Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

BAB II
KEKUATAN HUKUM TERHADAP JAMINAN YANG HANYA DIIKUTI
DENGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN

A. Ruang Lingkup Jaminan Yang Berupa Hak Tanggungan
1.

Pengertian Jaminan
Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu

kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur,
yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai
tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.39
Istilah jaminan telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dan telah
digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan
daripada istilah agunan.40 Berkaitan dengan pengaturan hukum jaminan, dalam Pasal
51 UUPA, sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan
pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan , sebagai pengganti lembaga hipotek
(hypootek) dan credietverband, yang akan diatur dalam suatu undang-undang
tersendiri. Dengan lahirnya UUPA, baik lembaga hak jaminan hipotek maupun
credietverband akan dilebur menjadi Hak Tanggungan.41

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila
debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit

39

Rachmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan,(Jakarta: Sinar Grafika,2009), hal 66
Ibid, hal 69.
41
Ibid, hal 10.
40

Universitas Sumatera Utara

yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu
membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah
diberikannya.42
Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian
atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh
penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil
risiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian secara prinsip jaminan

bukan persyaratan utama. Bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yang
dibiayainnya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal
yang disepakati bersama. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali dana
yang telah

disalurkan

oleh

kreditur

kepada

debitur,

jaminan

hendaknya

dipertimbangkan dua faktor, yaitu:43

a.

Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal
sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan, jika dikemudian hari
terjadi wanprestsi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk
melakukan tindakan eksekusi.

b.

Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual
atau

diuangkan

untuk

melunasi

seluruh


kewajiban

debitur,

dengan

mempertimbangkan dua faktor diatas, jaminan yang diterima oleh pihak bank

42

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah,(Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2010), hal. 67
43
Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersil Dan Konsumtif Dalam Perjanjian
Kredit Bank Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal 71.

Universitas Sumatera Utara

dapat meminimal risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip kehatihatian (prudential banking). Secara normatif sarana perlindungan bagi kreditur
tercantum dalam berbagai ketentuan perundang-undangan.

Hukum jaminan telah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Jepang,
dan zaman kemerdekaan sampai saat ini. Pada zaman Hindia Belanda, ketentuan
hukum yang mengatur tentang Hukum Jaminan dapat dikaji dalam Buku II
KUHPerdata dan Staatsblad 1908 Nomor 542 dan telah diubah dengan Staatsblad
1937 Nomor 190 Tentang Credietverband. Dalam Buku II KUHPerdata, ketentuan
hukum yang berkaitan dengan Hukum Jaminan adalah gadai (pand) dan hipotek.
Pand diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata,
sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUHPerdata.44
Hukum jaminan tergolong dalam bidang hukum yang akhir-akhir ini populer
disebut sebagai economic law (hukum ekonomi) wiertschaftrecht atau droit economic
yang mempunyai fungsi menunjang pembangunan ekonomi dan kemajuan
pembangunan pada umumnya.45 Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan,
tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J.
Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang

44

Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), hal. 5.
45

Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty,1980), hal 1.

Universitas Sumatera Utara

jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya
hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.46
Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UUP
yang menyatakan bahwa :
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah
Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuanketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut:47
a.

Kedudukan Harta Pihak Peminjam
Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta peminjam, yaitu
bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan

(tanggungan) atas utangnya.
Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam,
baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan
utang pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu
ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta
pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya.

46

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007),

hal. 3
47

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012), hal 9.

Universitas Sumatera Utara


b.

Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa
kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu
yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing
dan yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang
lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Pasal 1132KUPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi
jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta
tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila diantara pihak pemberi pinjaman iu
mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

c.

Larangan Memperjanjikan Pemilikan Objek Jaminan Utang oleh Pihak Pemberi
Pinjaman.
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikann akan memiliki objek
jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang

demikian diatur oleh Pasal 1154KUHPerdata tentang gadai, Pasal 1178 tentang
Hipotek.
Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk memperjanjikan akan memiliki
objek utang sebagaimana yansg ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga
jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan
pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan melebihi
besarnya utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang secara serta-merta menjadi
pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjama ingkar janji. Ketentuanketentuan seperti tersebut diatas tentunya akan dapat mencegah tindakan
sewewang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak
peminjam.

2.

Kedudukan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda


antara dua orang, yang memberikan hak pada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi
tuntutan itu.
Pengertian hak tanggungan adalah sebagai jaminan security (jaminan) hutang
dengan tanah sebagai agunannya. Penjelasan Pasal 25 UUPA menyatakan, bahwa
tanah milik yang dibebani hak tanggungan ini tetap di tangan pemiliknya, sehingga
berbeda dengan Hak Gadai dimana tanahnya beralih kepada pemegang gadai.48
Pemberian hak tanggungan didahulukan dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan
atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.49

48

A.P Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,(Bandung: Mandar
Maju, 2008), hal222.
49
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah.


