Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB VI
BAB VI
MASYARAKAT BERTAHAN HIDUP
Bab ini lebih banyak menyoroti tentang, alasan masyarakat
untuk dapat bertahan hidup di kondisi lingkungan yang tercemar oleh
logam berat beracun. Alasan ini kemudian dapat digambarkan dengan
teori (livelihood) untuk melihat cara masyarakat mendulang emas
untuk dapat bertahan hidup.
Alasan Masyarakat Dapat Bertahan Hidup
Alasan masyarakat memilih untuk tetap bertahan tanpa
mempedulikan dampak limbah tailings yang berbahaya bagi kehidupan
masyarakat, dilihat dari cara masyarakat mempersepsikan limbah
tailings tersebut sebagai suatu upaya masyarakat untuk dapat bertahan
hidup. Upaya masyarakat dalam bertahan hidup ini dilihat dengan
adanya emas sebagai sumber mata pencaharian yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi kehidupannya ekonomi dan sosial pada
masyarakat di kampung Waa. Hal ini dilihat seperti yang dibahas pada
IV tentang, persepsi masyarakat di kampung Waa terhadap limbah
tailings yang dimanfaatkannya, dilihat sebagai bank dan uang
masyarakat, karena mereka dapat memperoleh keuntungan ekonomi
yang berlipat ganda dari hasil mendulang emas, yaitu rata-rata berkisar
antara Rp. 5-7 juta/hari dan Rp. 50-100 juta/bulan. Faktor ekonomi ini,
merupakan suatu permasalahan ketergantungan hidup yang membuat
masyarakat tetap dapat bertahan dan survive dengan lingkungan
tersebut.
Menurut Koentjaraningrat (1980), sistem ekonomi dan sistem
mata pencaharian, merupakan unsur pembentuk kebudayaan yang
terdapat pada masyarakat. Matapencarian meliputi pendapatan (baik
yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi
gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan
79
menjamin kehidupan 127 (Ellis, 2000). Sedangkan menurut, Chambers
dan Conway (1992) mendefisikan livelihood sebagai, kemampuan, aset
(termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang
dibutuhkan untuk sarana hidup 128 . Meskipun lingkungan yang
berlimbah tailings tidak mendukung bagi aktivitas masyarakat di
kampung Waa untuk bertahan hidup, tetapi dengan lingkungan
tersebut menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat melalui
emas yang diproduksinya, maka masyarakat tetap dapat bertahan
dalam memproses limbah tailings tersebut untuk memenuhi
kehidupan.
Emas sebagai sumberdaya ekologi yang memiliki nilai jual
tinggi, melalui nilai tukar dengan mata uang, yaitu dengan kisaran 1
gram seharga 400 ratus ribu-500 ratus ribu tergantung dari tingkat
kemurniannya. Dengan nilai tukar emas yang tinggi ini, dapat
menguntungkan bagi masyarakat dikampung Waa untuk tetap
mendulang emas. Namun dalam memproses limbah tailings tersebut,
masyarakat memerlukan tenaga fisik yang kuat dalam membuat area
dengan memindahkan batu-batuan besar yang tertumpuk pada sungai
untuk membuat area agar pasir tailingsnya tergenang di kotak area
yang telah dibuatnya. Setelah areanya tergenang oleh tailings, maka
masyarakat akan memproduksi emas, dengan mengali pasir tailings
yang telah tergenang menjadi suspensi atau pasir dari air untuk
mendulang emas.
Alasan masyarakat untuk dapat bertahan hidup ini, sudah
menjadi pedoman dan pengarah hidup pada masyarakat. Dari pedoman
masyarakat inilah yang kemudian muncul gagasan dan motivasi
masyarakat dikampung Waa untuk dapat bertahan hidup. Terkait
dengan hal ini, menurut K.Kuper, kebudayaan merupakan sistem
gagasan yang menjadikan pedoman dan pengarah bagi kehidupan
manusia bersikap dan berperilaku, baik individu maupun kelompok.
. Freeman, E. F., dkk, 2005. Rural livelihoods and poverty reduction policies.
Routledge, London.
128 . Chambers, R and G. Conway., 1992. Sustainable Rural Livelihoods: Practical
Concepts for the 21st Century. University of Sussex, Institute for Development Studies,
DP 296, Brighton.
127
80
Pedoman ini kemudian akan berpengaruh pada tindakan pada
masyarakat dan tindakan tersebut merupakan suatu sistem berulangulang dari permasalahan yang dihadapi manusia. Menurut Francis
Marill, kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan dalam
interaksi sosial serta semua perilaku dan semua produksi yang
dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat yang ditemukan
melalui interaksi simbolis. Menurut Mitchell, kebudayaan adalah
sebagai perulangan dari keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia
serta produksi yang dihasilkannya yang disosialisasikan.
Perilaku atau tindakan manusia yang terbentuk secara
berulang-ulang tersebut dapat diamati secara langsung dan tidak
langsung. Menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan
organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada
dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya
sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990). Perilaku
baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
reaksi, melalui rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu
(Notoatmodjo, 1997). Demikian pula respons masyarakat di kampung
Waa untuk bertahan hidup dengan mendulang, dilihat sebagai suatu
pola perilaku pada masyarakat yang terbentuk dengan adanya
ketergantungan faktor ekonomi. Namun interaksi masyarakat dengan
lingkungan, dilihat sebagai suatu permasalahan yang dapat diamat
secara langsung pada masyarakat. Hal ini dijelaskan melalui faktorfaktor yang mempengaruhi masyarakat untuk dapat bertahan hidup.
81
MASYARAKAT BERTAHAN HIDUP
Bab ini lebih banyak menyoroti tentang, alasan masyarakat
untuk dapat bertahan hidup di kondisi lingkungan yang tercemar oleh
logam berat beracun. Alasan ini kemudian dapat digambarkan dengan
teori (livelihood) untuk melihat cara masyarakat mendulang emas
untuk dapat bertahan hidup.
Alasan Masyarakat Dapat Bertahan Hidup
Alasan masyarakat memilih untuk tetap bertahan tanpa
mempedulikan dampak limbah tailings yang berbahaya bagi kehidupan
masyarakat, dilihat dari cara masyarakat mempersepsikan limbah
tailings tersebut sebagai suatu upaya masyarakat untuk dapat bertahan
hidup. Upaya masyarakat dalam bertahan hidup ini dilihat dengan
adanya emas sebagai sumber mata pencaharian yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi kehidupannya ekonomi dan sosial pada
masyarakat di kampung Waa. Hal ini dilihat seperti yang dibahas pada
IV tentang, persepsi masyarakat di kampung Waa terhadap limbah
tailings yang dimanfaatkannya, dilihat sebagai bank dan uang
masyarakat, karena mereka dapat memperoleh keuntungan ekonomi
yang berlipat ganda dari hasil mendulang emas, yaitu rata-rata berkisar
antara Rp. 5-7 juta/hari dan Rp. 50-100 juta/bulan. Faktor ekonomi ini,
merupakan suatu permasalahan ketergantungan hidup yang membuat
masyarakat tetap dapat bertahan dan survive dengan lingkungan
tersebut.
Menurut Koentjaraningrat (1980), sistem ekonomi dan sistem
mata pencaharian, merupakan unsur pembentuk kebudayaan yang
terdapat pada masyarakat. Matapencarian meliputi pendapatan (baik
yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi
gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan
79
menjamin kehidupan 127 (Ellis, 2000). Sedangkan menurut, Chambers
dan Conway (1992) mendefisikan livelihood sebagai, kemampuan, aset
(termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang
dibutuhkan untuk sarana hidup 128 . Meskipun lingkungan yang
berlimbah tailings tidak mendukung bagi aktivitas masyarakat di
kampung Waa untuk bertahan hidup, tetapi dengan lingkungan
tersebut menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat melalui
emas yang diproduksinya, maka masyarakat tetap dapat bertahan
dalam memproses limbah tailings tersebut untuk memenuhi
kehidupan.
Emas sebagai sumberdaya ekologi yang memiliki nilai jual
tinggi, melalui nilai tukar dengan mata uang, yaitu dengan kisaran 1
gram seharga 400 ratus ribu-500 ratus ribu tergantung dari tingkat
kemurniannya. Dengan nilai tukar emas yang tinggi ini, dapat
menguntungkan bagi masyarakat dikampung Waa untuk tetap
mendulang emas. Namun dalam memproses limbah tailings tersebut,
masyarakat memerlukan tenaga fisik yang kuat dalam membuat area
dengan memindahkan batu-batuan besar yang tertumpuk pada sungai
untuk membuat area agar pasir tailingsnya tergenang di kotak area
yang telah dibuatnya. Setelah areanya tergenang oleh tailings, maka
masyarakat akan memproduksi emas, dengan mengali pasir tailings
yang telah tergenang menjadi suspensi atau pasir dari air untuk
mendulang emas.
Alasan masyarakat untuk dapat bertahan hidup ini, sudah
menjadi pedoman dan pengarah hidup pada masyarakat. Dari pedoman
masyarakat inilah yang kemudian muncul gagasan dan motivasi
masyarakat dikampung Waa untuk dapat bertahan hidup. Terkait
dengan hal ini, menurut K.Kuper, kebudayaan merupakan sistem
gagasan yang menjadikan pedoman dan pengarah bagi kehidupan
manusia bersikap dan berperilaku, baik individu maupun kelompok.
. Freeman, E. F., dkk, 2005. Rural livelihoods and poverty reduction policies.
Routledge, London.
128 . Chambers, R and G. Conway., 1992. Sustainable Rural Livelihoods: Practical
Concepts for the 21st Century. University of Sussex, Institute for Development Studies,
DP 296, Brighton.
127
80
Pedoman ini kemudian akan berpengaruh pada tindakan pada
masyarakat dan tindakan tersebut merupakan suatu sistem berulangulang dari permasalahan yang dihadapi manusia. Menurut Francis
Marill, kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan dalam
interaksi sosial serta semua perilaku dan semua produksi yang
dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat yang ditemukan
melalui interaksi simbolis. Menurut Mitchell, kebudayaan adalah
sebagai perulangan dari keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia
serta produksi yang dihasilkannya yang disosialisasikan.
Perilaku atau tindakan manusia yang terbentuk secara
berulang-ulang tersebut dapat diamati secara langsung dan tidak
langsung. Menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan
organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada
dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya
sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990). Perilaku
baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
reaksi, melalui rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu
(Notoatmodjo, 1997). Demikian pula respons masyarakat di kampung
Waa untuk bertahan hidup dengan mendulang, dilihat sebagai suatu
pola perilaku pada masyarakat yang terbentuk dengan adanya
ketergantungan faktor ekonomi. Namun interaksi masyarakat dengan
lingkungan, dilihat sebagai suatu permasalahan yang dapat diamat
secara langsung pada masyarakat. Hal ini dijelaskan melalui faktorfaktor yang mempengaruhi masyarakat untuk dapat bertahan hidup.
81