Analisis Perawatan Mesin Produksi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) pada PT. Prima Indah Saniton Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Perawatan (Maintenance) 1
Perawatan (maintenance) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan

yang

dilakukan

untuk

menjaga

dan

memelihara

suatu


mesin

serta

memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima. Selain itu suatu
perawatan juga merupakan suatu kegiatan untuk memelihara atau menjaga
fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau penggantian yang
diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
Merawat ‘pada suatu kondisi yang bisa diterima’ merujuk pada standar
yang ditentukan oleh perusahaan yang melakukan perawatan. Hal ini berbeda dari
satu perusahaan dengan yang lain, tergantung keadaan industrinya dan sepadan
dengan nilai yang ditetapkan berdasarkan standar yang tinggi.
Peranan perawatan baru akan sangat terasa apabila mesin mulai
mengalami gangguan atau tidak dapat dioperasikan lagi. Dengan mengacu pada
pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah perawatan berkaitan
dengan tindakan pencegahan dan perbaikan, yang dapat berupa tindakan berikut:
1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan pemeriksaan terhadap mesin untuk
mengetahui kondisi, apakah mesin tersebut dalam keadaan yang memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak.
1

Corder, A.S. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga. Hal 1

Universitas Sumatera Utara

2. Perawatan (service), yaitu tindakan untuk menjaga kondisi suatu mesin agar
tetap baik. Biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian mesin
tersebut.
3. Penggantian

komponen

(replacement),

yaitu

melakukan


penggantian

komponen yang rusak dan tidak dapat digunakan dengan baik lagi.
Penggantian ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan
perencanaan terlebih dahulu.
4. Repair and Overhaul, yaitu kegiatan melakukan perbaikan secara cermat serta
melakukan suatu set up mesin. Tindakan repair merupakan kegiatan perbaikan
yang dilakukan setelah mesin mencapai kondisi gagal beroperasi (failed
stated), sedangkan overhaul dilakukan sebelum failed stated terjadi.
Adapun tujuan dari perawatan (maintenance) yang utama dapat
didefinisikan sebagai berikut: 2
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
yang maksimum.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.


2

Antony Corder, Teknik Manajemen Pemeliharaan (Jakarta; Erlangga; 1992), h. 3

Universitas Sumatera Utara

3.2.

Perencanaan Perawatan
Perencanaan didefinisikan sebagai proses pemilihan informasi dan

pembuatan asumsi mengenai kondisi masa datang, guna mengembangkan seluruh
lintasan kegiatan. Pengertian perencanaan perawatan adalah suatu kombinasi dari
setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga sistem/equipment dalam proses
perawatannya

sampai

kondisi


dapat

diterima.

Perencanaan

perawatan

mengikutsertakan pengembangan dari seluruh lintasan kegiatan yang mencakup
semua kegiatan perawatan, reparasi, dan pekerjaan overhaul.
Faktor penunjang keberhasilan perencanaan perawatan akan terkait
dengan:
1. Ruang lingkup pekerjaan.
2. Lokasi pekerjaan.
3. Prioritas pekerjaan.
4. Metode
5. Kebutuhan komponen dan material.
6. Kebutuhan peralatan
7. Kebutuhan tenaga kerja baik secara kualitas dari skill maupun kuantitasnya.

Kendala yang mungkin muncul dalam perencanaan perawatan dapat
disebabkan berbagai aspek seperti komunikasi ketidakjelasan instruksi, kurangnya
informasi maupun berbagai kelambatan, dan ketidakpastian spare parts atau
tenaga kerja terampil.

Universitas Sumatera Utara

Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan perawatan umumnya
meliputi:
1. Mendefinisikan persoalan dan menetapkan equipment yang akan direncanakan
secara jelas sesuai tujuan dan ketetapan/kebijaksanaan organisasi perusahaan.
2. Melakukan pengumpulan informasi data yang berkaitan dengan seluruh
kegiatan yang mungkin akan terjadi.
3. Melakukan analisis terhadap berbagai informasi dan data yang telah
dikumpulkan dan mengklasifikasikannya berdasarkan kepentingan.
4. Menetapkan batasan dari perencanaan perawatan.
5. Menentukan bebagai alternatif rencana yang mungkin dapat dilakukan, yang
kemudian memilihnya untuk kemudian rencana tersebut dipakai.
6. Menyiapkan langkah pelaksanaan secara rinci termasuk penjadwalan.
7. Melakukan


pemeriksaan

ulang

terhadap

rencana

tersebut

sebelum

dilaksanakan.

