Efek Gel Ekstrak Curcuma Longa (Kunyit) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor Pada Pasien Rsgm Usu

(1)

EFEK GEL EKSTRAK

CURCUMA LONGA

(KUNYIT)

TERHADAP PENYEMBUHAN STOMATITIS AFTOSA

REKUREN TIPE MINOR PADA PASIEN RSGM USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

SHAMINI KRISHNASAMY NIM :110600170

Pembimbing:

NURDIANA, DRG., Sp PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2015

Shamini Krishnasamy

Efek Gel Ekstrak Curcuma Longa (Kunyit) terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGM USU.

xi + 39 halaman

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) tipe minor merupakan salah satu ulser pada mukosa rongga mulut yang terjadi berulang dengan gambaran klinis berupa ulser yang dangkal, bentuk bulat atau oval, berukuran kurang dari 10 mm, ditutupi pseudomembran putih kekuning-kuningan dan dikelilingi eritema halo. Inflamasi dan rasa sakit yang menyertai SAR sangat menggangu aktivitas (termasuk saat makan, minum dan bicara), sehingga hal tersebut mendorong individu yang bersangkutan untuk mencari perawatan dan cara untuk meredakan gejala-gejala tersebut. Gel ekstrak kunyit adalah obat tradisional yang dapat digunakan untuk menyembuhkan SAR karena memiliki efek antiinflamasi, antibakteri, covering agent dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek gel ekstrak kunyit terhadap penyembuhan SAR tipe minor pada pasien RSGM USU. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan pretest-posttest control group design. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien yang menderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGM USU. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan awal SAR tentang lokasi, eritema halo, ukuran ulser dan skala rasa sakit kemudian dikontrol setiap hari selama tiga hari berikutnya. Analisis data pada penelitian ini menggunakan

Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test untuk mengetahui perbedaan antara pengamatan yang telah dilakukan pada SAR setelah dilakukan perawatan. Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pengurangan eritema halo p=0,25


(3)

(p<0,05), pada saat pemeriksaan, kontrol pertama dan kontrol kedua. Pada ukuran ulser p=0,001 (p<0,05), terdapat pengurangan pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga. Pada skala rasa sakit p=0,001 (p<0,05), terdapat pengurangan pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga. Hasil penelitian ini menunjukkan pengurangan yang signifikan pada eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit.


(4)

EFEK GEL EKSTRAK

CURCUMA LONGA

(KUNYIT)

TERHADAP PENYEMBUHAN STOMATITIS AFTOSA

REKUREN TIPE MINOR PADA PASIEN RSGM USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

SHAMINI KRISHNASAMY NIM :110600170

Pembimbing:

NURDIANA, DRG., Sp PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Maret 2015

Pembimbing: Tandatangan

Nurdiana, drg., Sp. PM ………


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Nurdiana, drg., Sp. PM

ANGGOTA : 1. Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si 2. Indri Lubis, drg


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “Efek Gel Ektrak Curcuma Longa (Kunyit) terhadap Penyembuhan

Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGM USU” ini merupakan

salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta, Ayah Krishnasamy Kaliappan dan Ibu Maliga Muthusamy, serta Adinda Kausigan dan Moganraj atas segala perhatian, motivasi, harapan dan doa serta memenuhi segala kebutuhan penulis selama ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Nurdiana, drg., Sp. PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran-saran yang sangat berharga yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tersusunnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Nazruddin, drg., C. Ort, Ph.D, Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si selaku tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada penulis.

4. Indri Lubis, drg selaku tim penguji skripsi atas waktu yang telah diberikan dan saran yang bermanfaat buat penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.


(8)

penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 6. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan izin, bantuan dan saran kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Mages, Jennifer, Ade, Zilda, Shinta, Dinda, Fatin, Tiwi, Julia, Hendy, dan Felix yang telah banyak menghabiskan waktunya bersama penulis dalam menjalani perkuliahan dan memberikan bantuan, kritik dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi, serta seluruh teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi dan kakak-kakak koas, abang Fandra dan kak Nurul di Departemen Ilmu Penyakit Mulut.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembang ilmu dan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi berkat-Nya pada kita semua.

Medan, 28 Maret 2015 Penulis,

(Shamini Krishnasamy) NIM: 110600170


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN……….. HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……….

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) ... 5

2.1.1 Etiologi ... 5

2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi ... 7

2.1.3 Diagnosis ... 9

2.1.4 Perawatan ... 9

2.2 Curcuma Longa (Kunyit) ... 10

2.2.1 Pengertian ... 10

2.2.2 Komposisi ... 10

2.2.3 Kegunaan Curcuma Longa dalam Kedokteran Gigi ... 11


(10)

2.4 Kerangka Teori ... 14

2.5 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 16

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.3 Populasi dan Sampel... 16

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 17

3.4.1 Variabel Penelitian………... .. 17

3.4.2 Definisi Operasional... 18

3.5 Sarana Penelitian………. ... 19

3.5.1 Alat………... ... 19

3.5.2 Bahan ... 19

3.6 Metode Penelitian ... 20

3.6.1 Prosedur Pembuatan Gel Kunyit……… 20

3.6.2 Prosedur Pengambilan Data ... 21

3.7 Pengolahan Data dan Analisa Data ... 22

3.8 Etika penelitian ... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN………. 25

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian……….. 25

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian……….. 26

4.2.1 Eritema Halo……….... 26

4.2.2 Ukuran Ulser ………... 28

4.2.3 Skala Rasa Sakit ……… 29

BAB 5 PEMBAHASAN……….. 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 35

6.1 Kesimpulan……….. 35

6.2 Saran……… 35

DAFTAR PUSTAKA……… 36 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi dan Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

pada Pasien SAR Tipe Minor... 25 2. Distribusi dan Frekuensi Sampel Berdasarkan Usia pada Pasien

SAR Tipe Minor………... 26 3. Distribusi dan Frekuensi Lokasi Terjadinya Ulser pada Pasien

SAR Tipe Minor………... 26

4. Distribusi dan Frekuensi Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan

Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor…. 27 5. Analisis Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol

Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks

Test……… 27

6. Median ± Interquartile Range Ukuran Ulser pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR

Tipe Minor……….………... 28 7. Analisis Hasil Pengukuran SAR Tipe Minor pada Saat

Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed


(12)

8. Distribusi dan Frekuensi Median Skala Rasa Sakit pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR

Tipe Minor……… 29

9. Analisis Hasil Skala Rasa Sakit SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Stomatitis aftosa rekuren tipe minor... 8

2 Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor...

8

3 Stomatitis aftosa rekuren tipe hepertiformis...

9


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2 Lembar persetujuan (informed consent)

3 Rekam medik penelitian

4 Surat persetujuan komisi etik (ethical clearence)

5 Surat izin penelitian Fakultas Farmasi USU


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan yang umum terjadi di rongga mulut.SAR terjadi dalam bentuk ulser kecil, bulat atau oval, berulang, batas margin yang jelas, eritema halo dan dasar abu-abu atau kekuningan.1 SAR diklasifikasi menjadi tiga tipe yaitu tipe minor, mayor dan herpetiformis.2 SAR tipe minor dikarakteristikkan dengan ulser superfisial, berukuran kurang dari 1 cm dan adanya rasa sakit pada lapisan mukosa rongga mulut.1,3 Pola berulang dan ketidaknyamanan yang terjadi membuat SAR sangat menggangu selera makan penderita dan kualitas hidup menurun.2

Prevalensi SAR bervariasi tergantung daerah populasi yang diteliti. Prevalensi SAR sekitar 15-20% dari populasi dunia.3 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Scully (2014), SAR dilaporkan mengenai 5-66% penduduk Amerika Serikat.4 Axell tahun 1990 (cit. Zain) menyatakan bahwa prevalensi SAR terjadi pada 11,1% penduduk di Thailand.5 Angka kejadian SAR yang paling sering dijumpai adalah pada remaja dan biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.4 Tipe SAR yang paling sering terjadi adalah tipe minor.3

Pada saat ini, etiologi pasti SAR belum diketahui.1,4,6 Meskipun demikian telah banyak teori yang menyatakan beberapa faktor menimbulkan terjadinya SAR, diantara defisiensi nutrisi, trauma,reaksi alergi, faktor herediter, stres, menstruasi, defisiensi hematologi dan berhenti merokok.1-3 Etiologi SAR yang belum sepenuhnya diketahui menyebabkan perawatannya bersifat simtomatis. Pengobatan SAR biasanya dengan memberikan obat antiinflamasi seperti triamsinolone acetonide. SAR juga bisa dirawat dengan pengobatan tradisional dengan menggunakan Curcuma Longa

