Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Lapangan KB di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Binjai Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kinerja

2.1.1

Pengertian Kinerja
Kinerja adalah suatu perbuatan, prestasi dan suatu pameran umum

keterampilan, serta pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.
Kinerja menetapkan standard-standard tertinggi seseorang, standard yang
melampaui apa yang diminta atau apa yang diharapkan orang lain pada dirinya
(John Whitemore, 1997).
Mahsun (2006) mengatakan bahwa kinerja (performance) adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program /
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Kinerja bisa diketahui hanya
jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan

yang telah ditetapkan.
Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja
dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan
baik (Gibson,dkk : 1996).
Kinerja mempunyai makna luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil
kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan tersebut, apa yang dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan

Universitas Sumatera Utara

kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi ekonomi (Wibowo, 2013).
Pada dasarnya kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan (output) dari
fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Kinerja merupakan proses mengolah input menjadi
output (Moeheriono, 2012).
Menurut Moeheriono (2012) kinerja mengandung dua komponen, yaitu :
1.


Kompetensi yaitu individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

2.

Produktivitas kompetensi, yaitu tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat
untuk mencapai outcome.
Robbins (2006), kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau

ability (A), motivasi atau motivasion (M) dan kesempatan atau opportunity (O),

yaitu kinerja = f (A x M x O). Artinya : kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Kemampuan, motivasi, dan kesempatan adalah faktor yang menentukan
kinerja. Kesempatan adalah tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan
fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang menghambat. Meskipun seorang
individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi
penghambat. Jadi sehubungan dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Menurut

Mangkunegara (2005) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup

banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah :
1.

Faktor personal/individual meliputi : pengetahuan keterampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu.

2.


Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3.

Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan satu tim.

4.

Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam
organisasi.

5.

Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.
Menurut Gibson (1996), ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi


kinerja yaitu : variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang secara
tidak langsung memengaruhi kinerja individu.

1.

Variabel Individu
Variabel individu dikelompokkan atas sub varibel kemampuan dan

keterampilan, latar belakang dan demografis.

Universitas Sumatera Utara

2.

Variabel Psikologis
Variabel psikologis dikelompokkan atas sub variabel persepsi, sikap,

kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel persepsi, sikap, dan kepribadian ini

merupakan hal yang kompleks dan sulit untuk diukur.
3.

Variabel Organisasi
Variabel organisasi dikelompokkan atas sub variabel sumber daya,

kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
2.1.3

Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

manajemen atau penyedia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu
periode tertentu (Sastrohadiwiryo, 2003).
Dalam mengembangkan organisasi, penilaian kerja menjadi suatu hal yang
penting. Melalui penilaian kinerja maka pimpinan dapat melihat pekerjaan yang
dilakukan sudah sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan sebagai tolok ukur
atau masih ada kekurangan.


Soedjono (2005) menyebutkan ada enam kriteria yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja pegawai secara indvidu yaitu:
1.

Kualitas hasil pekerjaan yang dikerjakan individu.

2.

Kuantitas pekerjaan yang merupakan jumlah yang dihasilkan atau jumlah
aktivitas yang dapat diselesaikan individu.

Universitas Sumatera Utara

3.

Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

4.

Efektivitas pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada

organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.

5.

Kemandirian dalam melaksanakan pekerjaan.

6.

Komitmen

kerja

yaitu

komitmen

kerja

antara


pegawai

dengan

organisasinya dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.

2.2

Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Ilyas (1999) yang mengutip pendapat Stoner bahwa motivasi
adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Sementara
George menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang
individu yang merangsangnya untuk melakukan beberapa tindakan.
Dalam kehidupan organisasi yang menjadi sasaran utama pemberian
motivasi oleh para pimpinan adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang
bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi
kerja tidak dapat ditingkatkan hanya dengan pemberian motivasi saja karena
merupakan perkalian antara kemampuan dengan motivasi.

