Resusitasi Orang Dewasa dan Bayi

(1)

KETERAMILAN DASAR KEBIDANAN (KDK) II HAND OUT

AKADEMI KEBIDANAN AL-ISHLAH CILEGON FIKY ROFIQOH E. F., SKM


(2)

HAND OUT Topik : Resusitasi Dewasa dan Bayi

Sub Pokok : Menguasai dan melaksanakan tindakan resusitasi pada orang dewasa dan bayi Objektif

Perilaku Mahasiswa

: Setelah Mengikuti pelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan dan memahami konsep dasar resusitasi

2. Menjelaskan dan memahami tindakan resusitasi baik pada orang dewasa dan bayi

3. Menjelaskan dan melaksanakan persiapan alat dalam tindakan resusitasi 4. Menjelaskan dan memahami konsep pertolongan pertama kegawatdaruratan 5. Mejelaskan dan memahami konsep bantuan hidup dasar

Referensi : 1. Johnson R. Taylor W. (2000). Skill For Midwifery Practice 2. Smith S. Duell D. (1985). Clinical Nursing Skill

3. Varney. (1997). Varney’s Midwifery 4. Hotma R. dkk. (2000). Pemeriksaan Fisik

5. Carcio H.A. (1999)., Advanced Health Assesment Of Woman

6. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

7. Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

8. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta: EGC.

9. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia.

10. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC 11. Maryunani, A. (2002). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan

12. Hidayat, A. Aziz Aimul. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Penerbit Salemba Medika, Jakarta

13. Uliyah, M., dkk, (2012), Keterampilan Dasar Kebidanan (KDK) I, Surabaya, Health Book Publishing

14. Johnson, Ruth dan Wendy Taylor. 2004. Praktek Kebidanan . Jakarta : EGC. 15. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

16. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

17. Ramali, Ahmad, 2000, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah, Cet.24, Jakarta;Djambatan

18. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-e287.

19. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and


(3)

(4)

A. Konsep Dasar Resusitasi 1. Definisi

a. Menurut Hudak dan Gallo (1997)

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup. Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit). b. Menurut Tjokronegoro (1998)

Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak

c. Menurut Rilantoro (1999)

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekuat.

d. Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2002)

Resusitasi (respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.

e. Menurut FK UI (2002)

Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal seperti semula

Disimpulkan resusitasi adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.

2. Komponen Utama Resusitasi

Resusitasi terdiri atas dua komponen utama yaitu : a. Bantuan Hidup Dasar (BHD) / Basic Life Support

Adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut).


(5)

b. Bantuan Hidup Lanjut (BHL)

Adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidu dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien.

3. Tujuan Resusitasi a. Pada Bayi

Hal yang mendasari dilaksanakannya resusitasi pada bayi baru lahir adalah terjadinya asfiksia. Tiga kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia yaitu kurangnya oksigenasi sel, retensi karbondioksida yang berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi dari ketiga hal tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak coock dengan kehidupan.

Resusitasi pada Bayi Baru Lahir (BBL) bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya. b. Pada Orang Dewasa

1) Untuk oksigenasi darurat

2) Mempertahankan jalan nafas yang bersih 3) Membantu pernapasan

4) Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan (advance life support) 5) Untuk melindungi otak secara manual dari kekurangan O2

6) Pengelolaan intensif pasca resusitasi (prolonged life support) 4. Indikasi Resusitasi

a. Henti Napas / Apnea

Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila berlangsungnya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2,


(6)

kemudian mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP) dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.

b. Henti Jantung / Cardiac Arrest

Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac arrest).

5. Etiologi Resusitasi

Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat.

6. Teknik Resusitasi

a. Untuk Indikasi Henti Napas

Pernapasan buatan diberikan dengan cara :

1) Mouth to mouth ventilation : mulut ke mulut (tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (seperti hepatitis, HIV), harus menggunakan alat perantara (barrier device).

2) Mouth to stoma

3) Mouth to mask ventilation

4) Bag valve mask ventilation (ambu bag)


(7)

b. Untuk Indikasi Henti Jantung

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau kompresi yang dilakukan oleh satu atau dua orang penolong. Lokasi titik tumpu kompresi antara lain :

1) 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal processus xiphoideus

2) Jari tengah tangan kanan diletakkan di processus xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti

3) Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut

4) Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung

5) Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada pasien.

Teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) antara lain : 1) Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum 2) Tekan ke bawah sedalam 4 – 5 cm

a) Tekanan tidak terlalu kuat b) Tidak menyentak

c) Tidak bergeser / berubah tempat

3) Kompresi ritmik 100 x/menit (2 pijatan/detik) 4) Fase pijatan dan relaksasi sama (1 : 1)


(8)

5) Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 x kompresi : 2 x hembusan napas) 6) Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

Langkah Awal Resusitasi Jantung (RJP)

1) Buka jalan napas dengan cara mengangkat dagu dan tengadahkan kepala pasien (head tilt and chin lift) atau dengan pendorongan rahang bawah (jaw thrust maneuver)  Airway

2) Periksa apakah pasien bernapas atau tidak Penilaian :

a) Look : lihat gerakan dada mengembang atau tidak

b) Listen : dengarkan suara nafas pasien pada mulut/hidung ada atau tidak c) Feel : rasakan hembusan nafas pasien pada mulut/hidung ada atau tidak

3) Bila tidak bernapas, berikan napas buatan dua kali  Breathing Teknik yang digunakan untuk memberikan napas buatan, yaitu : a) Menggunakan mulut penolong (mulut ke mulut)


(9)

4) Periksa denyut nadi arteri besar (arteri carotis atau femoralis)

5) Bila tidak teraba denyut nadi maka lakukan sirkulasi bantuan yaitu PJL (Pijatan Jantung Luar) 30 x pijat jantung luar ditambah napas buatan 2x. Dengan demikian pasien terhindar dari kekurangan oksigen baik ke otak maupun ke jaringan lain  Circulation

7. Penilaian Resusitasi

a. Penilaian Resusitasi Pada Orang Dewasa 1) Pernapasan

Penilaian meliputi gerakan dada (naik – turun), frekuensi pernapasan dan kedalaman (hitung 1 menit), efektifitas pernapasan (napas tersengal-sengal, apneu).

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa pasien tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat.

2) Denyut Jantung

Penilaian meliputi frekuensi dan irama (dengan stetoskop) 3) Warna Kulit

Penilaian : pucat / sianosis / kemerahan b. Penilaian Resusitasi Pada Bayi

1) Apakah bayi lahir dengan cukup bulan ? 2) Apakah bersih dari mekonium ?


(10)

4) Apakah tonus otot baik ?

5) Apakah warna kulit kemerahan ? 8. Hasil Penilaian Resusitasi

a. Orang Dewasa

1) Pernapasan adekuat (tanpa tersengal-sengal, gerakan dada naik – turun) Jenis suara napas karena hambatan sebagian jalan napas :

a) Snoring

Suara seperti dengkur, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika ada suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross finger untuk membuka mulut (menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk kanan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan (contoh, gigi palsu) pindahkan benda tersebut

b) Gargling

Suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (contoh darah), maka lakukan cross-finger, lalu lakukanlah finger-sweep (gunakan 2 jari yang telah dibalut dengan kain untuk ”menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan)

c) Crowing

Suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

Jika suara nafas tidak terdengar karena hambatan total, lakukan :

a) Black Bow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah antara tulang scapula di punggung

b) Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan ke arah belakang atas.

c) Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas

2) Denyut teraba dan tidak dalam, irama teratur 3) Warna kulit kemerahan

b. Bayi

1) Pernapasan efektif biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis lanjutkan menilai denyut jantung, tapi bila napas megap-megap perlu tindakan.

2) Denyut jantung bila frekuensi > 100 x/menit dan bernapas spontan lanjutkan dengan menilai warna kulit, tapi bila frekuensi < 100 x/menit walaupun bayi bernapas spontan ada indikasi melakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP). 3) Warna kulit bila bayi sudah bernapas spontan dan menangis berwarna

kemerahan, tapi bila warna kulit pucat atau sianosis berikan oksigen. 9. Persiapan Resusitasi


(11)

Memberitahukan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi (informed concent) agar keluarga dapat menyiapkan rencana dan antisipasi masalah serta membantu kelancaran tindakan yang akan dilakukan.

b. Persiapan Tempat

Ruang tindakan resusitasi dalam keadaan yang terang dan hangat. Tempat resusitasi rata, keras, bersih dan kering.

c. Persiapan Alat a. Orang Dewasa

Tidak ada alat khusus b. Bayi

1) 2 helai kain/handuk

2) Bahan ganjal bahu bayi (tinggi 5 cm)

3) Alat penghisap lendir (dee lee atau slim seher) 4) Kotak alat resusitasi

5) Tabung atau sungkup atau balon sungkup 6) Pencatat waktu

B. Konsep Pertolongan Pertama Kegawat Daruratan

Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian.

