T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Makan, Stres dan Aktivitas Fisik pada Wanita Usia Subur dengan Hipertensi di Desa Kopengecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 BAB IV

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Desa Kopeng
Lokasi penelitian adalah Desa Kopeng, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang. Desa Kopeng merupakan salah satu desa dari 13
desa yang ada di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Desa
Kopeng ini terletak pada lereng Gunung Merbabu. Berdasarkan data
yang di ambil dari kantor Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang,
desa ini terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT dan
berada pada ketinggian 1500 dpl. (sumber: kantor Kecamatan Getasan)

D. SLEKER

D . KOPENG

Ket:

Dusun tempat penelitian

Desa Kopeng


Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Kopeng
Sumber: kecamatan getasan, kabupaten semarang dalam google
map

28

Desa Kopeng memiliki tujuh dusun yang terdiri dari; Dusun
Kopeng, Dusun Tayeman, Dusun Blancir dan Kasiran, Dusun Plalar,
Dusun Sleker, Dusun Cuntel, dan Dusun Dukuh. Dalam penelitian ini,
penulis mengambil partisipan sebanyak lima orang. Dua partisipan
beralamat di Dusun Kopeng, dan tiga partisipan lain di Dusun Sleker.
Dibandingkan dengan desa lain yang ada di wilayah Kecamatan
Getasan, Desa Kopeng terlihat lebih maju karena memiliki tempat
wisata “Vokasi Desa Kopeng”.
Transportasi menuju desa Kopeng menjadi sangat mudah karena
adanya kawasan wisata di Desa Kopeng. Hal lain yang membuat Desa
Kopeng menjadi menarik adalah karena memiliki berbagai tanaman
hias dan sayuran organik. Selain sebagai sentra penanaman Apel dan
Stroberi. Adapun wahana wisata kebun dimana para wisatawan bisa
memetik buah secara langsung dari pohonnya. Di desa ini juga terdapat

peternakan sapi perah. Selain itu, penduduk desa ini juga berprofesi
sebagai pembuat gula kacang, tahu pong, emping wuluh yang berbahan
dasar labu dan kerajinan tangan lainnya yang terbuat dari bambu.
4.1.1 Proses Penelitian
a. Persiapan Administratif
Peneliti melakukan penelitian dari bulan Desember 2015
hingga bulan Januari 2016. Mengawali proses penelitian
dengan mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (FIK-

29

UKSW) yang ditujukan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik

(KESBANGPOL),

Kabupaten

Semarang


yang

tembusannya diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Semarang, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA).Peneliti membutuhkan waktu dua minggu untuk
mendapatkan izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Semarang.
Surat
Kesehatan

tembusan
yang

dari

diajukan

KESBANGPOL
kepada


Kepala

dan

Dinas

Puskesmas

Kecamatan Getasan (dr. Bagus), Kepala Desa Kopeng dan
Kepala Desa Getasan, diantar oleh peneliti ke Puskesmas
Getasan sebagai izin pengambilan data berupa jumlah
penderita hipertensi terkhususnya wanita usia subur di Desa
Kopeng dan Getasan.
b. Persiapan Sosial
Peneliti

mengawali

proses


ini

dengan

melakukan

pengambilan data sekunder wanita usia subur dengan
hipertensi di Puskesmas Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang.

Setelah

mendapatkan

data,

peneliti

perlu


melakukan rekapan data penderita hipertensi berdasarkan buku
registrasi pendaftaran pasien dari bulan Januari-Oktober 2015
secara manual. Penulis tidak mencantumkan penderita
hipertensi berdasarkan rekapan data tahunan Puskesmas,

30

karena data tersebut telah disimpan sebagai dokumen dan arsip
permanen Puskesmas. Setelah penulis melakukan rekapan,
diketahui desa yang memiliki jumlah hipertensi wanita usia
subur terbanyak adalah Desa Kopeng. Hal ini dibuktikan
dengan data yang telah diambil dari Puskesmas Kecamatan
Getasan (Tabel 4.1)
Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai kelima
partisipan di rumah pribadi mereka. Lokasi rumah partisipan 1
terletak di Desa Kopeng, Dusun Kopeng, RT 1/ RW 1, rumah
partisipan 2 terletak di Desa Kopeng, Dusun Dukuh RT 3/ RW
1, dan rumah ketiga partisipan lain terletak pada RT 2/ RW 1
Dusun Sleker, Kopeng. Berdasarkan observasi dari peneliti,

semua rumah partisipan layak untuk ditempati dan melakukan
semua aktivitas sehari-hari. Berikut adalah tabel jumlah
penderita hipertensi wanita usia subur di Kecamatan Getasan.
Tabel 4.1 Penderita Hipertensi Wanita Usia Subur
Di Kecamatan Getasan
No.
Desa
Jumlah Penderita
Hipertensi
1.
Kopeng
19
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.