(kunyit) yang kaya dengan kurkumin.1,2

Kunyit yaitu salah satu bahan alami yang sering digunakan dalam pengobatan. Beberapa penelitian yang menyatakan pentingnya pengobatan menggunakan kunyit telah didokumentasikan dalam kepustakaan medis tertua di


(16)

dunia. Salah satu komposisi kunyit yaitu kurkumin memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antivirus, dan analgesik.1-3 Penelitian Halim pada tahun 2012 menyatakan bahwa penggunaan kunyit dapat meredakan inflamasi dan kontrol infeksi yang baik pada luka kulit.1 Pada penelitian tahun 2003 oleh Chainani-Wu dinyatakan bahwa kunyit memiliki aktivitas antiinflamasi. Disamping itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan kunyit sebagai antiinflamasi telah dibuktikan aman dalam penelitian pada manusia.7,8 Hasil penelitian Manifar (2011) membuktikan bahwa kandungan kurkumin 2% dalam bentuk gel cukup efisien dalam penyembuhan SAR.3 Selain itu, dalam penelitian Al-Saffar pengaruh aplikasi topikal kurkumin dalam bentuk larutan viskositas kental 10% dan 50% menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam penyembuhan SAR.6

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dimana mayoritas masih dilakukan di luar negeri didapatkan hasil yang baik yang menjelaskan bahwa kunyit dapat digunakan sebagai antimikroba, antiinflamasi, dan antioksidan yang dapat menyembuhkan SAR. Oleh karena itu, penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang efek penyembuhan kunyit terhadap SAR tipe minor pada pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara (RSGM USU), Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan umum penelitian sebagai berikut:

Bagaimana efek gel ekstrak kunyit yang diaplikasikan secara topikal terhadap penyembuhan SAR tipe minor pada pasien RSGM USU.

Pertanyaan khusus pada penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengurangan eritema halo pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit?

2. Apakah terdapat pengurangan ukuran pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit?


(17)

3. Apakah terdapat pengurangan skala rasa sakit pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui efek gel ekstrak kunyit terhadap penyembuhan SAR tipe minor pada pasien RSGM USU.

Tujuan khusus dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengurangan eritema halo pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit.

2. Untuk mengetahui pengurangan ukuran pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit.

3. Untuk mengetahui pengurangan skala rasa sakit pada SAR tipe minor setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian gel ekstrak kunyit yang diaplikasikan secara topikal dapat menyembuhkan SAR tipe minor pada pasien RSGM USU dilihat dari pengurangan eritema halo, ukuran ulser, dan skala rasa sakit.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

1) Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang ilmu penyakit mulut dalam hal perawatan SAR tipe minor menggunakan gel ekstrak kunyit yang mengandung kurkumin 2%.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk informasi awal dari penelitian selanjutnya mengenai alternatif terapi SAR tipe minor.


(18)

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1) Bagi tenaga kesehatan dapat menjadi masukan dan memberi informasi cara pengobatan alternatif SAR tipe minor yaitu menggunakan gel ekstrak kunyit.

2) Sebagai informasi untuk program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut para masyarakat mengenai perawatan terhadap SAR tipe minor.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan yang paling umum terjadi di rongga mulut. SAR mempunyai nama lain cancer sores.1

2.1.1 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti. SAR terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja tetapi multifaktorial. Faktor yang diduga dapat memicu terjadinya SAR antara lain defisiensi nutrisi, trauma, alergi, herediter, stres, menstruasi, defisiensi hematologi dan berhenti merokok.2,3

1. Defisiensi Nutrisi

Pasien defisiensi nutrisi memiliki hubungan dengan terjadinya SAR. Sebagian penderita SAR diperkirakan mengalami defisiensi vitamin B12.9-10 Laporan

kasus Volkov (2005) terhadap tiga pasien SAR menyatakan bahwa SAR dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 karena kurangnya asupan nutrisi dari produk

hewani seperti daging yang menyebabkan rendahnya kadar serum vitamin B12, tetapi

hal ini masih belum jelas. Para ahli memperkirakan bahwa ada hubungan antara SAR dengan penekanan imunitas selular (cell-mediated immunity) pada sel mukosa.11

2. Trauma

Trauma pada mukosa mulut terjadi akibat suntikan anestesi lokal, gigi yang tajam, dan cedera disebabkan oleh sikat gigi dapat terjadi sebagai predisposisi perkembangan ulserasi aftosa berulang. Wray tahun 1981 (cit. Preeti) menyatakan bahwa cedera mekanik dapat membantu dalam mengidentifikasi dan mempelajari pasien rentan terhadap stomatitis aftosa.12

3. Alergi

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik, permen karet, bahan gigi tiruan atau bahan tambalan, serta bahan makanan. Setelah kontak dengan bahan


(20)

tersebut terjadi iritasi terhadap mukosa, maka mukosa akan meradang. Gejala ini disertai rasa panas, kadang timbul gatal, dapat juga didahului dengan vesikel yang sifatnya sementara kemudian berkembang menjadi SAR.12

4. Herediter

Faktor herediter cenderung mempengaruhi pasien SAR. Menurut penelitian Safadi (2009), pada 684 pasien yang diteliti terdapat 408 (64,4%) penderita SAR yang mempunyai riwayat keluarga menderita SAR.14 Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.12

5. Stres

Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap SAR.12 Stres dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak rongga mulut dikaitkan dengan kebiasaan parafungsional seperti mengigit bibir atau mukosa pipi dan trauma ini dapat menyebabkan mukosa rongga mulut rentan terhadap terjadinya ulserasi.12,15 Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal). Aderenal korteks mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari respon imun.13 Stres mempengaruhi aktivitas imun dengan meningkatkan jumlah leukosit pada tempat terjadinya inflamasi.15

6. Menstruasi

Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan dengan terjadinya SAR. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progestron.13 Pada sebagian wanita, SAR dilaporkan lebih parah terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi, yang terkait dengan peningkatan tingkat progesteron dan menurunnya estrogen. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun yang menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan sel termasuk sel rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi


(21)

SAR. Sebaliknya peningkatan hormon progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.16

7. Defisiensi Hematologi

Penelitian Wray (1975) menyatakan bahwa 17,7% pasien yang mengalami SAR disebabkan oleh defisiensi hematologi (terutama zat besi, vitamin B12, dan asam

folat). Oleh karena itu, pertimbangan adanya defisiensi hematologi mengharuskan pasien menjalani pemeriksaan hematologi.10

8. Berhenti Merokok

Penderita SAR biasanya bukan perokok. Prevalensi dan keparahan SAR pada perokok berat lebih rendah dibandingkan dengan perokok sedang. Beberapa pasien melaporkan bahwa terjadinya SAR setelah berhenti merokok. Penggunaan tembakau tanpa asap juga terkait dengan prevalensi yang lebih rendah dari SAR. Tablet yang mengandung nikotin juga dikatakan dapat digunakan untuk mengontrol frekuensi terjadinya SAR.17

2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Ulser dimulai dengan rasa terbakar atau sakit selama 24-48 jam sebelum ulser muncul dan kemudian diikuti dengan eritema. SAR ditandai dengan ulser bulat dan dangkal. Ulser ditutupi pseudomembran kuning keabu-abuan, berbatas jelas dan dikelilingi eritema halo.17

1. SAR Tipe Minor

SAR tipe minor (Mikulicz's apthae) merupakan jenis SAR yang paling sering terjadi dengan prevalensi 75-85%. SAR tipe ini memiliki diameter kurang dari 10 mm dan cendurung mengenai daerah yang tidak berkeratin seperti mukosa labial, bukal, dan dasar mulut.2,6 Ulser dapat tunggal atau multipel yang biasanya akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.17


(22)

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.17

2. SAR Tipe Mayor

Prevalensi SAR tipe mayor (periadenitis mucosa necrotica recurrents atau

Stutton disease) terjadi pada 10-15% pada populasi. SAR tipe mayor biasanya terjadi setelah pubertas. Simtom pada tahap prodromal lebih intens dari tipe minor. Diameter SAR tipe mayor lebih dari 10 mm. SAR tipe mayor biasanya sangat sakit dan sering muncul pada bibir, palatum lunak dan pangkal tenggorokan. SAR tipe mayor terjadi beberapa minggu hingga bulan. Pasien SAR tipe mayor biasanya disertai dengan gejala-gejala seperti demam karena dehidrasi, disfagia, dan malaise karena asupan nutrisi yang kurang akibat pasien merasa sakit sewaktu makan dan minum.17

