Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB IV
BAB IV
DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP
KEHIDUPAN MASYARAKAT DI
PEMUKIMAN SUNGAI WANAGON
KAMPUNG WAA
Persepsi Masyarakat di Kampung Waa Terhadap Limbah
Tailings PT Freeport Indonesia
Bab ini sebagai temuan lapangan, kebanyakan menyoroti
tentang persepsi masyarakat terhadap limbah tailings yang dilihat
dalam konteks ekonomi masyarakat dan konteks sosiologi masyarakat
di kampung Waa. Selain itu juga dilihat melalui interaksi masyarakat di
sungai Wanagon kampung Waa terhadap limbah tailings dan pola
imigrasi masyarakat masuk menguasai pemukiman sungai Wanagon
kampung Waa.
Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah
Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi
Tailings dari
Dalam
kegiatan
operasional
pertambangan
untuk
mendapatkan konsentrat emas dan tembaga, PTFI menghasilkan tailing
atau pasir sisa tambang (SIRSAT) yang umumnya mempunyai sifat fisik
dan kimia yang tidak menguntungkan. Limbah tailings merupakan
ampas batuan alam yang tergiling halus, yang tertinggal setelah
konsentrat dipisahkan dari bijih pada pabrik penggilingan. Jumlah
tailings yang dihasilkan PT Freeport Indonesia adalah sekitar 250-300
ribu ton/hari. Limbah tailings ini memiliki dampak positif dan negative
bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat di pemukiman
sungai Wanagon. Dampak negative dari limbah tailings, yaitu
kehadirannya di industri pertambangan dapat mencemari badan sungai
47
dan mencemari lingkungan alam sekitarnya yang berimplikasi
terhadap kehidupan masyarakat yang tergantung pada lingkungan
tersebut. Sedangkan dampak positif, yaitu limbah tailings yang dibuang
oleh PTFI, mengandung sisa dari emas dan tembaga yang memiliki
nilai ekonomi. Materi ekologi ini, kemudian dapat mengundang
aktivitas masyarakat di sungai Wanagon untuk mendulang emas agar
memperoleh penghidupan ekonomi bagi masyarakat tersebut. Hal ini
dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak Elewi Waker,
bahwa96;
“Masyarakat disini sudah menetap dari tahun 1997, kami
masuk menguasai wilayah disini dan membuka area disini
untuk mendulang emas. Pertama kali kami masuk, sehingga
masyarakat yang lain masuk secara perlahan-lahan sampai
sepanjang sungai ini menjadi tempat pendulangan yang
besar. Masalah limbah itu sudah menjadi lahan dan bank bagi
kami, karena kami mendulang emas dan tinggal disini karena
adanya emas. Dengan kita mendulang emas disini kita bisa
memperoleh hidup dari situ untuk melakukan kegiatan apa
saja seperti; membantu keluarga, sahabat, kerabat dan suku
dalam hal berbagai kesusahan dan penyelesai masalah
seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin,
peresmian gereja dan upacara adat lainnya. Dengan itu maka
kami suda terbiasa tinggal disini untuk mendulang emas.
Namun dampak dari limbah tersebut apabila masuk melalui
tangan, kaki dan penghirupan dengan udara melalui hidung
biasanya dapat menyebabkan gejala keracunan seperti;
kerusakan hati, kerusakan kulit, Diare, dan lama kelamaan
menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Pak Elewi juga
menjelaskan jumlah korban akibat keracunan logam berat
semenjak masyarakat masuk pada tahun 1997 adalah 1000
orang yang telah meninggal dunia.
Dari penjelasan diatas ini menunjukkan, bahwa limbah tailings
memiliki dampak negative terhadap kesehatan masyarakat di
pemukiman sungai Wanagon, namun masyarakat tetap dapat bertahan
untuk mendulang emas. Masyarakat juga mengetahui dan menjelaskan
tentang dampak limbah tailings terhadap kesehatan mereka, namun
dari penjelasan ini menunjukkan bahwa mereka tidak menghindari
dampak limbah tersebut terhadap kesehatannya, karena masyarakat
96
. Wawancara pada tangal 5 Februari 2015
48
memiliki ketergantungan terhadap limbah tailings yang dapat diolah
menjadi emas untuk mereka dapat bertahan hidup (live survive). Hal
ini Menurut Greertz, dalam pandangan antropologi mengatakan
sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau hubungan sebab akibat,
kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan cara pandang
masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat terhadap segala
sesuatu yang ada di kelilingnya. Sedangkan menurut Notoatmodjo, S.,
(2003), mengatakan bahwa manusia dengan pengetahuannya dapat
mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat
memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan
berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian,
namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan
dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka97. Demikian pula
kehidupan masyarakat di kampung Waa, disisi lain mereka
memanfaatkan lingkungan berlimbah tailings untuk mendulang emas,
namun disisi lain mereka menjadi korban akibat karacunan limbah
tailings. Dari segi keuntungan ekonomi yang diperoleh ini juga dapat
dijelasksan menurut Bapak Tadius Magai sebagai salah satu karyawan
PT Freeport di Tembagapura, bahwa98;
“Masyarakat mereka tetap mendulang tanpa mepedulikan
bahayanya terhadap kesehatan, karena memperoleh
penghasilan
yang
besar
sebesar
Rp.5000.000,007000.000,00/hari. Hal inilah yang membuat masyarakat
disana tetap dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak
dan efek buruk bagi kesehatan mereka. Selain itu sebagian
besar masyarakat disini, karena berasal dari masyarakat
golongan bawah, maka mereka masuk disini untuk
mendulang emas dan menempati wilayah tersebut untuk
menjadi tempat pemukiman bagi mereka”
Penjelasan Bapak Tadius Magai ini, menunjukan bahwa ada
kondisi ekonomi dengan keuntungan yang diperolehnya berpengaruh
terhadap strategi bertahan hidup masyarakat di kampung Waa. Selain
. Soekidjo, N., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
. Wawancara dengan Bapak Tadius Magai Pada Tagal 1 Februari tahun 2015 sebagai
karkawan Freeport
97
98
49
itu sebagian besar masyarakat pendulang emas di pemukiman sungai
Wanagon, adalah berasal dari masyarakat kelas bawah, sehingga
mereka tidak bisa dapat mengakses pekerjaan lain yang layak untuk
menunjang kehidupan ekonominya, dengan demikian kondisi ini juga
kemungkinan berpengaruh terhadap strategi bertahan hidup pada
masyarakat sebagai suatu kontrol dan tujuan hidup masyarakat dalam
menghadapi lingkungan berlimbah tailings yang mengandung bahan
berbahaya beracun. Terkait dengan dampak lingkungan, menurut
kajian yang dilakukan oleh Walhi 2006 menunjukan bahwa;
“Dampak limbah tailings tersebut, dari berbagai studi tentang
dampak limbah PT Freeport Indonesia, telah menunjukan
status waspada bagi masyarakat secara khusus masyarakat
yang berada di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.