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal dengan
istilah motivasi internal/intrinsik dan juga dapat berasal dari luar diri seseorang
yang dikenal dengan motivasi eksternal/ekstrinsik.
2.2.2

Teori-teori Motivasi
Menurut Hasibuan (2004) motivasi kerja merupakan daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama dan
bekerja efektif dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Sementara itu

Universitas Sumatera Utara

Siagian (2002) mendefenisikan motivasi kerja sebagai daya dorong bagi
seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan
organisasi mencapai tujuannya dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan
organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang
bersangkutan.
Menurut Hezberg (dalam Munandar 2011) motivasi kerja pada seseorang
pekerja dapat menimbulkan kepuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan

motivasi kerja terbagi dua yaitu :
a. Faktor intrinsik yang terdiri dari :
1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk menjalankan fungsi
jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan
pengarahan yang diterima.
2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat
maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
3. Pekerjaan itu sendiri (the work it self,) besar keilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan
kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah pekerjaan dan sifat
pekerjaan.
4. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi keberhasilan atau
kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya pelaksanaan kerja
penyelesaian masalah dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan.

Universitas Sumatera Utara

5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala tindakan
peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari penyelia,
manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan kerja dan
masyarakat umum.
b. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari :
1. administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan
tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam
perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen
organisasi dan manajemen perusahaan peraturan dan administrasi
perusahaan.
2. Penyeliaan (supervisi), derajat keajaran penyelia yang dirasakan diterima
oleh karyaan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan dalam
memperlakukan karyaan ketika atasan memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada keryaan.
3. Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai imbalan
perilaku kerja karyawan.
4. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara
karyaan dengan penyelia baahan dan rekan kerjanya.
5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan
tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik tempat karyawan
bekerja, termasuk fasilitas dan ciri-ciri ruangan.

Universitas Sumatera Utara

Apabila faktor intrinsik itu ada maka dapat memberikan motivasi yang
kuat dan kepuasan dalam diri seseorang, namun tidak menyebabkan
ketidakpuasan bila tidak ada faktor tersebut. Sedangkan faktor ekstrinsik, bila
kurang atau tidak diberikan maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada tenaga
kerja tetapi dapat menyebabkan tidak ada ketidakpuasan jika faktor tersebut ada.
Gomes (2013) membagi faktor-faktor motivasi kerja dalam dua bagian
yaitu :
a. Faktor individual yang mencakup kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuantujuan (goals), sikap-sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan
(abilities).

b. Faktor organisasional meliputi gaji (pay), keamanan pekerjaan (job
security), sesama pekerja (co-workes), pengawasan (supervision), pujian
(praise), dan pekerjaan itu sendiri (the work it self).

Berdasarkan yang dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor penggerak dari motivasi kerja pada diri seseorang terdiri atas faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang atau disebut faktor intrinsik dan faktor yang
berasal dari luar diri seseorang atau disebut juga faktor ekstrinsik.
2.2.3

Bentuk-Bentuk Motivasi Kerja
Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan

meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003), yaitu :
a. Kompensasi bentuk uang
Salah satu bentuk yang paling sering diberikan kepada tenaga kerja adalah
kompensasi yang sering diberikan berbentuk uang. Pemberian kompensasi
dalam bentuk uang sebagai motivasi kerja para pegawai memiliki dua

Universitas Sumatera Utara

pengaruh perilaku yaitu keanggotaan dan tenaga kerja yang pendapatannya
tidak lebih dari standar kehidupan yang layak.
b. Pengarahan dan pengendalian
Pengarahan yaitu menentukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak
mereka kerjakan, sedangkan pengendalian yaitu menentukan bahwa tenaga
kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan.
c. Penetapan pola kerja yang efektif
Pada umumnya reaksi dari kebosanan kerja akan menghambat
produktivitas kerja untuk menanggapinya digunakan beberapa teknik :
1. Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan dengan
kemampuan tenaga kerja.
2. Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk
melibatkan

pekerjaan

dalam

mengambil

keputusan

yang

mempengaruhi pekerjaan mereka.
3. Mengalihkan perhatian para pekerja dari pekerjaan yang membosankan
kepada instrumen (alat), aktu luang untuk istirahat dan sarana lain
yang lebih fantastis.
d. Kebajikan
Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang diambil
sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para
tenaga kerja.