Universitas Sumatera Utara

UUHT mengatur lembaga jaminan yang disebut hak tanggungan. Lembaga
jaminan hak tanggunan digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa
tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan. Sejak
berlakunya UUHT pada tanggal 9 April 1996, pengikatan objek jaminan utang berupa
tanah sepenuhya dilakukan melalui lembaga jaminan hak tanggungan.50
Dengan mulai berlakunya UUHT tanggal 9 April 1996, hak tanggungan
merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah
Nasional yang tertulis.51 Pasal 57 merupakan pasal peralihan mengenai masih
berlakunya ketentuan-ketentuan Hypotheek dan Credietverband sebagai pelengkap
ketentuan mengenai hak tanggungan. Hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah
Nasional kita adalah Hak Tanggungan, menggantikan Hypotheek dan Credietverband
sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yang ketentuannya diatur oleh
hukum tertulis dalam Hukum Tanah lama.52
UUHT dibentuk sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 UUPA, yang menggantikan
berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang diatur dalam KUHPerdata
Indonesia dan Credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908 No.542
sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No.190. Hal-hal mengenai
tidak berlakunya lagi ketentuan-ketentuan hypotheek ini dapat ditemukan dalam
rumusan Pasal 29 UUHT yang menyatakan:

50

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,(Jakarta: Raja
Grafindo Persada), 2012, hal 22.
51
Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1997), hal 380.
52
Ibid.hal 142

Universitas Sumatera Utara

“Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan dalam Staatsblad
1908-542 jo. Staatsblad 1909-586, dan Staatsblad 1909-584, sebagai
yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191,
dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku
II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang
mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah, besera
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku
lagi.”
Berdasarkan Pasal 11 ayat 1 UUHT dinyatakan bahwa hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya hak tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas sebagaimana dimaksud dalam
UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan keapada kreditur-kreditur lain.53
Pasal 4 Penjelasan Umum UUHT, antara lain menyatakan bahwa hak tanggungan
adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Berdasarkan ketentuan tersebut, disimpulkan bahwa hak tanggungan merupakan salah
satu

bentuk

jaminan

kredit

yang

mempunyai

hak

preferent

bagi

pemegangnya/kreditur, yang mempunyai objek jaminan berupa hak atas tanah yang
telah ditetapkan dalam UUHT. Termasuk hak tanggungan adalah benda-benda lain
yang merupakan bagian dari tanah itu yang berada di atasanya, yang ditegaskan
dalam akta pemberian hak tanggungan.54

53

Try Widiyono,
Indonesia,2009), hal 158.
54
Ibid.hal 158

Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Jakarta:Ghalia

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah telah memberlakukan UUHT. Terdapat 4 alasan Presiden untuk
membentuk UUHT, yaitu sebagai berikut:55
a.

Pembangunan Nasional butuh dana cukup besar yang sebagian besar
diperbolehkan melalui perkreditan. Oleh karena itu, diperlukan lembaga hak
jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum.

b.

Pasal 51 Undang-Undang nomor 4 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria menghendaki Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak
atas tanah diatur dengan undang-undang.

c.

Ketentuan mengenai Hypotheek atas tanah dalam Buku II KUHPerdata dan
Credietverband dalam Staatblad 1908-542 jo. S.1937-190 tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan.

d.

Hak Pakai atas tanah tertentu wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan, perlu juga dimungkinan untuk dibebani Hak Tanggungan.
Empat alasan diatas pada dasarnya merupakan reaksi terhadap timbulnya

perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan
hukum jaminan atas tanah, misalnya mengenai pencantuman titel eksekutorial,
pelaksanaan eksekusi, dan sebagainya, sehingga peraturan perundang-undangan
tersebut kurang memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan.
Berdasarkan keempat alasan tersebut, telah ditetapkan UUHT yang diharapkan
akan menjadi hak jaminan atas tanah yang kuat dengan empat ciri-ciri: 56

55
56

Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan,( Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal 4.
Ibid.hal 4

Universitas Sumatera Utara

a.

Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya;

b.

Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu
berada;

c.

Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

d.

Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap krediturkreditur lain.57
Ada beberapa unsur pokok dari hak tanggungan yang termuat didalam definisi
tersebut. Unsur-unsur pokok itu ialah:58
a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
c. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat
pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu.
d. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu

57

Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah
Yang Dihadapi Oleh Perbankan, edisi kedua, cet. 1,(Bandung: Penerbit Alumni, 1999), hal. 11
58
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

e. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
Ada beberapa asas dari hak tanggungan yang perlu dipahami betul yang
membedakan hak tanggungan ini dari jenis dan bentuk jaminan-jaminan utang yang
lain. Asas-asas tersebut tersebar dan diatur dalam berbagai pasal dari UUHT. Asasasas hak tanggungan tersebut adalah:59
a.

Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur
pemegang hak tanggungan (Pasal 1 (1) UUHT).60
Dari definisi hak tanggungan dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, dapat diketahui
bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur-kreditur lain. Kreditur tertentu yang dimaksud adalah yang memperoleh
atau yang menjadi pemegang hak tanggungan tersebut. Sedangkan dalam
Penjelasan Umum UUHT, bahwa yang dimaksud dengan “memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain
ialah bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak
menjual melalui pelelangan umum.

b.

Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) UUHT).61
Artinya bahwa hak tanggungan membebankan secara utuh objek hak
tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang
59

Sutan Remy Sjahdeini. Hak Tanggungan : Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak
Tanggungan),(Bandung : Alumni, 1999),hal 15.
60
Ibid
61
Ibid, hal 21.

Universitas Sumatera Utara

yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek hak tanggungan dari beban
hak tanggungan, melainkan hak tanggungan tetap membebani seluruh objek hak
tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Menurut Pasal 2 ayat (1) jo
ayat (2) UUHT, sifat tidak dapat dibagi-bagi dapat disimpangi oleh para pihak
apabila para pihak menginginkan hal yang demikian dengan memperjanjikan
dalam APHT, namun penyimpangan itu hanya dapat dilakukan sepanjang hak
tanggungan dibebankan kepada beberapa hak atas tanah dan pelunasan utang
yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai
masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak
tanggungan, yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut, sehingga
kemudian hak tanggungan hanya membebani sisa objek hak tanggungan untuk
menjamin sisa utang yang belum terlunasi.

c.

Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) UUHT).62
Dalam Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan harus ada pada pemberi
hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Berhubungan
dengan ketentuan itu, maka hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas
tanah yang telah dimiliki oleh pemegang hak tanggungan. Oleh karena itu, hak atas
tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat
dijaminkan dengan hak tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu pula tidak
62

Ibid, hal 25.

Universitas Sumatera Utara

mungkin untuk membebankan hak tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru
akan ada di kemudian hari.

d.

Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) UUHT).63
Hak tanggungan dapat membebankan bukan saja pada hak atas tanah yang
menjadi objek hak tanggungan tetapi juga berikut bangungan, tanaman dan hasil
karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, oleh UUHT disebut
sebagai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah”. Benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan bukan
terbatas pada benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah
tersebut.

e.

Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan
ada di kemudian hari(Pasal 4 ayat (4) UUHT).64
Dengan syarat diperjanjikan secara tegas. Meskipun hak tanggungan hanya
dapat dibebankan atas tanah yang telah ada, namun sepanjang hak tanggungan
dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah ternyata
dimungkinkan. Dalam pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang

63
64

Ibid, hal 26
Ibid, hal 27.

Universitas Sumatera Utara

pada saat hak tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah yang
dibebani hak tanggungan tersebut.

f.

Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir)(Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat
(1) UUHT).65
Perjanjian hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri
tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut
perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian hak tanggungan adalah
perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin itu. Dengan kata
lain perjanjian hak tanggungan adalah perjanjian accesoir. Dalam butir 8
Penjelasan Umum UUHT disebutkan : “Oleh karena Hak Tanggungan menurut
sifatnya merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang tertentu, yang
didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain, maka
kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya”.

g.

Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1)
UUHT).66
Menurut Pasal 3 ayat (1) UUHT dapat dijaminkan untuk :
1). Utang yang telah ada.

65
66

Ibid, hal 28.
Ibid, hal 29.

Universitas Sumatera Utara

2). Utang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan
jumlah tertentu.
3). Utang yang baru akan ada, akan tetapi telah diperjanjikan sebelumnya
dengan jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan
diajukan ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian
lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.

h.

Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) UUHT).67
Pasal 3 ayat (2) UUHT menentukan sebagai berikut :
“Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa
hubungan hukum” Pasal 3 ayat (2) UUHT, memungkinkan pemberian satu Hak
Tanggungan untuk :
1. Beberapa kreditur yang memberikan utang kepada satu debitur berdasarkan
satu perjanjian utang piutang.
2. Beberapa kreditur yang memberikan utang kepada satu debitur berdasarkan
beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara masing-masing kreditur
dengan debitur yang bersangkutan.

i.

Mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 UUHT).68

67
68

Ibid, hal 34.
Ibid, hal 38.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian maka hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek
hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apapun juga (droit de
suite). Asas ini memberikan kepastian kepada kreditur mengenai haknya untuk
memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah atau hak atas tanah yang
menjadi objek hak tanggungan itu bila debitur cidera janji, sekalipun tanah atau
hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya
kepada pihak ketiga.

j.

Tidak dapat diletakan sita oleh pengadilan.69
Tidak dapat diletakkan sita karena tujuan dari hak jaminan pada umumnya
dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan dari hak tanggungan adalah
untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditur yang menjadi pemegang hak
tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Bila terhadap hak
tanggungan dimungkinkan sita oleh pengadilan, maka berarti pengadilan
mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditur
pemegang hak tanggungan. Penegasan dalam UUHT bahwa hak tanggungan
tidak dapat diletakkan sita, dapat memberikan kepastian hukum bagi semua
pihak, apabila tidak ditegaskan maka akan timbul perbedaan menyangkut
penafsiran hukum.