Tujuan pertolongan pertama adalah : 1. Menyelamatkan nyawa pasien 2. Meringankan penderitaan pasien

3. Mencegah cedera/penyakitmenjadi lebih parah 4. Mempertahankan daya tahan pasien

5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut Langkah-langkah dasar pertolongan pertama

Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan A-B-C-D (Airway – Breathing – Circulation – Disability). Keempat poin-poin tersebut adalah poin-poin yang harus sangat diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat Darurat. Alogaritma Dasar PPGD

1. Ada pasien tidak sadar

2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong 3. Beritahukan kepada lingkungan (orang sekitar) jika akan menolong  saksi 4. Cek kesadaran pasien

Dengan cara AVPU

a. A : (Alert)  pasien sadar, jika tidak sadar lanjut poin V

b. V : (Verbal)  coba memanggil dengan berbicara keras di telingan pasien (sertakan dengan menggoyang / menyentuh pasien), jika merespon lanjut ke poin P

c. P : (Pain)  beri rrangsangan nyeri pada pasien (dengan cara menekan bagian putih dari kuku tangan atau menekan bagian tengah tulang dada dan juga areal di atas mata)


(12)

d. U : (Unresponsive)  setelah diberi rangsang nyeri masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive

5. Call for help, minta bantuan untuk memanggil ambulan dengan memberitahukan : a. Jumlah pasien

b. Kesadaran pasien

c. Perkiraan usia dan jenis kelamin d. Tempat terjadi kegawatan

e. Membebaskan pasien dari pakaian di daerah dada (membuka kancing baju bagian atas pasien)

6. Posisikan diri di sebelah pasien

Usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar dengan bahu pasien 7. Cek apakah ada tanda-tanda berikut :

a. Luka-luka dari bagian bawah dagu ke atas (supra klavikula) b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat

c. Mempunyai cedera di tulang belakang bagian leher

Tanda-tanda cedera pada bagian leher sangat berbahaya karena pada bagian ini terdapat saraf-saraf yang mengatur fungsi vital manusia (pernapasan, denyut jantung) 8. Lakukan head tilt and chin lift chin lift, jika tidak ada tanda-tanda cedera

9. Periksa kondisi airway (jalan napas) dan breathing (pernapasan) pasien

Lakukan metode pengecekan dengan menggunakan metode look,listen dan feel 10. Jika ternyata pasien masih bernapas, hitung frekuensi pernapasan pasien dalam 1

menit (normal : 12 – 20 x/menit)

11. Jika frekuensi napas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan metode look,listen dan feel

12. Jika pasien mengalami henti napas berikan napas buatan

13. Setelah diberikan napas buatan maka lakukan pengecekan nadi carotis (leher)

14. Jika tidak ada denyut nadi lakukan pijat jantung diikuti napas buatan (ulang 6 kali siklus pijat jantung – napas buatan yang diakhiri pijat jantung)

Pijat jantug dan nanpas buatan dihentikan jika : a) Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi

b) Pasien menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat) c) Bantuan sudah datang


(13)

C. Tindakan Resusitasi dan PPGD 1. Pijat Jantung

Pijat Jantung adalah usaha untuk ”memaksa” jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada pasien dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti yang dijelaskan pada alogaritma diatas).

Prosedur Pijat Jantung :

a. Posisikan diri di samping pasien

b. Posisikan tangan tepat di tengah-tengah dada (center of chest)


(14)

d. Tekan dada pasien menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint)

e. Tekan dada kira-kira 4 – 5 cm

f. Setelah menekan tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal g. 1 set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 x tekanan

Cara menghitung : satu dua tiga empat SATU satu dua tiga empat DUA satu dua tiga empat TIGA satu dua tiga empat EMPAT satu dua tiga empat LIMA satu dua tiga empat ENAM

h. Prinsip pijat jantung adalah 1) Push deep

2) Push hard 3) Push fast

4) Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)

5) Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh diinetrupsi)

2. Napas Bantuan

Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).