H al ini diketahui dari kajian Walhi pada tahun 2006,
menunjukan masih banyak penduduk yang mencari emas di
sungai sampai hulu sungai Desa Banti dan Waa yang dekat
dengan pabrik pengolahan. Hal ini lebih jauh didukung
dengan fakta bahwa terdapat ketidak pastian yang tinggi
terhadap perkiraan resiko bahaya bagi kesehatan manusia
akibat bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakannya.
Dari hasil kajian ini diharapkan agar diperlukan larangan,
petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di
sepanjang sungai”
Di kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini, tetap menjadi
lingkungan yang menghidupkan bagi masyarakat dengan memproses
limbah tailings di kali kabur (sungai Wanagon) menjadi emas untuk
dapat dipertukarkan dengan uang dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat. Wawancara dengan salah seorang Ibu yang
bernama Jorina Tabuni, yang sudah lama menetap disana, mengatakan
bahwa99;
“Kita tau bahwa limbah tailing yang dibuang itu ada kimia
yang membahayakan bagi kesehatan kita, begitu tetapi kita
sudah terbiasa mendulang disini, karena kami memperoleh
penghidupan dari limbah tersebut, kalo tidak kami mau
kemana dan makan apa? oleh karena itu dengan adanya emas
disini kami bisa mendulang untuk memperoleh penghidupan
dan membantu anak-anak kami yang sekolah dan kuliah.
99
. Wawancara Pada Tagal 28 Januari Tahun 2015
50
Bahkan banyak orang kami dari luar biasanya untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan seperti; penyelesaian
perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan
permasalahan lainnya, maka mereka akan mengharapkan
bantuan kepada kami disini untuk dibantunya. Karena disini
orang mendulang dengan bau kimia yang berbahaya tetapi
bisa memperoleh penghasilan perhari sebesar 6-7 juta keatas,
kalo sebulan 50-100. Oleh karena itu untuk menyelesaikan
semuanya, kami tidak susah selagi emas ini masih ada”
Ibu Jorina menjelaskan hasil dulang yang diperoleh tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saja, tetapi ia juga
menjelaskan bahwa hasil dulang yang diperolehnya juga dapat
digunakan untuk membiayai anak-anaknya yang sekolah dan kuliah.
Selain itu Ibu Jorina juga menjelaskan tentang pengetahuan masyarakat
yang diketahui tentang resiko dari limbah tailings tersebut.
Keuntungan yang diperoleh ini juga dapat membantu keluarga atau
kerabat lainnya dalam hal berbagai kesusahan dalam penyelesaian
masalah yang dilakukan secara adat. Terkati dengan hubungan adat isti
adat ini menurut Edward B.Taylor mengatakan, bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan
kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat.
Penyelesaian masalah yang dilakukan secara adat, merupakan
merupakan hukum dan norma pada masyarakat di kampung Waa
sebagai suatu keharusan dalam penyelesai berbagai masalah secara adat.
Penyelesaiaan berbagai masalah dengan adanya hubungan toleransi ini
katatakan menurut B. Suyanto, (2002), merupakan, kewajiban
memberi atau membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan
pengembalian, pembayaran atau balasan yang setara dan langsung.
Pertukaran tidak langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk
jaringan sosial melalui para aktor atau kelompok dalam membangun
suatu relasi pada masyarakat. Pola pertukaran tidak langsung ini
digambarkan dalam konteks sosiologi masyarakat dipemukiman sungai
Wanagon kampung Waa, melalui hubungan relasi kebersamaan,
melalui keluarga, kerabat dan suku yang dilakukan melalui saling
membantu dan menolong yang dilakukan dalam penyelesaian berbagai
masalah melalui para actor yang berperan didalamnya, seperti kepala
51
suku, toko masyarakat, dan orang-orang yang berpengaruh di
masyarakat di kampung Waa.
Hubungan solidaritas ini sudah menjadi budaya yang terpola
pada masyarakat di kampung Waa. Sehingga dengan masyarakat
mengandalkan sumberdaya ekologi yang diperolehnya melalui emas
yang didulang, maka sumberdaya tersebut menjadi kekuatan ekonomi
pada masyarakat, namun disisi lain juga menjadi kekuatan sosial dalam
membangun peran masyarakat melalui hubungan interaksi sosial yang
berlangsungnya dalam hal saling membantu dan menolong yang
dilakukannya.
Sedangkan dari konteksi ekonomi, cara produksi emas
kemudian emas tersebut dapat dijual oleh masyarakat untuk
memperoleh uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli
beras, garam dan bahan konsumen pokok lainnya. Kemudian juga
mereka dapat menafkai keluarga dan membantu keluarga dan kerabat
lainnya dalam penyelesaiaan berbagai masalah yang dilakukan secara
adat. Mekanisme pertukaran ini digolongkan oleh Damsar & Indrayani,
(2009), menjadi tipe U-K-U, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam
uang, kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi untuk
menunjang berbagai kehidupan pada masyarakat.
Pola pertukaran ini Menurut Damsar & Indrayani, (2009),
merupakan pertukaran langsung dengan membayar atau membalas
kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka
berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama secara ekonomi.
Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau komoditas
yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja manusia
yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk dipertukarkan
melalui mekanisme pasar. Demikian juga dengan sistem ekonomi pada
masyarakat dikampung Waa, yaitu setelah masyarakat memproduksi
emas, mereka dapat menjual melalui pedagang dan membeli emas yang
berada di sungai Wanagon kampung Waa. Terkait dengan dampak
52
limbah talings, juga menurut wawancara dengan salah seorang
pendulang emas yang bernama Tinus Tinal, mengatakan bahwa100;
“Limbah tersebut mengandung kimia yang berbahaya bagi
kesehatan kami, tetapi kami disini sudah terbiasa dalam hal
mendulang dan berhubungan dengan kimia. Selain itu kimia
pada area kami itu sudah menjadi uang atau bank kami,
karena untuk memperoleh segala sesuatu kami akan
memperoleh sumber penghidupan dari sana”
Pandangan ini mengambarkan masyarakat dipemukiman
sungai Wanagon kampung Waa, bahwa limbah tailings pada area
penambangan masyarakat merupakan uang dan bank mereka. Dengan
adanya emas inilah yang kemudian dapat mengundang masyarakat
masuk untuk menguasai wilayah pemukiman sungai Wanagon
kampung Waa untuk dapat survive dengan lingkungan. Sebagian besar
masyarakat dipemukiman sungai Wanagon berasal dari luar, namun
dengan adanya aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia, maka
dapat mengundang aktivitas masyarakat untuk masuk menguasai
wilayah pemukiman tersebut menjadi tempat tinggal. Hal ini dapat
dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Militer murib sebagai
salah satu pendulang emas, mengatakan bahwa101;
“Kami dari dahulu masuk dan menguasai tempat disini,
karena adanya emas. Dengan adanya emas inilah yang
kemudian kami menguasai area mendulang supanjang sungai
disini untuk menjadi tempat dulang. Jikalau emas ini habis
maka kami mungkin akan berpindah ke tempat lain untuk
mendapatkan pekerjaan lain. Sedangkan disini kami tinggal
di hutan yang memberikan ketenangan tersediri, dan kami
memperoleh kayu bakar dan kayu untuk membuat pagar,
buat rumah dan juga dapat bercocok tanam disini. Dengan
lingkungan alam yang menyediakan ini dapat membuat kami
nyaman untuk tinggal disini dan mendulang emas”
Lingkungan yang ditempati masyarakat, sebagai lingkungan
subsisten yang dapat memungkinkan bagi aktivitas masyarakat dalam
mendulang emas. Lingkungan subsisten yang mendukung ini dapat
100
101
. Wawancara Pada Tangal 2 Februai Tahun 2015
. Wawancara Pada Tangal 17 Februari Tahun 2015
53
dilihat dari cara bercocok tanam masyarakat, melalui berkebun,
mencari kayu bakar, membuat honai atau kem sebagai tempat tinggal
masyarakat dan juga memperoleh pangan langsung secara subsisten
pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.
Dengan demikian interaksi masyarakat kampung Waa dengan
lingkungan tidak hanya terjadi pada pemanfaatan emas saja, namun
masyarakat dapat memanfaatkan lingkungan alam sekitarnya secara
subsisten untuk dapat bertahan hidup. Hal ini sudah menjadi sistem
yang terpolah pada masyarakat dan yang merupakan budaya mulamula pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon yang dapat
mendukung aktivitas masyarakat dalam mendulang emas. Menurut
Arya Hadi Dharmawan, (2007), dari sudut pandang ekologi, manusia
memerlukan energi, materi dan informasi dari alam untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia.
Sedangkan sistem sosial masyarakat dibangun berdasarkan; organisasi
sosial atau sistem pengendali, kelembagaan, teknologi, populasi
(demografi), norma dan nilai yang dibangun pada masyarakat. Hal ini
dapat dikatakan juga menurut wawancara dengan Bapak Teltius
Klabetme sebagai salah seorang pendulang emas yang menetap lama di
kali kabur (kali kabur sebagai sapaan masyarakat sehari-hari untuk
menyebut sungai Wanagon). mengatakan bahwa102;
“Kehidupan masyarakat disini sudah biasa dengan alam,
sehingga dengan adanya emas sini mereka dapat menguasi
sumua area sepanjang pemukiman sungai disini menjadi
tempat tinggal mereka. Mereka sangat kaya dengan emas,
setiap hari mereka mendulang mereka memperoleh hasil
yang jauh lebih besar dibanding gaji buru atau karyawan
untuk per harinya penghasilan mereka, sebesar Rp 5-7 juta
keatas. Oleh kerena itu mereka bertahan disini, dengan
tujuan untuk mereka mendulang emas. Sedangkan masalah
limbah bagi masyarakat disini itu sudah menjadi emas bagi
mereka, sehingga anggapan masyarakat disini setiap kali jika
ada limbah tailing yang terbuang baru, maka mereka akan
menantikan limbah baru tersebut untuk mendulangnya,
karena didalam limbah tersebut terbawa dengan emas”
. Wawancara Dengan Bapak Angga, Propesi sebagai pedagang dari laur Pada Tangal 4
Februai Tahun 2015
102
54
Versi ini mengambarkan cara mendulang masyarakat, melalui
area yang sudah dibuat oleh masyarakat setelah habis diproses menjadi
emas, maka mereka akan mengharapkan limbah baru dari sisa
pengolahan tambang Freeport yang dibuang melalui sistem sungai
Wanagon yang masuk menggenangi area dulang masyarakat untuk
kemudian dapat didulang oleh masyarakat untuk dapat bertahan hidup.
Sedangkan masyarakat yang masuk di pemukiman sungai Wanagon,
yaitu mereka mengikuti hubungan keluarga dan kerabat mereka
sehingga secara perlahan-lahan mereka dapat menguasai sepanjang
sungai Wanagon untu menjadi pendulang emas. Hal ini dapat
dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Dimas Alom sebagai
salah seorang pendulang emas, bahwa103;
“Kami masuk disini mengikuti keluarga dan kerabat kami
yang masuk diluan disini, dan mereka memberikan tempat
area disini untuk mendulangnya. Kami memperoleh sumber
kehidupan ekonomi dengan adanya emas. Dengan
mendulang dan tinggal disini, maka kami bisa memenuhi
kehidupan kami dan menyelesaian berbagai masalah dengan
membantu keluarga dan kerabat kami yang susah dan anakanak kami yang sekolah dan kuliah. Pandangan masyarakat
kami dari luar, biasa menganggap kami hidup dari emas
dengan banyak uang, sehinga apabila ada masalah, maka
mereka akan datang kepada kami disini. Jika mereka datang,
maka kami biasanya mendulang dengan mengajak kerabat
dan keluarga kami disini secara gotong-royong untuk
memulangkan dan membantunya. Dengan kami tingal
seperti ini, kami sudah terbiasa dengan limbah dan setiap
hari kehidupan kami berasal dari sana, oleh karena itu kita
tidak peduli dampak racun yang biasa menyebabkan
kerusakan hati, iritasi, kerusakan kulit, saraf bahkan pada
tahap yang lebih tinggi menyebabkan kelumpuhan dan
kematian”
Pandangan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat di
pemukiman sungai Wanagon kampung Waa melakukan imigrasi dari
luar seperti dari kabupaten Mimika kota dan distrik Tembagapura kota
untuk masuk di wilayah pemukiman sungai Wanagon, menjadi
pendulang emas. Wilayah sungai Wanagon yang dari dahulu hutan
103
. Wawancara Pada Tangal 15 Februari Tahun 2015
55
rimbah tersebut, dengan adanya emas dari hasil penambangan
Freeport, maka wilayah tersebut menjadi tempat penambangan oleh
penduduk lokal sekitarnya pada tahun 1996. Sebagian besar masyarakat
di pemukiman sungai Wanagon menjadi pendulang emas, karena
mereka tidak memiliki pekerjaan dan berasal dari masyarakat golongan
bawah. Sehingga dengan adanya tekanan ekonomi, membuat
masyarakat survive menjadi pendulang emas. Dengan mendulang
emas, mereka memperoleh keuntungan ekonomi yang besar, namun
dari faktor sosial budaya masyarakat dikampung Waa ada relasi saling
membantu dan menolong yang dilakukan dalam berbagai hal. Kondisi
sosial ekonomi ini memainkan peran penting dalam ruang lingkup
sosial masyarakat di kampung Waa. Sedangkan interaksi masyarakat
dengan lingkungan, memberikan ruang yang menguntungkan melalui
sumberdaya ekologi yang diperolehnya, namun interaksi dengan
lingkungan yang merugikan bagi masyarakat kampung Waa, yaitu
implikasi dari keracunan limbah tailings terhadap kesehatan
masyarakat di kampung Waa. Menurut wawancara dengan bapak Tomi
sebagai salah seorang pedagang pembeli emas, menjelaskan bahwa 104;
“Masyarakat mereka tetap bertahan untuk mendulang tanpa
mepedulikan bahayanya terhadap kesehatan, karena mereka
memperoleh
penghasilan
sebesar
Rp.5000.000,007000.000,00/hari sedangkan per bulan penghasilan bisa
mencapai 50-100 juta keatas. Hal inilah yang membuat
masyarakat disana dapat bertahan hidup, tanpa melihat
dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka karena
adanya emas yang membuat masyarakat disini tetap bertahan
untuk mendulang dengan tanpa mempedulikan masalahnya
terhadap kesehatannya. Mereka memeperoleh keuntungan
dari situ, kemudian membantu anak-anak mereka yang
sekolah atu keluarga mereka yang datang berkunjung
kepadanya dalam hal kesusahan yang memerlukan bantuan
dan dalam hal ada masalah pribadi dan keluarga yang
membelitnya”
Hal ini menunjukan bahwa peran sosial masyarakat juga dapat
ditentukan melalui pola hubungan saling memberi yang dilakukan
antar masyarakat. Peran sosial masyarakat ini dapat berjalan dengan
104
. Wawancara Pada Tangal 15 Februai tahun 2015
56
mereka dapat mengandalkan sumberdaya ekologinya, maka
sumberdaya ekologi ini juga menjadi sumber ekonomi sebagai
mobilitas pengerak dalam menjalin relasi kebersamaan pada
masyarakat di kampung Waa. Hal ini juga dapat dijelaskan melalui
wawancara dengan salah satu Bapak Katagame sebagai pendulang
emas, mengatakan bahwa105;
“Limbah kimia yang dibuang itu, dapat membahayakan bagi
kesehatan tetapi limbah tersebut terkandung emas yang
menguntungkan bagi kami. Limbah itu sudah menjadi lahan
ekonomi bagi kami. Dengan tinggal disini, kami biasa
membantu keluarga, sababat, kerabat dan suku yang datang
dari luar dan disini dalam berbagai penyelesaian masalah”
Hal yang demikian juga dikatakan menurut wawancara dengan
Ibu Mina Magai sebagai salah seorang pendulang emas di pemukiman
sungai Wanagon menjelaskan bahwa106;
“Dengan mendulang emas disini, kami dapat memperoleh
penghidupan dari sana untuk memenuhi kebutuhan kami,
selain itu kami juga membantu keluarga, kerabat dan
sebahabat kami yang dalam keadaan kesulitan atau dalam
keadaan masalah”
Wawancara dengan Bapak Kalis Omaleng sebagai salah
seorang pendulang emas juga mengataka, bahwa107;
“Masyarakat disini berada karena adanya emas yang mereka
peroleh dengan keuntungan yang berlipat ganda. Hal inilah
yang membuat masyarakat tidak bisa tinggalkan tempat ini,
semenjak dari dahulu mereka masuk tetap bertahan disini
untuk mendulang emas. Meskipun ada dampak kimia itu
berbahaya bagi kesehatannya”
Wawancara dengan Bapak Tiken Beanal sebagai penduduk asli
di Tembagapura, menjelaskan bahwa108;
. Wawancara pada Tangal 1 Februari Tahun 2015
. Wawancara Pada Tangal 5 Maret 2015
107 . Wawancara Pada Tangal 14 Februari Tahun 2015
108 . Wawancara Pada Tangal 3 Maret Tahun 2015
105
106
57
“Masyarakat disini tidak mempedulikan bahaya kimia,
meskipun bahaya kamia tersebut juga menelan banyak
korban jiwa di sini melalui tanah longsor dan dengan adanya
keracunan logam berat berbahaya yang masuk melalui
tubuh. Jika dampak kimia berkontak langsung pada bagian
kaki atau tangan dan penghirupan pada hidung,
mengakibatkan gajala keracunan pada tubuh. Demikian juga
dari cara makan dan minum yang dilakukan tanpa mencuci
tangan yang dilakukan saat mendulang emas dan habis
pulang dari tempat mendulang”
Di kondisi lingkungan yang tercemar ini juga selain dari segi
keuntungan ekonomi yang diperolehnya, maka pola perilaku yang
terdapat pada kebiasaan masyarakat dalam mendulang kemudian pola
makan dan minum yang tidak higenis juga dapat berpengaruh terhadap
kemungkinan resiko yang akan ditimbulkan terhadap permasalahan
kesehatan. Permasalahan kesehatan merupakan permasalahan yang
berhubungan dengan manusia yang lebih lebih lanjut dikaji dalam
antropologi kesehatan (medical anthropology) untuk menstudi
manusia melalui perilaku dan kebudayaannya. Menurut Foster dan
Anderson, (1978), menjelaskan antropologi kesehatan sebagai suatu
disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek biologi dan budaya
berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua
aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan dan
penyakit. Aspek biologi pada masyarakat di kampung Waa, implikasi
dari logam berat terhadap kesehatan masyarakat di kampung Waa,
sedangkan aspek kebudayaan berhubungan dengan perilaku dan
pengetahuan masyarakat tentang limbah tailings. Pengetahuan
masyarakat di kampung tentang limbah tailings juga berhubungan
dengan penghayatan dan sikap masyarakat terhadap usaha dalam
bertahan hidup. Hal juga dijelaskan menurut Sarwono, S., (2010),
bahwa antropologi kehesehatan berhubungan dengan studi tentang
pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan masyarakat tentang
penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih luas lagi mengkaji dari
aspek fisik, sosial, dan budaya.
Menurut Ritohardoyo, S., (2006), menjelaskan bahwa, perilaku
manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, yaitu pendukung,
pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik
58
maupun lingkungan sosial. Faktor pengaruh yaitu meliputi pandangan
hidup, adat isti adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Faktor
pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan, kebudaya dan strata sosial.
Dari kedua hal ini dapat menggambarkan kondisi masyarakat di
kampung Waa, dari faktor pendukung dilihat dengan adanya emas
sebagai sumber penghidupan ekonomi yang dapat mengundang
aktivitas masyarakat untuk masuk mendulang emas di sungai
Wanagon, kemudian ada relasi toleransi dan kebersamaan yang terjadi
secara adat kemudian ada tekanan konflik yang membuat masyarakat
untuk tetap dapat survive dengan mendulang emas untuk menunjang
berbagai kehidupan sosial pada masyarakat.
59
DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP
KEHIDUPAN MASYARAKAT DI
PEMUKIMAN SUNGAI WANAGON
KAMPUNG WAA
Persepsi Masyarakat di Kampung Waa Terhadap Limbah
Tailings PT Freeport Indonesia
Bab ini sebagai temuan lapangan, kebanyakan menyoroti
tentang persepsi masyarakat terhadap limbah tailings yang dilihat
dalam konteks ekonomi masyarakat dan konteks sosiologi masyarakat
di kampung Waa. Selain itu juga dilihat melalui interaksi masyarakat di
sungai Wanagon kampung Waa terhadap limbah tailings dan pola
imigrasi masyarakat masuk menguasai pemukiman sungai Wanagon
kampung Waa.
Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah
Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi
Tailings dari
Dalam
kegiatan
operasional
pertambangan
untuk
mendapatkan konsentrat emas dan tembaga, PTFI menghasilkan tailing
atau pasir sisa tambang (SIRSAT) yang umumnya mempunyai sifat fisik
dan kimia yang tidak menguntungkan. Limbah tailings merupakan
ampas batuan alam yang tergiling halus, yang tertinggal setelah
konsentrat dipisahkan dari bijih pada pabrik penggilingan. Jumlah
tailings yang dihasilkan PT Freeport Indonesia adalah sekitar 250-300
ribu ton/hari. Limbah tailings ini memiliki dampak positif dan negative
bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat di pemukiman
sungai Wanagon. Dampak negative dari limbah tailings, yaitu
kehadirannya di industri pertambangan dapat mencemari badan sungai
47
dan mencemari lingkungan alam sekitarnya yang berimplikasi
terhadap kehidupan masyarakat yang tergantung pada lingkungan
tersebut. Sedangkan dampak positif, yaitu limbah tailings yang dibuang
oleh PTFI, mengandung sisa dari emas dan tembaga yang memiliki
nilai ekonomi. Materi ekologi ini, kemudian dapat mengundang
aktivitas masyarakat di sungai Wanagon untuk mendulang emas agar
memperoleh penghidupan ekonomi bagi masyarakat tersebut. Hal ini
dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak Elewi Waker,
bahwa96;
“Masyarakat disini sudah menetap dari tahun 1997, kami
masuk menguasai wilayah disini dan membuka area disini
untuk mendulang emas. Pertama kali kami masuk, sehingga
masyarakat yang lain masuk secara perlahan-lahan sampai
sepanjang sungai ini menjadi tempat pendulangan yang
besar. Masalah limbah itu sudah menjadi lahan dan bank bagi
kami, karena kami mendulang emas dan tinggal disini karena
adanya emas. Dengan kita mendulang emas disini kita bisa
memperoleh hidup dari situ untuk melakukan kegiatan apa
saja seperti; membantu keluarga, sahabat, kerabat dan suku
dalam hal berbagai kesusahan dan penyelesai masalah
seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin,
peresmian gereja dan upacara adat lainnya. Dengan itu maka
kami suda terbiasa tinggal disini untuk mendulang emas.
Namun dampak dari limbah tersebut apabila masuk melalui
tangan, kaki dan penghirupan dengan udara melalui hidung
biasanya dapat menyebabkan gejala keracunan seperti;
kerusakan hati, kerusakan kulit, Diare, dan lama kelamaan
menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Pak Elewi juga
menjelaskan jumlah korban akibat keracunan logam berat
semenjak masyarakat masuk pada tahun 1997 adalah 1000
orang yang telah meninggal dunia.
Dari penjelasan diatas ini menunjukkan, bahwa limbah tailings
memiliki dampak negative terhadap kesehatan masyarakat di
pemukiman sungai Wanagon, namun masyarakat tetap dapat bertahan
untuk mendulang emas. Masyarakat juga mengetahui dan menjelaskan
tentang dampak limbah tailings terhadap kesehatan mereka, namun
dari penjelasan ini menunjukkan bahwa mereka tidak menghindari
dampak limbah tersebut terhadap kesehatannya, karena masyarakat
96
. Wawancara pada tangal 5 Februari 2015
48
memiliki ketergantungan terhadap limbah tailings yang dapat diolah
menjadi emas untuk mereka dapat bertahan hidup (live survive). Hal
ini Menurut Greertz, dalam pandangan antropologi mengatakan
sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau hubungan sebab akibat,
kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan cara pandang
masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat terhadap segala
sesuatu yang ada di kelilingnya. Sedangkan menurut Notoatmodjo, S.,
(2003), mengatakan bahwa manusia dengan pengetahuannya dapat
mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat
memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan
berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian,
namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan
dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka97. Demikian pula
kehidupan masyarakat di kampung Waa, disisi lain mereka
memanfaatkan lingkungan berlimbah tailings untuk mendulang emas,
namun disisi lain mereka menjadi korban akibat karacunan limbah
tailings. Dari segi keuntungan ekonomi yang diperoleh ini juga dapat
dijelasksan menurut Bapak Tadius Magai sebagai salah satu karyawan
PT Freeport di Tembagapura, bahwa98;
“Masyarakat mereka tetap mendulang tanpa mepedulikan
bahayanya terhadap kesehatan, karena memperoleh
penghasilan
yang
besar
sebesar
Rp.5000.000,007000.000,00/hari. Hal inilah yang membuat masyarakat
disana tetap dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak
dan efek buruk bagi kesehatan mereka. Selain itu sebagian
besar masyarakat disini, karena berasal dari masyarakat
golongan bawah, maka mereka masuk disini untuk
mendulang emas dan menempati wilayah tersebut untuk
menjadi tempat pemukiman bagi mereka”
Penjelasan Bapak Tadius Magai ini, menunjukan bahwa ada
kondisi ekonomi dengan keuntungan yang diperolehnya berpengaruh
terhadap strategi bertahan hidup masyarakat di kampung Waa. Selain
. Soekidjo, N., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
. Wawancara dengan Bapak Tadius Magai Pada Tagal 1 Februari tahun 2015 sebagai
karkawan Freeport
97
98
49
itu sebagian besar masyarakat pendulang emas di pemukiman sungai
Wanagon, adalah berasal dari masyarakat kelas bawah, sehingga
mereka tidak bisa dapat mengakses pekerjaan lain yang layak untuk
menunjang kehidupan ekonominya, dengan demikian kondisi ini juga
kemungkinan berpengaruh terhadap strategi bertahan hidup pada
masyarakat sebagai suatu kontrol dan tujuan hidup masyarakat dalam
menghadapi lingkungan berlimbah tailings yang mengandung bahan
berbahaya beracun. Terkait dengan dampak lingkungan, menurut
kajian yang dilakukan oleh Walhi 2006 menunjukan bahwa;
“Dampak limbah tailings tersebut, dari berbagai studi tentang
dampak limbah PT Freeport Indonesia, telah menunjukan
status waspada bagi masyarakat secara khusus masyarakat
yang berada di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.
H al ini diketahui dari kajian Walhi pada tahun 2006,
menunjukan masih banyak penduduk yang mencari emas di
sungai sampai hulu sungai Desa Banti dan Waa yang dekat
dengan pabrik pengolahan. Hal ini lebih jauh didukung
dengan fakta bahwa terdapat ketidak pastian yang tinggi
terhadap perkiraan resiko bahaya bagi kesehatan manusia
akibat bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakannya.
Dari hasil kajian ini diharapkan agar diperlukan larangan,
petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di
sepanjang sungai”
Di kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini, tetap menjadi
lingkungan yang menghidupkan bagi masyarakat dengan memproses
limbah tailings di kali kabur (sungai Wanagon) menjadi emas untuk
dapat dipertukarkan dengan uang dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat. Wawancara dengan salah seorang Ibu yang
bernama Jorina Tabuni, yang sudah lama menetap disana, mengatakan
bahwa99;
“Kita tau bahwa limbah tailing yang dibuang itu ada kimia
yang membahayakan bagi kesehatan kita, begitu tetapi kita
sudah terbiasa mendulang disini, karena kami memperoleh
penghidupan dari limbah tersebut, kalo tidak kami mau
kemana dan makan apa? oleh karena itu dengan adanya emas
disini kami bisa mendulang untuk memperoleh penghidupan
dan membantu anak-anak kami yang sekolah dan kuliah.
99
. Wawancara Pada Tagal 28 Januari Tahun 2015
50
Bahkan banyak orang kami dari luar biasanya untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan seperti; penyelesaian
perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan
permasalahan lainnya, maka mereka akan mengharapkan
bantuan kepada kami disini untuk dibantunya. Karena disini
orang mendulang dengan bau kimia yang berbahaya tetapi
bisa memperoleh penghasilan perhari sebesar 6-7 juta keatas,
kalo sebulan 50-100. Oleh karena itu untuk menyelesaikan
semuanya, kami tidak susah selagi emas ini masih ada”
Ibu Jorina menjelaskan hasil dulang yang diperoleh tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saja, tetapi ia juga
menjelaskan bahwa hasil dulang yang diperolehnya juga dapat
digunakan untuk membiayai anak-anaknya yang sekolah dan kuliah.
Selain itu Ibu Jorina juga menjelaskan tentang pengetahuan masyarakat
yang diketahui tentang resiko dari limbah tailings tersebut.
Keuntungan yang diperoleh ini juga dapat membantu keluarga atau
kerabat lainnya dalam hal berbagai kesusahan dalam penyelesaian
masalah yang dilakukan secara adat. Terkati dengan hubungan adat isti
adat ini menurut Edward B.Taylor mengatakan, bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan
kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat.
Penyelesaian masalah yang dilakukan secara adat, merupakan
merupakan hukum dan norma pada masyarakat di kampung Waa
sebagai suatu keharusan dalam penyelesai berbagai masalah secara adat.
Penyelesaiaan berbagai masalah dengan adanya hubungan toleransi ini
katatakan menurut B. Suyanto, (2002), merupakan, kewajiban
memberi atau membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan
pengembalian, pembayaran atau balasan yang setara dan langsung.
Pertukaran tidak langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk
jaringan sosial melalui para aktor atau kelompok dalam membangun
suatu relasi pada masyarakat. Pola pertukaran tidak langsung ini
digambarkan dalam konteks sosiologi masyarakat dipemukiman sungai
Wanagon kampung Waa, melalui hubungan relasi kebersamaan,
melalui keluarga, kerabat dan suku yang dilakukan melalui saling
membantu dan menolong yang dilakukan dalam penyelesaian berbagai
masalah melalui para actor yang berperan didalamnya, seperti kepala
51
suku, toko masyarakat, dan orang-orang yang berpengaruh di
masyarakat di kampung Waa.
Hubungan solidaritas ini sudah menjadi budaya yang terpola
pada masyarakat di kampung Waa. Sehingga dengan masyarakat
mengandalkan sumberdaya ekologi yang diperolehnya melalui emas
yang didulang, maka sumberdaya tersebut menjadi kekuatan ekonomi
pada masyarakat, namun disisi lain juga menjadi kekuatan sosial dalam
membangun peran masyarakat melalui hubungan interaksi sosial yang
berlangsungnya dalam hal saling membantu dan menolong yang
dilakukannya.
Sedangkan dari konteksi ekonomi, cara produksi emas
kemudian emas tersebut dapat dijual oleh masyarakat untuk
memperoleh uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli
beras, garam dan bahan konsumen pokok lainnya. Kemudian juga
mereka dapat menafkai keluarga dan membantu keluarga dan kerabat
lainnya dalam penyelesaiaan berbagai masalah yang dilakukan secara
adat. Mekanisme pertukaran ini digolongkan oleh Damsar & Indrayani,
(2009), menjadi tipe U-K-U, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam
uang, kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi untuk
menunjang berbagai kehidupan pada masyarakat.
Pola pertukaran ini Menurut Damsar & Indrayani, (2009),
merupakan pertukaran langsung dengan membayar atau membalas
kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka
berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama secara ekonomi.
Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau komoditas
yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja manusia
yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk dipertukarkan
melalui mekanisme pasar. Demikian juga dengan sistem ekonomi pada
masyarakat dikampung Waa, yaitu setelah masyarakat memproduksi
emas, mereka dapat menjual melalui pedagang dan membeli emas yang
berada di sungai Wanagon kampung Waa. Terkait dengan dampak
52
limbah talings, juga menurut wawancara dengan salah seorang
pendulang emas yang bernama Tinus Tinal, mengatakan bahwa100;
“Limbah tersebut mengandung kimia yang berbahaya bagi
kesehatan kami, tetapi kami disini sudah terbiasa dalam hal
mendulang dan berhubungan dengan kimia. Selain itu kimia
pada area kami itu sudah menjadi uang atau bank kami,
karena untuk memperoleh segala sesuatu kami akan
memperoleh sumber penghidupan dari sana”
Pandangan ini mengambarkan masyarakat dipemukiman
sungai Wanagon kampung Waa, bahwa limbah tailings pada area
penambangan masyarakat merupakan uang dan bank mereka. Dengan
adanya emas inilah yang kemudian dapat mengundang masyarakat
masuk untuk menguasai wilayah pemukiman sungai Wanagon
kampung Waa untuk dapat survive dengan lingkungan. Sebagian besar
masyarakat dipemukiman sungai Wanagon berasal dari luar, namun
dengan adanya aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia, maka
dapat mengundang aktivitas masyarakat untuk masuk menguasai
wilayah pemukiman tersebut menjadi tempat tinggal. Hal ini dapat
dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Militer murib sebagai
salah satu pendulang emas, mengatakan bahwa101;
“Kami dari dahulu masuk dan menguasai tempat disini,
karena adanya emas. Dengan adanya emas inilah yang
kemudian kami menguasai area mendulang supanjang sungai
disini untuk menjadi tempat dulang. Jikalau emas ini habis
maka kami mungkin akan berpindah ke tempat lain untuk
mendapatkan pekerjaan lain. Sedangkan disini kami tinggal
di hutan yang memberikan ketenangan tersediri, dan kami
memperoleh kayu bakar dan kayu untuk membuat pagar,
buat rumah dan juga dapat bercocok tanam disini. Dengan
lingkungan alam yang menyediakan ini dapat membuat kami
nyaman untuk tinggal disini dan mendulang emas”
Lingkungan yang ditempati masyarakat, sebagai lingkungan
subsisten yang dapat memungkinkan bagi aktivitas masyarakat dalam
mendulang emas. Lingkungan subsisten yang mendukung ini dapat
100
101
. Wawancara Pada Tangal 2 Februai Tahun 2015
. Wawancara Pada Tangal 17 Februari Tahun 2015
53
dilihat dari cara bercocok tanam masyarakat, melalui berkebun,
mencari kayu bakar, membuat honai atau kem sebagai tempat tinggal
masyarakat dan juga memperoleh pangan langsung secara subsisten
pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.
Dengan demikian interaksi masyarakat kampung Waa dengan
lingkungan tidak hanya terjadi pada pemanfaatan emas saja, namun
masyarakat dapat memanfaatkan lingkungan alam sekitarnya secara
subsisten untuk dapat bertahan hidup. Hal ini sudah menjadi sistem
yang terpolah pada masyarakat dan yang merupakan budaya mulamula pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon yang dapat
mendukung aktivitas masyarakat dalam mendulang emas. Menurut
Arya Hadi Dharmawan, (2007), dari sudut pandang ekologi, manusia
memerlukan energi, materi dan informasi dari alam untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia.
Sedangkan sistem sosial masyarakat dibangun berdasarkan; organisasi
sosial atau sistem pengendali, kelembagaan, teknologi, populasi
(demografi), norma dan nilai yang dibangun pada masyarakat. Hal ini
dapat dikatakan juga menurut wawancara dengan Bapak Teltius
Klabetme sebagai salah seorang pendulang emas yang menetap lama di
kali kabur (kali kabur sebagai sapaan masyarakat sehari-hari untuk
menyebut sungai Wanagon). mengatakan bahwa102;
“Kehidupan masyarakat disini sudah biasa dengan alam,
sehingga dengan adanya emas sini mereka dapat menguasi
sumua area sepanjang pemukiman sungai disini menjadi
tempat tinggal mereka. Mereka sangat kaya dengan emas,
setiap hari mereka mendulang mereka memperoleh hasil
yang jauh lebih besar dibanding gaji buru atau karyawan
untuk per harinya penghasilan mereka, sebesar Rp 5-7 juta
keatas. Oleh kerena itu mereka bertahan disini, dengan
tujuan untuk mereka mendulang emas. Sedangkan masalah
limbah bagi masyarakat disini itu sudah menjadi emas bagi
mereka, sehingga anggapan masyarakat disini setiap kali jika
ada limbah tailing yang terbuang baru, maka mereka akan
menantikan limbah baru tersebut untuk mendulangnya,
karena didalam limbah tersebut terbawa dengan emas”
. Wawancara Dengan Bapak Angga, Propesi sebagai pedagang dari laur Pada Tangal 4
Februai Tahun 2015
102
54
Versi ini mengambarkan cara mendulang masyarakat, melalui
area yang sudah dibuat oleh masyarakat setelah habis diproses menjadi
emas, maka mereka akan mengharapkan limbah baru dari sisa
pengolahan tambang Freeport yang dibuang melalui sistem sungai
Wanagon yang masuk menggenangi area dulang masyarakat untuk
kemudian dapat didulang oleh masyarakat untuk dapat bertahan hidup.
Sedangkan masyarakat yang masuk di pemukiman sungai Wanagon,
yaitu mereka mengikuti hubungan keluarga dan kerabat mereka
sehingga secara perlahan-lahan mereka dapat menguasai sepanjang
sungai Wanagon untu menjadi pendulang emas. Hal ini dapat
dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Dimas Alom sebagai
salah seorang pendulang emas, bahwa103;
“Kami masuk disini mengikuti keluarga dan kerabat kami
yang masuk diluan disini, dan mereka memberikan tempat
area disini untuk mendulangnya. Kami memperoleh sumber
kehidupan ekonomi dengan adanya emas. Dengan
mendulang dan tinggal disini, maka kami bisa memenuhi
kehidupan kami dan menyelesaian berbagai masalah dengan
membantu keluarga dan kerabat kami yang susah dan anakanak kami yang sekolah dan kuliah. Pandangan masyarakat
kami dari luar, biasa menganggap kami hidup dari emas
dengan banyak uang, sehinga apabila ada masalah, maka
mereka akan datang kepada kami disini. Jika mereka datang,
maka kami biasanya mendulang dengan mengajak kerabat
dan keluarga kami disini secara gotong-royong untuk
memulangkan dan membantunya. Dengan kami tingal
seperti ini, kami sudah terbiasa dengan limbah dan setiap
hari kehidupan kami berasal dari sana, oleh karena itu kita
tidak peduli dampak racun yang biasa menyebabkan
kerusakan hati, iritasi, kerusakan kulit, saraf bahkan pada
tahap yang lebih tinggi menyebabkan kelumpuhan dan
kematian”
Pandangan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat di
pemukiman sungai Wanagon kampung Waa melakukan imigrasi dari
luar seperti dari kabupaten Mimika kota dan distrik Tembagapura kota
untuk masuk di wilayah pemukiman sungai Wanagon, menjadi
pendulang emas. Wilayah sungai Wanagon yang dari dahulu hutan
103
. Wawancara Pada Tangal 15 Februari Tahun 2015
55
rimbah tersebut, dengan adanya emas dari hasil penambangan
Freeport, maka wilayah tersebut menjadi tempat penambangan oleh
penduduk lokal sekitarnya pada tahun 1996. Sebagian besar masyarakat
di pemukiman sungai Wanagon menjadi pendulang emas, karena
mereka tidak memiliki pekerjaan dan berasal dari masyarakat golongan
bawah. Sehingga dengan adanya tekanan ekonomi, membuat
masyarakat survive menjadi pendulang emas. Dengan mendulang
emas, mereka memperoleh keuntungan ekonomi yang besar, namun
dari faktor sosial budaya masyarakat dikampung Waa ada relasi saling
membantu dan menolong yang dilakukan dalam berbagai hal. Kondisi
sosial ekonomi ini memainkan peran penting dalam ruang lingkup
sosial masyarakat di kampung Waa. Sedangkan interaksi masyarakat
dengan lingkungan, memberikan ruang yang menguntungkan melalui
sumberdaya ekologi yang diperolehnya, namun interaksi dengan
lingkungan yang merugikan bagi masyarakat kampung Waa, yaitu
implikasi dari keracunan limbah tailings terhadap kesehatan
masyarakat di kampung Waa. Menurut wawancara dengan bapak Tomi
sebagai salah seorang pedagang pembeli emas, menjelaskan bahwa 104;
“Masyarakat mereka tetap bertahan untuk mendulang tanpa
mepedulikan bahayanya terhadap kesehatan, karena mereka
memperoleh
penghasilan
sebesar
Rp.5000.000,007000.000,00/hari sedangkan per bulan penghasilan bisa
mencapai 50-100 juta keatas. Hal inilah yang membuat
masyarakat disana dapat bertahan hidup, tanpa melihat
dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka karena
adanya emas yang membuat masyarakat disini tetap bertahan
untuk mendulang dengan tanpa mempedulikan masalahnya
terhadap kesehatannya. Mereka memeperoleh keuntungan
dari situ, kemudian membantu anak-anak mereka yang
sekolah atu keluarga mereka yang datang berkunjung
kepadanya dalam hal kesusahan yang memerlukan bantuan
dan dalam hal ada masalah pribadi dan keluarga yang
membelitnya”
Hal ini menunjukan bahwa peran sosial masyarakat juga dapat
ditentukan melalui pola hubungan saling memberi yang dilakukan
antar masyarakat. Peran sosial masyarakat ini dapat berjalan dengan
104
. Wawancara Pada Tangal 15 Februai tahun 2015
56
mereka dapat mengandalkan sumberdaya ekologinya, maka
sumberdaya ekologi ini juga menjadi sumber ekonomi sebagai
mobilitas pengerak dalam menjalin relasi kebersamaan pada
masyarakat di kampung Waa. Hal ini juga dapat dijelaskan melalui
wawancara dengan salah satu Bapak Katagame sebagai pendulang
emas, mengatakan bahwa105;
“Limbah kimia yang dibuang itu, dapat membahayakan bagi
kesehatan tetapi limbah tersebut terkandung emas yang
menguntungkan bagi kami. Limbah itu sudah menjadi lahan
ekonomi bagi kami. Dengan tinggal disini, kami biasa
membantu keluarga, sababat, kerabat dan suku yang datang
dari luar dan disini dalam berbagai penyelesaian masalah”
Hal yang demikian juga dikatakan menurut wawancara dengan
Ibu Mina Magai sebagai salah seorang pendulang emas di pemukiman
sungai Wanagon menjelaskan bahwa106;
“Dengan mendulang emas disini, kami dapat memperoleh
penghidupan dari sana untuk memenuhi kebutuhan kami,
selain itu kami juga membantu keluarga, kerabat dan
sebahabat kami yang dalam keadaan kesulitan atau dalam
keadaan masalah”
Wawancara dengan Bapak Kalis Omaleng sebagai salah
seorang pendulang emas juga mengataka, bahwa107;
“Masyarakat disini berada karena adanya emas yang mereka
peroleh dengan keuntungan yang berlipat ganda. Hal inilah
yang membuat masyarakat tidak bisa tinggalkan tempat ini,
semenjak dari dahulu mereka masuk tetap bertahan disini
untuk mendulang emas. Meskipun ada dampak kimia itu
berbahaya bagi kesehatannya”
Wawancara dengan Bapak Tiken Beanal sebagai penduduk asli
di Tembagapura, menjelaskan bahwa108;
. Wawancara pada Tangal 1 Februari Tahun 2015
. Wawancara Pada Tangal 5 Maret 2015
107 . Wawancara Pada Tangal 14 Februari Tahun 2015
108 . Wawancara Pada Tangal 3 Maret Tahun 2015
105
106
57
“Masyarakat disini tidak mempedulikan bahaya kimia,
meskipun bahaya kamia tersebut juga menelan banyak
korban jiwa di sini melalui tanah longsor dan dengan adanya
keracunan logam berat berbahaya yang masuk melalui
tubuh. Jika dampak kimia berkontak langsung pada bagian
kaki atau tangan dan penghirupan pada hidung,
mengakibatkan gajala keracunan pada tubuh. Demikian juga
dari cara makan dan minum yang dilakukan tanpa mencuci
tangan yang dilakukan saat mendulang emas dan habis
pulang dari tempat mendulang”
Di kondisi lingkungan yang tercemar ini juga selain dari segi
keuntungan ekonomi yang diperolehnya, maka pola perilaku yang
terdapat pada kebiasaan masyarakat dalam mendulang kemudian pola
makan dan minum yang tidak higenis juga dapat berpengaruh terhadap
kemungkinan resiko yang akan ditimbulkan terhadap permasalahan
kesehatan. Permasalahan kesehatan merupakan permasalahan yang
berhubungan dengan manusia yang lebih lebih lanjut dikaji dalam
antropologi kesehatan (medical anthropology) untuk menstudi
manusia melalui perilaku dan kebudayaannya. Menurut Foster dan
Anderson, (1978), menjelaskan antropologi kesehatan sebagai suatu
disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek biologi dan budaya
berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua
aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan dan
penyakit. Aspek biologi pada masyarakat di kampung Waa, implikasi
dari logam berat terhadap kesehatan masyarakat di kampung Waa,
sedangkan aspek kebudayaan berhubungan dengan perilaku dan
pengetahuan masyarakat tentang limbah tailings. Pengetahuan
masyarakat di kampung tentang limbah tailings juga berhubungan
dengan penghayatan dan sikap masyarakat terhadap usaha dalam
bertahan hidup. Hal juga dijelaskan menurut Sarwono, S., (2010),
bahwa antropologi kehesehatan berhubungan dengan studi tentang
pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan masyarakat tentang
penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih luas lagi mengkaji dari
aspek fisik, sosial, dan budaya.
Menurut Ritohardoyo, S., (2006), menjelaskan bahwa, perilaku
manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, yaitu pendukung,
pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik
58
maupun lingkungan sosial. Faktor pengaruh yaitu meliputi pandangan
hidup, adat isti adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Faktor
pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan, kebudaya dan strata sosial.
Dari kedua hal ini dapat menggambarkan kondisi masyarakat di
kampung Waa, dari faktor pendukung dilihat dengan adanya emas
sebagai sumber penghidupan ekonomi yang dapat mengundang
aktivitas masyarakat untuk masuk mendulang emas di sungai
Wanagon, kemudian ada relasi toleransi dan kebersamaan yang terjadi
secara adat kemudian ada tekanan konflik yang membuat masyarakat
untuk tetap dapat survive dengan mendulang emas untuk menunjang
berbagai kehidupan sosial pada masyarakat.
59