Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor

(1)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

PENELITIAN

Selamat sejahtera,

Perkenalkan nama saya Sivakumar Yoganathan, saat ini saya menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Mimba terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor” yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas gel ekstrak daun mimba dalam mempercepat penyembuhan ulser stomatitis rekuren aftosa tipe minor pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang ilmu penyakit mulut dalam hal perawatan SAR tipe minor menggunakan gel ekstrak daun mimba. Manfaat bagi Saudara/i adalah menjadi infomasi baru bahwa daun mimba dapat digunakan sebagai alternatif terapi SAR tipe minor.

Perlakuan yang diterima oleh Saudara/i adalah pertama saya akan memilih peserta penelitian sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, kemudian Saudara/i akan menandatangani surat tanda turut serta dalam penelitian ini. Selanjutnya saya akan melakukan pemeriksaan terhadap rongga mulut Saudara/i. Adapun pemeriksaan yang saya akan lakukan adalah pemeriksaan lokasi, ada atau tidaknya warna merah pada sariawan, dan menanyakan tingkat rasa sakit, dan mengukur lebar sariawan anda dengan menggunakan jangka dan kaca mulut sebelum pemberian obat dan setelah pemberian obat selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Saudara/i, diinstruksikan untuk membuka mulut dan akan dilakukan pengukuran sariawan. Lalu Saudara/i akan diberikan gel ekstrak daun mimba dan diinstruksikan untuk mengoleskan gel ekstrak daun mimba di rumah 3 (tiga) kali dalam sehari yaitu pada pagi, siang dan malam hari selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Setelah itu akan dilakukan kontrol setiap hari


(2)

untuk tiga hari berikutnya setelah diberikan pengobatan dengan gel ekstrak daun mimba.

Partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan ada terjadi efek samping pada Saudara/i dan tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter gigi bila Saudara/i tidak bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini. Saudara/i akan tetap mendapatkan pelayanaan kesehatan standar rutin sesuai standard prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini identitas Saudara/i akan disamarkan. Hanya dokter gigi peneliti dan anggota komisi etik yang dapat melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Saudara/i akan dijamin sepenuhnya.

Sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini, saya akan memberikan vitamin serta gantungan kunci secara gratis setelah pemeriksaan pada hari yang terakhir. Apabila selama penelitian ini terjadi keluhan pada Saudara/i, silakan menghubungi saya Sivakumar Yoganathan (Hp: 087868896444), untuk mendapatkan penjelasan. Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan ketersediaan waktu Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(3)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp./HP :

Telah membaca semua keterangan dan mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang risiko, keuntungan dan hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul Efektivitas Ekstrak Daun Mimba Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor. Setelah saya memahaminya, maka saya dengan penuh sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini yang diteliti oleh Sivakumar Yoganathan sebagai mahasiswa FKG USU, dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu.

Medan, 2016

Mahasiswa Peneliti Peserta Penelitian


(4)

LAMPIRAN 3 Nomor Data Penelitian:

REKAM MEDIK PENELITIAN

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica) TERHADAP PENYEMBUHAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR Tanggal Pemeriksaan :

Tanggal Kontrol Pertama : Tanggal Kontrol Kedua : Tanggal Kontrol Ketiga : A. Data Demografi

Nama :

Umur : _____ Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Pekerjaan :

B. Pemeriksaan Rongga Mulut

Lokasi SAR : Mukosa Labial Mukosa Bukal

Pemeriksaan

Lateral Lidah Dasar Lidah

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit 2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat 5 Rasa Sakit Parah Eritema Halo : 1. Tidak 2. Ya


(5)

Lokasi SAR : Mukosa Labial Mukosa Bukal Kontrol Hari Pertama

Lateral Lidah Dasar Lidah

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit 2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat 5 Rasa Sakit Parah Eritema Halo : 1. Tidak 2. Ya

Lokasi SAR : Mukosa Labial Mukosa Bukal

Kontrol Hari Kedua

Lateral Lidah Dasar Lidah

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit 2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat 5 Rasa Sakit Parah Eritema Halo : 1. Tidak 2. Ya

Lokasi SAR : Mukosa Labial Mukosa Bukal

Kontrol Hari Ketiga

Lateral Lidah Dasar Lidah

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit 2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat 5 Rasa Sakit Parah Eritema Halo : 1. Tidak 2. Ya


(6)

(7)

(8)

Frequencies

Statistics

Range_Usia

Jenis Kelamin

Pasien Lokasi SAR

N Valid 16 16 16

Missing 0 0 0

Frequency Table

Range_Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 12-18 5 31.3 31.3 31.3

19-25 9 56.3 56.3 87.6

≥26 2 12.5 12.5 100.0


(9)

Jenis Kelamin Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 11 68.8 68.8 68.8

Laki-Laki 5 31.3 31.3 100.0

Total 16 100.0 100.0

Lokasi SAR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mukosa Labial 11 68.8 68.8 68.8

Mukosa Bukal 4 25.0 25.0 93.8

Dasar Mulut 1 6.3 6.3 100.0


(10)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N

Percen t

Terdapat atau Tidak Terdapat Eritema Halo * Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

64 100.0% 0 .0% 64 100.0

%

Terdapat atau Tidak Terdapat Eritema Halo * Waktu Pemeriksaan Eritema Halo Crosstabulation

Count

Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

Baseline

Kontrol

Pertama Kontrol Kedua

Terdapat atau Tidak Terdapat Eritema Halo

0 0 5 10

Ada 16 11 6


(11)

Terdapat atau Tidak Terdapat Eritema Halo * Waktu Pemeriksaan Eritema Halo Crosstabulation

Count

Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

Kontrol Ketiga Total

Terdapat atau Tidak Terdapat Eritema Halo

0 14 29

Ada 2 35

Total 16 64

NPar Tests Frequencies

Statistics

Eritema Halo pada Baseline

Eritema Halo pada kontrol

ketiga

Eritema Halo pada kontrol

kedua

Eritema Halo pada kontrol

pertama

N Valid 16 16 16 16

Missing 0 0 0 0


(12)

NPar Tests Cochran Test

Frequencies

Value

0 1

Eritema Halo pada Baseline

0 16

Eritema Halo pada kontrol pertama

5 11

Eritema Halo pada kontrol kedua

10 6

Eritema Halo pada kontrol ketiga

14 2

Test Statistics

N 16

Cochran's Q 28.277a

df 3

Asymp. Sig. .000

a. 1 is treated as a success.


(13)

Frequencies

Statistics

Ukuran SAR pada Baseline

Ukuran SAR pada kontrol

pertama

Ukuran SAR pada kontrol

kedua

Ukuran SAR pada kontrok

ketiga

N Valid 16 16 16 16

Missing 0 0 0 0

Mean 4.7188 3.5938 2.7188 1.7500

Std. Deviation 1.01602 .96986 .93039 .81650

General Linear Model

Within-Subjects Factors

Measure:Hari

Ukuran _Ulser

Dependent Variable

1 K_0

2 K_1

3 K_2


(14)

Estimated Marginal Means Ukuran_Ulser

Estimates

Measure:Hari

Ukuran _Ulser

95% Confidence Interval

Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

1 4.719 .254 4.177 5.260

2 3.594 .242 3.077 4.111

3 2.719 .233 2.223 3.215


(15)

Pairwise Comparisons

Measure:Hari

(I) Ukuran _Ulser

(J) Ukuran _Ulser

a

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.a

1 2 1.125* .116 .000

3 2.000* .129 .000

4 2.969* .168 .000

2 1 -1.125* .116 .000

3 .875* .107 .000

4 1.844* .187 .000

3 1 -2.000* .129 .000

2 -.875* .107 .000

4 .969* .148 .000

4 1 -2.969* .168 .000

2 -1.844* .187 .000

3 -.969* .148 .000

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the ,05 level.


(16)

Pairwise Comparisons

Measure:Hari

(I) Ukuran _Ulser

(J) Ukuran _Ulser

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 .772 1.478

3 1.608 2.392

4 2.460 3.477

2 1 -1.478 -.772

3 .550 1.200

4 1.277 2.410

3 1 -2.392 -1.608

2 -1.200 -.550

4 .520 1.417

4 1 -3.477 -2.460

2 -2.410 -1.277

3 -1.417 -.520

Based on estimated marginal means

a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.


(17)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N

Percen t

Skala Rasa Sakit Pasien * Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

64 100.0% 0 .0% 64 100.0

%


(18)

Count

Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

Baseline

Kontrol

Pertama Kontrol Kedua

Skala Rasa Sakit Pasien Skor 1-Tidak Ada Rasa Sakit

0 1 11

Skor 2-Rasa Sakit Ringan 0 13 5

Skor 3-Rasa Sakit Sedang 6 2 0

Skor 4-Rasa Sakit Berat 9 0 0

Skor 5-Rasa Sakit Parah 1 0 0


(19)

Skala Rasa Sakit Pasien * Waktu Pemeriksaan Eritema Halo Crosstabulation

Count

Waktu Pemeriksaan Eritema Halo

Kontrol Ketiga Total

Skala Rasa Sakit Pasien Skor 1-Tidak Ada Rasa Sakit

16 28

Skor 2-Rasa Sakit Ringan 0 18

Skor 3-Rasa Sakit Sedang 0 8

Skor 4-Rasa Sakit Berat 0 9

Skor 5-Rasa Sakit Parah 0 1


(20)

Frequencies Statistics Skala Rasa Sakit pada kontrol pertama Skala Rasa Sakit pada kontrol kedua Skala Rasa Sakit pada kontrol ketiga Skala Rasa Sakit pada Baseline

N Valid 16 16 16 16

Missing 0 0 0 0

Mean 2.06 1.31 1.00 3.69

Std. Deviation .443 .479 .000 .602

NPar Tests Friedman Test

Ranks

Mean Rank

Skala Rasa Sakit pada Baseline

4.00

Skala Rasa Sakit pada kontrol pertama

2.84

Skala Rasa Sakit pada kontrol kedua

1.78

Skala Rasa Sakit pada kontrol ketiga


(21)

Test Statisticsa

N 16

Chi-Square 44.580

df 3

Asymp. Sig. .000

a. Friedman Test

NPar Tests Cochran Test

Frequencies

Value

0 1

Eritema Halo pada Baseline 0 16

Eritema Halo pada kontrol pertama

5 11

Eritema Halo pada kontrol kedua

10 6

Eritema Halo pada kontrol ketiga


(22)

Test Statistics

N 16

Cochran's Q 28.277a

df 3

Asymp. Sig. .000


(23)

DAFTAR PUSAKA

1. Vivek V, Nair BJ. Recurrent aphthous stomatitis: recurrent concepts in diagnosis and management. J of Indian Academy of Oral Med and Rad 2011; 23(3): 232-3.

2. Guallar IB, Soriano YJ, Lozano AC. Treatment of recurrent aphthous stomatitis. A literature review. J Clip Exp Dent 2014; 6(2): 168-174.

3. Cendranata WO, Mintarsih DK, Adiastuti EP. Daya hambat ekstrak daun sambiloto (Andrographics paniculata) terhadap populasi bakteri pada ulser recurrent aphthous stomatitis. Jurnal PDGI 2012; 61(1): 20-3.

4. Wulandari EAT, Setyawati T. Tata laksana minor untuk mengurangi rekurensi dan keparahan (laporan kasus). Indonesian Journal of Dent 2008; 15(2): 147-154.

5. Preefi L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J Oral Maxillofac Pathol 2011; 15(3): 252-6.

6. Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Ethiopatogenesis of recurrent aphthous stomatitis and the role of immunologic aspect: literature review. SpringerLink 2013; 62: 205-215.

7. Casiglia JM, Elston DM. Aphthous stomatitis. http:// emedicine. medscape. com/article/1075570-overview (29

8. Kamboj VP. Herbal medicine. CurrentScience 2000; 78(1): 35-51. Agustus 2014).

9. Kaushik A, Tanwar R, Kaushik M. Ethnomedicine: Applications of neem (Azadirachta indica) in dentistry. Dent Hypotheses 2012; 3(3): 112-4.

10.Siswomihardjo W, Badawi Sunarintyas S, Nishimura M, Hamada T. The difference of antibacterial effect of neem leaves and stick extracts. Int Chin J Dent 2007; 7: 27-9.

11.Ambikar RB, Powar PV, Phadtare GA, Sharma PH. Formulation andevaluation of the herbaloral dissolvingfilm for treatment of recurrent aphthous stomatitis. International Journal of Phytotherapy Research 2014; 4(1): 11-8.


(24)

12.Ofusori DA, Falana DA, Ofusori AE, Caxton-Martins EA. Regenerative potential of aqueous extract of neem Azadirachta indicaon thestomachand ileum following ethanol-induced mucosa lesion in adult wistar rats. Gastroenterology Research 2010; 3(2): 86-90.

13.Yadav H, Rao V. Evaluation of topical antiinflammatory effect of Azadirachtaindicaleaf extract. Int Res J Pharm App Sci 2012; 2(5): 60-64. 14.Patel KK, Mehta NJ, Dhandhalia MC. Development and evaluation of herbal

anti-acne formulation. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences 2012; 3(3): 334-339.

15.Swain N, Pathak J, Poonja LS, Penkar Y. Etiological factors of recurrent aphthous stomatitis: a common perplexity. J Contempt Dent 2012; 2(3): 96-100.

16.Arun KM, Ananthakrishnan V, Goturu J. Stress in academia manifested as aphthous ulcers. International Journal of Basic and Applied Medical Sciences 2014; 4(1): 273 – 7.

17.Wardhana, Datau EA. Recurrent aphthous stomatitis caused by food allergy. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 2010; 42(4): 236-40.

18.Nasution F, Nurdiana. Efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada pasien RSGMP USU. In: Department of Oral Medicine, ed. Proceeding Regional Dental Meeting & Exhibition VI. Medan, 2014: 155-60.

19.Martin SG, Michael G, Jonathan AS. Burket’s Oral Medicine. 11th ed.,Hamilton: BC Decker Inc., 2008: 57-60.

20.Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS. Atlas berwarna lesi mulut yang sering ditemukan. 4th ed., Hamilton: EGC, 2014: 172-173.

21.Jusri M, Nurdiana. Treatment of recurrent aphthous atomatitis major with metronidazole and ciprofloxacin. Dental Journal Kedokteran Gigi 2009; 42(3): 109-113.


(25)

22.Tjahajani A, Widurini. Aloe vera leaf anti inflamation’s activity speeds up the healing of oral mucosa ulceration. Journal of Dentistry Indonesia 2011; 18(1): 17-20.

23.Cherniack EP. Bugs and Drugs, Part 1 : Insects. The “New” Alternative Medicine for 21st Century ?. Altern Med Rev 2010; 15(2): 6-9.

24.Judarwanto W. Imunologi dasar radang dan respon

inflamasi.

25.Kumar R. The dynamics of acute inflammation. Journal of Theoretical Biology 2004; 230: 144-55.

26.Sunanto. Proses inflamasi atau peradangan. http:// nanto14. blogspot. com/2010/03/proses-inflamasi-atau-peradangan.html

27.Girish K, Bhat Shankara. Neem- a green treasure. Electronic J Biology 2008; 4(3): 102-11.

(September 20.2015).

28.Hasmat I, Azad H, Ahmed A. Neem (Azadirachta indica A. Juss)- a nature’s drugstore: an overview. Int Research J Biological Sciences 2012; 1(6): 76-9. 29.Aradilla AS. Uji efektivitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba

(Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti. Tesis. Semarang: Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, 2009: 20-2.

30.Tewari VP, Mishra DK. Azadirachta indica A. Juss. (September 1.2013).

31.Lian Ku. Neem - Azadirachta indica A. Juss.

www.stuartxchange.com/Neem.html (September 1.2013).

32.Anonymous. Neem foundation (chemistry of

neem).


(26)

33.Ashafa AO, Orekoya LO, Yakubu. Toxicity profile of ethanolic extract of A. indica stem bark in male Wistar rats. http:// www. ncbi. nlm. nih. gov/ pmc/ articles/PMC3609225/

34.Boadu KO, Tulashie SK, Anang MA, Kpan JD. Toxicological analysis of the effect of neem tree extract in an organism. European J Experimental Biology 2011; 1(2): 160-71.

. (September 16.2013).

35.Botelho Antonio M, Araujo Santos R, Martins Galberto J, Carvalho Oliveira C, Paz Calina M. Efficacy of a mouthrinse based on leaves of the neem tree (Azadirachta inidica) in the treatment of patients with chronic gingivitis: a double blind, randomized, controlled trial. J Med Plants Research 2008; 2(11): 341-6.

36.Bhambal A, Kothari S, Saxena S, Jain M. Comparative effect of neemstick and toothbrush on plaque removal and gingival health- a clinical trial. J Adv Oral Research 2011; 2(3): 51-5.

37.Bhowmik D, Chiranjib, Yadav J, Tripathi K, Kumar S. Herbal remedies of Azadirachta indica and its medicinal application. J Chemical and Pharmaceutical Research 2010; 2(1): 62-72.

38.Lekshmi P. The inhibiting effect of Azadirachta indica against dental pathogens. Asian J Plant Sci. Res 2012; 2(1): 6-10.

39.Subramaniam SK, Siswomihardjo W, Sunarintyas S. The effect of different concentrations of neem (Azadirachta indica) leaves extract on the inhibition of S. mutans. Den J; 38(4): 176-9.

40.Novadyanti. Uji aktivitas antiinflamasi dan antipiretik ekstrak etanol daun petai (Parkia speciosa Hassk) pada tikus putih jantan galur wistar. Tesis. Pontianak: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak 2015: 8.

41.Dimitrov DM, Rumrill PD, Jr. Pretest-posttest designs and measurement of change. Speaking of Research 2003; 20: 159-65.

42.Dahlan MS. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Bina Mitra Press 2004; 112-19, 152-58.


(27)

43.Tappuni AR, Kovacevic T, Shirlaw PJ, Challacombe SJ. Clinical assesment of disease severity in recurrent aphthous stomatitis. Journal of Oral Pathology & Medicine 2013; 42: 635-41.

44.Flaherthy SA. Pain measurement tools for clinical practice and research. Journal of American Association of Nurse Anesthetists 1996; 64(2): 133-40. 45.Patil S, Reddy SN, Maheshwari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B.

Prevalance of recurrent aphthous ulceration in the Indian population. J Clin Exp Dent. 2014; 6(1): 36-40.

46.Ayu DS. Kelainan Patologis SAR Mayor. Laporam Kasus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta 2014. 47.Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial

pathology. 3rd ed, Philadelphia: W.B. Saunders, 2008: 330-61.

48.Al-Saffar MT. The therapeutic effect of viscous solution of curcumine in the treatment of recurrent aphthous stomatitis (RAS). Al-Rafidain Dent J 2006; 6(1): 48-52.


(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimental dengan rancangan one group pretest posttest.Rancangan ini tidak memiliki kelompok pembanding (kontrol), tetapi dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen.41Kelompok posttest adalah kelompok yang sama yang telah diberikan perlakuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

1. Pembuatan ekstrak gel daun mimba

Pembuatan ekstrak gel daun mimba dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Farmasi Universitas Sumatera Utara. Laboratorium ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan salah satu laboratorium yang sering membuat ekstrak tanaman tradisional.

2. Pengambilan data

Pengambilan data berlokasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Sumatera Utara (RSGMP USU) Instalasi Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.Rumah sakit ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut berpusat di Medan dan banyak menangani kasus-kasus penyakit mulut, dalam hal ini salah satunya adalah kasus SAR tipe minor.

3.2.2 Waktu penelitian


(29)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah pengunjung RSGMP USU, Medan yang menderita SAR.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah pengunjung RSGMP USU, Medan yang menderita SAR tipe minor dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus Federer (1963), secara sederhana dapat dirumuskan:42

(n-1) (r-1) ≥ 15 Keterangan: r: jumlah perlakuan

n: jumlah sampel dalam setiap kelompok

Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: (n-1) (r-1) ≥ 15

(n-1) (2-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 15 n = 16

Berdasarkan hasil pengukuran di atas, maka besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu ketentuan atau pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.41 Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi


(30)

2. Pasien yang tidak menderita penyakit sistemik misalnya hipertensi, diabetes dan anemia

3. Pasien yang tidak memakai obat-obatan perawatan SAR 4. Pasien yang tidak merokok

5. Pasien yang tidak memiliki alergi terhadap ekstrak daun mimba 6. Sariawan yang diderita pasien tidak lebih dari 3 hari

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien tidak bersedia menjadi subjek penelitian 2. Pasien tidak bersedia mengikuti prosedur penelitian 3. Pasien yang memakai pesawat ortodonti

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel terikat : Penyembuhan SAR Tipe Minor 2. Variabel bebas : Daun Mimba 5%

3.6 Definisi Operasional

1. Penyembuhan SAR Tipe Minor

SAR Tipe Minoradalah ulser berulang yang berbentuk bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 1 cm, dikelilingi oleh pinggiran yangeritematus dan disertai rasa sakit.20Penyembuhan SAR Tipe Minor dilihat dengan tiga parameter yaitu, eritema halo, ukuran ulser, dan rasa sakit.

• Eritema halo

Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari ada atau tidaknya eritema haloyaitu batas pinggiran SAR yang berwarna merah, disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversible dengan menggunakan kaca mulut pada kunjungan pertama atau baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketigasetelah diberikan perawatan dengan skala ukur kategorik.


(31)

• Ukuran Ulser

Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan ukuran ulser yang diukur dalam satuan millimeter pada kunjungan pertama atau baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah dilakukan perawatan. Ulser diukur dengan jangka dan penggaris dengan skala ukur numerik.

• Rasa sakit

Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan skala rasa sakit yang diukur pada kunjungan pertama atau baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah dilakukan perawatan.Rasa sakit diukur dengan menggunakan Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale/VDS).Skala ini terdiri dari:44

Skor 1 = tidak ada rasa sakit Skor 2 = sakit ringan

Skor 3 = sakit sedang Skor 4 = sakit berat Skor 5 = sakit parah

Skor yang diberi sesuai dengan intensitas nyeri pada saat nyeri dievaluasi. Peneliti menunjukkan skala tersebut pada pasien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang pasien rasakan.

2. Gel ekstrak daun mimba

Gel ekstrak daun mimbaadalah ekstrak dalam keadaan segar yangdiperoleh dengan cara mengekstrak daun mimba dengan menggunakan larutan etanol 70% yang diperoleh dengan perkolasi. Kemudian dibuat gel ekstrak daun mimbadengan konsentrasi 5%.

Cara ukur : Gel ekstrak daun mimba 5%

Alat ukur : Menggunakan timbangan dan diambil ekstrak daun mimba sebanyak 7,5 gram sampai menjadi gel ekstrak daun mimba 5%.


(32)

3.7Sarana Penelitian 3.7.1 Alat

1. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian 2. Kaca mulut

3. Pinset 4. Jangka 5. Penggaris 6. Nierbeken 7. Alat tulis 8. Gunting 9. Timbangan

10. Lemari pengering 11. Blender

12. Batang pengaduk 13. Perkolator 14. Aluminium foil 15. Vacuum rotavapor 16. Waterbath

17. Botol plastik

18. Tabung Erlenmeyer 19. Beaker glass

20. Gelas ukur 21. Cawan porselin

3.7.2 Bahan 1. Masker 2. Sarung tangan 3. Tisu

4. Daun mimba (Azadirachta indica) 5. Etanol 70%


(33)

6. Aquades

7. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

3.8 Metode Penelitian

3.8.1 Prosedur Pembuatan Gel Daun Mimba a. Pengambilan Simplisia

1. Daun mimba diseleksi kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan.

2. Daun mimba yang telah dicuci ditimbang dengan alat penimbang dan dicatat berat basahnya.

3. Daun dikeringkan dengan menggunakan kertas alas perkamen di dalam lemari pengering dengan suhu 40°C sampai kering (dapat diremas rapuh).

4. Daun yang sudah kering ditimbang kembali dan dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk,lalu diletakkan dalam wadah tertutup.

b. Pembuatan Ekstrak

1.Simplisia ditimbang sebanyak 150 gram lalu ditambahkan etanol 70% sebanyak 2,5 liter untuk perendaman lalu disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 25°C sambil sesekali diaduk dengan menggunakan spatula.

2. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, di bawah perkolator diletakkan kapas yang telah dibasahi etanol dan dilapisi kertas saring, kemudian dituangkan etanol 70% sampai hampir penuh.

3. Perkolator ditutup dengan aluminium foil serta dibiarkan selama 24 jam. 4. Kran perkolator menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit (1 ml/menit), perkolat ditampung dalam botol.

5. Ditambah berulang-ulang etanol secukupnya supaya massa daun mimba tidak kekeringan.


(34)

6.Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vaccum rotavapor yang akan memekatkan ekstrak cair untuk mendapatkan ekstrak kental,pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 50°C.

7. Setelah itu diuapkan sisa air dengan menggunakan waterbathhingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak dimasukkan dalam botol kaca dan disimpan dalam kulkas.

c. Formulasi Gel Daun Mimba Setiap 100 gram basic gelterdiri dari: Formula dasar gel:

R/ CMC…………...………….60 gram Aquades q.s ad……….1000 gram

Cara pembuatan: Taburkan CMC pada air panas. Kemudian diamkan selama 30 menit. Masukkan dalam mortir, digerus hingga homogen. Tambahkan sisa aquades dan digerus lagi hingga homogen.

Formula gel ekstrak daun mimba: R/Ekstrak daun mimba……….7,5 gram Basic gelq.s ad……….…...1000 gram

Cara pembuatan: Masukkan ke dalam mortir ekstrak daun mimba sebanyak 7,5 gram. Encerkan dengan beberapa tetes etanol 70%. Kemudian digerus dan tambahkan sedikit demi sedikit basic gelsehingga terbentuk massa yang homogen. Tambahkan larutan Saccharin sebagai bahan pemanis.

3.8.2 Prosedur Pengambilan Data

1.Pengumpulan data dilakukan di RSGMP USU, Medan. Subjek diperiksa terlebih dahulu apakah menderita SAR minor. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan lembar penjelasan penelitian dan ditanya kesediaannya berpatisipasi dalam penelitian, apabila subjek bersedia, subjek diminta untuk menandatangani lembar informed consent.

2. Data mengenai kondisi SAR diperoleh melalui pemeriksaan subjektif berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Peneliti melakukan anamnesis untuk menanyakan skor rasa sakit, kemudian mencocokkannya dengan skala yang sudah


(35)

ditetapkan (Skor 1= tidak ada rasa sakit, Skor 2= sakit ringan, Skor 3= sakit sedang, Skor 4= sakit berat, Skor 5= sakit parah).

3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis melihat lokasi, ukuran dan ada tidaknya eritema halo sebelum melakukan pengobatan kemudian dicatat data pada blanko rekam medik.

4. Subjek diberikan gel ekstrak daun mimba dengan dosis 3 x sehari selama 3 hari. Subjek diminta untuk berkumur dengan air putih yang telah dimasak sebelum mengaplikasikan gel ekstrak daun mimba.

5. Subjek diberitahu cara mengoleskan gel ekstrak daun mimba yaitu dengan mengoleskan selapis tipis menggunakan jari yang bersihdan diinstruksikan waktu pengolesan gel ekstrak daun mimba yaitu pada pagi, siang dan malam hari.

6. Subjek juga diinstruksikan untuk tidak makan dan minum selama 30 menit sampai 1 jam setelah pengaplikasian gel daun mimba untuk memaksimalkan kerja daun mimba pada SAR.

7. Pencatatan tanggal pemberian obat kepada subjek dilakukan pada rekam medik penelitian.

8. Subjek diminta untuk hadir setiap hari selama 3 hari berikutnya dan dilakukan anamnesis kembali untuk melihat tingkat rasa sakit, pemeriksaan klinis untuk melihat ada tidaknya pengurangan ukuran dan eritema halo.

9. Pencatatan hasil pengamatan kembali dilakukan pada rekam medik penelitian.

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan sistem manual dan komputerisasi. Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang hanya mempunyai satu variabel penelitian dan bertujuan untuk mendiskripsikan variabel tersebut. Analisis ini dilakukan dengan sistem manual.


(36)

Variabel univariat pada penelitian ini adalah:

1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan usia pada pasien SAR tipe minor.

2. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada pasien SAR tipe minor

3.Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe minor.

4. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor.

5. Rata-rata ukuran ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga denganpemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor.

6. Rata-rata skala rasa sakit pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor.

Variabel bivariat pada penelitian ini adalah:

1.Analisis eritema halo SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan Cochran Test.

2. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Anova Repeated.

3. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan ujiFriedman Test.

Sebelum melakukan uji tersebut, diperlukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak.Analisis ini dilakukan dengan sistem komputerisasi.


(37)

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clearance)

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) agar dapat berpartispasi dalam penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya olehpeneliti karena data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi subjek.


(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini berjumlah 16 orang pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU.Subjek dalam penelitian inimelibatkan5 orang (31,25%) berusia 12-18 tahun, 9 orang (56,25%)berusia 19-25 tahun, dan 2 orang (12,5%) berusia ≥26 tahun yang menderita SAR tipe minor. (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan usia pada pasien SAR tipe minor

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

12-18 tahun 5 orang 31,25%

19-25 tahun 9 orang 56,25%

≥ 26 tahun 2 orang 12,5%


(39)

Subjek penelitian ini berjumlah 16 orang pasien. Subjek dalam penelitian ini melibatkan 5 pria (31,25%) dan 11 wanita (68,75%) yang menderita SAR tipe minor (Tabel 2)

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada pasien SAR tipe minor

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Pria 5 orang 31,25%

Wanita 11 orang 68,75%

Total 16 orang 100 %

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa lokasi SAR tipe minor paling sering ditemukan pada mukosa labial yaitu 11 orang (68,75%), selanjutnya pada mukosa bukal sebanyak 4 orang (25,0%), dan pada dasar mulut 1 orang (6,25%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe minor

Lokasi Ulser Frekuensi (n) Persentase (%)

Mukosa Labial 11 68,75

Mukosa Bukal 4 25

Dasar Mulut 1 6,25


(40)

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian 4.2.1 Eritema halo

Data penelitian berdasarkan distribusi dan frekuensi terjadinya eritema halo berdasarkan pemeriksaan awal (baseline) pada 16 pasien (100%) dijumpai eritema halo dan 0 pasien (0%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari pertama, 11 pasien (68,75%) dijumpai eritema halo, dan 5 pasien (31,25%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari kedua, terdapat 6 pasien (37,5%) dijumpai eritema halo dan 10 pasien (62,5%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari ketiga, 2 pasien (12,5%) dijumpai eritema halo dan 14 pasien (87,5%) tidak dijumpai eritema halo (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor

Eritema Halo Ya

Tidak

Total

F % F %

Baseline 16 100% 0 0% 100%

Kontrol Hari Pertama 11 68,75% 5 31,25% 100%

Kontrol Hari Kedua 6 37,5% 10 62,5% 100%


(41)

Uji statistik menggunakan Cochran Testmenunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai p<0,05, artinya terdapat perbedaan yang menunjukkan hasil penurunan yang signifikan pada eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diberikan ekstrak daun mimba dengan nilai 0,87 (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis hasil eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan Cochran Test

Eritema Halo Rata-rata Selisih Rata-rata Nilai P

Baseline 1,00

0,87 0,000*

Kontrol Hari Pertama 0,69 Kontrol Hari Kedua 0,38 Kontrol Hari Ketiga 0,13 * = signifikan


(42)

4.2.2 Ukuran Ulser

Rata-rata ukuran ulser pada 16 pasien SAR tipe minor saat baseline adalah 4,72 mm. Terjadinya pengurangan ukuran ulser setelah dilakukan perlakuan dengan rata-rata ukuran ulser setelah diberikan ekstrak daun mimba pada kontrol hari pertama adalah 3,60 mm, kontrol hari kedua 2,72 mm, dan kontrol hari ketiga 1,75 mm (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata ukuran ulser pada saat baseline, kontrol hari Pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor

Ukuran Ulser Rata-rata ± SD

Baseline 4,72 ± 1,016

Kontrol Hari Pertama 3,60 ± 0,970

Kontrol Hari Kedua 2,72 ± 0,930


(43)

Uji statistik menggunakan uji Anova Repeated menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai p<0,05, artinya terdapat penurunan yang signifikan terhadap perbedaan ukuran SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga setelah diberikan ekstrak daun mimba. Berdasarkan uji tersebut, didapat hasil bahwa ekstrak daun mimba dapat mengurangi ukuran ulser dengan rata-rata 2,97 mm selama tiga hari (Tabel 7).

Tabel 7. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Anova Repeated

Ukuran Ulser Rata-rata ± SD Selisih Rata-Rata p Baseline 4,72 ± 1,016

2,97 0.000*

Kontrol Hari Pertama 3,60 ± 0,970 Kontrol Hari Kedua 2,72 ± 0,930 Kontrol Hari Ketiga 1,75 ± 0,817 * = signifikan


(44)

4.2.3 Skala Rasa Sakit

Rata-rata skala rasa sakit pada 16 pasien SAR tipe minor saat baseline adalah 3,69. Terjadinya pengurangan skala rasa sakit setelah dilakukan perlakuan dengan rata-rata skala rasa sakit setelah diberikan gel ekstrak daun mimba pada kontrol hari pertamaadalah 2,06, kontrol hari kedua adalah 1,31, dan kontrol hari ketiga adalah 1,00 (Tabel 8)

Tabel 8. Distribusi dan frekuensi skala rasa sakit (grade of pain) pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor

Skala Rasa Sakit Rata-rata ± SD

Baseline 3,69 ± 0,602

Kontrol Hari Pertama 2,06 ± 0,443

Kontrol Hari Kedua 1,31 ± 0,479

Kontrol Hari Ketiga 1,00 ± 0,000


(45)

Uji statistik menggunakan Friedman Test menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai p<0,05, artinya terdapat penurunan yang signifikan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diberikan ekstrak daun mimba. Berdasarkan uji tersebut, didapat hasil bahwa ekstrak daun mimba dapat mengurangi rasa sakit pada SAR tipe minor dengan penurunan skala rata-rata 2,69 selama tiga hari (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Friedman Test

Skala Rasa Sakit Rata-rata ± SD Selisih Rata-rata Nilai P Baseline 3,69 ± 0,602

2,69 0,000*

Kontrol Hari Pertama 2,06 ± 0,443 Kontrol Hari Kedua 1,31 ± 0,479 Kontrol Hari Ketiga 1,00 ± 0,000 * = signifikan


(46)

BAB 5 PEMBAHASAN

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau yang biasa dikenal dengan sariawan merupakan ulser berulang berbentuk bulat atau oval dan dikelilingi eritema halo yang terasa sakit di rongga mulut.3Pada penelitian ini, terdapat 16 pasien yang dijadikan subjek penelitian yang terdiri dari 5 orang (31,25%) berusia 12-18 tahun, 9 orang (56,25%) berusia 19-25 tahun, dan 2 orang (12,5%) berusia ≥26 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa dekade kedua kehidupan dianggap sebagai masa puncak terjadinya SAR.6

Penelitian ini melibatkan 16 orang pasien yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang terdiri dari 5 pria (31,25%) dan 11 wanita (68,75%) yang menderita SAR tipe minor.Beberapa literaturmenyatakan bahwa SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh karena adanya beberapa faktor predisposisi yang mendukung terjadinya hal tersebut seperti faktor hormonal.Ketidakseimbangan hormonal wanita pada fase luteal siklus menstruasi merupakan faktor predisposisi SAR.1,2,6,45Hormon yang dianggap berperan penting tersebut adalah estrogen dan progesteron.45Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut. Hal itu akan memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi atau infeksi dan akhirnya menyebabkan ulkus setiap periode pramenstruasi. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.46 Selain itu, faktor lainnya adalah faktor stres. Literatur dari beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita lebih sering mengalami stres dibanding pria. Hal ini karena wanita lebih rentan terhadap stres dan situasi emosional yang dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh mereka. Stres yang berkepanjangan akan menyebabkan pelepasan hormon kortisol


(47)

meningkat. Hormon kortisol adalah hormon stres utama yang diproduksi di korteks adrenal. Hormon kortisol ini menjaga tekanan darah, fungsi kekebalan tubuh dan proses antiinflamasi dalam tubuh. Oleh karena itu, stres yang berkepanjangan akan menganggu fungsi normal di sistem kekebalan tubuh tersebut sehingga rentan terhadap jejas.16,45

SAR tipe minor dapat terjadi pada berbagai lokasi di rongga mulut terutama pada permukaan mukosa tidak berkeratin,seperti mukosa labial, mukosa bukal, lateral lidah dan dasar mulut.16,20Pada penelitian yang dilakukan di RSGMP USU ini dijumpai lokasi yang paling sering dijumpai SAR tipe minor adalah pada mukosa labial yaitu sebanyak 11 orang (68,75%), diikuti mukosa bukal yaitu 4 orang (25,0%) serta pada dasar mulut sebanyak 1 orang (6,25%). Hal ini disebabkan oleh karena mukosa labial merupakan mukosa tidak berkeratin yang tipis sehingga memiliki kemampuan barrier mukosa yang rendah dan fungsi pertahanan yang kurang dan juga rentan terhadap jejas.47Literatur juga menyatakanbahwa SAR lebih sering ditemukan pada mukosa labial.48

Eritema halo merupakan batas pinggiran SAR berwarna merah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler yang bersifat reversibel.20 Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar.24,26Pada penelitian ini, semua 16 pasien yang berkunjung ke RSGMP USU dijumpai adanya eritema halo pada saat pemeriksaan awal atau baseline. Hal ini karena ulser tersebut masih berada pada tahap peradangan. Setelah pemberian ekstrak daun mimba terjadi pengurangan pada eritema halo. Hal ini disebabkan oleh kandungan flavonoid dan nimbidin pada ekstrak daun mimba yang bersifat antiinflamasi dalam proses penyembuhan eritema halo.12,14Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi adalah melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asamarakidonat dan sekresi enzim lisososm dari sel netrofil dan sel endothelial.40


(48)

Menurut penelitian ini, rata-rata ukuran ulser pasien pada saat pemeriksaan awal atau baselineadalah 4,72 dan rata-rata ukuran ulser pada kontrol hari ketiga adalah 1,75. Hal ini membuktikan bahwa terjadi pengurangan ukuran ulser setelah pemberian esktrak daun mimba yang mengandung flavonoid. Beberapa literatur menyatakan bahwa ekstrak daun mimba yang kaya dengan flavonoid berpotensi terhadap regenerasi lesi pada mukosa lambung dan usus.12 Kandungan flavonoid pada ekstrak daun mimba bersifat antioksidan. Sifat antioksidan ini menghentikan radikal bebas pada jaringan hidup. Hal ini mengarah ke pemulihan bertahap mukosa yang mengalami lesi yang seterusnya menyebabkan regenerasi pada mukosa yang mengalami lesi.12

Rasa sakit pada penelitian ini adalah perasaan nyeri (dolor) pada mukosa rongga mulut pasien yang terkena SAR. Rasa sakit ini disebabkan oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.26 Hasil pemeriksaan dengan menggunakan verbal descriptor scale,rata-rata rasa sakit yang dialami pasien adalah 2,69.Setelah pengaplikasian gel ekstrak daun mimba selama tiga hari terjadi penurunan skala rasa sakit. Hal ini karena kandungan flavonoid dan nimbidin pada daun mimbayang berperan sebagai antiinflamasi dan dapat mengurangi rasa sakit.

12-14

Ekstrak daun mimba memainkan peran penting dengan menghambat pelepasan prostaglandin yang menyebabkan inflamasi. Selain itu, kandungan nimbidin pada ekstrak daun mimba menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang signifikan yang mirip dengan prednisolon.13 Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur bahwa pengaplikasian krim berbasis ekstrak daun mimba di bagian inflamasi dapat mengurangi rasa sakit dan peradangan.13


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGMP USU dapat disimpulkan bahwa penggunaan ekstrak daun mimba memiliki efek yang signifikan terhadap penyembuhan SAR tipe minor. Hal tersebut dapat terlihat pada pengurangan eritema halo, ukuran SAR dan skala rasa sakit yang signifikan setelah pemberian ekstrak daun mimba selama tiga hari.

6.2 Saran

Pada penelitian ini, peneliti tidak menjabarkan secara rinci mengenai masing-masing kandungan dalam daun mimba yang memiliki antiinflamasi dan antibakteri dalam penyembuhan SAR. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan yang lebih teliti dan detail mengenai efek yang lebih rinci pada salah satu dari efek tersebut. Data mengenai penyakit sistemik yang diderita oleh pasien SAR diperoleh peneliti melalui anamnesis tanpa adanya bukti pasti. Pada penelitian selanjutnya diharapkan pemeriksaan riwayat penyakit sistemik pasien dilakukan dengan cara pemeriksaan kesehatan umum pasien kepada dokter sebelum dijadikan sebagai subjek penelitian. Pada penelitian ini, pemilihan subjek kurang homogen, maka pada penelitian selanjutnya, pemilihan subjek dapat dibuat homogen dari faktor predisposisi SAR dan jenis kelamin. Bagi dokter dan dokter gigi, penggunaan ekstrak daun mimba dapat dijadikan sebagai terapi alternatif selain penggunaan obat modern untuk terapi SAR tipe minor.


(50)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) 2.1.1Pengertian

Stomatitis Aftosa Rekuren atau disingkat SAR yang juga dikenal dengan istilah aphtae, atau canker sores merupakan suatu penyakit mukosa mulut yang paling sering terjadi.15-17 Kata “aphtae” berasal dari bahasa Yunani yang artinya ulserasi.15 Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu kondisi peradangan mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi berulang dan masa bebas ulser selama periode atau waktu yang tidak bisa ditentukan.4 SAR ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan,dikelilingi halo eritematus, dangkal,terasa sakit dan berbatas jelas.1,2,5

2.1.2Etiologi

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti.1,2,4,5 SAR terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja tetapi multifaktorial. Para ahli mengemukakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya SAR antara lain hormonal, genetik, imunologi, psikologis, dan defisiensi hematologi.1-5,15,16

1.Hormonal

Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan dengan terjadinya SAR.5,15 Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.Pada sebagian wanita, keadaan SAR yang lebih parah dilaporkan selama fase luteal dari siklus menstruasi yaitu fase ketika terjadi penurunan progesteron dan penurunan estrogen.Penurunan estrogen menyebabkan penurunan aliran darah sehingga suplai darah ke perifer menurun yang dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan sel-sel, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR.15


(51)

2.Genetik

SAR cenderung dipengaruhi oleh faktor genetik. Lebih dari 40% individu yang mengalami SAR memiliki orang tua yang pernah mengalami SAR.5 Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah HLA (Human Leucocyte Antigen), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.15Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan lebih beresiko mengalami SAR yang lebih berat dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.6,15

3. Imunologi

SAR umumnya terjadi pada pasien yang mengalami imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien SARmenunjukkan kompleks sirkulasi imun.6,15Ulserasi dapat disebabkan oleh pengendapan imunoglobulin dan komponen-komponen komplemen dalam epitel terhadap komponen-komponen imun.6 Antibodi bergantung pada mekanisme sitotoksik atau proses penetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Sehingga jika sistem imunologi mengalami abnormalitas maka dengan mudah bakteri menginfeksi jaringan lunak sekitar mulut.17

4. Psikologis

Bukti ilmiah menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara stres dan terjadinya SAR di masyarakat.15,16 Stres fisik maupun psikologis memicu peningkatan kadar kortisol. Berdasarkan penelitian, kadar kortisol meningkat seiring dengan meningkatnya stres yang diukur dengan STAI (State Trait Anxiety Inventory). Stres dapat dijadikan faktor kausatif adanya ulser pada rongga mulut.16

5. Defisiensi Hematologi

Penelitian menyebutkan bahwa 20-30% pasien yang mengalami SAR disebabkan karena defisiensi hematologi (terutama zat besi, vitamin B12, dan asam

folat).17,19 Zat besi, asam folat, dan vitamin B12sangat penting untuk

proseseritropoisis. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke jaringan bersama haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di dalamnya. Sel darah merah yang normal berbentuk bikonkaf, kecuali jika terjadi gangguan maka sel


(52)

darah merah menjadi tidak beraturan dalam bentuk dan ukuran. Hal ini menunjukkan tidak berfungsinya sel darah merah dengan baik. Hal ini menyebabkan terjadinya anemia. Anemia menyebabkan aktivitas enzim-enzim pada mitokondria dalam sel menurun karena terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga menghambat diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat dan selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena hilangnya keratinisasi normal, atropi, dan lebih mudah mengalami ulserasi. Oleh karena adanya pertimbangan defisiensi hematologi mengharuskan pasien menjalani pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12 dan asam folat.17

2.1.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

SAR ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan,dikelilingi halo eritematus, dangkal,terasa sakit dan berbatas jelas.1,2,5 Berdasarkan gambaran klinis SAR diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu SAR tipe minor, SAR tipe mayor, dan SAR tipe herpetiformis.4,5,19,20

1. SAR Tipe Minor

SAR Minor atau disebut juga dengan Mikuliz’s apthae mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% - 85% dari keseluruhan kejadian SAR.1,2,5,15 SAR Minor ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 1 cm, dandikelilingi oleh pinggiran yangeritematus (Gambar 1). SAR tipe minor cenderung mengenai mukosa non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasar mulut. Rasa terbakar adalah gejala pendahuluan yang diikuti dengan nyeri dan berlangsung selama beberapa hari. Ulserasi akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas luka.4,5,15-17,20


(53)

Gambar 1. SAR Tipe Minor 20 2. SAR Tipe Mayor

SAR tipe mayor diderita 10%-15% dari keseluruhan penderita SAR.1,5,15Ulser mayor biasanya terdapat pada mukosa faring, bibir, dan palatum lunak.20SAR tipe mayor berukuran lebih besar, lebih dalam, dan lebih sakit daripada SAR Tipe Minor.1,7 Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval, dan berdiameter sekitar lebih dari 1 cm (Gambar 2).1 SAR tipe mayor terjadi selama beberapa minggu hingga bulan dan meninggalkan jaringan parut setelah sembuh.1,5,15,21


(54)

3. SAR Tipe Herpetiform

SAR tipe herpetiform paling sedikit dijumpai pada populasi dengan prevalensi 5%-10% dari kasus SAR.1,7Ulser biasanya terdiri dari 5 sampai 100 ulser, berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5-3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur (Gambar 3).1,5Tidak seperti SAR minor dan mayor, SAR herpetiform tidak memiliki lokasi tetap dan dapat muncul di mana saja di rongga mulut. SAR herpetiform tidak meninggalkan jaringan parut setelah sembuh.1,19

Gambar 3. SAR Tipe Herpetiform 1

2.1.4 Diagnosa

Diagnosa SAR didasarkan pada anamnesis, gambaran klinis dari ulser dan pemeriksaan penunjang.1 Pada saat anamnesis, perhatian khusus harus ditujukanpada usia penderita ketika terkena SAR, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setelah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan klinis untuk melihat keadaan rongga mulut pasien apakah sesuai dengan tanda-tanda klinis SAR atau tidak.1 Gambaran klinis SAR yang terjadi di rongga mulutditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan,dikelilingi halo eritematus, dangkal, berbatas jelas, dan terjadi secara berulang.1,2,5,19Pada pasien yang dicurigai memiliki penyakit sistemik maka diperlukan pemeriksaan tambahan atau penunjang,


(55)

yaitu pemeriksaan darah lengkap seperti ferritinin, dan vitamin B12. Pemeriksaan asam folat dianjurkan bagi pasien dengan defisiensi hematologi.17

2.1.5 Perawatan

SAR adalah penyakit mulut yang belum diketahui penyebabnya hingga saat ini.1-4 Oleh karena penyebab SAR sulit diketahui secara pasti maka perawatan SAR merupakan perawatan simtomatik dengan tujuan mengurangi gejala, jumlah dan ukuran ulser.1,4 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka berbagai macam obat baik yang berbahan kimia maupun alami telah digunakan dalam perawatan SAR. Perawatan SAR ditentukan dari tingkat keparahan rasa sakit, ukuran dan frekuensi ulser.21

Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk perawatan SAR adalah golongan kortikosteroid yaitu triamsinolon acetonide dengan sediaan topikal. Obat ini dapat menurunkan proses inflamasi yang terjadi pada pasien SAR dengan menginduksi fosfolipase A2 penghambat protein (lipocortin).Rasa sakit pada SAR

tipe minor dapat diatasi dengan pemberian agen anastesi topikal atau NSAID topikal. Anastesi topikal atau NSAID topikal melindungi ulser dari gesekan dalam rongga mulut pada saat berfungsi serta agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam ataupun pedas.21

Pada kasus atau keadaan yang lebih parah dapat menggunakan fluocinonide, bethametasoneatauclobetasol yang dioleskan langsung pada ulser saat setelah makan dan sebelum tidur.Ketiga agen tersebut dapat mempercepat waktu penyembuhan dan mengurangi ukuran ulser.21 Pemakaian kortikosteroid secara sistemik, seperti prednison (20-30 mg/hari) dan betametason (2-3 mg/hari) selama 4-8 hari sangat membantu untuk ulser tipe mayor atau tipe herpetiform.21

Perawatan SAR dengan berkumur 0,2% Klorheksidin memberikan efek antiseptik dan antiinflamasi. Triklosan sediaan gel atau obat kumur dan Diklofenak3% dengan 2,5% asam hialuronat sediaan topikalmemberikan efek antiinflamasi, antiseptik dan analgesik. Amlexanox 5% memberikan efek


(56)

antiinflamasi dan antialergi yang terbukti efektif mempercepat penyembuhan ulser dan mengurangi rasa sakit, eritema dan ukuran ulser.2

Selain menggunakan obat berbahan kimia, SAR juga bisa diobati dengan menggunakan obat tradisional seperti madu dan ekstrak aloe vera.Efek antiinflamasi yang dimiliki oleh ekstrak aloe vera dipercaya memilki peran dalam mempercepat proses penyembuhan SAR karena banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan sepertienzim bradikykinase dan enzim karboksipeptidase yang dibutuhkansebagai efek antiinflamasi, dan juga mengandung vitamin B1, B2, B6, C, mineral, asam amino, asam folat, dan zat-zat lainnya yang penting dalam proses penyembuhan lesi SAR.18,22

Bukti ilmiah menyatakan bahwa madu mempunyai sifat antimikroba. Selain itu, madu merupakan akselerator yang baik dalam penyembuhan luka. Madu memiliki aktivitas antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai bahan alami dalam proses penyembuhan.18,23

2.2 Inflamasi

Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Respon ini adalah pertahanan tubuh yang pertama dalam menghadapi bahaya.24,25

Tanda-tanda peradangan yang muncul:24,26

1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalammikrosomal lokal pada tempat peradangan

2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan padatempat peradangan daripada yang disalurkan ke daerah normal

3. Dolor (nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan


(57)

zathistamin dan zat kimia bioaktif lainnya serta oleh perubahan pH lokalatau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang merangsang ujung-ujungsaraf

4. Tumor (pembengkakan) pengeluaran cairan-cairan ke jaringaninterstitial 5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuh

SAR tergolong ke dalam respon inflamasi akut. Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses penyembuhan jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.26

2.3 Daun Mimba (Azadirachta indica) 2.3.1Pengertian

Daun mimba atau disebut juga Azadirachta indica telah digunakan dalam pengobatan Ayurvedic selama lebih dari 4000 tahun karena mempunyai sifat terapeutik (medicinal properties). Sebagian besar bagian tanaman daun mimba seperti buah, biji, daun, kulit batang, dan akar mengandung senyawa yang terbukti bersifat antiseptik, antivirus, antiinflamasi, antiulser dan antijamur. Daun mimba yang biasa disebut 'Indian lilac' atau 'Margosa' merupakan bagian dari famili Meliaceae.27Azadirachta indica merupakan tanaman yang banyak tumbuh di India, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapore, Filipina, Australia, Saudi Arabia, Tropis Africa, dan Amerika.28Tanaman ini ditemui hampir di seluruh wilayah India. Sebanyak 25 juta pohon diperkirakan tumbuh di India, dimana 5,5% ditemukan di Karnataka, 55,7% di Uttar Pradesh, Tamilnadu menempati 17,8% dan 21% ditemukan di negara-negara lain di India. Di Indonesia, pohon mimba ini banyak


(58)

tumbuh di daerah Bali, Lombok, daerah pantai utara Jawa Timur, dan Subang. Di Bali tanaman ini dikenal dengan nama Intaran, populasinya mencapai 2 juta pohon. Sedangkan di daerah Lombok populasinya sekitar 250 – 300 ribu pohon.29

2.3.2Morfologi

Secara morfologi, pohon mimbaberukuran besar dengan tinggi maksimal mencapai 15-25 meter dan diameter batang maksimal 3 meter menyebarkan cabang membentuk sebuah mahkota yang luas (Gambar 4a).27,30Setiap tangkai pohon ini mengandung 5-15 daun.31Daunnya berbentuk menyirip dan berwarna mengkilap hijau gelap pada permukaan atas dan hijau pucat di bagian bawah (Gambar 4b).31 Bunganya banyak, kecil, memiliki aroma yang harum, berwarna cream atau putih kekuningan dan berbentuk memanjang (Gambar 4c).30,31

Gambar 4.(a) Pohon mimba27,30

(b) Daun berwarna hijau gelap pada permukaan atas dan hijau pucat di bagian bawah30

(c) Bunga berwarna cream atau putih kekuningan danberaroma harum31

Buahnya sendiri berbentuk bulat dengan panjang 1-2 cm bersama kayu endocarp dan berubah kuning kehijauan ketika telah matang (Gambar 5a).27,30 Bijinya berbentuk ellipsoid, mempunyai kotiledon tebal, berdaging, dan berminyak (Gambar


(59)

5b).27,30Bijinya yang paling berguna dan berharga pada pohon ini yang menghasilkan 40% dari minyak kuning tua yang terkenal, yaitu 'Margosa Oil'.27

Gambar 5. (a) Buah bulat dan berubah kuning kehijauan ketika telah matang27,30

(b) Biji ellipsoid, kotiledon tebal, berdaging dan berminyak27,30

2.3.3 Kandungan Kimia

Kandungan utama daun mimba adalah protein 7,1%, karbohidrat 22,9%, mineral, kalsium, fosfor, vitamin C, karotendan lain-lain. Daun mimba juga mengandung asam glutamat, tirosin, asam aspartat, alanin, pralin, glutamin, dan cystin seperti asam amino, dan beberapa asam lemak (dodecanoic, tetradecanoic, elcosanic, dan lain-lain).32

Kandungan kimia mengandung banyak senyawa biologis aktif yang dapat diekstraksi dari daun mimba, termasuk alkaloid, lavonoids, triterpenoid, senyawa fenolik, karotenoid, steroid, dan keton. Senyawa biologis paling aktif adalah azadirachtin yang merupakan campuran dari tujuh senyawa isomer dikenal sebagai azadirachtin A-G dimana azadirachtin E lebih efektif. Senyawa lain yang memiliki efek biologis adalah salanin, volatile oils, meliantriol, and nimbin.10,28

(


(60)

2.3.4 Toksisitas

Menurut penelitian Omotayo dkk., ekstrak daun mimba pada dosis rendah 0,6-2,0 g/kg berat badan tidak mempunyai efek toksik pada parameter hematologi, kadar enzim dan parameter histopatologi. Pada dosis tinggi 200 g/kg berat badan, akan menyebabkan penurunan berat badan, kelesuan badan, aneroksia nervosa dan juga defek histopatologi.33

Penelitian Boadu dkk., analisis toksisitas ekstrak daun mimba pada hewan percobaan selama 90 hari tidak menunjukkan adanya tanda klinis toksisitas sistemik. Peneliti menguji komponen aktif mimba, Azadirachtin yang divariasikan dari dosis 3540 mg/kg berat badan hingga 5000 mg/kg berat badan dan diperkirakan sebagai dosis aman apabila diberikan secara oral. Selain itu, mimba tidak mempunyai efek toksik pada parameter hematologi maupun secara biokimia. Efek samping pada hewan percobaan adalah kehilangan nafsu makan disebabkan sifat pahit dari mimba.34

Botelho dkk., melakukan penelitian untuk menguji efektivitas obat kumur ekstrak daun mimba terhadap penurunan gingivitis. Hasil penelitian ini diuji secara klinis pada 54 orang penderita gingivitis selama 7 hari. Formulasi obat kumur yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mimba sebanyak 25%, 20% Saccharin sebagai bahan pemanis, peppermint oil (<0,1%) sebagai bahan perisa dan bahan pewarna yang digunakan adalah amaranth red colour. Dosis yang digunakan dalam formulasi obat kumur diperkirakan sebagai dosis aman karena tidak timbulnya efek samping dari penelitian ini.35

2.3.5 Manfaat

Sifat obat mimba telah dikenal di India sejak zaman dahulu. Tulisan Sanskrit medis mengacu pada manfaat buah, biji, minyak, daun, akar, dan kulit kayu pohon mimba. Masing-masing telah digunakan dalam sistem pengobatan Ayurvedic, Unani dan Homeopathic di India.34Manfaat mimba terhadap kesehatan tubuh manusia dan kesehatan gigi dan mulut, antara lain:27-28,36-39


(61)

a. Antibakteri

Mimba mempunyai sifat antibakteri di mulut, khususnya dalam penyakit gusi dan gigi berlubang. Hal ini dilihat dengan mengunyah ranting mimba (neem twig) untuk membersihkan gigi di wilayah pedesaan di India karena sifat antimikroba yang dapat membantu mengurangi plak, gingivitis, dan penyakit periodontal. Azadirachtin yaitu komponen aktif mimbayang bersifat antibakteri denganmenghancurkan dinding sel bakteri yang secara langsung akan menghambat pertumbuhan bakteri. Selanjutnya, menyebabkan gangguan tekanan osmotik dan akhirnya menyebabkan kematian sel.

b.Antijamur

Hasil penelitian membuktikan bahwa sifat antijamur mimba dapat menghambat penyebab athlete’s foot, ringworm dan Candida, mikroorganisme penyebab infeksi jamur.

c. Antiinflamasi

Nimbidin, komponen mimba, telah terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi dan antiarthritis. Nimbidin dapat menekan fungsi makrofag dan neutrofil yang terlibat dalam peradangan.

d.Antioksidan

Radikal bebas adalah produk alamiah hasil metabolisme sel. Sebagai molekul tidak stabil, radikal bebas selalu menganggu elektron molekul lain di dalam tubuh untuk membuatnya stabil kembali. Radikal bebas yang berlebihan dapat memicu dan memperparah penyakit jantung, penyakit infeksi, tumor, kanker, penyakit mata (katarak), penyakit kulit serta degenerasi sel otak, dan sel saraf.

e. Antivirus

Mimba menghambat pertumbuhanvirus dengue, demam hemoragik yang berhubungan dengan Ebola, dan menghambat reproduksi virus coxsackie B, salah satu dari kelompok "enterovirus". Di India, mimba juga digunakan untuk mengobati penyakit virus seperti smallpox dan chicken-pox. Mimba dapat membantu sebagai obat untuk menyembuhkan AIDS dengan mengkonsumsi ekstrak mimba atau daunnya atau minum teh daun mimba.


(62)

f. Antidiabetes

Oleh karena mimbamempunyai rasa pahit, sangat digunakan untuk gangguan yang disebabkan karena mengkonsumsi permen berlebihan. Mimba juga dikatakanmempunyai efek hipoglikemik.

g. Antiulser

Ekstrak kulit pohonmimbadapat menurunkan sekresi asam lambung sekitar 77% serta volume sekresi lambung 63% dan aktivitas pepsin 50%, karena memiliki senyawa anti-inflamasi dimana kerusakan lambung berkurang.

h. Antimalaria

Malaria sangat umum terjadi di India dan di seluruh daerah tropis. Ekstrak daun mimba dapat membantu mencegah berkembangnya virus malaria. Meskipun mimba mungkin efektif terhadap parasit penyebab malaria, tetapi belum terbukti untuk mencegah infeksi malaria. Daunmimba kering dibakar sebagai pengusir nyamuk.

Mimbajuga digunakan dalam penggunaan terapi seperti mengobati kondisi kulit kepala, termasuk ketombe, gatal kepala, mengobati jerawat, penyembuhan luka, mengobati jamur kuku, dan memulihkan kuku yang rapuh.33

2.4Mekanisme Penyembuhan Radang dengan Daun Mimba

Penelitian yang dilakukan oleh Ofusori DA dkk., pada tahun 2010 menyatakan bahwa sifat antiinflamasi dari daun mimba dapat membantu menyembuhkan lesi di lambung dan usus. Nimbidin (kandungan yang penting dalam daun mimba) didapati mempunyai efek antiulser dimana dapat mencegah asam asetisalisilat, indometasin, stress, atau serotonin yang menginduksi lesi lambung serta histamin atau cysteamine yang menginduksi lesi di usus. Selain itu, kandungan flavonoid pada daun mimba sangat kaya akan sifat antioksidan.12 Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi adalah melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asamarakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel netrofil dan sel endothelial.40


(63)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Yadav H dkk., pada tahun 2012 telah mengevaluasi efek antiinflamasi daun mimba (Azadirachta indica) yang diaplikasi secara topikal. Formulasi sediaan gel ekstrak daun mimba 5% yang ditambah dengan variasi sediaan yaitu petroleum eter, kloroform, dan alkohol disediakan dalam wadah yang berasingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun mimba 5% dengan petroleum eter dapat menghambat inflamasi pada tikus yang mengalami oedem yang sama sifatnya dengan Diclofenac gel. Sehingga kesimpulan dari penelitian Yadav H dkk., adalah ekstrak daun mimba 5% dengan petroleum eter efektif dalam menghambat inflamasi dan dapat digunakan untuk mengontrol kondisi peradangan.13


(64)

2.5 Kerangka Teori

Stomatitis Aftosa Rekuren

Herpetiform

Minor Mayor

Adanya Eritema halo Terbentuknya

ulser

Dipengaruhi oleh : - Genetik

- Trauma

- Infeksi mikroba - Gangguan imunologik - Defisiensi hematologik - Perubahan hormonal - Stress

Daun mimba (Azadirachta

indica)

- Antiinflamasi - Antibakteri

- Mempercepat penyembuhan ulser

- Mengurangi rasa sakit - Menghilangkan eritema halo

Adanya rasa sakit


(65)

2.6Kerangka Konsep

Penyembuhan SAR Tipe Minor • Ukuran Ulser

• Rasa Sakit • Eritema halo Daun Mimba


(66)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau yang biasa dikenal dengan sariawan merupakan penyakit mukosa mulut yang paling sering terjadi.1-3 Di dunia, prevalensi penyakit ini berkisar antara 4% - 66% dengan rata-rata 20% dari populasi dunia.3,4

Karakteristik SAR ditandai dengan ulser berulang berbentuk bulat atau oval dan dikelilingi inflamasi yang terasa sakit di rongga mulut.3 SAR merupakan penyakit mulut yang penyebabnya belum diketahui hingga saat ini.1-4 Beberapa faktor dinyatakan berperan dalam munculnya SAR seperti genetik, hipersensitifitas terhadap makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, stres psikologis, dan obat-obatan.3,6

Pada dasarnya SAR merupakan penyakit yang relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular, namun bagi sebagian orang sangat mengganggu. Orang yang mengalami SAR akan merasa sangat terganggu dalam fungsi pengunyahan, penelanan, dan berbicara. Masa penyembuhan SAR berkisar antara 3 sampai 10 hari bahkan sampai 1 bulan dan sifat penyakit ini yang sering kambuh membuat penderita menjadi kurang nyaman, membuat penderita mencari perawatan.3 Perawatan SAR merupakan tantangan dikarenakan belum ada etiologi defenitif yang diketahui.1,2,4,5,7

Saat ini, obat pilihan untuk merawat SAR adalah kortikosteroid secara topikal. Selain obat-obatan yang berbasis bahan kimia, SAR dapat juga dirawat dengan obat-obatan herbal atau ekstrak tanaman seperti kunyit, lidah buaya, dan daun sirih merah. Obat herbal merupakan obat yang aman,efektif,dengan efek samping yang minimal dan dapat diterima oleh masyarakat.

Salah satu tanaman herbal ini adalah Azadirachta indica.Azadirachta indica juga dikenal sebagai daun mimba dan dapat dijumpai di India,Filipina,Bangladesh,Burma,Pakistan,Sri Lanka,Malaysia,Thailand, termasuk


(67)

Indonesia.8Selamaberabad-abad,bagian dari tanaman pohon mimbaseperti kulit, batang, akar, daun, dan biji telah digunakan oleh masyarakat India sebagai obat tradisional. Menurut penelitian Kaushik A dkk.,pada tahun 2012, berbagai efek terapi penting lainnya telah dikaitkan dengan ekstrak daun mimba seperti mengobati diabetes mellitus, meningkatkan fungsi hati, efek saraf, stress dan pengurangan ulser, pengobatan penyakit menular secara seksual, penyakit kulit, dan malaria.9 Mimba menjadi sasaran untuk dilakukan penelitian yang luas sebagai bahan terapeutik.Komposisi kimia ekstrak daun mimba telah dianalisis sejak dua puluh tahun lalu. Berbagai komponen aktif daun mimba telah diidentifikasi dan diperoleh bahwa komponen teraktif adalah azadirachtin.10Mimba (Azadirachta indica) juga memiliki sifat antiinflamasi, antijamur, dan antibakteri yang membantu dalam menyembuhkan sariawan.11

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ofusori DA dkk., pada tahun 2010 diperoleh flavonoid dalam Azadirachta indicasangat kayaakan antioksidan. Efek antioksidan memiliki peran dalam pemulihan dari ulserasi mukosa epitel.12Yadav H dkk., pada tahun 2012 mendapati penggunaanekstrak daun mimba 5% dengan petroleum eter dapat menghambat inflamasi pada tikus yang mengalami oedem yang sama sifatnya dengan Diclofenac gel.13 Menurut penelitian Patel KK dkk., pada tahun 2012, ekstrak daun mimba dengan konsentrasi yang bervariasi memiliki sifat antiinflamasi yang dapat menyembuhkan jerawat.14

Berdasarkan uraian di atas,daun mimba(Azadirachta indica) banyak digunakan untuk menyembuhkan radang tetapi belum pernah diteliti pada radang di rongga mulut. Oleh itu, perlu dilakukan penelitian apakah ekstrak daun mimba efektif dalam menyembuhkan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.


(68)

1.2Rumusan Masalah 1.2.1 Masalah Umum

Apakah ekstrak daun mimba efektif dalam menyembuhkan stomatitis aftosa rekuren tipe minor?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Apakah ekstrak daun mimba efektif dalam mengurangi rasa sakit pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor?

2.Apakah ekstrak daun mimba efektif dalam mengurangi ukuran ulser pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor?

3. Apakah ekstrak daun mimba efektif dalam menghilangkan eritema halo pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba dalam mengurangi rasa sakit pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

2. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba dalam mengurangi ukuran ulser pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

3. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba dalam menghilangkan eritema halo pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.4 Hipotesis Penelitian

1.4.1 Penggunaan ekstrak daun mimba efektif dalam penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.4.2 Penggunaan ekstrak daun mimba efektif dalam mengurangi rasa sakit pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.


(69)

1.4.3 Penggunaan ekstrak daun mimba efektif dalam mengurangi ukuran ulser pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.4.4 Penggunaan ekstrak daun mimba efektif dalam menghilangkan eritema halo pada penderita stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Departemen Ilmu Penyakit Mulut sehingga dapat digunakan sebagai alternatif penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lanjutan sehingga daun mimba dapat dikembangkan untuk digunakan sebagai alternatif penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penderita stomatitis aftosa rekuren, penggunaan ekstrak daun mimba merupakan pilihan, sebagai alternatif penyembuhan stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

2.Tenaga kesehatan dapat menentukan dan menerapkan pengobatan alternatif untuk terapi SAR tipe minor yaitu dengan menggunakan ekstrak daun mimba.

3. Sebagai informasi untuk program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat bahwa ekstrak daun mimba dapat digunakan sebagai perawatan SAR tipe minor.


(70)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2016

Sivakumar Yoganathan

Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor.

xiii + 47 halaman

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) tipe minor merupakan penyakit rongga mulut yang sering terjadi ditandai dengan ulser berulang yang berbentuk bulat atau oval, dikelilingi eritema halo, terasa sakit, dan dengan ukuran kurang dari 1 cm. Inflamasi dan rasa sakit yang menyertai SAR tipe minor akan menganggu aktivitas penderita yang terkena SAR seperti dalam hal pengunyahan dan berbicara. Daun mimba merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan untuk menyembuhkan SAR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba terhadap penyembuhan SAR tipe minor. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimental dengan one grouppretest posttest. Pemilihan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan awal SAR tentang eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit yang kemudan dikontrol setiap hari selama tiga hari berikutnya. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Cochran Test, Anova Repeated, dan Friedman


(71)

Testuntuk mengetahui perbedaan pengamatan yang telah dilakukan pada SAR setelah dilakukan pengobatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil penurunan yang signifikan terhadap eritema halo0,87 (p=0,000), ukuran ulser 2,97 mm (p=0,000), dan skala rasa sakit 2,69 (p=0,000). Sebagai kesimpulan pada penelitian ini terlihat penurunan yang signifikan terhadap eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit, sehingga daun mimba dapat menjadi salah satu pengobatan alternatif untuk penyembuhan SAR.


(72)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIMBA

(

Azadirachta indica

) TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

SIVAKUMAR YOGANATHAN NIM : 120600166

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(73)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2016

Sivakumar Yoganathan

Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor.

xiii + 47 halaman

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) tipe minor merupakan penyakit rongga mulut yang sering terjadi ditandai dengan ulser berulang yang berbentuk bulat atau oval, dikelilingi eritema halo, terasa sakit, dan dengan ukuran kurang dari 1 cm. Inflamasi dan rasa sakit yang menyertai SAR tipe minor akan menganggu aktivitas penderita yang terkena SAR seperti dalam hal pengunyahan dan berbicara. Daun mimba merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan untuk menyembuhkan SAR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba terhadap penyembuhan SAR tipe minor. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimental dengan one grouppretest posttest. Pemilihan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan awal SAR tentang eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit yang kemudan dikontrol setiap hari selama tiga hari berikutnya. Analisis data


(74)

Testuntuk mengetahui perbedaan pengamatan yang telah dilakukan pada SAR setelah dilakukan pengobatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil penurunan yang signifikan terhadap eritema halo0,87 (p=0,000), ukuran ulser 2,97 mm (p=0,000), dan skala rasa sakit 2,69 (p=0,000). Sebagai kesimpulan pada penelitian ini terlihat penurunan yang signifikan terhadap eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit, sehingga daun mimba dapat menjadi salah satu pengobatan alternatif untuk penyembuhan SAR.


(75)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIMBA

(

Azadirachta indica

) TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

SIVAKUMAR YOGANATHAN NIM : 120600166

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(76)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji penelitian

Medan, 25 Mei 2016

Pembimbing: Tanda Tangan

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ………


(77)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 25 Mei 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp. PM


(1)

2.3.1 Pengertian ... 12

2.3.2 Morfologi ... 13

2.3.3 Kandungan Kimia ... 14

2.3.4 Toksisitas ... 15

2.3.5 Manfaat ... 15

2.4 Mekanisme Penyembuhan Radang dengan Daun Mimba 17

2.5 Kerangka Teori... 19

2.6 Kerangka Konsep ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.2.2 Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 22

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 23

3.5 Variabel Penelitian ... 23

3.6 Definisi Operational ... 23

3.7 Sarana Penelitian ... 25

3.7.1 Alat ... 25

3.7.2 Bahan Penelitian... 25

3.8 Metode Penelitian ... 26

3.8.1 Prosedur Pembuatan Gel Daun Mimba ... 26

3.8.2 Prosedur Pengambilan Data ... 27

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 28

3.10 Etika Penelitian ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 31

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian ... 33

4.2.1 Eritema Halo ... 33

4.2.2 Ukuran Ulser ... 35

4.2.3 Skala Rasa Sakit ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42


(2)

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan usia pada pasien SAR tipe minor………31 2. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada

pasien SAR tipe minor………32 3. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR

tipe minor………32 4. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat baseline, kontrol

hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor……33 5. Analisis hasil eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline,

kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan Cochran Test………34 6. Rata-rata ukuran ulser pada saat baseline, kontrol hari pertama,

kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor………..35 7. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat baseline,

kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji Anova Repeated………. 36 8. Distribusi dan frekuensi skala rasa sakit (grade of pain) pada saat

baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol Hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor………...37


(4)

9. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian ekstrak daun mimba pada pasien SAR tipe minor menggunakan uji FriedmanTest………...38


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1Stomatitis aftosa rekuren tipe minor...8

2 Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor...8

3 Stomatitis aftosa rekuren tipe hepertiformis... 9

4 Azadirachta indica... 13

5 Buah dan biji Azadirachta indica... 14


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 2. Lembar persetujuan (informed consent)

3. Rekam medik penelitian

4. Surat persetujuan komisi etik (ethical clearance) 5. Surat izin penelitian Fakultas Farmasi USU 6. Hasil analisis data