Prosedurnya :

a. Posisikan diri di samping pasien

b. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakanlah kain sebagai pembatas antara mulut penolong dan pasien untuk mencegah penularan penyakit.

c. Sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan

yang digunakan untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yang diberikan tidak keluar lewat hidung)


(15)

d. Mata memperhatikan dada pasien, kemudian tutuplah seluruh mulut pasien dengan mulut penolong

e. Hembuskanlah napas satu kali (tanda jika napas yang diberikan masuk adalah dada pasien mengembang) lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien menghembuskan nafas keluar (ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal

3. Napas Buatan

Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti nafas. Diberikan 2 kali efektif (dada mengembang)

4. Resusitasi Bayi

Langkah resusitasi bayi ialah : a. Penilaian awal keadaan bayi

Penilaian meliputi : bayi bersih dari mekonium, bernapas dan menangis dengan adekuat, tonus oto baik, warna kulit kemerahan dan bayi lahir cukup bulan. Bila ada jawaban tidak maka lakukan langkah selanjutnya.

b. Langkah awal resusitasi (dilakukan dalam waktu 30 detik) 1) Memberikan kehangatan

Dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas 2) Memposisikan bayi

Meletakkan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas. Dengan demikian posisi faring, laring, trakea dalam satu garis lurus. Pada posisi ini jalan nafas terbuka dan mudah dilakukan ventilasi dengan balon sungkup.

3) Membersihkan jalan napas (jika perlu)

Untuk persalinan dimana ketuban mengandung mekoneum. : yaitu sebelum bahu dilahirkan, petugas yang menolong persalinan harus menghisap cairan dari mulut, pharing dan hidung agar bayi tidak mengalami aspirasi mekoneum.

Untuk persalinan dimana ketuban tidak mengandung mekoneum : Lahirkan bayi kemudian hisap lender dari mulut bayi terlebih dahulu, selanjutnya penghisapan dilakukan melalui hidung kiri kanan. Jangan menghisap terlalu dalam (gunakan kekuatan penghisapan 100 mmHg) penghisapan terlalu dalam mengakibatkan bradichardi. Mulut dihisap terlebih dahulu sebelum hidung karena penghisapan hidung merangsang bayi bernafas dan akan terjadi aspirasi jika faring belum bersih.

4) Mengeringkan bayi

Pengeringan membantu mengurangi hipotermi dan juga merupakan rangsangan agar bayi bernafas / menangis. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan harus diganti dengan yang baru / masih kering dan hangat sebagai selimut.

5) Rangsangan taktil

Setelah bayi dibebaskan / dibersihkan jalan nafasnya dan dikeringkan tetap aneu tidak menangis, berikan rangsang taktil agar bernafas / menangis.


(16)

Cara rangsang yang aman :

a) Menepuk atau menyentil telapak kaki

b) Menggosok punggung, perut atau ekstremtas bayi 6) Stimulasi napas

Jika bayi bernafas tapi penilaian warna kulit menunjukkan adanya sianosis sentral tetap berikanlah oksigen aliran bebas 100 % (minimal 5L / menit) sampai sianosis sentral hilang. Bila keadaan bayi apneu maka dilakukan VTP dan diberi tambahan O2 sebanyak 5 liter/menit

c. Ventilasi Tekanan Positif (VTP) Langkah VTP, meliputi :

1) Informed concent dengan ibu atau keluarga pasien jika bayi memerlukan bantuan untuk memperbaiaki fungsi dari pernapasannya

2) Pasang sungkup dengan benar (menutupi hidung, mulut dan tepi dagu)

Sungkup diletakkan di wajah dengan menggunakan ibu jari, telunjuk dan jari tengah sedangkan jari manis dan kelingking mengangkat dagu ke depan untuk mempertahankan jalan napas terbuka. Upayakan dada terbuka untuk menilai pengembangan dada bayi pada saat melakukan ventilasi percobaan.

