul “ Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan
Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur Yang Wanprestasi Pada Bank
Sumut”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan pada Bank SUMUT ?
b. Bagaimana pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur
wanprestasi ?
c. Apakah hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan eksekusi Hak
Tanggungan ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau
kerangka teori menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional
diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai
dasar penelitian hukum, dan didalam landasan/kerangka teoritis diuraikan segala
sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theorema” atau ajaran.
16

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Edisi I, Cetakan ke 7, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal 6.

Universitas Sumatera Utara

Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis.
Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi
satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang dunia.17 Karangan teori adalah merupakan teori yang dibuat
untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti.
Teori ini masih berifat sementara dan akan dibuktikan kebenarannya dengan cara
meniliti secara realitas. Kerangka teoritis lazimnya dipergunakan dalam penelitian
ilmu-ilmu sosial dan juga dapat dipergunakan dalam penelitian hukum, yaitu pada
penelitian hukum sosiologis atau empiris.
Kerangka
mengorganisasikan

teori
dan

adalah

menyajikan

menginterprestasikan

cara-cara
hasil-hasil

untuk

bagaimana

penelitian

dan

menghubungkanya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu. Dalam penelitian ini
teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori hukum positivime.
Pemikir positivisme hukum yang terkemuka adalah Jhon Austin yang
berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat hukum sendiri
menurut Austin terletak pada unsur perintah “command”. Positivisme bukan hanya
muncul dalam bidang masyarakat, melainkan juga dalam bidang hukum. Aliran ini
diberi nama positivisme yuridis untuk membedakannya dengan positivisme

17

HR.Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005),

hal 22.

Universitas Sumatera Utara

sosiologis.18 Jhon Austin mengartikan bahwa hukum itu sebagai a command of the
lawgiver, yang artinya bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, yaitu perintah
dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang
kedaulatan, hukum dianggap sebagai sesuatu yang logis, tetap dan bersifat tertutup.19
Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan
pada penilaian baik buruk. Sebagai sebuah aliran, secara konsepsional dikenal dua
sub aliran positivisme hukum, yakni aliran hukum yang analisis yang digagas oleh
Jhon Austin dan aliran hukum positif yang murni yang dipelopori oleh Hans Kelsen.
Dalam konteks Austin mengartikan hukum itu adalah sekelompok tanda-tanda (signs)
yang mencerminkan kehendak (wish) dan disusun atau diadopsi ooleh pemegang
kedaulatan (the sovereign) , hal itu tidak dapat dipisahkan dari pandangan Austin
sendiri sebagai penganut positivisme hukum. Bagaimana konsepsi Austin tentang
hukum berkorelasi dengan pandangannya terhadap hukum positif yakni sebagai
ungkapan tentang aturan berkehendak (the expression of an act of wishing). Dalam
hukum positivisme, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum
Sementara menurut Hans Kelsen, hukum adalah suatu sistem norma. Norma
adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen dengan
menyertakan beberapa aturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-noma adalah
18

Dunia Hukum dan Sistem Hukum, Positivisme hukum di Indonesia dan Perkembangannya
http://www.boyyendratamin.com/2011/08/positivisme-hukum-di-indonesia-dan.html, diakses tanggal
05 Oktober 2015.
19
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju,
2002), hal. 55.

Universitas Sumatera Utara

produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen merupakan salah satu tokoh yang
mempelopori munculnya teori positivisme, dalam kajian ilmu negara teori ini
menyatakan bahwa sebaiknya kita tidak usah mempersolakan asal mula negara, sifat
serta hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak mengalami sendiri. Pandangan
Kelsen itulah yang kemudian melatarbelakangi lahirnya madzhab positivisme hukum,
banyak dikenal sebagai sistem hukum kontinental, atau aliran legisme. Berdasarkan
dari teori hukum positivisme yuridis ini dapat dikemukakan bahwa adalah suatu
sistem hukum yang harus meliputi unsur yuridis yaitu pengertian dan asas hukum
sehingga dalam hal ini dikemukanlah adanya suatu asas keseimbangan.
Kesepakatan yang dibuat oleh para pihak harus memiliki keseimbangan hak
dan kewajiban dengan berdasar pada asas keseimbangan. Asas keseimbangan
menurut Herlien Budiono adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan
pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata dengan mendasarkan pada pemikiran dan latar belakang individualisme
pada satu pihak dan di lain pihak pada cara pikir bangsa Indonesia. Keseimbangan
dalam membuat perjanjian sangat penting agar terjadi keseimbangan hak dan
kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian
terjadi keselarasan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.20
Asas keseimbangan ini dikemukakan oleh Kranenburg. Menurut Kranenburg,
beliau berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum

20

Herlien Budiono,Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang
Kenotariatan(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010),hal.29.