69

Ibid, hal 40.

Universitas Sumatera Utara

k.

Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) UUHT).70
Asas ini menghendaki bahwa hak tanggungan hanya dapat dibebani atas tanah
yang ditentukan secara spesifik. Lebih lanjut dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e,
menunjukan bahwa objek hak tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukan
dalam APHT yang bersangkutan.

l.

Wajib didaftarkan(Pasal 13 UUHT).71
Terhadap hak tanggungan berlaku asas publisitas atas asas keterbukaan.
Menurut Pasal 13 UUHT,pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada
Kantor Pertanahan, dimana merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak
tanggungan dan mengikatkan hak tanggungan terhadap pihak ketiga. Tidaklah
adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu hak tanggungan
asas-suatu objek hak tanggungan apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk
mengetahui tentang pembebanan hak tanggungan. Hanya dengan cara pencatatan
atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga
dapat mengetahui tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu hak
atas tanah.

70
71

Ibid hal 42.
Ibid, hal 43.

Universitas Sumatera Utara

m. Pelaksanaan eksekusi lebih mudah dan pasti.72
Pasal 6 UUHT, memberikan hak kepada pemegang hak tanggungan untuk
melakukan parate eksekusi. Hal ini berarti pemegang hak tanggungan tidak perlu
bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi hak tanggungan, tetapi juga
tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan
eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal
debitur cidera janji. Pemegang hak tanggungan dapat langsung datang dan
meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek
hak tanggungan yang bersangkutan. Sertifikat Hak Tanggungan yang merupakan
tanda bukti adanya hak tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan,
memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

n. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu(Pasal 11 ayat (2) UUHT).73
Janji-Janji tersebut dicantumkan dalam APHT yang bersangkutan. Dalam
Pasal 11 ayat (2) UUHT, janji-janji tersebut bersifat fakultatif dan tidak limitatif.
Janji-janji tersebut bersifak fakultatif, karena janji-janji tersebut boleh atau tidak
dicantumkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Bersifat tidak limitaif, karena

72
73

Ibid, hal 46.
Ibid, hal 44.

Universitas Sumatera Utara

dapat pula diperjanjikan janji-janji lain selain janji yang telah dicantumkan sesuai
dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.

o.

Objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjiakan untuk dimiliki sendiri oleh
pemegang Hak Tanggungan bila debitor cidera janji.74
Pasal 12 UUHT, janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak
tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji,
batal demi hukum. Larangan pencantuman janji ini, dimaksudkan untuk
melindungi debitur, agar dalam kedudukannya yang lemah dalam menghadapi
kreditur (bank) karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit)
terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugikan bagi
dirinya.

B. Tinjauan Umum Mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
1.

Pengertian Mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
Pada asasnya surat kuasa tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu bisa lisan,

tertulis, dibawah tangan maupun otentik. Bahwa pada asasnya pemberian hak
tanggungan wajib dilakukan oleh pemilik sendiri adalah sesuai dengan asas umum,

74

Ibid, hal 45.

Universitas Sumatera Utara

yang mengatakan bahwa pada dasarnya tindakan hukum harus dilakukan oleh
berkepentingan sendiri. 75
Secara umum surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab
keenam belas, buku III KUHPerdata, sedangkan aturan khususnya diatur dan tunduk
pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG. Untuk memahami
pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk Pasal 1792 KUHPerdata, yang berbunyi
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk
dan atas namanya menyelengarakan suatu urusan”.76
Dilihat dari cara merumuskannya, pemberian kuasa ini dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu secara khusus dan umum, hal ini sesuai dengan Pasal 1795 KUHPerdata.
Dilihat dari jenis surat kuasa yang diatur dalam undang-undang dapat dibedakan
menjadi 4 jenis surat kuasa, yaitu:77
1. Kuasa umum
Dalam Pasal 1796 KUH Perdata, menyatakan pemberian kuasa yang dirumuskan
secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk
memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat
suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh
seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.

75

J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1998), hal 165.
76
Pasal 1792 BW.
77
Endsten’s Blog, Jenis Surat Kuasa, https://endsten.wordpress.com/tag/syarat-syarat-suratkuasa-khusus/, diakses tanggal 21 September 2015.

Universitas Sumatera Utara

Titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan
kepentingan pemberi kuasa.

