Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan
keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya, dengan tahapan penyiapan sampel, identifikasi sampel,
pembuatan ekstrak, pemeriksan karakterisasi simplisia, pemeriksaan skrinning
fitokimia serbuk simplisia, analisis dengan KLT dan KKt, dan pengujian kadar
logam menggunakan spektrofotometer serapan atom.

3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia (Oktober – Desember
2015) dan Laboratorium Penelitian (Januari 2016) Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.

3.2 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel berupa tumbuhan segar kubis ungu dari kecamatan
Berastagi

dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan


tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.3 Alat-Alat
Timbangan, neraca analitik (Vibra Al), lemari pengering, perkolator, rotary
evaporator, alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, kertas saring,

26
Universitas Sumatera Utara

Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA-6300) dengan nyala campuran
Udara-Asetilen lengkap dengan Lampu Katoda Timbal (Pb), Lampu Katoda
Kadmium (Cd), tanur (Nabertherm), penjepit tabung, bola karet, hotplate, kurs
porselen, spatula, botol kaca dan kertas saring Whatmann no.42.

3.4 Bahan-Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia kubis ungu
(Brassica oleracea L.). Semua bahan kimia yang digunakan dalm penelitian ini
mempunyai kualitas pro analisis E. Merek kecuali disebutkan lain yaitu larutan
baku etanol 96% v/v, HCl 2 N, H SO- , HgCl , KI, α-naftol, Bi(NO) , asam asetat

anhidrat, FeCl , amil alcohol, akuades demineralisata, kloroform pa, methanol pa,
n-heksan pa, etil asetat pa, HCl 1%, asam asetat 50%, butanol pa, asam nitrat 65%
v/v, larutan standar timbal 1000 ppm Pb(NO3)2, larutan standar kadmium 1000
ppm Cd(NO3)2,. plat silika gel F

1- .

3.5 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia –
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor, jalan Raya Jakarta.

3.6 Pembuatan Pereaksi
3.6.1 Larutan pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 60
ml air suling dan sebanyak 5 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan

27
Universitas Sumatera Utara

dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan dengan air

suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.2 Larutan pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga
diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.3 Larutan asam klorida 2 N
Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling sampai
100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.4 Larutan asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
volume 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon
dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.6 Larutan pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 71,43 ml
air suling (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.7 Larutan pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismuth (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
20 ml asam nitrat pekat. Sebanyak 27,2 g kalium iodida ditimbang, kemudian
dilarutkan dalam 50 ml air suling pada wadah lain. Kedua larutan dicampurkan

dan didiamkan hingga memisah sempurna. Lapisan jernih diambil dan diencerkan
dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).

28
Universitas Sumatera Utara

3.6.8 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml
air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan diencerkan dengan air suling
hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.9 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50
bagian volume etanol 96%, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian
volume asam asetat anhidrida dalam campuran tersebut dan didinginkan (Ditjen
POM RI, 1995).
3.6.10 Larutan air-kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dicampur dengan air suling secukupnya hingga
diperoleh larutan 1000 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.11 Larutan asam nitrat (1:1)
Sebanyak 500 mL larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 mL

akuabides (Isaac, 1975).

3.7 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan
penetapan kadar sari larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).

29
Universitas Sumatera Utara

3.7.1 Pemeriksaan organoleptis dan makroskopik
Pemeriksaan

organoleptis

dilakukan

terhadap


simplisia

meliputi

pemeriksaan warna, bau dan rasa. Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia
meliputi pemeriksaan bentuk, diameter, ketebalan dan tekstur.
3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara
meneteskan larutan kloral hidrat di atas kaca objek, kemudian di atasnya
diletakkan serbuk simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop.
3.7.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung, dan tabung penerima 5 ml.
Dilakukan dengan cara penjenuhan toluen sebanyak 200 ml dan air suling
sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Kemudian didestilasi selama
2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit, dan dibaca volume air dengan
ketelitian 0,05 ml (volume awal). Ke dalam labu alas bulat tersebut kemudian
dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang dengan seksama, kemudian

labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih,
didestilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air
tedestilasi, kemudian kecepatan destilasi ditingkatkan hingga 4 tetes per detik.
Setelah semua air terdetilasi, bilas bagian dalam pendingin dengan toluen.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian labu penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar dan dibersihkan tetesan air yang mungkin masih

30
Universitas Sumatera Utara

terdapat pada dinding tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna,
dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml (volume I). Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa, dan destilasi dilanjutkan lagi sebagai volume II. Lakukan pengulangan
sekali lagi (volume III). Hitung kadar air dalam persen (Depkes RI, 2000).
3.7.4 Penetapan kadar abu total
Dilakukan dengan cara sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan
ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus porselen dipijar perlahan-lahan sampai arang habis,
pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7.5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Dilakukan dengan cara

abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu

dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak
larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar sampai
bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI,
1995).
3.7.6 Penetapan kadar sari larut air
Dilakukan dengan cara sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di
udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform
dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring.