Universitas Sumatera Utara

orang, bahwa kesadaran hukum orang itu menjadi sumber hukum. Dalil yang menjadi
dasar berfungsinya kesadaran hukum orang dirumuskan sebagai berikut :21 Tiap
orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah
ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu. Bahwa tiap-tiap anggota masyarakat
hukum sederajat dan sama, hukum atau dalil ini oleh Kranenburg dinamakan Asas
Keseimbangan, berlaku dimana-mana dan pada waktu apapun.
Pemahaman terhadap daya kerja asas keseimbangan yang menekankan
keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak terasa dominan dalam kaitannya
dengan kontrak konsumen. Hal ini didasari pemikiran bahwa dalam perspektif
perlindungan konsumen ,dalam hal ini debitur,terdapat ketidakseimbangan posisi
tawar para pihak.22 Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap
perjanjian harus memperhatikan kepentingan pihak debitur dalam situasi tertentu.
Jika kreditur ,dalam hal ini adalah bank,menuntut haknya pada saat yang paling sulit
bagi pihak debitur mungkin bank dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan
iktikad baik.
Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan
perjanjian itu, asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan,
kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan
debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu

21

Mazhab, Teori dan Aliran Hukum, http://pelajargawl.blogspot.com/2014/02/mazhab-teoridan-aliran-hukum-oleh.html, diakses tanggal 10 September 2015.
22
Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010), hal 79.

Universitas Sumatera Utara

dengan itikad baik, dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditor yang kuat
diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga
kedudukan kreditur dan debitur seimbang.23

2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konsepsi mengugkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang
akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.24 Konsep diartikan sebagai kata
yang menyatakan abstrak yang digenarasikan dari hal-hal khusus yang disebut
definisi operasional. Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang ingin untuk diteliti. Suatu konsep bukan
merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala
tersebut. Pada bagian kerangka konsepsi ini akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan
dengan konsep yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yang
merupakan definisi operasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai
berikut:
a.

Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu bentuk

perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam
bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah

23

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Alumni: Bandung. 1994), hal 42.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjaun Sigkat,
Edisi I, Cetakan ke 7, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal 7.
24

Universitas Sumatera Utara

satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai
dengan 1769 KUHPerdata.25

b.

Jaminan Kredit
Yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau

pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu
utang.26 Dalam praktek perbankan dikenal pembagian jaminan kredit atas : jaminan
pokok dan jaminan tambahan. Yang dimaksud dengan jaminan pokok adalah jaminan
yang terdiri dari benda-benda bergerak atau benda-benda tidak bergerak, yang secara
langsung berhubungan dengan aktivitas usaha yang dibiayai dengan kredit.27
Sementara yang dimaksud dengan jaminan tambahan adalah jaminan yang dapat
berupa jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notariel.

c.

Hak Tanggungan
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,

yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang

25

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia,Cet 3, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2000), hal 385.
26
Thomas Suyatno et.al., Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: Gramedua Pustaka Utama,
1991), hal 84.
27
Ibid hal 77

Universitas Sumatera Utara

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain.28

d. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
SKMHT merupakan surat kuasa yang diberikan pemberi hak tanggungan kepada
kreditur sebagai penerima hak tanggungan untuk membebankan hak tanggungan atas
objek hak tanggungan. SKMHT merupakan surat kuasa khusus yang memberikan
kuasa kepada kreditur khusus untuk membebankan hak tanggungan saja.