2. Kuasa Khusus
Dalam surat kuasa ini, pemberian kuasa dilakukan secara khusus, yaitu hanya
mengenai suatu kepentingan atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan
pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi
kuasa sebagai pihak principal. Namun untuk dapat digunakan dalam persidangan, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat kuasa khusus ini, tidak
bisa hanya mengiktui ketentuan sesuai dengan Pasal 123 HIR ayat (1), yang
menyatakan bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa khusus,
kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi
kuasa itu dalam surat permintaan yang ditanda tanganinya dan dimasukkan menurut
ayat pertama Pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut Pasal 120,
maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang
dibuat surat gugat ini.
Apabila di lihat dari makna yang terkandung pada pasal tersebut dari sudut
pandang pengaturan pembuatan pemberian kuasa, surat kuasa khusus dalam format
pasal ini sangat lah sederhana, hanya dengan memberikan judul khusus pada surat
kuasa, kemudian dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk yang terlalu sederhana ini
dalam perkembangan sejarah peradilan di Indonesia dinilai sudah tidak tepat lagi,

Universitas Sumatera Utara

sehingga dilakukan lah penyempuranaan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui
SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) tentang ciri surat kuasa khusus yang benarbenar dapat membedakannya dengan surat kuasa umum. Dalam perkembangan nya
SEMA ini juga mengalami beberapa pergantian, dimulai dari SEMA No.2 Tahun
1959, sampai dengan yang terakhir SEMA No. 6 Tahun 1994, 14 Oktober 1994.
Dalam SEMA yang terakhir, pada dasarnya lebih kembali menyerupai dengan syarat
pembuatan surat kuasa khusus yang diatur pada SEMA No.02 Tahun 1959, karena
SEMA ini dianggap lebih tepat untuk penyempurnaan ciri dari surat kuasa khusus
dibanding dengan SEMA setelahnya -sebelum SEMA terakhir. Persyaratan pembuat
surat kuasa khusus menurut SEMA ini yaitu:
a.

Dalam surat kuasa khusus harus menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat
kuasa, untuk berperan di pengadilan

b.

Menyebutkan tentang kompetensi relatif

c.

Menyebut identitas dan kedudukan para pihak secara jelas, dan

d.

Menyebut secara ringkas dan kongkret pokok dan obyek sengketa yang
diperkarakan.

3. Kuasa Istimewa
Surat kuasa istimewa diatur dalam Pasal 157 HIR (Pasal 187 RBg), yang
menyatakan sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang diminta
atau ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya kecuali kalau
ketua pengadilan negeri memberi izin kepada satu pihak, karena sebab yang penting,

Universitas Sumatera Utara

akan menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan untuk
mengangkat sumpah itu, kuasa yang mana hanya dapat diberi dengan surat yang sah,
di mana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkat itu.

4. Kuasa Perantara
Surat kuasa perantara disebut juga agen (agent). Dalam hal ini pemberi kuasa
sebagai principal memberi perintah (instruction) kepada pihak kedua dalam
kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu dengan pihak ketiga. Apa yang dilakukan agen, mengikat principal sebagi
pemberi kuasa, sepanjang tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan
yang diberikan. Kuasa ini berdasar dengan Pasal 1972 KUHPerdata yang mengatur
secara umum tentang surat kuasa.
SKMHT merupakan suatu bentuk surat kuasa khusus yang isinya pemberian
kuasa dari pemberi hak tanggungan kepeda penerima hak tanggungan untuk
membebankan hak tanggungan atas objek hak tanggungan. Dasar untuk lahirnya
lembaga jaminan atas tanah yaitu Hak Tanggungan telah diamanatkan dalam Pasal 15
UUPA.

78

Menurut Pasal 10 ayat 2 UUHT, setelah perjanjian pokok itu diadakan,

pemberi hak tanggungan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, apabila si pemberi hak

78

Kiki Riarahma, Fungsi Dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
Dalam Perjanjian Kredit (Suatu Penelitian Di PT.Bank Bukopin Cabang Medan)

Universitas Sumatera Utara

tanggungan tidak dapat hadir saat pembuatan APHT, maka dapat dilakukan dengan
SKMHT yag telah diatur dalam UUHT79.
Hukum yang secara khusus mengatur SKMHT adalah sebagai berikut: 80
a.

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah.

b.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 3 Tahun 1996 tentang Bentuk
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemmberian Hak
Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan.

c.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.4 Tahn 1996 tentang
Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.
Dilihat dari bentukanya, SKMHT telah diatur secara baku dalam bentuk blanko,

sebagaimana lampiran Peraturan Menteri Negara Agraria, sehingga pejabat umum
tidak dapat membuat SKMHT berdasarkan kemauan masing-masing. Pihak yang
membuat SKMHT telah ditentukan dan waib dibuat secara akta notaris atau akta
PPAT, sedangkan surat kuasa tidak terdapat kewajiban yang demikian81.
Pada asasnya pemberian hak tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri
oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan
hukum membebankan hak tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan. Hanya

79

Ibid.
Try Widiyono,Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), hal 260.
81
Ibid,hal 261.
80

Universitas Sumatera Utara

apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan
hak tanggungan dan menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan kepada pihak
lain.82
Dalam penjelasan umum angka 7 dan penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT
dinyatakan bahwa pemberian hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi
hak tanggungan dengan cara hadir dihadapan PPAT. Pembuatan SKMHT selain oleh
Notaris juga ditugaskan kepada PPAT karena PPAT ini keberadanya sampai pada
wilayah Kecamatan dalam rangka pemerataan pelayanan di bidang pertanahan. Isi
SKMHT tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:83
a.

Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada
membebankan Hak Tanggungan.

b.