3.3.

Pengklasifikasian Perawatan
Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu


Planned dan Unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Universitas Sumatera Utara

Maintenance

Planned
Maintenance

Predictive
Maintenance

Unplanned
Maintenance

Corrective
Maintenance

Preventive

Maintenance

Breakdown
Maintenance

(Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga)

Gambar 3.1. Klasifikasi Perawatan

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:
1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance
terbagi atas 2, yaitu:
a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu
peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan kehandalan suatu
mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas:
1. Time based Maintenance
Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi
harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.

2. Condition based Maintenance
Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa
perubahan

kondisi

dari

peralatan/asset,

dengan

tujuan

untuk

Universitas Sumatera Utara

memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan.
b. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat

mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau
dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi
indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.
2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2,
yaitu:
a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar
yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.
b. Breakdown

Maintenace,

yaitu

suatu

kegiatan

perawatan

yang

pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu
dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat
signifikan terhadap operasi ataupun produksi.

3.3.1. Preventive Maintenance/Perawatan Pencegahan
Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari
suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan kehandalan mesin
serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang direncanakan
sebelumnya.
Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal
menghindari

suatu

sistem

atau

peralatan

mengalami

kerusakan.

Pada

Universitas Sumatera Utara

kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi meskipun telah dilakukan
preventive maintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive
maintenance yaitu:
1. Menghindari terjadinya kerusakan
2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan
3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi
Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime
2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan
3. Meningkatkan kualitas dari produk
4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan
5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan
6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah
7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
8. Meningkatkan kontrol dari peralatan dan mengurangi inventory level
9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatan/komponen
10. Meningkatkan identifikasi dari masalah yang dihadapi
Dalam melakukan perawatan pencegahan (preventive maintenance) dapat
dilakukan pada perusahaan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mesin
yaitu dengan melihat langkah-langkah berikut 3 ini:
a. Mengidentifikasi dan melakukan pemilihan area
3

Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Reliability for Engineers. New York :
Taylor & Francis Group, LLC. Hal 153

Universitas Sumatera Utara

b. Memeriksa frekuensi kerja unit
c. Menjadwalkan

penugasan

dari

perawatan

pencegahan

(preventive

dari

perawatan

pencegahan

(preventive

maintenance)
d. Mempersiapkan

penugasan

maintenance)
e. Menentukan pokok-pokok kebutuhan dari perawatan pencegahan (preventive
maintenance)
f. Memperluas ruang lingkup program perawatan pencegahan (preventive
maintenance) ke area lain yang membutuhkannya.

3.3.2. Corrective Maintenance/Perawatan Perbaikan
Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan
untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu
preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah
aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen
mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah
komponen atau sistem ke kondisi semula.
Corrective Maintenance di dalam buku “Maintanability, Maintenance
and Realibility for Engineers”, diasumsikan bahwa corrective maintenance dapat
dilaksanakan dengan lima langkah berikut 4:
1.

Mengetahui penyebab kegagalan (failure recognition)

2.

Lokasi kegagalan (failure location)

4

Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Reliability for Engineers. New York :
Taylor & Francis Group, LLC. Hal 144

Universitas Sumatera Utara

3. Mendiagnosa peralatan atau unit- unit yang gagal (dianogsis within the
equipment or item)
4.

Mengganti atau memperbaiki bagian yang gagal (failed part replacement
orrepair)

5.

Mengembalikan sistem ke kondisi menjalankan tugasnya kembali (system to
service)

3.3.3. Predictive Maintenance
Predictive Maintenance berfungsi menangani langsung hal-hal yang
bersifat mencegah terjadinya kerusakan pada alat/fasilitas yang dilakukan dengan
jalan memeriksa alat/fasilitas secara teratur dan berkala serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan kecil yang dijumpainya selama pemeriksaan. Bagaimana
baiknya suatu mesin yang telah direncanakan, keausan dan kerusakan selama
pemakaian, pada umumnya masih dapat terjadi, meskipun demikian laju keausan
ini masih dapat diperkirakan besarnya bila mesin/alat dipakai dalam kondisi
normal.
Predictive maintenance ini juga merupakan suatu teknik/cara yang banyak
dipakai dalam cara produksi berantai dimana bila ada gangguan darurat sedikit
saja pada sistem produksi tersebut misalnya ada kerusakan pada belt conveyor
dapat menyebabkan terhentinya aliran produksi sehingga dapat menimbulkan
kerugian yang cukup besar pada perusahaan yang bersangkutan. Dalam industri
yang menggunakan proses kimia, terhentinya aliran sistem proses produksi
beberapa detik saja dapat menimbulkan kerusakan dan bila berhenti beberapa