2.3

Program Keluarga Berencana

2.3.1

Definisi Keluarga Berencana

Universitas Sumatera Utara

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1)
mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah
anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).
Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak
anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat
untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie dalam meutia 2015).
2.3.2 Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi
dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran
dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era
otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional
bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju,
bertanggung

jawab,

bertakwa

dan

mempunyai

anak

ideal,

dengan

demikiandiharapkan :
a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.
b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan
dasar pertimbangan moral dan agama.
c. Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan
ibu dan anak,serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan.
2.3.3 Sasaran Program Keluarga Berencana

Universitas Sumatera Utara

Sasaran pembangunan KKB nasional tahun 2015-2019 yaitu :
1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman yang komperehensif tentang
kependudukan, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi, serta
pembangunan keluarga dari PUS, WUS, remaja dan calon pengantin yang
diikuti dengan perilaku untuk menjadi aksepstor KB.
2.

Menurunkan laju pertumbuhan penduduk (LPP)

3.

Menurunkan Total Fertility Rate (TFR) dan unmeet-need, serta
meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi (CPR).

4.

Menurunkan kesenjangan TFR, CPR, unmeet need antar wilayah dan antar
tingkat sosial ekonomi

5.

Meningkatnya pemahaman yang komperehensif pada remaja mengenai
kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga.

6.

Menurunnya kelahiran pada perempuan usia remaja (15-19 tahun)

7.

Meningkatnya pemahaman dan kesadaran orang tua , remaja dan/ atau
anggota keluarga tentang fungsi keluarga dalam pembangunan keluarga.

8.

Tersedianya landasan hukum yang kuat dan serasi antara kebijakan
kependudukan dan KB dan sektor lainnya dan meningkatnya komitmen
pemangku

kebijakan

terkait

dalam

perencanaan,

penganggaran,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan kependudukan.
9. Meningkatnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan
dan KB yang akurat, tepat waktu, terintegrasi, mudah diakses, dan dapat
dimanfaatkan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
10. Menguatnya kelembagaan pembangunan bidang kependudukan dan
keluarga berencana (KKB).

Universitas Sumatera Utara

Indikator Kinerja Sasaran Renstra BKKBN 2015-2019 :
1.

Persentase laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,19

2.

Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR)per WUS (15-49 tahun) 2,28

3.

Persentase pemakaian kontrasepsi (contraseptive prevalence rate/CPR)
66,0

4.

Persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmeet need) (%)
9,91.

5.

Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19 tahun) 38 per
1000 kelahiran

6.

Persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun) 6,6.
(RPJMN 2015-2019)

2.3.4 Ruang Lingkup Program KB
Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB yang dapat
di berikan kepada masyarakat.
1.

Komunikasi informasi dan edukasi (KIE).

2.

Konseling.

3.

Pelayanan kontrasepsi.

4.

Pelayanan infertilitas.

5.

Pendidikan seksual.

6.

Konsultasi pra perkawinan dan konseling perkawinan.

7.

Konsultasi genetik.

8.

Tes keganasan.

9.

Adopsi.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai program dalam ruang lingkup program KB adalah sebagai
berikut.
1.

Program keluarga berencana
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.
a. Peningkatan pelayanan keluarga miskin, askeskin.
b. Pengembangan kebijakan dan strategi nasional KB rumah sakit serta
fasilitas pelayanan kesehatan rawat inap.
c. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi.
d. Jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin
dan pelayanan swasta.
e. Peningkatan akses informasi dan pelayanan KB pria.
f. Peningkatan advokasi dan pelayanan komunikasi informasi dan edukasi
serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak.