Tidak memuat kuasa substitusi.

c.

Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta
identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi
hak tanggungan.
Menurut Pasal 15 ayat (3) UUHT, SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah

terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT paling lambat 1 (satu) bulan sesudah
diberikan. Sedangkan menurut ayat (4), SKMHT mengenai hak atas tanah yang

82

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi Dan Pelaksanaanya,ed revisi, cet.7 (Jakarta:Djambatan,1997), hal 401
83
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 60.

Universitas Sumatera Utara

belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT paling lambat 3 (tiga) bulan
sesudah diberikan.84
Ada 2 (dua) alasan pembuatan dan penggunaan SKMHT, adalah :
1. Syarat subjektif yaitu :
a. Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan Notaris/Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta Hak Tanggungan.
b. Prosedur pembebanan Hak Tanggunan panjang/lama.
c. Biaya pembuatan Hak Tanggungancukup tinggi.
d. Kredit yang diberikan jangka pendek.
e. Kredit yang diberikan tidak besar/kecil.
f. Debitur sangat dipercaya/bonafid.
2. Syarat objektif yaitu :
a. Sertifikat belum diterbitkan.
b. Balik nama atas tanah pemberi HakTanggungan belum dilakukan.
c. Pemecahan/penggabungan tanahbelum selesai dilakukan atas nama pemberi
Hak Tanggungan.
d. Roya/pencoretan belum dilakukan

84

ST. Remy Sjahdeini, Op.Cit,hal 112

Universitas Sumatera Utara

2.

Objek Yang Digunakan Sebagai Jaminan Dalam Surat Kuasa Mebebankan
Hak Tanggungan
Objek-objek hak tanggungan yang dapat digunakan sebagai jaminan dalam suatu

perjanjian kredit perbankan adalah sebagai berikut:
a. Hak milik
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan tepenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala
macam keperluan selama waktu tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan untuk
itu dengan mengingat fungsi sosial atas tanah.85
Subjek hak milik atas tanah adalah perorangan atau warga negara Indonesia
dan badan hukum tertentu yang ditunjuk oleh peraturan pemerintah Nomor 38
Tahun 1963 tentang Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat
Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Badan-badan hukum tersebut adalah bankbank Pemerintah, lembaga keagamaan yang disahkan oleh Menteri Agama dan
lembaga sosial yang ditunuk oleh Menteri Sosial.

b. Hak guna usaha
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu tertentu dan luasan tertentu guna
perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.86

85

H.Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia
Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing,(Bandung: Mandar Maju,2013),hal 19.
86
Ibid.hal 20

Universitas Sumatera Utara

Subjek hak guna usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dengan
penentuan subjek hak tersebut berarti hak guna usaha tersebut dapat dianggaap
sebagai hak yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang sepenuhnya tidak
dimungkinkan untuk diberikan kepada orang asing atau badan hukum asing.

c. Hak Guna Bangunan87
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangungan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka
waktu tertentu dan luasan tanah tertentu.
Subjek hak guna bangunan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Sebagaimana hak milik dan hak guna usaha, hak guna bangunan ini dapat
dianggap sebagai hak yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang
sepenuhnya antara subjek hak dan objek hak tanahnya, sehingga tidak
dimungkinkan untuk diberikan kepada orang asing atau badan hukum asing.
d. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai lagusung oleh negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian
haknya/perjanjiannya.
87

Ibid .hal 22

Universitas Sumatera Utara

Subjek dari hak pakai ini, tergantung kepada jenis haknya, sebab hak pakai
dibagi dua, yakni hak pakai privat dan hak pakai publik. Hak pakai privat
subjeknya adalah perseorangan warga negara Indonesia dan juga orang asing yang
berkedudukan di Indonesia serta dapat juga diberikan kepada badan hukum
Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Sedangkan subjek hak pakai publik adalah Lembaga Pemerintah/Daerah,
perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional, Badan hukum sosial
dan keagamaan.88
Pada dasarnya hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah saja.
Hak Tanah yang dapat dijadikan jaminan sesuai UUPA yaitu Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai Atas Tanah Negara yang menurut
sifatnya dapat dipindahtangankan (Pasal 4 ayat (1) UUHT). Selain hak-hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Hak Pakai atas tanah negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindatangankan dapat juga dibebani hak tanggungan (Pasal 4 ayat (2) UUHT).
Pembebanan hak tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 4 ayat (3) UUHT).

88

Ibid,hal 23.