Universitas Sumatera Utara

menit saja sudah dapat menimbulkan kerusakan berat yang fatal. Jadi predictive
maintenance merupakan bentuk baru dari planned maintenance dimana
penggantian komponen/suku cadang dilakukan lebih awal dari waktu terjadinya
kerusakan.

3.4.

RCM (Reliability Centered Maintenance) 5
Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses teknik

logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah
perancangan sistem kehandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada
sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada
Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah menyadari bahwa konsekuensi
atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik
itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk
menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik
dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya
dalam konteks operasi sekarang (present operating).
Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7
pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan
mendasar tersebut adalah:
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam
konteks pada saat ini (system function)?
2. Bagaimana item/ peralatan tersebut rusak dalam menjalankan
5

IAEA.2008.Application of Reliability Centered Maintenance to Optimize Operation and
Maintenance in Nuclear Power Plants.

Universitas Sumatera Utara

fungsinya (functional failure)?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut (failure mode)?
4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)?
5.

Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi (failure consequence)?

6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah masingmasing kegagalan tersebut (proactive task and task interval)?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak
berhasil ditemukan?
RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan
Preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kehandalan dari
peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari
perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif.
Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan
dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance (RCM) didefinisikan
sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan
terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar,
metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak
memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi
dari peralatan berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbedabeda juga.
Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa
suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga
perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah

Universitas Sumatera Utara

pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya
untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat
bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan
maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap
Reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive maintenance.
Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat
Predictive dengan pembagian sebagai berikut:
1. < 10% Reactive.
2. 25% - 35% Preventive.
3. 45% - 55% Predictive.
Prinsip-Prinsip RCM, antara lain:
1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu
sitem/alat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem/alat tersebut
sesuai dengan harapan.
2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem dari pada suatu komponen tunggal,
yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu
komponen mengalami kegagalan.
3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistem/equipment
untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan.
4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan
kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.
5. RCM mengutamakan keselamatan (safety) baru kemudian untuk masalah
ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

6. RCM mendefinisikan kegagalan (failure) sebagai kondisi yang tidak
memuaskan (unsatisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya
adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan.
7. RCM harus memberikan hasil- hasil yang nyata/jelas. Tugas yang dikerjakan
harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (failure) atau paling tidak
menurunkan tingkat kerusakan akaibat kegagalan.
Tujuan dari RCM adalah:
1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan
perawatan yang efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada
level-level tertentu dari sistem.
3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item
dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.
4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.

Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive
maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun
keuntungan RCM adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien.
2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak
diperlukan.
3. Minimisasi frekuensi overhaul.
4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak.

Universitas Sumatera Utara

5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis.
6. Meningkatkan reliability komponen.
7. Menggabungkan root cause analysis.
Adapun kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggi
untuk training, peralatan dan sebagainya.

3.4.1.

Langkah-Langkah Penerapan RCM
Sebelum menerapkan RCM, harus ditentukan terlebih dahulu langkah-

langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan
dalam RCM dijelaskan dalam bagian berikut:
1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan
pengumpulan informasi.
a. Pemilihan Sistem
Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua
hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
1) Sistem yang akan dilakukan analisis.
Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan
pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan
memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan
fungsi komponen terhadap sistem.
2) Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana
dilakukan pemilihan sistem.

Universitas Sumatera Utara

Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini
disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk
dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses
analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah
untuk

menunjukkan

setiap

karakteristik

sistem

dari

fasilitas

(mesin/peralatan) yang dibahas.
b. Pengumpulan Informasi
Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan
pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem
bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis
RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan
dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah
buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin,
komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.