2.

Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.
a. Penyusunan buku dan materi KRR.
b. Penyuluhan dan penyebaran inSformasi penyelenggaraan KRR melalui
momen strategis.
c. Pemantauan dan evaluasi.
d. Pembinaan program melalui seminar dan pentaloka.
e. Pengembangan modul dan sistem pembelajaran.

3.

Program peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.
a. Peningkatan kemitraan dalam pembinaan ketahanan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

b. Kegiatan komunikasi informasi dan edukasi serta program peningkatan
kualitas lingkungan keluarga.
c. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ketahanan keluarga.
d. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga.
4. Program penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.
a. Peningkatan pelembagaan dan jejaring KB dan KR.
b. Peningkatan peran serta masyarakat dan pemberdayaan petugas lini
lapangan.
c. Perkuat jaringan kemitraan.
d. Peningkatan keterpaduan melalui kegiatan melalui kegiatan pada
berbagai momentum besar.
e. Pemantapan mekanisme operasional

2.4

Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana

2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB
Pencatatan dan Pelaporan pelayanan KB adalah suatu kegiatan mencatat
dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi
yang dilakukan oleh klinik KB, BPS atau tempat lainnya.
1. Penggunanaan Kartu Catatan Pasien
a. Kartu pendaftaran klinik KB
Digunakan sebagai saranan untuk pendaftaran pertama bagi klinik KB
baru pada saat didirikan dan pendaftaran ulang bagi semua klinik KB lama,
dilakukan setiap akhir tahun anggaran (setiap bulan Maret). Kartu ini berisi kb
yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

b. Rekapitulasi kartu pendaftaran klinik KB
Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan data dan informasi tentang
identitas, jumlah tenaga dan sarana klinik KB di wilayah kabupaten dan
kotamadya.
c. Kartu peserta KB
Digunakan sebagai media pengenal dan bukti bagi setiap peserta KB, kartu
ini merupakan sasaran untuk memudahkan mencari Kartu Status Peserta KB juga
berguna bagi peserta KB untuk memperoleh pelayanan ulang disemua klinik KB.
Kartu ini merupakan sumber informasi bagi peserta Pembantu Pembina Keluarga
Berencana Desa (PPKBD) atau sub PPKBD tentang kesertaan anggota binaannya
dalam ber KB.
d. Kartu status peserta KB
Dibuat untuk setiap pengunjung baru, khususnya peserta KB lama
pindahan dari klinik atau tempat pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk
mencatat identitas peserta pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat
identitas peserta KB, hasil pemeriksaan klinik KB, kunjungan ulang dan informed
consent.

e. Register Klinik KB
Digunakan untuk mencatat hasil pelayanan kontrasepsi yang diberikan
kepada peserta KB pada setiap hari pelayanan dan untuk memudahkan petugas
klinik KB dalam membuat pelaporan bulanan klinik KB pada akhir bulan.
f. Register alat kontrasepsi klinik KB

Universitas Sumatera Utara

Digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat
kontrasepsi di klinik KB, dengan tujunan untuk memudahkan membuat laporan
bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi setiap akhir bulan.
g. Laporan bulanan klinik KB
Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil pelayanan
kontrasepsi oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta (DBS) serta tempat
pelayanan lainnya. Laporan ini meliputi identitas klinik KB termasuk jumlah DBS
dan tempat lainnya. Juga meliputi hasil pelayanan KB, peserta ganti cara,
komplikasi, kegagalan, pencabutan implant, serta persediaan alat kontrasepsi yang
ada di klinik KB setiap bulan.
h. Rekapitulasi laporan bulanan klinik KB
Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan rekapitulasi kegiatan dan
hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB,
dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya yang berbeda di
wilayah kabupaten atau kotamadya. Laporan ini merupakan hasil rekapitulasi dari
semua

laporan

bulanan

klinik

KB

yang

diterima

oleh

BKKBN

kabupaten/kotamadya yang bersangkutan.
i. Buku bantu dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.
Digunakan sebagai sarana untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru
dan pencabutan implant oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan
lainnya.
j. Laporan bulanan petugas penghubung hasil pelayanan kontrasepsi oleh
dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lain formulir