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.17

3. SAR Tipe Herpetiformis

Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis paling sedikit dijumpai pada populasi dengan prevalensi 5-10%. Ulser biasanya terdiri dari 5 sampai 100 ulser dengan diameter antara 1-3 mm dengan bentuk kecil, bulat, dan sakit. SAR tipe herpetiformis terjadi selama 10-14 hari. SAR tipe herpetiformis dapat mengenai


(23)

hampir semua mukosa rongga mulut. Simtom yang menyertai biasanya lebih parah dari tipe minor.17

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.18

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis SAR pada umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang.19 Perhatian khusus harus ditujukan pada umur, terjadinya lokasi, lama (durasi) serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor hormon, stres, dan alergi harus dicatat.1 Gambaran klinis SAR yang terjadi di rongga mulut terlihat dalam bentuk ulser kecil, bulat, oval, batas margin yang jelas, dasar abu-abu atau kekuningan dan sering terjadi berulang.2

Pada pasien yang dengan SAR yang dicurigai ada kaitan dengan penyakit sistemik, diperlukan periksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap diantaranya ferritin, vitamin B12 dan asam folat

dianjurkan bagi pasien SAR dengan defisiensi hematologi.10,19

2.1.4 Perawatan

Pada saat ini, perawatan SAR hanya berupa perawatan simtomatis. Tidak ada penatalaksanaan spesifik terhadap SAR. Tujuan perawatan SAR adalah untuk menghilangkan gejala, mengurangi jumlah dan ukuran SAR, dan mencegah rekurensi. Obat yang dapat digunakan untuk perawatan SAR antara lain amlexanox,

colchicine, dapsone, thalidomide,tetrasiklin, klorheksidin dan vitamin.18-20

Untuk kasus ringan dengan dua atau tiga ulser kecil dipakai protective agent

seperti Orabase atau Zilactin yang berperan sebagai anestesi dengan sediaan topikal. Pada kasus yang lebih parah digunakan golongan steroid topikal dengan dosis yang


(24)

lebih tinggi seperti fluocinonide, betamethasone, atau clobetasol yang dioleskan langsung pada lesi.21 Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk merawat SAR adalah golongan kortikosteroid dengan sediaan topikal yaitu

triamsinolon acetonide.1,2 Obat ini dapat membatasi proses inflamasi yang terjadi pada pasien SAR dengan menginduksi fosfolipase A2 penghambat protein

(lipocortin). Selain itu, triamcinolone acetonide ini juga memiliki efek vasokonstriksi dan antipruritis.22 Untuk kasus berat seperti SAR tipe mayor yang tidak sembuh dengan menggunakan terapi topikal, penggunaan terapi sistemik sangat dianjurkan.10

Selain menggunakan obat berbahan kimia, SAR juga bisa diobati dengan banyak obat alternatif tradisional seperti aloe vera dan madu.23,24 Selain kedua obat gel ekstrak kunyit dapat dipergunakan sebagai bahan pengobatan SAR karena terdapat kandungan kurkumin 2% yang memiliki sifat antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan.1-3

2.2 Curcuma Longa (Kunyit)

2.2.1 Pengertian

Kunyit, Curcuma longa L. (Zingiberaceae) adalah tanaman tropis yang banyak terdapat dibenua Asia yang secara luas dipakai sebagai zat pewarna dan pengharum makanan. Kunyit dalam bentuk serbuk yang dikenal sebagai turmerik (turmeric) juga banyak digunakan untuk bahan obat. Salah satu zat yang dikenali dalam kunyit adalah kurkumin yang dapat dipergunakan untuk mengobati SAR.25

2.2.2 Komposisi

Kandungan kimia kunyit terdiri atas karbohidrat (69,4%), protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%), dan air(13,1%). Minyak esensial yang terkandung di dalam kunyit yaitu α-phellandrene(1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol

(0.5%), zingiberene (25%), dan sesquiterpines (53%). Minyak esensial ini dapat dihasilkan dengan proses destilasi uap dari rimpang. Pada simplisia kunyit terkandung senyawa dikenal sebagai kurkuminoid terdiri dari kurkumin (diferuloyl methane), demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin sebesar 60%-70%.24,25


(25)

2.2.3 Kegunaan Curcuma Longa dalam Kedokteran Gigi 1.Pit dan fissure sealant

Pit dan fissure sealant biasanya digunakan pada anak-anak untuk mencegah perkembangan karies gigi. Penggunaan kurkumin bertujuan untuk memberikan pewarnaan pada pit dan fissure sealant, dan sebagai antibakteri. Kurkumin juga akan berfungsi untuk mencegah karies dengan menghambat pertumbuhan Streptokokus mutans. 26,27

2. Sistem deteksi plak gigi

Plak gigi biasanya tidak berwarna dan tidak mudah terdeteksi. Sistem deteksi plak gigi melibatkan agen (pewarnaan yang biasanya dalam larutan atau bentuk tablet) yang akan mewarnai plak dan memudahkan sistem deteksi. Agen yang terkandung dalam sistem deteksi plak gigi adalah pigmentasi kuning dari kurkumin.26,27

3. Efek antikariogenik

Efek penghambatan dari minyak esensial yang diisolasi dari Curcuma longa

pada sifat kariogenik yang dimiliki oleh Streptokokus mutanstelah diamati pada konsentrasi 0,5-4 mg/ml. Hasil pengamatan menunjukkan penghambatan yang signifikan dari perlekatan Streptokokus mutans pada saliva yang dilapisi butir-butir hidroksil apatit dan menghambat pembentukan Streptokokus mutans pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 0,5 mg/ml.26

4. Pencegahan plak dan perawatan penyakit periodontal

Kurkumin sebagai antiinflamasi telah diteliti dan menunjukkan penurunan yang signifikan dari proses inflamasi. Komposisi yang diaplikasikan secara topical dalam pengobatan dan pencegahan penyakit periodontal dengan menggunakan formulasi bio-adhesive yang terdiri dari kurkuminoid sebagai agen aktif.27 Selain itu, obat kumur ekstrak kunyit digunakan sebagai bahan tambahan untuk metode kontrol plak secara mekanis. Kurkumin sebanyak 10 mg dapat dilarutkan dalam 100 mL aquades. Obat kumur ini memiliki pH 4 dan memiliki efekivitas yang sama seperti obat kumur klorheksidin.28 Disamping itu, pengobatan topikal dengan menggunakan kunyit 2% dalam bentuk gel dapat digunakan sebagai tambahan untuk pasca skeling


(26)

dan penyerutan akar. Hal tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan dalam indeks plak, indeks gingiva, kedalaman poket dan meningkatkan perlekatan relatif. 26

Kurkumin 1% sebagai bahan irigasi subgingiva menghasilkan penurunan yang signifikan dalam perdarahan saat probing dan inflamasi ketika dibandingkan dengan klorheksidin dan kelompok salin sebagai terapi tambahan pada pasien periodontitis. Kurkumin dapat menyebabkan penyembuhan yang lebih baik dari tanda inflamasi daripada klorheksidin dan irigasi salin, secara selektif mengurangi mediator inflamasi dan mengurangi inflamasi dan pembengkakan pembuluh darah dari jaringan ikat. Kurkumin juga mempercepatkan penyembuhan luka dengan menyebabkan peningkatan fibronektin.26,27

5. Medikamen saluran akar

Preparasi kemo-mekanik merupakan langkah penting untuk pengendalian infeksi selama perawatan saluran akar. Efektivitas kurkumin terhadap biofilm

E.faecalis dalam saluran akar yang telah diteliti dan dibandingkan dengan sodium hypochlorite. Kurkumin dapat mengatasi kerugian NaOCl meliputi rasa tidak enak, toksisitas, kemampuan untuk menghilangkan lapisan smear dan aktivitas antibakteri yang terbatas.26

6. Obat lesi prekanker

Kurkumin memiliki peran dalam pengobatan berbagai kondisi prekanker seperti fibrosis submukosa oral, leukoplakia, dan liken planus. Ekstrak kunyit dan minyak essensial menunjukkan aktivitas oncopreventive secara in vitro dan in vivo. Kurkuminoid pada dosis 6000 mg perhari dapat ditoleransi dengan baik dan dapat membuktikan keberhasilan dalam mengendalikan tanda dan gejala liken planus.26,27

2.3 Mekanisme Penyembuhan SAR dengan Curcuma Longa.

1. Antiinflamasi

Inflamasi yang terjadi pada ulser menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan peningkatan pergerakan cairan ke jaringan lunak yang terinflamasi, kemudian peningkatan kadar eksudat pada permukaan ulser dan menimbulkan rasa sakit.7 Kunyit berperan sebagai antiinflamasi yang relatif cepat


(27)

mengurangi rasa nyeri, edema, dan mengurangi produksi eksudat, mengurangi peradangan dan menyimbangkan pergerakan cairan.26

2. Antibakteri

Aktivitas antibakteri dalam kunyit dapat mencegah pertumbuhan bakteri pada ulser SAR. Shanker tahun 1979 (cit. Simanjuntak) menyelidiki aktivitas komponen kunyit terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri S. aureus secara langsung sehingga mempercepatkan penyembuhan SAR.25

3. Covering Agent

Gel kunyit sebagai covering agent melindungi lapisan jaringan di bawah ulser sehingga mempercepat proses penyembuhan dalam proses epitelisasi jaringan yang rusak. Viskositas kekentalan gel memungkinkan kunyit untuk melekat pada ulser.6 Mekanisme tersebut akan mempercepat penyembuhan pada ulser dan mencegah ulser berkontak dengan bakteri dan unsur kemis yang lain. Kunyit memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan jaringan pada ulser melalui proses penyembuhan yang lebih cepat pada luka yang lama tidak sembuh.8

4. Antioksidan

Kunyit juga berperan sebagai antioksidan. Rubi (1995) melaporkan bahwa salah satu senyawa utama kurkuminoid, yaitu bisdemetoksikurkumin mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi dibanding senyawa demetoksikurkumin dan diasetilkurkumin.25 Kurkumin memiliki tingkat aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Sedangkan aktivitas antiinflamasi dimulai dengan terbentuknya oksigen radikal bebas yang terlibat aktif terhadap terjadinya peradangan yang akan menyebabkan inflamasi dan kerusakkan jaringan.1


(28)

2.4 Kerangka Teori

Stomatitis Aftosa Rekuren

Minor Mayor Herpetiformis

Perawatan

Modern

Triamcinolone acetonide

Antiinflamasi

Tradisional

Curcuma longa

Antimikroba Antiinflamasi

Antioksidan Covering Agent

Tetrasiklin/ Klorheksidin


(29)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Tercoba

Penyembuhan SAR Tipe Minor

- Eritema Halo

- Ukuran Ulser

-Rasa Sakit Variabel

Eksperimental

Gel ekstrak kunyit yang mengandung


(30)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental ulang atau pretest- posttest control group design.28 Pada penelitian ini subjek dengan SAR tipe minor akan diperiksa sebelum dan sesudah pemberian gel kunyit. Penelitian ini untuk melihat efek gel ekstrak kunyit terhadap penyembuhan SAR tipe minor.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut pusat di Kota Medan yang memiliki instalasi khusus penyakit mulut biasanya banyak menangani kasus penyakit mulut dan dalam hal ini salah satunya adalah kasus SAR tipe minor. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Februari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pengunjung RSGM USU yang menderita SAR tipe minor. Sampel penelitian adalah pengunjung RSGM USU yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Untuk pengambilan besar sampel, rancangan penelitian ini diambil mengikut rumus Federer seperti berikut:

(n-1) (r-1) ≥ 15 Keterangan:

r : Jumlah perlakuan

n: Jumlah sampel dalam setiap kelompok

Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: (n-1)(1-1) ≥ 15


(31)

n-1 ≥ 15 n = 16

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling.

Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu ketentuan atau pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.29 Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Kriteria Inklusi:

1. Pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGM USU, Medan.

2. Pasien yang tidak menderita penyakit sistemik dan tidak mengonsumsi obat-obatan.

3. Pasien yang mengalami stres ditanyakan pada saat anamnesis.

Kriteria Eksklusi:

1. Pasien tidak bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani

informed concent.

2. Pasien yang memakai kawat ortodonti

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel Tercoba : Penyembuhan SAR tipe minor

 Eritema halo

 Ukuran SAR

 Rasa Sakit

2. Variabel Eksperimental : Gel Ekstrak Kunyit yang mengandung Kurkumin 2%


(32)

3.4.2 Definisi Operasional

1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor adalah ulser superfisial yang secara klinis memiliki bentuk bulat atau oval, berukuran kurang 10 mm, dikelilingi eritema

halodan sering terjadi berulang.1

Cara ukur : Prosedur pemeriksaan rongga mulut

Alat ukur : Anamnesis dan alat diagnostik (kaca mulut, sonde dan pinset) Skala ukur : Kategorik

2. Lama penyembuhan:

- Eritema halo adalah batas pinggiran SAR yang berwarna merah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler darah bersifat reversibel.

Cara ukur : Ada atau tidak eritema halo

Alat ukur : Menggunakan kaca mulut Skala ukur : Kategorik

- Pengukuran ukuran SAR adalah pengukuran ukuran SAR selama tiga hari setelah dilakukan pengobatan.

Cara ukur : Ukuran diameter SAR Alat ukur : Menggunakan jangka Skala ukur : Numerik

- Rasa sakit adalah perasaan nyeri dan panas pada mukosa rongga mulut yang terkena SAR. Rasa sakit diukur dengan menggunakan Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale/VDS). Skala ini merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objekif. Skala ini merupakan garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat. Peneliti menunjukkan skala tersebut pada pasien dan meminta untuk menunjukkan instensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Gambar 4).30


(33)

Cara ukur : Skala rasa sakit (0-10, untuk 0 = tidak sakit sama sekali, dan seterusnya sampai 10 = sangat sakit).

Alat ukur : Anamnesis Skala ukur : Numerik

3. Kunyit adalah bahan alami yang mengandung kurkumin yang bersifat antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Gel ekstrak kunyit mengandung 2% kurkumin yang cukup efisien dalam penyembuhan SAR tipe minor.

Cara ukur : Gel ekstrak kunyit mengandung 2% kurkumin

Alat ukur : Menggunakan timbangan dan diambil ekstrak kunyit 35 gram sampai menjadi gel ekstrak kunyit mengandung 2% kurkumin Skala ukur : Kategorik

3.5 Sarana Penelitian 3.5.1 Alat

1. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian 2. Tiga serangkai (kaca mulut, pinset, sonde)

3. Jangka 4. Penggaris 5. Lampu senter 6. Timbangan 7. Alat tulis 8. Mixer 9. Nierbeken

3.5.2 Bahan 1. Masker 2. Sarung tangan 3.Tanaman Kunyit 4. Etanol 70% 5. Aquades


(34)

6. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

3.6 Metode Penelitian

3.6.1 Prosedur Pembuatan Gel Kunyit a. Pengambilan Simplisia

1. Kunyit diseleksi kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan.

2. Kunyit yang telah dicuci ditimbang sebanyak 4 kg dengan alat penimbang dan dicatat berat basahnya.

3. Kunyit dikeringkan dengan menggunakan kertas alas perkamen di dalam lemari pengering dengan suhu 40°C sampai kering.

4. Kunyit yang sudah kering ditimbang kembali dan dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk, lalu diletakkan dalam wadah tertutup.

b. Pembuatan Ekstrak

1. Simplisia ditimbang sebanyak 350 gram lalu ditambahkan etanol 70% sebanyak 3 liter untuk perendaman. Kemudian simplisia disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 25 °C sambil sesekali diaduk dengan menggunakan spatula.

2. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, di bawah perkolator diletakkan kapas yang telah dibasahi etanol dan dilapisi kertas saring, kemudian dituangkan etanol 70% sampai hampir penuh.

3. Perkolator ditutup dengan aluminium foil serta dibiarkan selama 24 jam. 4. Kran perkolator menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit (1ml/menit), perkolat ditampung dalam botol.

5. Etanol 70% ditambahkan secukupnya supaya massakunyit tidak kekeringan.


(35)

6. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vaccum rotavapor yang akan memekatkan ekstrak cair untuk mendapatkan ekstrak kental, pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 50°C.

7. Setelah itu sisa air diuapkan dengan menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak dimasukkan dalam botol kaca dan disimpan dalam kulkas.

c. Formulasi Gel Kunyit

Setiap 100 gram basic gel terdiri dari: Formula dasar gel:

R= CMC 25 gram

Aquades QS ad 1000 gram

Cara pembuatan: Taburkan CMC pada air panas 20 kalinya. Kemudian diamkan selama 30 menit. Masukkan dalam mortir, digerus hingga homogen. Tambahkan sisa aquades dan digerus lagi hingga homogen.

Formula gel ekstrak kunyit: R= Ekstrak kunyit 35 gram

Basic gel QS ad 1000 gram

Cara pembuatan: Masukkan ke dalam mortir ekstrak kunyit sebanyak 35 gram. Encerkan dengan beberapa tetes etanol 70%. Kemudian digerus dan tambahkan sedikit demi sedikit basic gel sehingga terbentuk massa yang homogen.

3.6.2 Prosedur Pengambilan Data

1. Pengumpulan data dilakukan di RSGM USU. Subjek diperiksa terlebih dahulu SAR. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan lembar penjelasan penelitian dan ditanya kesediaannya berpatisipasi dalam penelitian, apabila subjek bersedia, subjek diminta untuk menandatangani lembar informed consent.

2. Data mengenai kondisi SAR diperoleh melalui pemeriksaan subjektif berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Peneliti melakukan anamnesis untuk


(36)

menanyakan tingkat rasa sakit, kemudian mencocokkannya dengan skala yang sudah ditetapkan (0-10, untuk 0 = tidak sakit sama sekali, dan seterusnya sampai 10 = sangat sakit).

3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis melihat lokasi, ukuran dan ada tidaknya eritema halo sebelum melakukan pengobatan kemudian dicatat data pada blanko rekam medik.

4. Subjek diberikan gel ekstrak kunyit dengan dosis 3 x sehari selama 3 hari. Subjek diminta untuk berkumur dengan aquades sebelum mengaplikasikan gel ekstrak kunyit.

5. Subjek diberitahu cara mengoleskan gel ekstrak kunyit yaitu dengan mengoleskan selapis tipis menggunakan cotton bud dan diinstruksikan waktu pengolesan gel ekstrak kunyit yaitu setelah sarapan, setelah makan siang dan sebelum tidur.

6. Subjek juga diinstruksikan untuk tidak makan dan minum selama 30 menit sampai 1 jam setelah pengaplikasian gel kunyit untuk memaksimalkan kerja kunyit pada SAR.

7. Pencatatan tanggal pemberian obat kepada subjek dilakukan pada rekam medik penelitian.

8. Subjek diminta untuk hadir setiap hari selama 3 hari berikutnya dan dilakukan anamnesis kembali untuk melihat tingkat rasa sakit, pemeriksaan klinis untuk melihat pada tidaknya pengurangan ukuran dan eritema halo.

9. Pencatatan hasil pengamatan kembali dilakukan pada rekam medik penelitian.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan sistem manual dan komputerisasi. Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang hanya mempunyai satu variabel penelitian dan bertujuan untuk mendiskripsikan variabel tersebut. Analisis ini dilakukan dengan sistem manual.


(37)

Variabel univariat pada penelitian ini adalah:

1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada pasien SAR tipe minor.

2. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan usia pada pasien SAR tipe minor.

3. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe minor.

4. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor.

5. Rata-rata ukuran ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor.

6. Rata-rata skala rasa sakit pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor.

Variabel bivariat pada penelitian ini adalah:

1. Analisis eritema halo SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test.

2. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor menggunakan Friedman Test dan

Wilcoxon Signed Ranks Test.

3. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor menggunakan Friedman Test dan


(38)

Sebelum melakukan uji tersebut, diperlukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak, maka diperlukan uji normalitas Friedman Test. Analisis ini dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) agar dapat berpartispasi dalam penelitian.


(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.3Data Demografis Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 16 orang pasien penderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGM USU yang dipilih secara non probability sampling jenis purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini melibatkan 3 pria (18,8%) dan 13 wanita (81,2%) yang menderita SAR tipe minor (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien SAR Tipe Minor

Jenis Kelamin F (Frekuensi) %

Pria 3 orang 18,8

Wanita 13 orang 81,2

Total 16 orang 100,0

Usia subjek yang menderita SAR tipe minor dalam penelitian ini adalah 18 hingga 29 tahun. Pada penelitian ini didapat subjek paling banyak yang berusia 22 tahun yaitu sebanyak 7 pasien (43,8%) sedangkan paling sedikit adalah yang berusia 18 tahun dan 19 tahun yaitu sebanyak 1 pasien (6,2%) pada masing-masing kelompok usia.


(40)

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Sampel Berdasarkan Usia pada Pasien SAR Tipe Minor

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan lokasi SAR tipe minor paling sering ditemukan pada mukosa labial yaitu 11 orang (68,8%), dan pada mukosa bukal sebanyak 5 orang (31,2%). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Lokasi Terjadinya Ulser pada Pasien SAR Tipe Minor

Lokasi Ulser F (Frekuensi) %

Mukosa Labial 11 68,8

Mukosa Bukal 5 31,2

Total 16 100,0

4.2Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian

4.2.1 Eritema Halo

Pada saat pemeriksaan dijumpai eritema halo pada 16 pasien (100%). Pada kontrol pertama 7 pasien (43,75%) memperlihatkan adanya eritema halo, pada kontrol kedua terdapat 2 pasien (12,5%) memperlihatkan adanya eritema halo, dan pada kontrol ketiga 1 pasien (6,25%) memperlihatkan adanya eritema halo. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Usia F (Frekuensi) %

18 1 6.2

19 1 6.2

20 2 12.5

22 7 43.8

23 3 18.8

29 2 12.5


(41)

Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor

Eritema Halo F % Total

(%)

Ya Tidak Ya Tidak

Pemeriksaan 16 0 100 0 100

Kontrol Pertama 7 9 43,75 56,25 100

Kontrol Kedua 2 14 12,50 87,50 100

Kontrol Ketiga 1 15 6,25 93,75 100

Analisis eritema halo dengan uji statistik menggunakan Friedman Test dan

Wilcoxon Signed RanksTest menunjukkan nilai p=0,003, 0,025 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada eritema halo SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol pertama dan kontrol kedua setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis Eritema Halo pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test

*= signifikan

No Eritema Halo Mean Nilai P

1. Pretest

Post1 1,31 0,003*

2. Post1

Post2 2,44 0,025*

3. Post2


(42)

4.2.2 Ukuran Ulser

Pada saat pemeriksaan dijumpai ukuran ulser dengan nilai Median ±

Interquartile Range pada 16 pasien adalah 4,00 ± 1,8 mm. Setelah diberikan gel ekstrak kunyit terjadi pengurangan ukuran ulser nilai Median ± Interquartile Range

pada kontrol pertama adalah 3,00 ± 1,4 mm, kontrol kedua 1,75 ± 1,5 mm, dan kontrol ketiga 0,00 ± 1,4 mm. Nilai Median ± Interquartile Range ukuran ulser pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Median ± Interquartile Range Ukuran Ulser pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor

Ukuran Ulser Median ± Interquartile Range

Pemeriksaan 4,00 ± 1,8

Kontrol Pertama 3,00 ± 1,4

Kontrol Kedua 1,75 ± 1,5

Kontrol Ketiga 0,00 ± 1,4

Analisis ukuran SAR tipe minor dengan uji statistik menggunakan

Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada ukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari dengan nilai Median ±


(43)

Tabel 7. Analisis Hasil Pengukuran SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test dan

Wilcoxon Signed Ranks Test

*= signifikan

4.2.3 Skala Rasa Sakit

Pada saat pemeriksaan dijumpai skala rasa sakit dengan nilai median yang dialami 16 pasien adalah 5,00. Setelah dilakukan perlakuan terjadi pengurangan skala rasa sakit pada ulser yaitu pada kontrol pertama median skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,00, kontrol kedua 0,50 dan kontrol ketiga 0,00. Data distribusi dan frekuensi median skala rasa sakit pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi dan Frekuensi Median Skala Rasa Sakit pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor

Skala Rasa Sakit Median

Pemeriksaan 5,00

Kontrol Pertama 3,00

Kontrol Kedua 0,50

Kontrol Ketiga 0,00

No Ukuran Ulser Median ± Interquartile Range Nilai P

1. Pretest

Post1 4,00 ± 1,8 0,001*

2. Post1

Post2 3,00 ± 1,4 0,001*

3. Post2


(44)

Analisis skala rasa sakit dengan uji statistik menggunakan Friedman Test

dan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil bahwa gel ekstrak kunyit dapat mengurangi rasa sakit pada SAR tipe minor dengan penurunan skala Median ± Interquartile Range selama tiga hari (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Hasil Skala Rasa Sakit SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga dengan Pemberian Gel Ekstrak Kunyit pada Pasien SAR Tipe Minor Menggunakan Friedman Test

dan Wilcoxon Signed Ranks Test.

*= signifikan

No Skala Rasa Sakit Median ± Interquartile Range Nilai P

1. Pretest

Post1 5,00 ± 2,00 0,001*

2. Post1

Post2 3,00 ± 1,00 0,001*

3. Post2


(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan salah satu jenis ulser inflamatif pada mukosa rongga mulut yang paling umum terjadi. Stomatitis aftosa rekuren terjadi berulang dengan ulser berbentuk oval atau bulat.2,3 Penelitian ini melibatkan 16 orang pasien yang berkunjung ke RSGM USU yang menderita SAR tipe minor. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 16 orang, dimana 13 orang (81,2%) berjenis kelamin wanita dan 3 orang (18,8%) merupakan pria. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Patil, dkk (2013) bahwa SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria yang disebabkan peningkatan kadar kortisol dalam saliva yang merupakan salah satu faktor pemicu SAR. Wanita lebih rentan terhadap stres dan situasi emosi yang dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh mereka.31

SAR tipe minor dalam penelitian ini banyak terjadi pada pasien yang berusia 22 tahun yaitu sebanyak 7 pasien (43,8%) dari 16 pasien yang terlibat dalam penelitian ini karena sebagian besar adalah mahasiswa. Pasien yang paling sedikit mengalami lesi SAR adalah pada usia 18 tahun dan 19 tahun sebanyak 1 pasien (6,2%) pada masing-masing usia. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Agustiar (2002) bahwa SAR sering terjadi pada usia 21-41 tahun.32 Disamping itu, penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Abdullah, dkk (2012) bahwa SAR sering terjadi pada usia 20-29 tahun.33 Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bruch bahwa SAR mulai terjadi dekade kedua, terus meningkat dan menurun pada dekade keempat.34

SAR dapat terjadi pada berbagai lokasi di rongga mulut terutama pada mukosa labial, mukosa bukal, lateral lidah dan dasar mulut.17 Pada penelitian ini dijumpai lokasi yang paling sering dijumpai SAR adalah pada mukosa labial yaitu 11 pasien dan diikuti mukosa bukal sebanyak 5 pasien dan sama sekali tidak ada dijumpai pada lateral lidah dan dasar mulut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Al-Saffar (2005) bahwa SAR lebih sering ditemukan pada


(46)

mukosa labial atas dan bawah diikuti mukosa bukal karena mukosa tersebut tidak berkeratin.6

Gambaran klinis SAR sering dijumpai adanya eritema halo yang mengelilingi SAR. Eritema halo merupakan batas pinggiran SAR yang berwarna merah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler darah yang bersifat reversibel. Pada penelitian ini dijumpai adanya 16 pasien eritema halo pada saat pemeriksaan, 7 pasien eritema halo pada kontrol pertama, 2 pasien eritema halo pada kontrol kedua, dan 1 pasien eritema halo pada kontrol ketiga. Jumlah pasien yang memperlihatkan eritema halo mengalami penurunan seiring dengan pemberian gel ekstrak kunyit setiap harinya selama tiga hari.

Pada analisis bivariat dalam penelitian ini jelas dapat dilihat analisis eritema

halo dengan uji statistik menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai p=0,003 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada eritema halo SAR tipe minor pada saat pemeriksaan dan kontrol pertama. Analisis kontrol pertama dan kontrol kedua menunjukkan nilai p=0,025 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan dengan hasil yang lebih baik daripada kontrol pertama. Pada kontrol kedua dan kontrol ketiga setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari telah menunjukkan nilai p=0,317 (p<0,05), artinya tidak ada perbedaan signifikan tetapi pada kontrol ketiga sebanyak 15 pasien tidak menunjukkan eritema halo. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim, dkk (2013) menyatakan bahwa kurkumin mempercepat proses penyembuhan ulser yang sebelumnya menimbulkan warna kemerahan disekeliling ulser (eritema halo) dengan meningkatkan proliferasi sel dan sintesis kolagen pada ulser, sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan DNA (deoxyribonucleic acid), total protein dan kolagen tipe III dalam jaringan luka.1

Hasil analisis pengukuran besar ulser pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga memperlihatkan adanya pengurangan

median ± interquartile range ukuran ulser setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak kunyit yaitu 3,00 ± 1,4 mm pada kontrol hari pertama, 1,75 ± 1,5 mm pada kontrol hari kedua, dan 0,00 ± 1,4 mm pada kontrol hari ketiga. Hal


(47)

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deshmukh, dkk (2014) yaitu kurkumin dapat mengurangi ukuran ulser dengan penyembuhan sempurna (0 mm) selama tujuh hari.2 Hal ini dikarenakan gel ekstrak kunyit berfungsi sebagai covering agent, dimana gel ekstrak kunyit mempunyai viskositas tinggi (kental) sehingga ekstrak kunyit melekat pada ulser.2,3 Proses penyembuhan tidak terganggu dan ulser cepat sembuh. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Saffar (2005) menunjukkan bahwa kurkumin adalah antioksidan yang kuat daripada vitamin E dan membantu jaringan yang rusak lebih cepat melakukan perbaikan.6 Aktivitas antibakteri dalam kunyit dapat mencegah pertumbuhan bakteri pada ulser SAR.2

Analisis ukuran SAR tipe minor dengan uji statistik menggunakan

Friedman Test dan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada ukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari dengan nilai median ±

interquartile range. Pada penelitian ini dapat diketahui 9 orang pasien telah sembuh sempura dalam 3 hari pengobatan. Hal ini jelas diketahui bahwa gel ekstrak kunyit dapat mempercepatkan penyembuhan SAR sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Deshmukh, dkk (2014) yaitu kurkumin dapat mengurangi proses inflamasi dengan menghambat kedua proses biosintesis prostaglandin dengan lebih lanjut menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipooxygenase dengan melepaskan leukotrien dan neutrofil yang berfungsi selama keadaan inflamasi.2

Stomatitis aftosa rekuren sering menyebabkan ketidaknyamanan pada penderita akibat rasa sakit yang ditimbulkan. Rasa sakit merupakan perasaan nyeri dan panas pada mukosa rongga mulut yang terkena SAR yang dapat diukur dengan skala rasa sakit yaitu 0-10, dimana 0 adalah tidak sakit sama sekali, dan seterusnya sampai 10 adalah sangat sakit. Pada penelitian ini, median skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 5,00 (sakit sedang). Skala rasa sakit mengalami penurunan setelah diberikan gel ekstrak kunyit, pada kontrol pertama median skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,00 (sakit ringan sampai sakit sedang), kontrol kedua 0,50 (sakit ringan sampai tidak sakit sama sekali), dan pada kontrol ketiga (tidak sakit


(48)

sama sekali). Hal tersebut menunjukkan bahwa gel ekstrak kunyit efektif mengkurangi rasa sakit yang disebabkan SAR yang dibuktikan dengan penurunan skala median ± interquartile range selama tiga hari.

Analisis skala rasa sakit dengan uji statistik menggunakan Friedman Test

dan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol kedua dan kontrol ketiga setelah diberikan gel ekstrak kunyit pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil bahwa gel ekstrak kunyit dapat mengurangi rasa sakit pada SAR tipe minor dengan penurunan skala median ± interquartile range selama tiga hari (Tabel 9). Pada penelitian ini, dapat diketahui 13 orang pasien sembuh dari rasa sakit dalam tiga hari pengobatan gel ekstrak kunyit. Hal ini sesuai dengan penelitian Manifar, dkk (2011) gel kurkumin secara signifikan mengurangi skala rasa sakit.3 Kunyit berperan sebagai antiinflamasi yang relatif cepat mengurangi rasa nyeri, edema, dan mengurangi produksi eksudat, mengurangi inflamasi dengan meningkatkan kadar epitelisasi.1


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGM Universitas Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa penggunaan gel ekstrak kunyit sebagai pengobatan stomatitis aftosa rekuren tipe minor memiliki efek yang baik. Hal tersebut dapat terlihat pada pengurangan eritema halo, ukuran SAR dan skala rasa sakit yang signifikan setelah pemberian gel ekstrak kunyit selama tiga hari.

6.2 Saran

Pada penelitian ini, peneliti lebih fokus pada pengobatan mengenai kandungan kurkumin 2% dalam ekstrak kunyit yang terdapat pada ekstrak kunyit dan tidak menjabarkan secara rinci kandungan kurkumin dalam ekstrak kunyit yang memiliki sifat antiinflamasi, antimikroba maupun antioksidan yang dapat menyembuhkan SAR. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih rinci tentang setiap sifat kurkumin dalam ekstrak kunyit tersebut. Saat anamnesis, riwayat penyakit sistemik didapat melalui tanya jawab, pada penelitian selanjutnya diharapkan pemeriksaan riwayat penyakit sistemik pasien dilakukan dengan cara pemeriksaan kesehatan umum pasien kepada dokter sebelum dijadikan sebagai subjek penelitian. Pada penelitian ini pemilihan subjek kurang homogen, baik jenis kelamin dan usia. Pada penelitian selanjutnya digunakan subjek dengan usia dan jenis kelamin yang homogen. Berdasarkan hasil penelitian ini, dokter dan dokter gigi dapat menggunakan gel ekstrak kunyit sebagai terapi alternatif selain penggunaan obat modern untuk terapi SAR.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Halim DS, Izzaty N, Taib H, Pohchi A, Hassan A, Alam MK. Novel material in the treatment of minor oral recurrent apthous stomatitis. Int Med J 2013; 20(3): 392-4.

2. Deshmukh RA, Bagewadi AS. Comparison of effectiveness of curcumin with triamcinolone acetonide in the gel form in treatment of minor recurrent aphthous stomatitis: a randomized clinical trial. Int J Pharma Investig 2014; 4(3): 138-41. 3. Manifar S, Obwaller A, Gharehgozloo A, Boorboor Shirazi Kordi HR,

Akhondzadeh S. Curcumin gel in the treatment of minor aphthous ulcer: a randomized, placebo- controlled trial. J Med Plants 2012; 11(41): 40-5.

4. Scully C. Aphthous ulcers. http://emedicine.medscape.com/article/867080-overview (12 September 2014).

5. Zain BR. Oral recurrent aphthous ulcers/ stomatitis: prevalence in Malaysia and an epidemiological update. J Oral Sci 2000: 42(1): 15-19.

6. Al-Saffar MT. The therapeutic effect of viscous solution of curcumine in the treatment of recurrent aphthous stomatitis (RAS). Al-Rafidain Dent J 2006; 6(1): 48-52.

7. Chainani-Wu N. Safety and anti-inflammatory activity of curcumin: A component of tumeric (Curcuma longa). J Altern Complement Med 2003; 9(1): 161-8.

8. Shrishail D, Handral Harish K, Ravichandra H, Tulsianand G, Shruthi SD. Tumeric: naturals precious medicine.Asian J Pharm Clin Res 2013; 6(3): 10-6. 9. Volkov I, Rudoy I, Freud T, et al. Effectiveness of vitamin B12 in treating

recurrent aphthous stomatitis: A randomised, double- blind, placebo- controlled trial. J Am Board Fam Med 2009; 22: 9-16.

10. Wray D, Ferguson MM, Mason DK, Hutcheon AW, Dagg JH. Recurrent apththae: treatment with vitamin B12, folic acid, and iron. Br Med J 1975; 2:


(51)

11. Volkov I, Rudoy I, Masalha R. Case report: recurrent aphthous stomatitis responds to vitamin B12 treatment. Can Fam Physician 2005; 51: 844-5.

12. Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J Maxillofac Pathol 2011; 15(3): 252-6.

13. Farmaki EA. Increased anxiety level and high salivary and serum cortisol consentrations in patients with recurrent aphthous stomatitis. Tohoku J 2008; 214: 291-6.

14. Safadi RA. Prevalence of recurrent aphthous ulceration in Jordanian dental patients. BMC Oral Health J 2009; 9 (31): 1-5.

15. Gallo CB, Mimura MAM, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent aphtous stomatitis. Clinics. 2009; 64(7): 645-8.

16. Sumintarti, Marlina E. Hubungan antara level estradiol dan progesterone dengan stomatitis aftosa rekuren. Dentos 2012; 11(3): 137-41.

17. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis, a consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-7. 18. Cawson RA, Odell EW. Oral pathology and oral medicine. 8th ed., Philadelphia:

Churchill Livigstone, 2008: 222.

19. Belenguer-Guallar I, Jimenez-Soriano Y, Claramunt-Lozano A. Treatment of recurrent aphthous stomatitis. a literature review. J Clin Exp Dent. 2014; 6(2): e168-74.

20. Baccaglini L, Lalla RV, Bruce AJ, et al. Urban legends series: recurrent aphthous stomatitis. Oral Dis 2011; 17(8): 2-9.

21. Woo SB, Greenberg MS. Ulcerative, vesicular, and bullous lesions. In: Greenberg MS, Glick M. Burket's oral medicine. 11th ed., Hamilton: BC Decker Inc., 2008: 57-8.

22. Wilkin J. Kenalog® in Orabase® (triamcinolone acetonide dental paste, USP) 0.1%. http://fdazilla.com/drugs/application/012097 (22 September 2014).


(52)

23. Halim DS, Sari EF, Herawati E. Pengaruh pemberian aloe vera gel yang diaplikasikan secara topikal pada proses penyembuhan stomatitis aphthous minor, (sariawan). http://www.lppm.unpad.ac.id/archives/3208(15 Oktober 2014).

24. Wadhawan R, Sharma S, Solanki G, Vaishnav R. Alternative medicine for aphthous stomatitis: a review. Int J Advance Case Reports. 2014; 1(1) : 5-10. 25. Simanjuntak P. Studi kimia dan farmakologi tanaman kunyit, (Curcuma longa

L) sebagai tumbuhan obat serbaguna. J Kimia Mulawarman 2011; 9(1): 1-5. 26. Devi S, Neelakantan P. Curcumin-pharmacological actions and its role in

dentistry. Asian J Parmaceut Res Health Care. 2012; 6(1): 19-22.

27. Subasree S, Kartikeyan M, Sripradha S, Niha N. Effects of tumeric on oral health: an overview. Int J Pharma Science Health Care. 2014; 4(2): 6-14.

28. Desain penelitian eksperimen.http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/desain-penelitian-eksperimen.html. (12November 2014)

29. Ulwan MN. Desain penelitian eksperimen. http://portal-statistik.blogspot.com/2014/02/teknik-pengambilan-sampel-dengan-metode. (12 November 2014).

30. Rospond RM. Penilaian

nyeri.https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-penilaiannyeri.pdf. (24 September 2014).

31. Patil S, Reddy SN, Maheshwari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B. Prevalence of recurrent aphthous ulceration in the Indian population. J Clin Exp Dent. 2014; 6(1): e36-40.

32. Aqustiar A. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan frekuensi dan distrubusi

stomatitis aftosa rekuren minor.

http://www.researchgate.net/publication/42349469. ( 12 Februari 2015).

33. Abdullah MJ. Prevalence of recurrent aphthous ulceration experience in patients attending piramird dental speciality in Sulaimani City. J Clin Exp Dent. 2013; 5(2): e89-e94.


(53)

34. Bruch JM, Theister NS. Clinical oral medicine and pathology. New York: Springer., 2010: 53.


(54)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

PENELITIAN

Selamat siang,

Perkenalkan nama saya Shamini Krishnasamy, saat ini saya menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Efek Gel Ekstrak Kunyit terhadap

Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor pada Pasien RSGM USU

yang bertujuan untuk mengetahui efek penyembuhan gel ekstrak kunyit yang ditinjau dari ukuran stomatitis aftosa rekuren (SAR) tipe minor (sariawan). Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan atau kostribusi bagi pengembang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya bagi instansi pendidikan bahwa gel ekstrak kunyit dapat digunakan sebagai salah satu obat untuk menyembuhkan sariawan dan memberikan informasi bagi tenaga kesehatan tentang alternatif untuk pengobatan sariawan yaitu dengan menggunakan gel ekstrak kunyit.

Saudara/i, kunyit berperan sebagai antiradang, mencegah masuknya kuman, dan lain-lain yang bermanfaat untuk menyembuhkan sariawan. Adapun pemeriksaan yang saya akan lakukan adalah pemeriksaan lokasi, pemeriksaan ada atau tidaknya warna merah pada sariawan, dan menanyakan skala rasa sakit pada sariawan sebelum pemberian obat dan setelah pemberian obat selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Saudara/i, diinstruksikan untuk membuka mulut dan akan dilakukan pengukuran sariawan. Lalu Saudara/i akan diberikan gel ekstrak kunyit dan diinstruksikan untuk mengoleskan gel ekstrak kunyit dirumah 3 (tiga) kali dalam satu hari yaitu setelah sarapan, setelah makan siang dan malam sebelum tidur selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Setelah itu dilakukan kontrol setiap hari untuk tiga hari berikutnya setelah diberikan pengobatan dengan gel ekstrak kunyit.

Partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan ada terjadi efek samping pada Saudara/i dan tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan


(55)

dari dokter gigi bila Saudara/i tidak bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini. Saudara/i akan tetap mendapatkan pelayanaan kesehatan standar rutin sesuai standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini identitas Saudara/i akan disamarkan. Hanya dokter gigi peneliti dan anggota komisi etik yang dapat melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Saudara/i akan dijamin sepenuhnya.

Apabila selama penelitian ini terjadi keluhan pada Saudara/i, silakan menghubungi saya Shamini Krishnasamy (087869427922).

Demikian penjelasan dari saya. Atas bantuan, partisipasi dan ketersediaan waktu Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(56)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp./HP :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpatisipasi dalam penelitian yang berjudul Efek Gel Ekstrak Curcuma Longa

(Kunyit) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor.

Medan, 2015

Mahasiswa Peneliti Peserta Penelitian


(57)

LAMPIRAN 3 Nomor Data Penelitian:

REKAM MEDIK PENELITIAN

EFEK GEL EKSTRAK KUNYIT TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN TIPE MINOR

PADA PASIEN RSGM USU

Tanggal Pemeriksaan :

Tanggal Kontrol Pertama :

Tanggal Kontrol Kedua :

Tanggal Kontrol Ketiga :

A. Data Demografi

Nama :

Umur : ………. Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Pekerjaan :

Riwayat Penyakit :

B. Pemeriksaan Rongga Mulut Pemeriksaan

Lokasi SAR : Mukosa labial Mukosa bukal

Lateral lidah Dasar lidah

Ukuran SAR : ...mm

Skala Rasa Sakit :

Tidak sakit Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat 9


(58)

Eritema Halo : Ya Tidak Kontrol Hari Pertama

Ukuran SAR : ...mm

Skala Rasa Sakit :

Tidak sakit Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat

Eritema Halo : Ya Tidak Kontrol Hari Kedua

Ukuran SAR : ...mm

Skala Rasa Sakit :

Tidak sakit Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat

Eritema Halo : Ya Tidak Kontrol Hari Ketiga

Ukuran SAR : ...mm

Skala Rasa Sakit :

Tidak sakit Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat

Eritema Halo : Ya Tidak

9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10

9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10

9


(59)

(60)

(61)

LAMPIRAN 6

Frequency Table

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 18 1 6.2 6.2 6.2

19 1 6.2 6.2 12.5

20 2 12.5 12.5 25.0

22 7 43.8 43.8 68.8

23 3 18.8 18.8 87.5

29 2 12.5 12.5 100.0

Total 16 100.0 100.0

Rewayat Penyakit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak ada 16 100.0 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 3 18.8 18.8 18.8

Perempuan 13 81.2 81.2 100.0


(62)

Lokasi SAR

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mukosa Labial 11 68.8 68.8 68.8

Mikosa Bukal 5 31.2 31.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

Pre Eritema

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 16 100.0 100.0 100.0

Post3 Eritema

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 1 6.2 6.2 6.2

Tidak ada 15 93.8 93.8 100.0

Total 16 100.0 100.0

Post1 Eritema

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 7 43.8 43.8 43.8

Tidak ada 9 56.2 56.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

Post2 Eritema

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 2 12.5 12.5 12.5

Tidak ada 14 87.5 87.5 100.0


(63)

Skala Rasa Sakit Pre

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sakit Sedang 12 75.0 75.0 75.0

Sakit Berat 3 18.8 18.8 93.8

Sakit Sangat Berat 1 6.2 6.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

Skala Rasa Sakit Post1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sakit Ringan 7 43.8 43.8 43.8

Sakit Sedang 8 50.0 50.0 93.8

Sakit Berat 1 6.2 6.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

Skala Rasa Sakit Post2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 8 50.0 50.0 50.0

Sakit Ringan 6 37.5 37.5 87.5

Sakit Sedang 2 12.5 12.5 100.0

Total 16 100.0 100.0

Skala Rasa Sakit Post3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sakit 13 81.2 81.2 81.2

Sakit Ringan 3 18.8 18.8 100.0


(64)

Analisis Eritema

Halo

Descriptivesa

Statistic Std. Error

Post1 Eritema Mean 1.56 .128

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.29

Upper Bound 1.84

5% Trimmed Mean 1.57

Median 2.00

Variance .262

Std. Deviation .512

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 1

Skewness -.279 .564

Kurtosis -2.219 1.091

Post2 Eritema Mean 1.88 .085

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.69

Upper Bound 2.06

5% Trimmed Mean 1.92

Median 2.00

Variance .117

Std. Deviation .342

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -2.509 .564


(65)

Post3 Eritema Mean 1.94 .062

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1.80

Upper Bound 2.07

5% Trimmed Mean 1.99

Median 2.00

Variance .062

Std. Deviation .250

Minimum 1

Maximum 2

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -4.000 .564

Kurtosis 16.000 1.091

a. Pre Eritema is constant. It has been omitted.

NPar Tests Friedman Test

Ranks

Mean Rank

Pre Eritema 1.31

Post1 Eritema 2.44

Post2 Eritema 3.06

Post3 Eritema 3.19

Test Statisticsa

N 16

Chi-Square 33.840

df 3

Asymp. Sig. .000


(66)

NPar Tests

Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

Post3 Eritema - Pre Eritema Post2 Eritema - Post1 Eritema

Z -3.873a -2.236a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .025

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

NPar Tests

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post3 Eritema - Pre Eritema Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 15b 8.00 120.00

Ties 1c

Total 16

Post2 Eritema - Post1 Eritema Negative Ranks 0d .00 .00

Positive Ranks 5e 3.00 15.00

Ties 11f

Total 16

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post2 Eritema - Pre Eritema Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 14b 7.50 105.00


(1)

Ties 1c

Total 16

Test Statisticsb

Post1 - Pretest

Z -3.482a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Analisis Skala Rasa Sakit

Statistic Std. Error

Pre SRS Mean 4.88 .352

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 4.12

Upper Bound 5.63

5% Trimmed Mean 4.81

Median 5.00

Variance 1.983

Std. Deviation 1.408

Minimum 3

Maximum 8

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness .578 .564

Kurtosis .288 1.091

Post1 SRS Mean 2.75 .310


(2)

Mean Upper Bound 3.41

5% Trimmed Mean 2.67

Median 3.00

Variance 1.533

Std. Deviation 1.238

Minimum 1

Maximum 6

Range 5

Interquartile Range 1

Skewness 1.023 .564

Kurtosis 2.089 1.091

Post2 SRS Mean .88 .340

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .15

Upper Bound 1.60

5% Trimmed Mean .69

Median .50

Variance 1.850

Std. Deviation 1.360

Minimum 0

Maximum 5

Range 5

Interquartile Range 1

Skewness 2.254 .564

Kurtosis 5.450 1.091

Post3 SRS Mean .25 .144

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound -.06

Upper Bound .56

5% Trimmed Mean .17

Median .00

Variance .333


(3)

Minimum 0

Maximum 2

Range 2

Interquartile Range 0

Skewness 2.375 .564

Kurtosis 5.314 1.091

NPar Tests

Friedman Test

Ranks

Mean Rank

Pre SRS 4.00

Post1 SRS 3.00

Post2 SRS 1.72

Post3 SRS 1.28

Test Statisticsa

N 16

Chi-Square 46.748

df 3

Asymp. Sig. .000

a. Friedman Test

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post3 SRS - Post2 SRS Negative Ranks 7a 4.00 28.00


(4)

Ties 9c

Total 16

Test Statisticsb

Post3 SRS - Post2 SRS

Z -2.456a

Asymp. Sig. (2-tailed) .014

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post3 SRS - Post1 SRS Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

Test Statisticsb

Post3 SRS - Post1 SRS

Z -3.559a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.


(5)

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post2 SRS - Post1 SRS Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

Test Statisticsb

Post2 SRS - Post1 SRS

Z -3.572a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post3 SRS - Pre SRS Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

Test Statisticsb

Post3 SRS - Pre SRS

Z -3.573a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.


(6)

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post2 SRS - Pre SRS Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

Test Statisticsb

Post2 SRS - Pre SRS

Z -3.544a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post1 SRS - Pre SRS Negative Ranks 16a 8.50 136.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 16

Test Statisticsb

Post1 SRS - Pre SRS

Z -3.575a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000