2. Pendefinisian Batasan Sistem
Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari
kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem.
Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari
tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

Universitas Sumatera Utara

3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi
Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi
sistem, blok diagram fungsi, dan system work breakdown structure (SWBS).
a. Deskripsi Sistem
Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponenkomponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana
komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi.
Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat
dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan
pemeliharaan pencegahan. Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian
sistem adalah :
1) Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya
yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di
kemudian hari.
2) Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.
3) Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan
sistem.
b. Blok Diagram Fungsi
Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan,
keluaran dan interaksi antara sub-sub sistem tersebut dapat tergambar
dengan jelas.

Universitas Sumatera Utara

c. System Work Breakdown Structure (SWBS)
System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan
Program Evaluation and Review Technique (PERT) oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Pada tahap ini akan digambarkan
himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem.
Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari
subsistem/komponen.

4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan
kepada kegagalan peralatan karena kegagalan komponen akan dibahas lebih
lanjut di tahapan berikutnya (FMEA). Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua
atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor
pada sistem.

5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan
bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen
komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap kehandalan
sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen
sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan
tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan

Universitas Sumatera Utara

mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang
kritis.

Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number
(RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan
hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence
(Frekuensi Kejadian), Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan
tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan
dengan persamaan sebagai berikut:
RPN = Severity * Occurrence * Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang
dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada
tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut
adalah :
a. Severity
Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial
yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah
tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan
terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai
10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat
besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan seperti pada Tabel 3.1. berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Tingkatan Severity
Rating

Criteria of Severity Effect

10

Tidak berfungsi sama sekali

9

Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

8

Kehilangan fungsi utama

7

Pengurangan fungsi utama

6

Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

5

Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

4

Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

3

Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

2

Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

1

Tidak ada efek

(Sumber: Harpco Systems)

b. Occurrence
Occurence

adalah

tingkat

keseringan

terjadinya

kerusakan

atau

kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan
kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai
rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan
yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi.
Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence) dapat dilihat pada
Tabel 3.2. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2. Tingkatan Occurence
Rating

Probability of Occurrence

10

Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan

9

35-50 per 7200 jam penggunaan

8

31-35 per 7200 jam penggunaan

7

26-30 per 7200 jam penggunaan

6

21-25 per 7200 jam penggunaan

5

15-20 per 7200 jam penggunaan

4

11-14 per 7200 jam penggunaan

3

5-10 per 7200 jam penggunaan

2

Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan

1

Tidak pernah sama sekali

(Sumber: Harpco Systems)

c. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat
pada Tabel 3.3. berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.3. Tingkatan Detection
Rating

Detection Design Control

10

Tidak mampu terdeteksi

9

Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi

8

Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

7

Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6

Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

5

Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

4

Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

3

Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

2

Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

1

Pasti terdeteksi

(Sumber: Harpco Systems)

6. Logic (Decision) Tree Analysis (LTA)
Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan
prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan
fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode
kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
disediakan dalam LTA ini. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode
kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam
analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah
terjadi ganguan dalam sistem?
b. Safety,

yaitu

apakah

mode

kerusakan

ini

menyebabkan

masalah

keselamatan?
c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau
sebagian mesin terhenti?
d. Category,

yaitu pengkategorian

yang diperoleh setelah

menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi
dalam 4 kategori, yakni:
Kategori A (Safety problem)
Kategori B (Outage problem)
Kategori C (Economic problem)
Kategori D (Hidden failure)
Pada Gambar 3.2. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree
Analysis (LTA).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.2. Struktur Logic Tree Analysis 6

7. Pemilihan Tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini
akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas
yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut:
a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi
kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.

6

Sumber: RCM-Gateaway to World Class Maintenance (Hal. 110)

Universitas Sumatera Utara

b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling
efektif diantara kandidat lainnya.
Pada Gambar 3.3. berikut dapat dilihat Road map pemilihan tindakan
dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM).
Tindakan perawatan terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Condition Directed (C.D), tindakan yang diambil yang bertujuan untuk
mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta
memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan
gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau
penggantian komponen.
2. Time Directed (T.D), tindakan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan
langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur
komponen.
3. Finding Failure (F.F), tindakan yang diambil dengan tujuan untuk
menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan
berkala.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3. Road Map Pemilihan Tindakan 7

7

Sumber: RCM-Gateaway to World Class Maintenance (Hal. 114)

Universitas Sumatera Utara

3.5.