Universitas Sumatera Utara

Digunakan sebagai sarana untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan
kontrasepsi yang dilakukan oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat
pelayanan lainnya. Laporan ini dibuat oleh petugas penghubung DBS dan tempat
pelayanan lainnya setiap bulan dengan cara mengambil/mencatat data atau
informasi dari buku bantu dokter/bidan praktik swasta.

2.5

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

2.5.1

Sejarah BKKBN
Upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok

orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal
abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan
pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di amerika serikat dikenal dengan
Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” nya merupakan
pelopor KB modern.
Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada
November 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang
pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi Internasional di New
York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control
League.

Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan
International Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensi di New

Delhi pada tahun 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood
Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran
dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-

Universitas Sumatera Utara

perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang
merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.
Sejarah KB di Indonesia di mulai yaitu pada tanggal 16 Agustus 1967 di
depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita
harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan
kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh
moral agama dan moral Pancasila ”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden

tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari
kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.
Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan
Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang
isinya antara lain:
a.

Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada

didalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.
b.

Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat

menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas
unsur Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11
Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968
tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan
Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra
dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat
dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga
Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No.

Universitas Sumatera Utara

36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi
Pemerintah.
Pada tahun 1969 – 1974 mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan
sebagai Kepala BKKBN adalah Haryono Suryono. Dua tahun kemudian, pada
tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan
Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah
Presiden.
Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai
lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan
umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan
kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.
Pada tahun 1974 -1979 pembinaan dan pendekatan program yang semula
berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sektor-sektor
pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond
Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis

Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.
Kemudian dilakukan pendekatan kemasyarakatan (partisipatif) yang
didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi
masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan
mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta

Universitas Sumatera Utara

KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang
baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan
mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan
fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan
pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang
dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.
Pada Tahun 1983-1988 muncul pendekatan baru antara lain melalui
Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan
masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut
ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai
dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi
pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.
Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal
28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB
Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan
dengan kampanye Lingkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan
tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.
Pada tahun 1988-1993 gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas
petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian
diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis
kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk
pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu
ada 16 jenis kontrepsi.

Universitas Sumatera Utara

Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sektor Keluarga
Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB
nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui
penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Pada tahun 1993-1998 kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga
berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh
pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar
dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan
dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan,
yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga
Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).
Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Sebagai

tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dimana BKKBN kemudian
direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi
hingga saat ini.
2.5.2 Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP)
Kota Binjai

Universitas Sumatera Utara

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP)
merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah yang dipimpin oleh seorang
kepala badan, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota
melalui sekretaris daerah kota. BKBPP mempunyai tugas membantu walikota
dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
pelayanan KB dan peningkatan peran perempuan, peningkatan peran masyarakat
dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dalam melaksanakan
tugas tersebut BKBPP menyelenggarakan fungsi:
1.

Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya.

2.

Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan lingkup tugasnya.

3.

Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

4.

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Organisasi BKBPP terdiri dari :

1.

Badan

2.

Sekretariat terdiri dari; sub bagian umum, sub bagian keuangan, sub
bagian program.

3.

Bidang KB dan kesehatan reproduksi terdiri dari; sub bidang pelayanan
KB dan partisipasi pria, sub bidang penyiapan kehidupan berkeluarga bagi
remaja dan kesehatan reproduksi.

4.

Bidang keluarga sejahtera dan penggerakan masyarakat terdiri dari; sub
bidang keluarga sejahtera, sub bidang penggerak masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

5.

Bidang data dan informasi, terdiri dari ; sub bidang pelaporan dan
pengolahan data, sub bidang penyebarluasan informasi.

6.