G. Spesifikasi penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatief),
yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan
analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun
peraturan perundang-undangan.29 Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum
normatif dengan mempertimbangkan bahwa fokus penelitian adalah melakukan
kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkait dengan
pelaksanaan perjanjian bank, jaminan yang hanya diikuti dengan SKMHT.

28

Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
29
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010), hal 37-38.

Universitas Sumatera Utara

2.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan tentang fakta dan kondisi serta gejala yang terjadi dilapangan.
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode
pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada
norma-norma hukum,30 yang terdapat dalam Undang-Undang Hak Tanggungan,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka penelitian ini menekankan kepada
sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori
hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat,
sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum
yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan
yang dibahas,31 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan
dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank
Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Selanjutnya dilakukan analisis kritis
dalam arti memberikan penjelasan-penjelasan terhadap fakta dan gejala yang terjadi
baik dalam kerangka sistematis maupun sinkronisasi yang merujuk pada aspek
yuridis.

30

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: Ghalia Indonesia,1996), hal.13.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), hal. 13
31

Universitas Sumatera Utara

3. Metode Pendekatan
Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam tesis ini pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan
yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum
yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum
dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada
diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang
diteliti. Sedangkan pendekatan yuridis empiris yatu cara prosedur yang dipergunakan
untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu
untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di
lapangan.32
Penggunaan dari metode yuridis empiris dalam penelitian tesis ini, yaitu dari
hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi lapangan di
Bank, dan Kantor Notaris terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan
dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan
pengujian secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam
masyarakat. Secara oprasional penelitian yuridis normatif dilakukan dengan
penelitian kepustakaan. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan

32

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,. Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat.,
(Jakarta:Rajawali Pers,1985),hal 52.

Universitas Sumatera Utara

dengan mewawancara beberapa narasumber yang berkompeten dan berhubungan
dengan penulisan skripsi ini, untuk mendapatkan data secara oprasional penelitian
empiris dilakukan dengan penelitian lapangan.

4.

Sumber data
Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari
bahan kepustakaan, diantaranya adalah:
a.

Bahan hukum primer,33 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yakni Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan
Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit
Tertentu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

33

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.

Universitas Sumatera Utara

b. Bahan hukum sekunder34, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum preimer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalagan
hukum dari literatur-literatur.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang
memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, misalanya: kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.35

5.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data.

a. Teknik Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui
studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapat atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data.
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

34
35

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

1.

Studi kepustakaan
Dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil

inventarisasi survey lapangan dari instansi yang berhubungan dengan topik penelitian
yang dilakukan.
2.

Wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap informan melalui metode wawancara terhadap

pihak yang terkait dalam pembahasan ini yaitu Notaris sebanyak 3 (tiga) orang,
Karyawan Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, Pegawai Perbankan sebanyak 3 (tiga)
orang, wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun
terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan untuk mendukung dalam
penelitian ini.
4. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian tersebut dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh berasal dari peraturan
perundang-undangan di bidang hukum pertanahan, perundang-undangan tentang
perbankan, warga masyarakat , badan hukum yang disusun secara sistematis untuk
memperoleh gambaran mengenai tentang kedudukan SKMHT dalam perjanjian kredit
bank.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi
tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Adanya

Universitas Sumatera Utara

terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36
Analisis

data

adalah

proses

mengatur

urutan

data, mengorganisasikan

kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.37 Sedangkan metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berapa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.38

36

Bungi Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan
Metodologis Kearah Penguasaan Midal Aplikasi, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003), hal.53.
37
Lexy J.Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya,( Bandung, 2004), hal. 103.
38
Ibid, hal.3

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

1 72 143

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) SEBAGAI JAMINAN KREDIT Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) sebagai Jaminan Kredit(Studi Kasus di Bank BRI Cabang Sragen Unit Sepat).

0 2 19

PELAKSANAAN SURAT KUASA DALAM MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) KEPADA BANK SEBAGAI JAMINAN KREDIT PADA BANK NAGARI CABANG UTAMA PADANG.

0 0 6

KEKUATAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK.

0 14 55

penyelesaian hukum bagi bank atas kredit macet dengan jaminan tanah menggunakan surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT).

0 0 1

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 19

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 2

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 38

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Chapter III V

0 1 61

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 7