Universitas Sumatera Utara

C. Perjanjian Kredit Yang Hanya Berlandaskan Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan
1.

Jaminan

Kredit

Yang

Hanya

Diikat

Berdasarkan

Surat

Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan
Terhadap suatu jaminan dalam perjanjian kredit bank yang hanya diiukti dengan
pembuatan SKMHT tentu tidak kuat kekuatan hukumnya, tidak dapat menjadi
pegangan yang kuat bagi pribadi pihak banknya. Tidak kuat karena hanya
berlandaskan SKMHT saja, tetapi tidak dilanjuti dengan pembuatan APHT. 89
Sehingga apabila ada terjadi masalah dikemudian hari bank tidak dapat menguasai
karena tidak kuatnya kekuatan hukum tersebut,sehingga apabila ada terjadi masalah
dapat ditindaklanjuti. 90
Kondisi inilah yang melatar belakangi yang menyebabkan bahwa SKMHT
dalam jangka waktu tertentu seperti yang terdapat dalam Pasal 15 UUHT harus
secepatnya ditingkatkan menjadi APHT agar dapat memiliki kekuatan eksekutorial
terhadap benda yang dijaminkan oleh debitur, namun dalam kenyataannya SKMHT
sering sekali tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan APHT dan juga tidak
didaftarkan, sehingga SKMHT tersebut dapat menjadi batal demi hukum maksudnya
adalah bahwa surat kuasa tersebut tidak dapat dijadikan dasar dalam pembuatan
APHT, dengan demikian akan berlaku ketentuan jaminan umum seperti yang terdapat
dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan kreditur sebagai kreditur konkuren seperti yang
terdapat dalam Pasal 1132 KUH Perdata yang menentukan:
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang
yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi89

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Rico pegawai bagian Administrasi Kredit
Bank Tabungan Negara Helvetia pada tanggal 13 Agustus 2015.
90
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tridarma Kusuma pegawai Bank Rakyat
Indonesia Iskandar Muda bagian Administrasi Kredit pada tanggal 19 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara

bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masingmasing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan”
Selain sebagai jaminan umum yang timbul dari Undang-Undang, juga sebagai
kreditur konkuren, sehingga apabila timbul tindakan kredit macet yang dilakukan
oleh debitur maka dari pihak kreditrnya harus mengajukan gugatan perdata ke
Pengadilan Negeri.
Ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (3)
dan ayat (4) UUHT, tidak berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk menjamin
kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
misalnya adalah kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit
lainnya yang sejenis.91
Jaminan kredit yang hanya diikuti dengan SKMHT pada dasarnya dapat
memiliki kekuatan hukum apabila terhadap jaminan tersebut seperti yang telah
disebutkan haruslah berupa jaminan untuk kredit-kredit kecil saja, bukan untuk kredit
besar. Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.4 Tahn
1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu (PMNA/ KBPN),
SKMHT yang diberikan untuk menjamin pelunasan jenis-jenis Kredit Usaha Kecil
sebagaimana

dimaksud

dalam

Surat

Keputusan

Direksi

Bank

Indonesia

No.26/24/KEP/DIR tanggal 28 Mei 1993, berlaku sampai saat berakhirnya masa
91

ST.Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan
Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak
Tanggugan),(Bandung : Alumni, 1999), hal 113.

Universitas Sumatera Utara

berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan.

92

Seperti yang disebutkan dalam

Pasal 1 PMNA/KBPN,yang dimaksud kredit-kredit tertentu adalah:
1. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi :
a. Kredit kepada Koperasi Unit Desa;
b. Kredit Usaha Tani;
c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.
2. Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan perumahan, yaitu :
a. Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah
sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m² (dua
ratus meter persegi) dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh
meter persegi);
b. Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun (KSB) dengan
luas tanah 54 m² (lima puluh empat meter persegi) sampai dengan 72 m²
(tujuh puluh dua meter persegi) dan kredit yang diberi-kan untuk
membiayai bangunannya;
c. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagai-mana
dimaksud huruf a dan b;
3. Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkre-ditan
Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), antara lain :
a. Kredit Umum Pedesaan (BRI);
b. Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank Pemerintah);
Berdasarkan hal tersebut jaminan kredit yang hanya dengan diikuti SKMHT
dapat memiliki kekuatan hukum, tetapi apabila jaminan tersebut adalah untuk kredit
besar maka seperti yang telah disebutkan haruslah segera dilanjutkan dengan
pembuatan APHT agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan dapat
dilakukan ekskusi nantinya.
Berdasarkan dari Surat Edaran Direksi No: 138-DIR/ADK/03/2015 yang
tertanggal 12 Maret 2015 perihal Penjelasan Atas Surat Edaran Direksi NOSE: S.25cDIR/ADK/09/2015 tentang Revisi Ketentuan Kupedes (Koperasi Pedesaan),
menyebutkan bahwa untuk Kupedes diatas Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah)
sampai dengan Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah), atas agunan tambahan berupa
tanah dan/atau bangunan dengan status kepemilikan tanah berupa SHM, SHGB,
92

Ibid, hal 114.