Bidang PP dan perlindungan anak terdiri dari :nsub bidang pengkajian,
pengembangan dan pengarusutamaan gender. Sub bidang peningkatan
kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak.

7.

Unit pelaksana teknis badan (UPTB)

8.

Kelompok jabatan fungsional.
Tugas pokok dan Fungsi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan (BKBPP) kota Binjai :
1.

BKBPP mempunyai tugas pokok yaitu membantu walikota dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang keluarga
berencana dan pemberdayaan perempuan.

2.

BKBPP mempunya fungsi yaitu:
a.

Merumuskan kebijakan teknis pelayanan keluarga berencana dan
pemberdayaan perempuan.

b.

Menyelenggarakan

perumusan

kebijaksanaan

sekretariat

dalam

pengelolaan administrasi, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan
dan pembekalan BKBPP.
c.

Melaksanakan

koordinasi

dengan

instansi

terkait

dengan

pengendaliankeluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
d.

Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait tentang pembinaan,
pembimbingan, dan fasilitasi terhadap bina-bina keluarga, Institusi
Masyarakat Pedesaan (IMP) dan pemberdayaan ekonomi keluarga.

Universitas Sumatera Utara

e.

Memantau serta mengevaluasi kegiatan pengumpulan pengolahan dan
penganalisaan data dan informasi program keluarga berencana,
keluarga sejahtera, kesehatan reproduksi, pengendalian penduduk dan
pemberdayaan perempuan.

f.

Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pembinaan, penggerakan
dan

pelaksaan

kegiatan

dan

pemberdayaan

perempuan

dan

perlindungan anak sesuai ketentuan dan standar yang sudah
ditetapkan.
g.

Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.

2.6

Petugas Lapangan Keluarga Berencana
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) atau disebut juga

Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan
tugas tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi, dan
pengembangan keluarga berencana nasional (Kepmen No.120/M.PAN/9/2004).
Sebagai petugas lapangan KB nasional, PLKB menyelenggarakan fungsi
sebagai :
1.

Penyuluhan KB, yaitu kegiatan penyampaian informasi dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga dan masyarakat
untuk mewujudkan keluarga berkualitas.

2.

Pelayanan KB, yaitu kegiatan pemberian fasilitas kepada keluarga dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam mewujudkan keluarga
kecil yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

Sasaran utama program KB yaitu Pasangan Usia Subur (PUS) yakni suami
istri yang berusia 15-49 tahun karena kemungkinan hamil dan memiliki anak.
Oleh karena itu, PLKB harus mampu memberikan informasi yang jelas, sehingga
mereka mengerti dan dapat merencanakan dan membentuk keluarga kecil
sejahtera.
2.6.1 Tugas pokok dan Fungsi PLKB
PLKB

mempunyai

fungsi

merencanakan,

mengorganisasikan,

mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi program KB Nasional dan
program pembangunan lainnya di tingkat kecamatan/kelurahan.
Tugas PLKB:
1. Perencanaan
PLKB dalam bidang perencanaan bertugas meliputi penguasaan potensi
wilayah kerja sejak pengumpulan data, analisa pemantauan masalah prioritas,
penyusunan rencana kerja dan memfasilitasi penyusunan jadwal kegiatan tingkat
RT, RW, dan Desa/Kelurahan.
2.

Pengorganisasian
PLKB dalam bidang pengorganisasian meliputi memperluas pengetahuan

dan wawasan program, rekrutmen kader, mengembangkan kemampuan dan
memerankan kader dan mitra kerja lainnya dalam program KB Nasional. Bila
diwilayah kerja tidak ada kader, PLKB diharapkan dapat membentuk kader,
memberikan

pelatihan/orientasi

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

keterampilan kader, memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang lebih besar
kepada kader untuk berperan sampai dengan pengembangan kemitraan dan
jaringan kerja dengan berbagai instansi yang ada.

Universitas Sumatera Utara

3.