Kehandalan (Reliability)

3.5.1. Definisi Kehandalan (Reliability)
Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan
mengenai kehandalan (reliability). Selain kehandalan merupakan salah satu
ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga kehandalan digunakan untuk
menentukan

penjadwalan

pemeliharaan

sendiri.

Akhir-akhir

ini

konsep

kehandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan
interval penggantian komponen mesin/spare part.
Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan (maintenance) dapat
dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefinisikan
sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa
mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah
ditentukan 8. Berdasarkan definisi reliability dibagi atas empat komponen pokok,
yaitu :
1. Probabilitas
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi
pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif
untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability
menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1.
2. Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance)
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam
menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap

8

AK Govil, Reliability Engineering (New York; Mc Graw Hill Publishing Co; 1983), h. 6

Universitas Sumatera Utara

unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan
kemampuan yang diharapkan.
3. Tujuan yang Diinginkan
Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen.
4. Waktu (Time)
Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan
sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi
reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure) untuk
menentukan waktu kritis dalam pengukuran reliability.
5. Kondisi Pengoperasian (Specified Operating Condition)
Faktor-faktor lingkungan seperti: getaran (vibration), kelembaban (humidity),
lokasi

geografis

yang

merupakan

kondisi

tempat

berlangsungnya

pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktorfaktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu
ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau
produk berada di dalam gudang (storage) atau sedang bergerak (trasformed)
dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Ukuran pemenuhan performa dinyatakan dalam sebuah notasi peluang.
Pemenuhan performa tersebut bukan bersifat deterministik, sehingga tidak dapat
diketahui dengan pasti terjadi atau tidak. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan

Universitas Sumatera Utara

peluang dimana sebuah komponen akan sukses atau gagal dalam batasan tertentu
karena tidak mungkin untuk menyatakannya secara pasti.

3.5.2. Konsep Reliability
Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang dipakai dalam
pengukuran tingkat kehandalan suatu sistem atau produk, yaitu:
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas 9
Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara terus- menerus
(continiuous) dan bersifat probabilistik dalam selang waktu (0,∞). Pengukuran
kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variabel seperti tinggi, jarak,
jangka waktu. Untuk suatu variabel acak x kontinu didefinisikan berikut:
a.

f ( x )≥0

b.
c.
Dimana fungsi f(x) dinyatakan fungsi kepadatan probabilitas.
2. Fungsi Distribusi Kumulatif
Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak, dimana
variabel acak tidak lebih dari x:

9

AKS Jardine-AHC Tsang, Maintenance, Replacement and Reliability (New York; CRC Press;
2005), h. 19

Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi Kehandalan
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur
komponen maka fungsi kehandalan R(t) didefinisikan :
R(X) = P(T>t)
T : Waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan (waktu kerusakan) dan
f(x) menyatakan fungsi kepadatan probabilitas, maka f(x) dx adalah
probabilitas dari suatu komponen akan mengalami kerusakan pada interval
(ti + ∆t ). F(t) dinyatakan sebagai probabilitas kegagalan komponen sampai
waktu ke t, maka:

Maka

fungsi

kehandalan

adalah: R(t) =1-P(T 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju
kerusakan cenderung meningkat.
2. Pola Distribusi Normal
Distribusi normal (Gausian) mungkin merupakan distribusi probabilitas yang
paling penting baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Fungsi-fungsi dari
distribusi Normal :
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Kehandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

Kosep reliability distribusi normal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ
(standar deviasi).
3. Pola Distribusi Lognormal
Distribusi

lognormal

merupakan

distribusi

yang

berguna

untuk

menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi
lognormal banyak digunakan di bidang teknik, khusunya sebagai model untuk

Universitas Sumatera Utara

berbagai jenis sifat material dan kelelahan material. Fungsi-fungsi dari
distribusi Lognormal :
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Kehandalan
R(t)=1− F (t)

d. Fungsi Laju Kerusakan
h(t)=
Konsep reliability distribusi Lognormal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan
σ (standar deviasi).
4. Pola Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial sering digunakan dalam berbagai bidang, terutama
dalam teori kehandalan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya data
kerusakan mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh distribusi
eksponensial. Distribusi eksponensial akan tergantung pada nilai λ, yaitu laju
kegagalan (konstan). Fungsi-fungsi dari distribusi Eksponensial:

Universitas Sumatera Utara

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif
−λt

F(t)=1−e
c. Fungsi Kehandalan

−λt

R(t)= e
d. Fungsi Laju Kerusakan

h(t)=λ

5. Pola Distribusi Gamma
Distribusi Gamma memiliki karakter yang hampir mirip dengan distribusi
Weibull dengan shape parameter β dan scale parameter α. Dengan
memvariasikan nilai kedua parameter tersebut maka ada banyak jenis sebaran
data yang dapat diwakili oleh distribusi Gamma.
Fungsi-fungsi dari distribusi Gamma :
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas

2. Fungsi Distribusi Kumulatif

Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi Kehandalan
R(t)=1− F (t)

4. Fungsi Laju Kerusakan

Ada dua kasus khusus berkaitan dengan distribusi gamma. Kasus yang
pertama saat β = 1 dan yang kedua β = integer, maka saat:

3.6.

Uji Kolmogorov-Smirnov
Dalam menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan Uji Goodness of

fit (kesesuaian) antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang
diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang dikemukakan oleh A.
Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua matematikawan yang berasal dari Rusia,
adalah Kolmogorov–Smirnov, yang beranggapan bahwa distribusi variabel yang
sedang diuji bersifat kontinu dan sampel diambil dari populasi sederhana. Dengan
demikian uji ini hanya dapat digunakan bila variabel yang diukur paling sedikit
dalam skala ordinal.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian relatif dari uji kesesuaian
Kolmogorov–Smirnov dibandingkan dengan uji kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu:
1. Data dalam uji Kolmogorov–Smirnov tidak perlu dilakukan kategorisasi.
Dengan demikian semua informasi hasil pengamatan terpakai.

Universitas Sumatera Utara

2. Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua ukuran sampel, sedang uji
Chi-Kuadrat membutuhkan ukuran sampel minimum tertentu.
3. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa dipakai untuk memperkirakan parameter
populasi. Sebaliknya uji Chi-Kuadrat bisa digunakan untuk memperkirakan
parameter populasi dengan cara mengurangi derajat bebas sebanyak parameter
yang diperkirakan.
4. Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa distribusi populasi teoritis
bersifat kontinu.
Langkah–langkah uji Kolmogorov–Smirnov sebagai berikut:
1. Susun frekuensi-frekuensi berurutan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar.
2. Susun frekuensi kumulatif dari nilai-nilai teramati itu.
3. Konversikan frekuensi kumulatif itu ke dalam probabilitas, yaitu ke dalam
fungsi distribusi frekuensi kumulatif (fs(x)).
4. Carilah probabilitas (luas area) kumulatif untuk setiap nilai teramati. Hasilnya
ialah apa yang kita sebut Ft(xi).
5. Susun Fs(x) berdampingan dengan Ft(x). Hitung selisih absolut antara Fs(xi)
dan Ft(xi) pada masing-masing nilai teramati.
6. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fs(xi) dan Ft(xi)
yang juga disebut deviasi maksimum D, ditulis sebagai berikut:
D = │Fs (xi) – Ft (xi)│maks, I = 1,2,…..N
Prinsip dari uji Kolmogorov–Smirnov ialah menghitung selisih absolut
antara fungsi distribusi frekuensi kumulatif sampel (Fs(x)) dan fungsi distribusi
frekuensi kumulatif teoritis (Ft(x)) pada masing-masing interval kelas.

Universitas Sumatera Utara

Hipotesis yang diuji dinyatakan sebagai berikut, yaitu:
Ho : F(x) = Ft(x) untuk semua x dari −∼sampai + ∼
Hi : F(x) ≠ Ft(x) untuk paling sedikit sebuah x
Dengan F(x) adalah fungsi distribusi frekuensi kumulatif populasi pengamatan.
Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fs(xi) dan
Ft(x) yang kita sebut deviasi maksimum D. Statistik D ditulis sebagai berikut:
D = F (x)s – F (x)t maks, i = 1,2,…n
Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel distribusi
pengambilan sebagian data, pada ukuran sampel n dan tingkat kemaknaan α. Ho
ditolak bila nilai teramati maksimum D lebih besar atau sama dengan nilai kritis D
maksimum. Dengan penolakan Ho berarti distribusi teoritis berbeda secara
bermakna. Sebaliknya dengan menolak Ho berarti terdapat perbedaan bermakna
antara distribusi teramati dan distribusi teoritis.

3.7.

Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum Downtime 11
Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen

sistem tidak dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi yang baik), sehingga
membuat fungsi sistem tidak berjalan. Berdasarkan kenyataan bahwa pada
dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk menekan
periode kerusakan (breakdown period) sampai batas minimum, maka keputusan
penggantian komponen sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat
penting. Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan keputusan

11

Vincent Gaspersz, Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, h. 552

Universitas Sumatera Utara

penggantian komponen sistem yang meminimumkan downtime, sehingga tujuan
utama dari manajamen sistem perawatan untuk memperpendek periode kerusakan
sampai batas minimum dapat dicapai. Penentuan tindakan preventive yang
optimum dengan meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan
interval waktu penggantian (replacement interval).
Tujuan untuk menentukan penggantian komponen yang optimum
berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian preventive dengan
menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit waktu, dapat
dijelaskan melalui Gambar 3.4 berikut:

Penggantian

Penggantian

karena rusak

Preventive

Tf

Tf

Tp

Tp
satu siklus

Gambar 3.4. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu

Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa total downtime per unit waktu untuk
tindakan penggantian preventive pada waktu tp, dinotasikan sebagai D(tp) adalah:

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
H(tp) = Banyaknya kerusakan (kagagalan) dalam interval waktu (0,tp), merupakan
nilai harapan (expected value)
Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena kerusakan.
Tp

=

Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena tindakan

preventive (komponen belum rusak).
tp + Tp = Panjang satu siklus.

Meminimumkan total minimum downtime akan diperoleh tindakan
penggatian komponen berdasarkan interval waktu tp yang optimum. Untuk
komponen yang memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi peluang
tertentu dengan fungsi peluang f(t), maka nilai harapan (expected value)
banyaknya kegagalan yang terjadi dalam interval waktu (0,tp) dapat dihitung
sebagai berikut:

H(0) ditetapkan sama dengan nol, sehingga untuk tp = 0, maka H(tp) = H(0) = 0.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Prima Indah Saniton yang bergerak dalam

bidang manufaktur yang memproduksi sanitary wear. Perusahaan ini berlokasi di
Jalan Medan Binjai Km 19 No. 19 Cengkeh Turi, Binjai Utara – Binjai 20747
Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama periode Januari 2016 – Desember
2016.

4.2.

Jenis Penelitian
Berdasarkan

metode

penelitian,

jenis

penelitian

yang

digunakan

merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan suatu model rancangan penjadwalan produksi yang lebih
efisien untuk meningkatkan efisiensi lantai produksi (Sinulingga, 2012). Ditinjau
dari tingkat eksplanasi, penelitian ini termasuk penelitian dekstriktif. Penelitian ini
memaparkan variable-variabel yang mempengaruhi permasalahan yang terjadi
pada objek yang diteliti secara sistematis.

4.3.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah mesin-mesin produksi yang terdapat

di lantai produksi perusahaan tersebut, yaitu : mesin Ball Mill, Wilden Pump,
Cyclo Drive, Vibrating Sieve, Kiln/Oven, dan lain-lain. Metode yang digunakan

Universitas Sumatera Utara

untuk menentukan komponen penelitian menggunakan metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA).

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan

dalam penelitian. Ada juga yang menganggap variabel sebagai gejala sesuatu yang
bervariasi. Adapun variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel bebas adalah variabel penelitian yang nilainya tidak ditentukan
variabel lain dan merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya.
Variabel yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
a. Jumlah Mesin
Variabel ini menunjukkan banyaknya mesin yang digunakan dalam
memproses produk yang diamati.
b. Standart Waktu Pengerjaan
Variabel ini menunjukkan standart waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pergantian masing-masing komponen.
c. Waktu Lama Perbaikan (Downtime)
Variabel ini menunjukkan lamanya waktu proses penggantian atau
perbaikan komponen yang mengalami kerusakan.
d. Frekuensi Kerusakan
Variabel ini menunjukkan frekuensi (interval) kerusakan masing-masing
komponen dalam periode Januari 2016 – Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel penelitian yang nilainya ditentukan
variabel lain. Variabel-variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini
adalah:
a. Downtime
Variabel ini menunjukkan downtime pada masing-masing komponen
setiap mesin.
3. Variabel Intervening
Variabel intervenig adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen atau disebut
juga variabel perantara. Variabel-variabel intervening yang digunakan pada
penelitian ini yaitu pada komponen kritis sebagai berikut :
a. Penyebab Kerusakan
Variabel ini menunjukkan penyebab kerusakan yang mengakibatkan
terjadinya downtime.
b. Dampak Kerusakan
Variabel ini menunjukkan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya
kerusakan pada mesin produksi.

4.5.

Kerangka Berpikir Penelitian
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah tingginya tingkat

downtime yang terjadi pada lantai produksi. Oleh karena itu, dilakukan proses
identifikasi sistem perawatan aktual menggunakan metode Reability Centered

Universitas Sumatera Utara

Maintenance (RCM) untuk merancang tindakan preventif kerusakan komponen
mesin. Selanjutnya akan dilakukan pengujian pola distribusi kerusakan komponen
mesin kritis dan perhitungan Total Minimum Downtime fd untuk menentukan
interval pergantian komponen. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
rancangan tindakan perawatan komponen mesin sehingga perusahaan dapat
mempertahankan kehandalan mesin produksinya.

Waktu Lama
Perbaikan
Jumlah
Mesin

Rancangan
Perawatan
Perbaikan

Downtime

Standart
Waktu
Perbaikan

Total
Minimum
Downtime

Komponen
Kritis

Frekuensi
Kerusakan
Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.6.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah worksheet yang digunakan untuk mencatat data waktu interval kerusakan
mesin dari observasi langsung.

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Pengumpulan Data

4.7.1. Sumber Data
Berdasarkan cara memperolehnya maka sumber data yang diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data-data primer dikumpulkan dengan cara pengamatan atau pengukuran
langsung, antara lain uraian proses produksi pembuatan produk-produk sanitasi
yaitu kloset, soap holder, dan wastafel serta cara kerja penggunaan mesin.

2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh berdasarkan data dokumentasi perusahaan, dan
diambil dengan cara wawancara dengan bagian produksi, antara lain data
frekuensi kerusakan mesin dan data waktu kerusakan mesin

4.7.2. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan melakukan wawancara atau tanya jawab dengan pihak manajemen dan
operator yang bekerja di perusahaan tersebut mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan objek penelitian dan untuk melengkapi data yang diperoleh dari observasi.
Metode pengumpulan data sekunder juga dilakukan dengan cara melihat dan
mencatat dokumen yang ada di perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

4.8.

Blok Diagram Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu

penelitian. Adapun prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada blok diagram
Gambar 4.2.

4.9.

Metode Pengolahan Data
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengolahan

data:
1. Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah metode Reability
Centered Maintenance (RCM). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan seleksi sistem dan pengumpulan informasi
b. Defenisi batasan sistem
c. Deskripsi sistem dan blok diagram fungsi
d. Fungsi sistem dan kegagalan fungsi
e. FMEA
f. Logic (Decision) Tree Analysis
g. Pemilihan Tindakan
2. Pengujian reliabilitas dengan menggunakan software EasyFit
3. Penentuan Total Minimum Downtime (TMD) dan penentuan interval perawatan
mesin yang paling optimum.

Universitas Sumatera Utara

4.10.

Analisis Pemecahan Masalah
Pada tahap ini dilakukan analisis dari pengolahan data, yaitu:

1. Analisis FMEA untuk menentukan perawatan terhadap komponen mesin
kritis.
2. Analisis Logic (Decision) Tree Analysis untuk menentukan kategori
komponen mesin kritis.
3. Prosedur perawatan berdasarkan kegiatan pemilihan tindakan untuk
menentukan tindakan yang akan diambil.
4. Ringkasan penurunan downtime yang membandingkan sistem perawatan
sekarang (sebelum dilakukan perbaikan) dan usulan (sesudah dilakukan
perbaikan) serta mengetahui besarnya nilai penurunan downtime.

4.11.

Kesimpulan dan Saran
Langkah akhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi

hal-hal penting dalam penelitian tersebut dan pemberian saran untuk penelitian
selanjutnya bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini secara lebih
mendalam.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan di lantai produksi PT. Prima Indah Saniton yang pada

prosesnya didukung oleh beberapa mesin utama produksi seperti: mesin Ball Mill,
Wilden Pump, Cyclo Drive, Vibrating Sieve, Kiln/Oven dan lain-lain. Data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah data waktu downtime produk