Universitas Sumatera Utara

SHGU, Petok D, Girik, Letter C, atau bukti kepemilikan tanah berdasarkan hukum
adat lainnya, diserahkan ke pada Bank sebagai agunan kredit dengan menggunakan
Surat Kuasa Menjual Agunan (SKMA) yang dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang, dimana SKMA tersebut bukan merupakan bentuk pengikatan sehingga
tidak memberikan hak preferensi bagi Bank.93
Terhadap jaminan kredit tersebut hanya diikuti dengan pembuatan SKMA saja,
sebenarnya sama dengan hanya diikuti dengan SKMHT, kedua sama-sama tidak
memiliki kekuatan hukum yang tetap, dan keduanya sama-sama tentunya dapat
merugikan pihak Bank suatu hari kedepan apabila terjadinya suatu masalah dalam
perjanjian tersebut, misalnya seperti terjadinya kredit macet dan adanya tindakan dari
debitur ternyata tidak sanggup lagi untuk melaksanakan apa yang sudah di janjikan
sebelumnya dalam perjanjian kredit.
Jaminan yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT atau dengan SKMA
sering menyebabkan terjadi masalah,banyak debitur yang kadang bermasalah dalam
memenuhi janjinya.94 Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh pihak bank,
apabila terjadinya suatu masalah terhadap perjanjian tersebut tentu akan
kesusahan,pihak bank biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan. Tapi ada
pula dilakukan dengan meletakan sita jaminan, hal ini dilakukan apabila tidak bisa
diselesaikan secara kekeluargaan. Apabila ternyata debiturnya sebenarnya memiliki
biaya tetapi tidak mau membayar ataupun menyalahgunakan kredit konsumtif, maka
melakukan sita jaminan dapat dilakukan.

93

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai Bank Rakyat Indonesia Unit
Setia Budi bagian Administrasi Kredit pada tanggal 20 Agustus 2015.
94
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aidil pegawai bagian Adminstrasi Kredit
Bank Rakyat Indonesia Unit Setia Budi pada tanggal 20 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara

2.

Kelemahan Apabila Perjanjian Kredit Hanya Berdasarkan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan
Terhadap perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT

saja tentu tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat. Karena tidak adanya
peningkatan untuk di buat hak tanggungannya dan didatarkan ke BPN, hingga pihak
bank dalam hal ini adalah posisi yang tidak kuat, karena apabila suatu waktu terjadi
masalah dalam perjanjian kredit yang hanya dengan SKMHT saja, akan sulit untuk di
laksanakan penyelesaiannya.
Berdasarkan kenyataannya terdapat kendala dalam menerapkan fungsi dan
kedudukan SKMHT sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUHT. Seperti yang
diketahui bahwa SKMHT merupakan proses atau tahap menuju pembuatan APHT,
dimana SKMHT tersebut hanya merupakan lembaga kuasa dan bukan sebagai
lembaga jaminan dalam pelunasan suatu kredit. Berarti SKMHT tidak memberikan
kedudukan apapun kepada pihak bank sebagai kreditur.
Yang menjadi hambatan untuk dilakukannya pemasangan hak tanggungan,
adalah karena biaya dan waktu. Untuk pemasangan hak tanggungan dan dibuat
sertifikatnya memiliki pengeluaran biaya yang cukup besar, bukan biaya untuk
pembuatan APHTnya oleh PPAT, tetapi biaya untuk pemasangan hak tanggungan
agar nanti ada dibuatnya sertifikat.

Universitas Sumatera Utara

3. Kekuatan Hukum Terhadap Jaminan Yang Hanya Diikuti Dengan SKMHT
SKMHT diberikan untuk jangka waktu selama 1 (satu) bulan lamanya bagi
hak atas tanah yang sudah terdaftar sedangkan 3 (tiga) bulan lamanya bagi hak atas
tanah yang belum terdaftar sebagai upaya bagi kreditur untuk secepatnya
meningkatkan status SKMHT tersebut menjadi APHT sehingga dapat mempunyai
kekuatan eksekutorial terhadap tanah yang dijaminkannya tersebut.
Jangka waktu yang telah ditentukan tersebut apabila tidak dipenuhi, maka
dapat mengakibatkan SKMHT tersebut menjadi “batal demi hukum” maksudnya
batal demi hukum dalam hal ini adalah bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak
dapat lagi dipergunakan sebagai dasar untuk pembuatan APHT, sehingga kreditur
tersebut bukan lagi sebagai pemegang hak tanggungan yang merupakan jaminan
khusus melainkan hanya sebagai pemegang jaminan umum saja, yang pada akhirnya
kreditur sebagai kreditur konkuren.
Ketentuan jaminan umum diatur pada Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu:
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Jadi seluruh harta debitur menjadi jaminan seluruh hutangnya, ini disebut dengan
istilah jamin

Dokumen yang terkait

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

1 72 143

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) SEBAGAI JAMINAN KREDIT Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) sebagai Jaminan Kredit(Studi Kasus di Bank BRI Cabang Sragen Unit Sepat).

0 2 19

PELAKSANAAN SURAT KUASA DALAM MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) KEPADA BANK SEBAGAI JAMINAN KREDIT PADA BANK NAGARI CABANG UTAMA PADANG.

0 0 6

KEKUATAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK.

0 14 55

penyelesaian hukum bagi bank atas kredit macet dengan jaminan tanah menggunakan surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT).

0 0 1

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 19

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 2

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 27

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Chapter III V

0 1 61

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

0 0 7