31
Universitas Sumatera Utara


Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap
yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu
105o C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7.7 Penetapan kadar sari larut etanol
Dilakukan dengan cara sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di
udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat
sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18
jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 96 % dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.8 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa
golongan alkaloida, steroida/triterpenoida, tannin, saponin, flavonoida, glikosida
dan glikosida antrakuinon.
3.8.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambah 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.
Ditunggu dingin dan disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut:
a. filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

32
Universitas Sumatera Utara

b. filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk
endapan berwarna cokelat sampai hitam.
c. filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan
terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari
ketiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).
3.8.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 0,5 g simplisia disari dengan 10 ml metanol, lalu direfluks selama
10 menit. Kemudian disaring panas-panas melalui kertas saring kecil berlipat.
Filtrat diencerkan dengan 10 ml air. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter,
dikocok hati-hati dan didiamkan. Lapisan metanol diambil, lalu diuapkan pada

suhu 40oC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtrat digunakan
untuk uji flavonoida dengan cara berikut :
a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan
dalam 1 sampai 2 ml etanol 96%, lalu ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2
ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 ml asam
klorida pekat, dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif,
menunjukkan adanya flavonoida.
b. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan
dalam 1 ml etanol 96%, lalu ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml
asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga, menunjukkan adanya
flavonoida (Depkes RI, 1995).

33
Universitas Sumatera Utara

3.8.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.
Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm tidak kurang dari 10
menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukkan
adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.8.4 Pemeriksaan glikosida
Disari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air
(7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N. Direfluks selama 1 jam, didinginkan dan
disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok
dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Disaring filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20
ml campuran kloroform-isopropanol (3:2). Sari air digunakan untuk percobaaan
berikutnys yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
diuapkan di atas penangas air, sisa ditambahkan 2 m air dan 5 tetes pereaksi
Molish. Tambahkan 2 ml dengan hati-hati asam sulfat pekat melalui dinding
tabung, terbentuknya cincin ungu pada kedua batas cairan menunjukkan adanya
glikosida (Depkes RI, 1995).
3.8.5 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu
dipanaskan, lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.
Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III)
klorida 1 %. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, menunjukkkan adanya
tanin (Depkes RI, 1995).

34
Universitas Sumatera Utara

3.8.6 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida
Sejumlah 1 g serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring,
filtrat diuapkan di cawan penguap. Sisanya ditambahkan asam asetat anhidrat dan
asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Apabila terbentuk warna ungu
atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukan adanya
steroida/triterpenoida (Depkes RI, 1995).

3.9 Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica oleracea L.)
Pembuatan ekstrak etanol kubis ungu (EEKU) dilakukan secara maserasi
dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 350 g serbuk simplisia kubis ungu
dimasukkan ke dalam wadah kaca, ditambahkan etanol 96% sebanyak 3,5 L,
tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai,
peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 4 L.
Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlidung dari
cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan atau disaring. Hasil yang diperoleh
dipekatkan dengan alat penguap vakum putar (rotary evaporator) sampai sebagian
besar pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses penguapan di atas penangas air
sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).

3.10 Pemeriksaaan Karakterisasi Ekstrak
Pemeriksaan karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan
kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 2000).
Prosedur pemeriksaan karakterisasi ekstrak sama dengan prosedur
pemeriksaan karakterisasi simplisia.

35
Universitas Sumatera Utara

3.11 Pembuatan Profil Kromatografi
3.11.1 Pembuatan profil kromatografi kertas
Pembuatan profil kromatografi kertas (KKt) dari EEKU dilakukan
menggunakan masing-masing 20 ml fase gerak CH COOH 5%, HCl 1%, dan
butanol: asetat: air (BAW)(4:1:5) dengan fase diam kertas saring Whatmann dan
sebagai penampak bercak pereaksi AlCl3 , NH3 , dan FeCl3 (Harbone, 1987).
Pembuatan profil KKt dilakukan dengan menotoltan larutan EEKU pada
kertas Whatmann, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh
dengan uap pengembang dan ditutup rapat, setelah elusi selesai kertas saring
Whatmann dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan di udara, kemudian
disemprot dengan perekasi AlCl3 , NH3 , dan FeCl3 .Warna bercak yang terjadi
diamati dan dihitung harga Rf-nya.
3.11.2 Pembuatan profil kromatografi lapis tipis
Pembuatan profil kromatografi lapis tipis (KLT) dari EEKU dilakukan
dengan menggunakan masing-masing 5 ml fase gerak n-heksan- etilasetat dan
kloroform-metanol dengan berbagai perbandingan, fase diam digunakan plat pra
lapis silika gel 60 F254 dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi
Lieberman-Burchard dan anilin sulfat (Wagner, dkk., 1984).
Pembuatan profil KLT dilakukan dengan menotoltan larutan EEKU pada
plat pra lapis silika gel 60 F254 yang sebelumnya telah diaktifkan, kemudian
dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap pengembang dan
ditutup rapat, setelah elusi selesai plat dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan
diudara, kemudian plat disemprot dengan larutan penampak bercak. Warna bercak
yang terjadi diamati dan dihitung harga Rf-nya.

36
Universitas Sumatera Utara

3.12 Analisis Kuantitatif
3.12.1 Pembuatan larutan sampel
Sebanyak

5 g sampel EEKU diencerkan dengan akua dimineralisata

sebanyak 100 ml di dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 20 ml asam nitrat
65% v/v, didiamkan selama 24 jam, dan kemudian dipanaskan diatas hotplate
sampai jernih. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,
Erlenmeyer dibilas tiga kali dengan akua dimineralisata, dimasukkan ke dalam
labu tentukur. Kemudian dicukupkan dengan akua dimineralisata sampai garis
tanda. Disaring dengan kertas saring Whattman No.42 dan ±10 ml larutan pertama
dibuang untuk menjenuhkan kertas saring. Kemudian larutan selanjutnya disaring
ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif
terhadap logam kadmium dan timbal di dalamnya. Perlakuan yang sama diulang
sebanyak 6 kali untuk sampel.
3.12.2 Pembuatan larutan standar
3.12.2.1 Larutan standar timbal (Pb)
Larutan standar Pb (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua
dimineralisata disebut Larutan Induk Baku (LIB I) konsentrasi 10 µg/ml. Dari LIB
I (10 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata (konsentrasi
0,1 µg/ml) .
3.12.2.2 Penentuan linearitas kurva kalibrasi timbal (Pb)
Larutan untuk kurva kalibrasi Pb dibuat dengan memipet 5; 10; 15; 20; dan
25 ml dari larutan standar 0,1 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu

37
Universitas Sumatera Utara

tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata
sehingga larutan ini mengandung 50; 100; 150; 200; dan 250 ng/ml dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace,
atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen.
3.12.2.3 Larutan standar kadmium (Cd)
Larutan standar Cd (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua
dimineralisata disebut LIB I konsentrasi 10 µg/ml. Dari LIB I (10 µg/ml) dipipet
sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan
hingga garis tanda dengan akua dimineralisata (konsentrasi 0,1 µg/ml).
3.12.2.4 Penentuan linearitas kurva kalibrasi kadmium (Cd)
Larutan untuk kurva kalibrasi Cd dibuat dengan memipet 0,3; 0,6; 0,9; 1,2;
dan 1,5 ml dari larutan standar 0,1 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam
labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua
dimineralisata sehingga larutan ini mengandung 3; 6; 9; 12; dan 15 ng/ml dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 228,8 nm, atomisasi dilakukan
dengan nyala udara-asetilen.
3.12.3 Penetapan kadar Pb dan Cd
Sampel yang telah didekstruksi dipindahkan ke dalam labu tentukur 25 ml
dan volumenya ditempatkan sampai garis tanda dengan akua dimineralisata, lalu
disaring dengan kertas saring Whatmann No.42 dengan membuang 2 ml larutan
pertama

hasil

penyaringan.

Lalu

diukur

absorbansinya

dengan

alat

spektrofotometer serapan atom. Logam Pb diukur pada panjang gelombang 283,3
nm dan logam Cd pada panjang gelombang 228,8 nm. Pengukuran ini dilakukan

38
Universitas Sumatera Utara

terhadap sampel yang telah didestruksi. Nilai absorbansi yang diperoleh berada
dalam rentang kalibrasi.
3.12.4 Pengukuran serapan deretan larutan standar dan sampel dengan
spektrofotometer serapan atom
Persiapkan spektrofotometer serapan atom dengan baik. Pasang lampu
katoda Pb untuk penentuan kadar Pb dan lampu katoda Cd untuk penentuan kadar
Cd. Kemudian ukur absorbansi sampel dengan masing-masing kurva kalibrasi
kedua logam.
3.12.5 Penghitungan kadar Pb dan Cd
Data yang diperoleh dari pengukuran serapan larutan standar dibuat kurva
kalibrasinya. Konsentrasi larutan sampel dihitung berdasarkan kurva kalibrasi
larutan standar. Menurut Gandjar dan Rohman (2009), kadar logam kadar Pb dan
Cd dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar (ppm) = X x V x FP
Vs
Keterangan:
X = konsentrasi analit dalam sampel (ppm)
V = volume total larutan sampel yang diperiksa (mL)
FP = faktor pengenceran dari larutan sampel
Vs = volume sampel yang diambil dari larutan sampel (mL)
3.12.6 Penolakan hasil pengamatan
Kadar Pb dan Cd yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing
larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi. Menurut Sudjana (2005)
perhitungan standar deviasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

39
Universitas Sumatera Utara

∑ (Xi - X )

2

SD =

n -1
Keterangan :
Xi

= Kadar sampel

X

= Kadar rata-rata sampel

n

= Jumlah perlakuan

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
t hitung =

Xi − X
SD/ n

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan
99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Logam:

µ

= X ± (t(α/2, dk) x SD /√n )

Keterangan:

X = Kadar rata-rata sampel
SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)

α

= Interval kepercayaan

n

= Jumlah perlakuan

3.12.7 Validasi metode
3.12.7.1 Uji perolehan kembali (recovery)
Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan
standar (standard addition method). Pertama-tama dilakukan penentuan kadar
logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel
setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).

40
Universitas Sumatera Utara

Sampel ditimbang 5 gram secara teliti dimasukkan ke dalam kurs porselen
lalu ditambahkan 0,6 ml larutan standar Cd (konsentrasi 0,1 mcg/ml) untuk
penetapan kadar Cd dan 1,2 ml larutan standar Pb (konsentrasi 0,1 mcg/ml) untuk
penetapan kadar Pb. Selanjutnya, dihitung persentase uji perolehan kembali
dengan rumus:
%Recovery =

6

7 " (#"#* ' !" $8 '
6

8
8

&96

&

7 " (#8#*&$ !" $8 '

!" $8 '

8

&

x100%

3.12.7.2 Simpangan baku relatif
Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai
simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi
merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang
homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan
adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif
sebagai berikut:
RSD =

SD
X

× 100%

Keterangan:

X

= Kadar rata-rata sampel

SD

= Standar Deviasi

RSD

= Relative Standard Deviation

3.12.7.3 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi

41
Universitas Sumatera Utara

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku ( SY

X)=

∑ (Y − Yi )

2

n−2
3 x SY

Batas deteksi (LOD)

=

X
slope

10 x SY
Batas kuantitasi (LOQ) =

X

slope

42
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1
a.

Kesimpulan
Dalam kubis ungu terdapat beberapa senyawa fitokimia yaitu saponin, tanin,
glikosida, flavonoida, dan terpenoid.

b.

Hasil kromatografi kertas menunjukkan fase gerak BAW memberikan hasil
terbaik dengan memperoleh 4 senyawa dan metode kromatografi lapis tipis
menggunakan 2 fase gerak diantaranya n-heksan- etilasetat (70:30)
menghasilkan 6 senyawa dan fase gerak kloroform- metanol (90:10)
menghasilkan 7 senyawa.

c. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada EEKU diperoleh kadar
Cd sebesar 0,0526675 ± 0,0082935 mg/kg dan kadar Pb sebesar 0,1863148
± 0,0386178 mg/kg dan masih berada dalam kadar toleransi menurut SNI
yaitu 0,2 mg/kg untuk Cd dan 0,5 mg/kg untuk Pb.

5.2

Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian untuk mengisolasi senyawa fitokimia serta

meneliti cemaran logam berbahaya yang lain seperti arsen (As), timah (Sn),
tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada kubis ungu.

55
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

5 78 105

Penetapan Kadar Kalsium dan Kalium dalam Brokoli (Brassica oleracea, L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

23 111 92

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 18

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 20

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 4

Pola Kromatografi serta Pemeriksaan Kadar Logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica Oleracea L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 34

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15