3) Lakukan VTP percobaan (dua kali)

4) Bila VTP percobaan baik, lakukan VTP dengan kecepatan 20 – 30 x dalam 30 detik. Hasil :

a) Jika setelah 30 detik pertama bayi menangis kuat dan bergerak aktif maka selimuti bayi dan serahkan pada ibunya untuk menjaga kehangatan tubuh dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

b) Jika setelah 30 detik pertama bayi belum bernapas spontan atau bermegap-megap maka lanjutkan tindakan VTP. Lakukan penilaian ulang bila tidak bernapas setelah dilakukan VTP lebih dari 2 menit maka rujuk. c) Jika bayi mulai bernapas tetapi disertai tarikan retraksi dinding dada

bawah maka segera rujuk ke fasilitas rujukan sambil tetap diberikan VTP d) Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernapas dan tidak ada

denyut jantung.

d. Pemantauan pasca resusitasi, meliputi pemantauan tanda-tanda bahaya bila bayi : 1) Pernapasan < 30 atau > 60 x/menit

2) Retraksi interkosta

3) Merintih atau megap-megap

4) Seluruh tubuh bayi pucat atau berwarna kebiruan 5) Bayi menjadi lemah


(17)

5. Manajemen Bencana Berbasis Kegawat Daruratan Sehari-hari a. Triage atau triase

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.

Triase adalah suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada penderita yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan seleksi adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat melakukan diagnose secara on the spot dengan cepat dan menentukan penanggulangannya.

Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua klien, menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.

Prinsip triage adalah :


(18)

2) Pengkajian adekuat dan akurat

3) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian. 4) Intervensi sesuai kekuatan kondisi

5) Tercapainya kepuasan pasien Jenis triage meliputi :

1) Multiple casualties

Adalah jumlah pasien dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Pasien dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi truma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

2) Mass casualities

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Kategori triage meliputi :

1) Prioritas Pertama (Merah : segera)

Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi, seperti :

a) Tindakan resusitasi segera b) Obstruksi jalan napas c) Kegawatan pernapasan d) Syok atau perdarahan berat e) Trauma parah

f) Luka bakar berat

2) Prioritas kedua (Kuning : mendesak)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah, seperti ;

a) Trauma abdomen

b) Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia c) Trauma ekstremitas

d) Patah tulang

e) Trauma kepala tertutup f) Trauma mata

g) Luka bakar derajat sedang

3) Prioritas ketiga (Hijau : tunda/evaluasi)

Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada pasien lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;

a) Cedera jaringan lunak b) Dislokasi ekstremitas


(19)

d) Gawat darurat psikologis 4) Prioritas nol (Hitam : meninggal)

Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperolehperawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.

b. Primary survey

Primary survey yaitu penanganan segera pada cedera yang mengancam keselamatan jiwa. Primary survey dirancang untuk mengenal masalah mengancam ekstremitas atau mengancam nyawa yang bermakna, selama fase resusitasi, keadaan yang mengancam nyawa ini diterapi sebelum melakukan secondary survey.

Primary survey dan resusitasi awal biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit dan fokus memberikan perawatan segera agar dapat bertahan hidup. Tanda-tanda vital harus dievaluasi terus menerus pada semua pasien pediatri cedera serius, setidaknya setiap 5 menit selama survey primer dan 15 menit selama sisa evaluasi.

Primary survey merupakan yang pertama dari empat fase utama dalam pengelolaan pasien trauma dan terjadi secara paralel dan simulasi. Secondary survey tidak dimulai sampai primary survey selesai, upaya resusitasi yang baik, dan pasien menunjukkan normalisasi fungsi vital.

Tujuan primary survey adalah :

1) Perawatan segera agar pasien dapat bertahan hidup

2) Untuk mengenal masalah yang mengancam ekstremitas atau mengancam nyawa

3) Untuk mengenal trauma yang mengancam nyawa yang harus segera mendapatkan penanganan sehingga mencegah komplikasi atau trauma lanjut Tahapan primary survey

1) Airway  memeriksa apakah ada sumbatan pada jalan napas

2) Breathing  merasakan adanya udara yang keluar dari hidung/mulut

3) Circulation  memeriksa perdarahan, bila ada hentikan perdarahan dengan metode RICE (rest / istirahatkan lokasi luka, ice / kompres es, compress / tekan/bebat luka dan elevation / tinggikan posisi kaki)

4) Disability  memeriksa kesadaran dan cedera yang timbul 5) Exposure  cegah hipotermi


(20)

Adalah mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.

Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.

Tujuan secondary survey adalah untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut.

d. Tertier survey

Adalah pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder. Tujuan dari survei tersier adalah mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operati. Survei tersier dilakukan :

1) Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan

2) Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakannya

3) Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban 4) Tahap rehabilitasi (pemulihan)

e. Stabilization f. Transfer


(1)

d. Mata memperhatikan dada pasien, kemudian tutuplah seluruh mulut pasien dengan mulut penolong

e. Hembuskanlah napas satu kali (tanda jika napas yang diberikan masuk adalah dada pasien mengembang) lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien menghembuskan nafas keluar (ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal

3. Napas Buatan

Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti nafas. Diberikan 2 kali efektif (dada mengembang)

4. Resusitasi Bayi

Langkah resusitasi bayi ialah : a. Penilaian awal keadaan bayi

Penilaian meliputi : bayi bersih dari mekonium, bernapas dan menangis dengan adekuat, tonus oto baik, warna kulit kemerahan dan bayi lahir cukup bulan. Bila ada jawaban tidak maka lakukan langkah selanjutnya.

b. Langkah awal resusitasi (dilakukan dalam waktu 30 detik) 1) Memberikan kehangatan

Dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas 2) Memposisikan bayi

Meletakkan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas. Dengan demikian posisi faring, laring, trakea dalam satu garis lurus. Pada posisi ini jalan nafas terbuka dan mudah dilakukan ventilasi dengan balon sungkup.

3) Membersihkan jalan napas (jika perlu)

Untuk persalinan dimana ketuban mengandung mekoneum. : yaitu sebelum bahu dilahirkan, petugas yang menolong persalinan harus menghisap cairan dari mulut, pharing dan hidung agar bayi tidak mengalami aspirasi mekoneum.

Untuk persalinan dimana ketuban tidak mengandung mekoneum : Lahirkan bayi kemudian hisap lender dari mulut bayi terlebih dahulu, selanjutnya penghisapan dilakukan melalui hidung kiri kanan. Jangan menghisap terlalu dalam (gunakan kekuatan penghisapan 100 mmHg) penghisapan terlalu dalam mengakibatkan bradichardi. Mulut dihisap terlebih dahulu sebelum hidung karena penghisapan hidung merangsang bayi bernafas dan akan terjadi aspirasi jika faring belum bersih.

4) Mengeringkan bayi

Pengeringan membantu mengurangi hipotermi dan juga merupakan rangsangan agar bayi bernafas / menangis. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan harus diganti dengan yang baru / masih kering dan hangat sebagai selimut.

5) Rangsangan taktil

Setelah bayi dibebaskan / dibersihkan jalan nafasnya dan dikeringkan tetap aneu tidak menangis, berikan rangsang taktil agar bernafas / menangis.


(2)

Cara rangsang yang aman :

a) Menepuk atau menyentil telapak kaki

b) Menggosok punggung, perut atau ekstremtas bayi 6) Stimulasi napas

Jika bayi bernafas tapi penilaian warna kulit menunjukkan adanya sianosis sentral tetap berikanlah oksigen aliran bebas 100 % (minimal 5L / menit) sampai sianosis sentral hilang. Bila keadaan bayi apneu maka dilakukan VTP dan diberi tambahan O2 sebanyak 5 liter/menit

c. Ventilasi Tekanan Positif (VTP) Langkah VTP, meliputi :

1) Informed concent dengan ibu atau keluarga pasien jika bayi memerlukan bantuan untuk memperbaiaki fungsi dari pernapasannya

2) Pasang sungkup dengan benar (menutupi hidung, mulut dan tepi dagu)

Sungkup diletakkan di wajah dengan menggunakan ibu jari, telunjuk dan jari tengah sedangkan jari manis dan kelingking mengangkat dagu ke depan untuk mempertahankan jalan napas terbuka. Upayakan dada terbuka untuk menilai pengembangan dada bayi pada saat melakukan ventilasi percobaan.