Pelaksanaan dan Pengelola Program
PLKB sebagai pelaksana dan pengelola memiliki tugas melakukan

berbagai kegiatan mulai dari penyiapan IMP dan mitra kerja lainnya dalam
melaksanakan program, memfasilitasi peran IMP dan mitra lainnya penyiapan
dukungan untuk terselenggaranya program KB Nasional di kecamatan/kelurahan
serta advokasi KIE/Konselimg maupun pemberian pelayanan program KB (KBKR dan Program KS-PK.
4.

Pengembangan
Tugas PLKB melaksanakan pengembangan kemampuan teknis IMP dan

mitra lainnya dalam penyelenggaraan program KB Nasional di Desa/Kelurahan.
5.

Evaluasi dan Pelaporan
Tugas PLKB dalam evaluasi dan pelaporan program KB Nasional sesuai

dengan sistem pelaporan yang telah ditentukan secara berkala.
2.6.2

Penjenjangan Jabatan PLKB
Jenjang jabatan fungsional PLKB terdiri dari PLKB terampil dan PLKB

ahli. PLKB terampil adalah PLKB yang mempunyai latar belakang pendidikan
minimal SLTA atau D I. pangkat serendah-rendahnya adalah pengatur muda (II/a)
ditambah dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB terampil dari yang
terendah sampai dengan tertinggi adalah (a)PLKB pelaksana Pemula, (b)PLKB
Pelaksana (c) PLKB Pelaksana Lanjutan, (d)PLKB Penyelia.

Universitas Sumatera Utara

PLKB ahli adalah PLKB yang berpendidikan minimal sarjana (SI),
pangkat/golongan (III/a) dengan kualifikasi pendidikan (bidang studi) sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jenjang jabatan PLKB ahli dari yang
terendah sampai yang tertinggi adalah (a) PLKB Pertama, (b)PLKB Muda, (c)
PLKB Madya.
2.6.3

Kinerja PLKB
Kinerja PLKB adalah hasil kerja dan tingkat keberhasilan PLKB dalam

menjalankan tugas selakupetugas lapangan KB dalam melakukan penyuluhan dan
pelayanan KB Nasional. Kinerja PLKB dapat dilihat dari kemampuan kerja PLKB
yang tampak dalam situasi dan kondisi kerja sehari-hari.
Menurut Badan Kepegawaian Negara (2005), kinerja Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dilihat dari aspek kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu,
penggunaan tenaga sesuai dengan kemampuan, kemandirian, dan komitmen kerja.
Dalam konteks penilaian kinerja PLKB diukur melalui indikator sepuluh langkah
kerja PLKB yaitu, pendekatan tokoh formal, pendekatan tokoh informal,
pendataan dan pemetaan, pembetukan kesepakatan, pemantapan kesepakatan,
komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) pada masyarakat, pembentukan grup
plopor, pelayanan KB, pembinaan peserta, evaluasi, pencatatan, dan pelaporan.

Universitas Sumatera Utara

2.7

Landasan Teori
Faktor Intrinsik

1. Tanggung
Jawab
2. Prestasi
3. pengakuan
4. Kenaikan
Pangkat
5. Pekerjaan itu
Sendiri
6. Kemungkinan
untuk tumbuh

Motivasi Kerja
Faktor Ekstrinsik
(Higiene Factor)

1.
2.
3.
4.
5.

Kompensasi
Kondisi Kerja
Kebijaksanaan
Supervisi
Hubungan
dengan atasan
6. Hubungan
dengan rekan
kerja
7. Kestabilan kerja
8. Kehidupan
Pribadi

Gambar 2.1 : Teori motivasi menurut Hezberg

Universitas Sumatera Utara

2.8

Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Motivasi Kerja

Intrinsik
1.
2.
3.
4.

Tanggung Jawab
Prestasi
Pengakuan
Pekerjaan itu
Sendiri

Kinerja Petugas
Lapangan KB

ekstrinsik
1. Kondisi kerja
2. Insentif
3. Hubungan antar
pribadi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara