Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
2.1.1 Pengertian
Stomatitis Aftosa Rekuren atau disingkat SAR yang juga dikenal dengan
istilah aphtae, atau canker sores merupakan suatu penyakit mukosa mulut yang
paling sering terjadi.15-17 Kata “aphtae” berasal dari bahasa Yunani yang artinya
ulserasi.15 Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu kondisi peradangan
mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi berulang dan masa bebas ulser
selama periode atau waktu yang tidak bisa ditentukan.4 SAR ditandai dengan ulser
berbentuk bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabuabuan,dikelilingi halo eritematus, dangkal,terasa sakit dan berbatas jelas.1,2,5

2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti.1,2,4,5 SAR
terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja tetapi multifaktorial. Para ahli
mengemukakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya SAR antara lain
hormonal, genetik, imunologi, psikologis, dan defisiensi hematologi.1-5,15,16
1. Hormonal
Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan
dengan terjadinya SAR.5,15 Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen

dan progesteron.Pada sebagian wanita, keadaan SAR yang lebih parah dilaporkan
selama fase luteal dari siklus menstruasi yaitu fase ketika terjadi penurunan
progesteron dan penurunan estrogen.Penurunan estrogen menyebabkan penurunan
aliran darah sehingga suplai darah ke perifer menurun yang dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan sel-sel, memperlambat proses keratinisasi sehingga
menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap
iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR.15

Universitas Sumatera Utara

2.Genetik
SAR cenderung dipengaruhi oleh faktor genetik. Lebih dari 40% individu
yang mengalami SAR memiliki orang tua yang pernah mengalami SAR.5 Faktor
genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah HLA (Human
Leucocyte Antigen), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA
menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel
mononukleus ke epitelium.15Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan lebih beresiko
mengalami SAR yang lebih berat dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat keluarga
SAR.6,15
3. Imunologi

SAR umumnya terjadi pada pasien yang mengalami imunodefisiensi sel B
dan 40% dari pasien-pasien SARmenunjukkan kompleks sirkulasi imun.6,15Ulserasi
dapat disebabkan oleh pengendapan imunoglobulin dan komponen-komponen
komplemen dalam epitel terhadap komponen-komponen imun.6 Antibodi bergantung
pada mekanisme sitotoksik atau proses penetralisir racun yang masuk ke dalam
tubuh. Sehingga jika sistem imunologi mengalami abnormalitas maka dengan mudah
bakteri menginfeksi jaringan lunak sekitar mulut.17
4. Psikologis
Bukti ilmiah menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara stres
dan terjadinya SAR di masyarakat.15,16 Stres fisik maupun psikologis memicu
peningkatan kadar kortisol. Berdasarkan penelitian, kadar kortisol meningkat seiring
dengan meningkatnya stres yang diukur dengan STAI (State Trait Anxiety Inventory).
Stres dapat dijadikan faktor kausatif adanya ulser pada rongga mulut.16
5. Defisiensi Hematologi
Penelitian menyebutkan bahwa 20-30% pasien yang mengalami SAR
disebabkan karena defisiensi hematologi (terutama zat besi, vitamin B12, dan asam
folat).17,19

Zat


besi,

asam

folat,

dan

vitamin

B12sangat

penting

untuk

proseseritropoisis. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen
ke jaringan bersama haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di dalamnya. Sel
darah merah yang normal berbentuk bikonkaf, kecuali jika terjadi gangguan maka sel


Universitas Sumatera Utara

darah merah menjadi tidak beraturan dalam bentuk dan ukuran. Hal ini menunjukkan
tidak berfungsinya sel darah merah dengan baik. Hal ini menyebabkan terjadinya
anemia. Anemia menyebabkan aktivitas enzim-enzim pada mitokondria dalam sel
menurun karena terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga menghambat
diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat dan
selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena hilangnya keratinisasi
normal, atropi, dan lebih mudah mengalami ulserasi. Oleh karena adanya
pertimbangan defisiensi hematologi mengharuskan pasien menjalani pemeriksaan
hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12 dan asam folat.17

2.1.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis
SAR ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval, tertutup selaput
pseudomembran kuning keabu-abuan,dikelilingi halo eritematus, dangkal,terasa sakit
dan berbatas jelas.1,2,5 Berdasarkan gambaran klinis SAR diklasifikasikan menjadi
tiga tipe yaitu SAR tipe minor, SAR tipe mayor, dan SAR tipe herpetiformis.4,5,19,20
1. SAR Tipe Minor
SAR Minor atau disebut juga dengan Mikuliz’s apthae mengenai sebagian
besar pasien SAR yaitu 75% - 85% dari keseluruhan kejadian SAR.1,2,5,15 SAR Minor

ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval, dangkal, dengan diameter
kurang dari 1 cm, dandikelilingi oleh pinggiran yangeritematus (Gambar 1). SAR tipe
minor cenderung mengenai mukosa non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa
bukal, dan dasar mulut. Rasa terbakar adalah gejala pendahuluan yang diikuti dengan
nyeri dan berlangsung selama beberapa hari. Ulserasi akan sembuh dalam waktu 1014 hari tanpa meninggalkan bekas luka.4,5,15-17,20

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. SAR Tipe Minor 20
2. SAR Tipe Mayor
SAR

tipe

mayor

diderita

10%-15%


dari

keseluruhan

penderita

SAR.1,5,15Ulser mayor biasanya terdapat pada mukosa faring, bibir, dan palatum
lunak.20SAR tipe mayor berukuran lebih besar, lebih dalam, dan lebih sakit daripada
SAR Tipe Minor.1,7 Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval, dan berdiameter sekitar
lebih dari

1 cm (Gambar 2).1 SAR tipe mayor terjadi selama beberapa minggu

hingga bulan dan meninggalkan jaringan parut setelah sembuh.1,5,15,21

Gambar 2. SAR Tipe Mayor 1

Universitas Sumatera Utara

3. SAR Tipe Herpetiform

SAR tipe herpetiform paling sedikit dijumpai pada populasi dengan
prevalensi 5%-10% dari kasus SAR.1,7Ulser biasanya terdiri dari 5 sampai 100 ulser,
berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5-3,0 mm dan bila ulser bergabung
bentuknya tidak teratur (Gambar 3).1,5Tidak seperti SAR minor dan mayor, SAR
herpetiform tidak memiliki lokasi tetap dan dapat muncul di mana saja di rongga
mulut. SAR herpetiform tidak meninggalkan jaringan parut setelah sembuh.1,19

Gambar 3. SAR Tipe Herpetiform 1

2.1.4 Diagnosa
Diagnosa SAR didasarkan pada anamnesis, gambaran klinis dari ulser dan
pemeriksaan penunjang.1 Pada saat anamnesis, perhatian khusus harus ditujukanpada
usia penderita ketika terkena SAR, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setelah
anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan klinis untuk melihat keadaan rongga mulut
pasien apakah sesuai dengan tanda-tanda klinis SAR atau tidak.1 Gambaran klinis
SAR yang terjadi di rongga mulutditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval,
tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan,dikelilingi halo eritematus,
dangkal, berbatas jelas, dan terjadi secara berulang.1,2,5,19Pada pasien yang dicurigai
memiliki penyakit sistemik maka diperlukan pemeriksaan tambahan atau penunjang,


Universitas Sumatera Utara

yaitu pemeriksaan darah lengkap seperti ferritinin, dan vitamin B12. Pemeriksaan
asam folat dianjurkan bagi pasien dengan defisiensi hematologi.17

2.1.5 Perawatan
SAR adalah penyakit mulut yang belum diketahui penyebabnya hingga saat
ini.1-4 Oleh karena penyebab SAR sulit diketahui secara pasti maka perawatan SAR
merupakan perawatan simtomatik dengan tujuan mengurangi gejala, jumlah dan
ukuran ulser.1,4 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka berbagai macam obat baik
yang berbahan kimia maupun alami telah digunakan dalam perawatan SAR.
Perawatan SAR ditentukan dari tingkat keparahan rasa sakit, ukuran dan frekuensi
ulser.21
Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk perawatan SAR
adalah golongan kortikosteroid yaitu triamsinolon acetonide dengan sediaan topikal.
Obat ini dapat menurunkan proses inflamasi yang terjadi pada pasien SAR dengan
menginduksi fosfolipase A2 penghambat protein (lipocortin).Rasa sakit pada SAR
tipe minor dapat diatasi dengan pemberian agen anastesi topikal atau NSAID topikal.
Anastesi topikal atau NSAID topikal melindungi ulser dari gesekan dalam rongga
mulut pada saat berfungsi serta agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang

asam ataupun pedas.21
Pada kasus atau keadaan yang lebih parah dapat menggunakan fluocinonide,
bethametasoneatauclobetasol yang dioleskan langsung pada ulser saat setelah makan
dan sebelum tidur.Ketiga agen tersebut dapat mempercepat waktu penyembuhan dan
mengurangi ukuran ulser.21 Pemakaian kortikosteroid secara sistemik, seperti
prednison (20-30 mg/hari) dan betametason (2-3 mg/hari) selama 4-8 hari sangat
membantu untuk ulser tipe mayor atau tipe herpetiform.21
Perawatan SAR dengan berkumur 0,2% Klorheksidin memberikan efek
antiseptik dan antiinflamasi. Triklosan sediaan gel atau obat kumur dan
Diklofenak3% dengan 2,5% asam hialuronat sediaan topikalmemberikan efek
antiinflamasi,

antiseptik

dan

analgesik.

Amlexanox


5%

memberikan

efek

Universitas Sumatera Utara

antiinflamasi dan antialergi yang terbukti efektif mempercepat penyembuhan ulser
dan mengurangi rasa sakit, eritema dan ukuran ulser.2
Selain menggunakan obat berbahan kimia, SAR juga bisa diobati dengan
menggunakan obat tradisional seperti madu dan ekstrak aloe vera.Efek antiinflamasi
yang dimiliki oleh ekstrak aloe vera dipercaya memilki peran dalam mempercepat
proses penyembuhan SAR karena banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan
sepertienzim bradikykinase dan enzim karboksipeptidase yang dibutuhkansebagai
efek antiinflamasi, dan juga mengandung vitamin B1, B2, B6, C, mineral, asam
amino, asam folat, dan zat-zat lainnya yang penting dalam proses penyembuhan lesi
SAR.18,22
Bukti ilmiah menyatakan bahwa madu mempunyai sifat antimikroba. Selain
itu, madu merupakan akselerator yang baik dalam penyembuhan luka. Madu

memiliki aktivitas antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai
bahan alami dalam proses penyembuhan.18,23

2.2 Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang
berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Respon ini adalah pertahanan tubuh yang
pertama dalam menghadapi bahaya.24,25
Tanda-tanda peradangan yang muncul:24,26
1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke
dalammikrosomal lokal pada tempat peradangan
2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan
padatempat peradangan daripada yang disalurkan ke daerah normal
3. Dolor (nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan
mengakibatkanpeningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran

Universitas Sumatera Utara

zathistamin dan zat kimia bioaktif lainnya serta oleh perubahan pH lokalatau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang merangsang ujung-ujungsaraf
4. Tumor (pembengkakan) pengeluaran cairan-cairan ke jaringaninterstitial
5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuh

SAR tergolong ke dalam respon inflamasi akut. Radang akut adalah respon
yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke
daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan
memulai proses penyembuhan jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam
proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah
serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada
pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan
melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.26
2.3 Daun Mimba (Azadirachta indica)
2.3.1Pengertian
Daun mimba atau disebut juga Azadirachta indica telah digunakan dalam
pengobatan Ayurvedic selama lebih dari 4000 tahun karena mempunyai sifat
terapeutik (medicinal properties). Sebagian besar bagian tanaman daun mimba seperti
buah, biji, daun, kulit batang, dan akar mengandung senyawa yang terbukti bersifat
antiseptik, antivirus, antiinflamasi, antiulser dan antijamur. Daun mimba yang biasa
disebut

'Indian

lilac'

atau

'Margosa'

merupakan

bagian

dari

famili

Meliaceae.27Azadirachta indica merupakan tanaman yang banyak tumbuh di India,
Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapore, Filipina, Australia,
Saudi Arabia, Tropis Africa, dan Amerika.28Tanaman ini ditemui hampir di seluruh
wilayah India. Sebanyak 25 juta pohon diperkirakan tumbuh di India, dimana 5,5%
ditemukan di Karnataka, 55,7% di Uttar Pradesh, Tamilnadu menempati 17,8% dan
21% ditemukan di negara-negara lain di India. Di Indonesia, pohon mimba ini banyak

Universitas Sumatera Utara

tumbuh di daerah Bali, Lombok, daerah pantai utara Jawa Timur, dan Subang. Di
Bali tanaman ini dikenal dengan nama Intaran, populasinya mencapai 2 juta pohon.
Sedangkan di daerah Lombok populasinya sekitar 250 – 300 ribu pohon.29

2.3.2Morfologi
Secara morfologi, pohon mimbaberukuran besar dengan tinggi maksimal
mencapai 15-25 meter dan diameter batang maksimal 3 meter menyebarkan cabang
membentuk sebuah mahkota yang luas (Gambar 4a).27,30Setiap tangkai pohon ini
mengandung 5-15 daun.31Daunnya berbentuk menyirip dan berwarna mengkilap hijau
gelap pada permukaan atas dan hijau pucat di bagian bawah (Gambar 4b).31
Bunganya banyak, kecil, memiliki aroma yang harum, berwarna cream atau putih
kekuningan dan berbentuk memanjang (Gambar 4c).30,31

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.(a) Pohon mimba27,30
(b) Daun berwarna hijau gelap pada permukaan atas dan hijau pucat di
bagian bawah30
(c) Bunga berwarna cream atau putih kekuningan danberaroma
harum31

Buahnya sendiri berbentuk bulat dengan panjang 1-2 cm bersama kayu
endocarp dan berubah kuning kehijauan ketika telah matang (Gambar 5a).27,30 Bijinya
berbentuk ellipsoid, mempunyai kotiledon tebal, berdaging, dan berminyak (Gambar

Universitas Sumatera Utara

5b).27,30Bijinya yang paling berguna dan berharga pada pohon ini yang menghasilkan
40% dari minyak kuning tua yang terkenal, yaitu 'Margosa Oil'.27

(a)(

(b)

Gambar 5. (a) Buah bulat dan berubah kuning kehijauan ketika telah
matang27,30
(b) Biji ellipsoid, kotiledon tebal, berdaging dan
berminyak27,30

2.3.3 Kandungan Kimia
Kandungan utama daun mimba adalah protein 7,1%, karbohidrat 22,9%,
mineral, kalsium, fosfor, vitamin C, karotendan lain-lain. Daun mimba juga
mengandung asam glutamat, tirosin, asam aspartat, alanin, pralin, glutamin, dan
cystin seperti asam amino, dan beberapa asam lemak (dodecanoic, tetradecanoic,
elcosanic, dan lain-lain).32
Kandungan kimia mengandung banyak senyawa biologis aktif yang dapat
diekstraksi dari daun mimba, termasuk alkaloid, lavonoids, triterpenoid, senyawa
fenolik, karotenoid, steroid, dan keton. Senyawa biologis paling aktif adalah
azadirachtin yang merupakan campuran dari tujuh senyawa isomer dikenal sebagai
azadirachtin A-G dimana azadirachtin E lebih efektif. Senyawa lain yang memiliki
efek biologis adalah salanin, volatile oils, meliantriol, and nimbin.10,28

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Toksisitas
Menurut penelitian Omotayo dkk., ekstrak daun mimba pada dosis rendah
0,6-2,0 g/kg berat badan tidak mempunyai efek toksik pada parameter hematologi,
kadar enzim dan parameter histopatologi. Pada dosis tinggi 200 g/kg berat badan,
akan menyebabkan penurunan berat badan, kelesuan badan, aneroksia nervosa dan
juga defek histopatologi.33
Penelitian Boadu dkk., analisis toksisitas ekstrak daun mimba pada hewan
percobaan selama 90 hari tidak menunjukkan adanya tanda klinis toksisitas sistemik.
Peneliti menguji komponen aktif mimba, Azadirachtin yang divariasikan dari dosis
3540 mg/kg berat badan hingga 5000 mg/kg berat badan dan diperkirakan sebagai
dosis aman apabila diberikan secara oral. Selain itu, mimba tidak mempunyai efek
toksik pada parameter hematologi maupun secara biokimia. Efek samping pada
hewan percobaan adalah kehilangan nafsu makan disebabkan sifat pahit dari
mimba.34
Botelho dkk., melakukan penelitian untuk menguji efektivitas obat kumur
ekstrak daun mimba terhadap penurunan gingivitis. Hasil penelitian ini diuji secara
klinis pada 54 orang penderita gingivitis selama 7 hari. Formulasi obat kumur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba sebanyak 25%, 20%
Saccharin sebagai bahan pemanis, peppermint oil (