3) Lakukan VTP percobaan (dua kali)

4) Bila VTP percobaan baik, lakukan VTP dengan kecepatan 20 – 30 x dalam 30 detik. Hasil :

a) Jika setelah 30 detik pertama bayi menangis kuat dan bergerak aktif maka selimuti bayi dan serahkan pada ibunya untuk menjaga kehangatan tubuh dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

b) Jika setelah 30 detik pertama bayi belum bernapas spontan atau bermegap-megap maka lanjutkan tindakan VTP. Lakukan penilaian ulang bila tidak bernapas setelah dilakukan VTP lebih dari 2 menit maka rujuk. c) Jika bayi mulai bernapas tetapi disertai tarikan retraksi dinding dada

bawah maka segera rujuk ke fasilitas rujukan sambil tetap diberikan VTP d) Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernapas dan tidak ada

denyut jantung.

d. Pemantauan pasca resusitasi, meliputi pemantauan tanda-tanda bahaya bila bayi : 1) Pernapasan < 30 atau > 60 x/menit

2) Retraksi interkosta

3) Merintih atau megap-megap

4) Seluruh tubuh bayi pucat atau berwarna kebiruan 5) Bayi menjadi lemah


(3)

5. Manajemen Bencana Berbasis Kegawat Daruratan Sehari-hari a. Triage atau triase

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.

Triase adalah suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada penderita yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan seleksi adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat melakukan diagnose secara on the spot dengan cepat dan menentukan penanggulangannya.

Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua klien, menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.

Prinsip triage adalah :


(4)

2) Pengkajian adekuat dan akurat

3) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian. 4) Intervensi sesuai kekuatan kondisi

5) Tercapainya kepuasan pasien Jenis triage meliputi :

1) Multiple casualties

Adalah jumlah pasien dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Pasien dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi truma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

2) Mass casualities

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Kategori triage meliputi :

1) Prioritas Pertama (Merah : segera)

Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi, seperti :

a) Tindakan resusitasi segera b) Obstruksi jalan napas c) Kegawatan pernapasan d) Syok atau perdarahan berat e) Trauma parah

f) Luka bakar berat

2) Prioritas kedua (Kuning : mendesak)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah, seperti ;

a) Trauma abdomen

b) Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia c) Trauma ekstremitas

d) Patah tulang

e) Trauma kepala tertutup f) Trauma mata

g) Luka bakar derajat sedang

3) Prioritas ketiga (Hijau : tunda/evaluasi)

Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada pasien lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;

a) Cedera jaringan lunak b) Dislokasi ekstremitas


(5)

d) Gawat darurat psikologis 4) Prioritas nol (Hitam : meninggal)

Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperolehperawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.

b. Primary survey

Primary survey yaitu penanganan segera pada cedera yang mengancam keselamatan jiwa. Primary survey dirancang untuk mengenal masalah mengancam ekstremitas atau mengancam nyawa yang bermakna, selama fase resusitasi, keadaan yang mengancam nyawa ini diterapi sebelum melakukan secondary survey.

Primary survey dan resusitasi awal biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit dan fokus memberikan perawatan segera agar dapat bertahan hidup. Tanda-tanda vital harus dievaluasi terus menerus pada semua pasien pediatri cedera serius, setidaknya setiap 5 menit selama survey primer dan 15 menit selama sisa evaluasi.

Primary survey merupakan yang pertama dari empat fase utama dalam pengelolaan pasien trauma dan terjadi secara paralel dan simulasi. Secondary survey tidak dimulai sampai primary survey selesai, upaya resusitasi yang baik, dan pasien menunjukkan normalisasi fungsi vital.

Tujuan primary survey adalah :

1) Perawatan segera agar pasien dapat bertahan hidup

2) Untuk mengenal masalah yang mengancam ekstremitas atau mengancam nyawa

3) Untuk mengenal trauma yang mengancam nyawa yang harus segera mendapatkan penanganan sehingga mencegah komplikasi atau trauma lanjut Tahapan primary survey

1) Airway  memeriksa apakah ada sumbatan pada jalan napas

2) Breathing  merasakan adanya udara yang keluar dari hidung/mulut

3) Circulation  memeriksa perdarahan, bila ada hentikan perdarahan dengan metode RICE (rest / istirahatkan lokasi luka, ice / kompres es, compress / tekan/bebat luka dan elevation / tinggikan posisi kaki)

4) Disability  memeriksa kesadaran dan cedera yang timbul 5) Exposure  cegah hipotermi


(6)

Adalah mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.

Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.

Tujuan secondary survey adalah untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut.

d. Tertier survey

Adalah pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder. Tujuan dari survei tersier adalah mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operati. Survei tersier dilakukan :

1) Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan

2) Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakannya

3) Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban 4) Tahap rehabilitasi (pemulihan)

e. Stabilization f. Transfer