Getasan
18
Bumiayu
3
Nogosaren
3
Batur
3
Ngrawan
2
Tolokan
2
Wates
4
Sumogawe
2
Jumlah
56
Sumber : Puskesmas Getasan, bulan Januari-Oktober 2015

Subjek : Wanita usia subur (20-45 tahun)

31

Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa kasus hipertensi yang
terbanyak dialami oleh wanita usia subur yang bertempat
tinggal di Desa Kopeng dan di Desa Getasan. Peneliti
kemudian melakukan kunjungan di desa tersebut untuk
mencari alamat para partisipan melalui kantor desa namun
mengalami kesulitan saat mencari alamat para partisipan di
Desa Getasan karena alamat yang diberikan puskesmas tidak
terperinci sehingga hanya memfokuskan penelitian dengan
memilih sumber data dari para partisipan di Desa Kopeng.
Pada pertemuan awal di Desa Kopeng, peneliti merasa
penerimaan yang baik dari Kepala Desa saat memperkenalkan
diri dan menyampaikan maksud kedatangan tersebut dan
meminta izin dari Kepala Desa untuk melakukan penelitian di
Desa Kopeng.
Setelah pertemuan berakhir, peneliti diarahkan untuk
langsung menuju rumah setiap partisipan sesuai dengan data

sekunder yang diambil dari Puskesmas Getasan namun tetap
sesuai dengan kriterian inklusi yaitu; wanita usia subur (20-45
tahun), sudah menikah, bersedia menjadi partisipan, bisa
berbahasa Indonesia, tidak cacat mental. Setelah mendapatkan
lima partisipan penelitian secara berturut-turut (sesuai dengan
urutan nama pada data sekunder), peneliti kemudian

32

memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan kunjungan dan topik
penelitian kepada setiap partisipan. Kesan pertama yang
dirasakan adalah keramahan dan keterbukaan dari riset
partisipan terhadap keterlibatan partisipan dalam penelitian ini.
Hal ini ditunjukan dengan kesediaan untuk menandatangani
inform consent yang dibacakan.

Setelah kelima partisipan bersedi, langkah selanjutnya
adalah wawancara. Partisipan pertama bekerja sebagai buruh
dan telah mengalami hipertensi selama kurang lebih 4 tahun.
Partisipan kedua bekerja sebagai ibu rumah tangga dan

mengambil waktu sambilan untuk mencuci pakaian para
tetangga. Saat ini partisipan telah mengalami hipertensi selama
16 tahun. Partisipan ketiga ada seorang buruh yang berdagang
bungan di Kota Yogyakarta dan mengalami hipertensi selama
12 tahun. Partisipan keempat adalah seorag ibu yang juga
berperan sebagai seorang calo hotel, telah mengalami hiprtensi
selama 4 tahun dan patisipan yang kelima adalah seorang ibu
rumah tangga yang telah mengalami hipertensi selama 12
tahun. Kunjungan kepada setiap partisipan dilakukan sebanyak
tiga kali.
Waktu yang berlangsung selama melakukan wawancara
sekitar 50 menit. Peneliti juga membuat janji dengan kelima
pertisipan tersebut untuk bertemu kembali jika ada data-data

33

yang dirasa kurang. Selain itu, triangulasi sumber juga
dilakukan pada anggota keluarga dari partisipan yaitu anak dan
suami. Dan untuk sumber terakhir, penulis mengambil seorang
petugas kesehatan untuk memastikan data yang diberikan oleh
partisipan adalah yang sesungguhnya. Triangulasi sumber ini
dimulai pada tanggal 15-20 Januari 2016.

4.2 Karakteristik Partisipan
Tabel. 4.2 Karakteristik Partisipan Penelitian

Partisipan

Inisial

Usia
(tahun)
41
40

PR1
PR2

Ny. S.A
Ny. J

PR3
PR4

Ny. R
Ny. S.B

35
44

PR5

Ny. S.N

45

Pekerjaan
Buruh
Ibu rumah
tangga
Buruh
Ibu rumah
tangga/calo
Ibu rumah
tangga

Status

Pendidikan

Pengalaman
Hipertensi

Menikah
Menikah

SMP
SMP

4 tahun
16 tahun

Menikah
Menikah

SMA
SMP

12 tahun
4 tahun

Menikah

SMA

12 tahun

4.3 Hasil Penelitian
Hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa hal yang berhubungan
dengan wanita usia subur yakni:
4.3.1 Pola Makan
Setiap partisipan yang telibat dalam penelitian ini memiliki pola
makan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
Ketika dilakukan wawancara, para partisipan memiliki porsi makan
34

yang berbeda-beda, hal ini dibuktikan dengan pernyataan
partisipan:
Sehari saya makan 3 kali, porsinya sedang saja mbak. Biasanya
dua sendok nasi saja. Kalau pagi saya makannya nasi, tempe atau
tahu, kadang telur didadar, dan kerupuk. Kalau siang nasi, sayur
kubis atau sawi, lauknya tempe, tahu, dan telur. Kalau malam,
menunya sama dengan siang (PR1. 25-30).

(Frekuensi makan 3 kali dengan porsi sedang/dua sendok nasi. Pagi
hari mengonsu msi nasi, tempe, tahu/telur yang didadar dan kerupuk.
Siang dan malam hari mengonsumsi menu yang sama)
Saya kalau makan sehari cuma dua kali mbak, siang dan malam.
Nasinya dua sendok nasi, lauknya tempe-tahu, sayur kubis atau
sayur adas. Untuk olahanya, tempe dan tahu di goreng, kalau
sayur adas di bikin santan, atau urap, kubis paling dibikin berkuah
(PR2. 30-35)

(frekuensi makan dua kali sehari, mengonsumsi nasi sebanyak dua
sendok nasi. Lauknya tempe dan tahu di goreng dan jenis sayuran
yang berbeda setiap hari)

Saya makan sedikit tapi sering mbak porsinya satu
setengan sendok nasi. Sehari bisa sampai 4 atau 5 kali
makan. Kalau masak sehari-hari palingan sayur sup,
kubis, kangkung, lauknya tempe, tahu, telur, kadang ayam
juga (PR3. 25-30)
(frekuensi makan sebanyak 4-5 kali (satu setengah sendok nasi)
sehari-hari mengonsumsi sayur sup, kubis, kangkung, tempe/tahu,
telur dan ayam)
Saya sehari bisa 2 atau 3 kali makan. Porsinya tergantung lapar
atau tidak, tapi rata-rata dua sendok nasi saja. Lauknya setiap
hari tempe dan tahu yang di goreng karena suami dan anak
suka, kalau diolah dalam bentuk lain, paling saya bikin bacem
mbak. Sayurnya kadang sup, kadang kol, sawi, daun singkong
(PR4. 35-40).

(frekuensi makan 2-3 kali, mengonsumsi nasi sebanyak dua
sendok nasi, tempe/tahu goreng dan sayuran yang berbeda)
Saya kalau makan sehari 3 kali, masakannya juga ganti tiap
hari seperti sawi, kubis, wortel, lauknya tempe, tahu, kadang
lauknya di goreng, dibacem, di bikin balado (PR5. 25).

(frekuensi makan 3 kali sehari dengan menu yang berbeda dan
cara pengolahan makanan yang berbeda)

35

Data diatas menunjukan adanya variasi terhadap porsi makan.
Selain itu, kelima partisipan juga menyukai makan yang berbedabeda dan memiliki pantangan terhadap beberapa jenis makanan.
Berikut ini adalah penyataan dari setiap partisipan.
Makanan kesukaan saya lotek mbak. Saya disarankan untuk
mengurangi makan daging, asin, kopi dan teh. Masak, garamnya 1
setegah sendok teh. Kalau kopi, saya tidak pernah minum, kalau
teh juga palingan sesekali saja kalau saya ingin. Saya juga
dianjurkanya untuk tidak mengonsumsi gorengan juga, karena
takutnya kolestrol mbak (PR1. 25,35 &45)

(makanan kesukaan adalah lotek. Disarankan untuk mengurangi
konsumsi daging, makanan asin, menggunakan garam sebanyak satu
setengah sendok teh, kopi/teh. Makanan yang diolah dalam bentuk
gorengan dilarang untuk menghindari kolestrol)
Sayur kesukaan saya, adas yang disantan. Kalau pantangan
makanan, saya dilarang mengonsumsi yang asin, berlemak,
daging, gorengan, garamnya satu sedok makan.(PR2. 45)

(menyukai sayur adas santan. Dilarang untuk mengonsumsi asin,
lemak, daging, dan gorengan. garam yang digunakan sebanyak satu
sendok makan)
Saya dianjurkan untuk mengurangi konsumsi daging, santan,
minyak dan asin. Dan sudah saya kurangi pantangan makan sejak
lama. Makanan favorit saya, nasi goreng (PR3. 20&30)

(disarankan untuk mengurangi konsumsi daging, santan, minya dan
asin. Telah menjauhi pantangan makan. Menyukai nasi goreng)
Selama mengalami hipertensi ini, saya disarakan untuk tidak
mengonsumsi makan makanan yang digoreng, asin, santan,
daging. Makanan yang saya sukai soto mbak (PR4. 30&40)

(disarankan untuk tidak mengonsumsi makanan yang digoreng, asin,
santan dan daging. Menyukai soto)
Kalau saya, saya sukanya makan gorengan mbak, memang
dilarang tapi sejauh ini saya belum bisa berhenti (PR5. 25).

(menyukai makanan yang digoreng dan belm bisa mengurangi
pantangan makanan)

Walau memiliki berbagai macam pantangan makanan dan
kesukaan mereka terhadap satu jenis makanan, semua partisipan

36

menyatakan bahwa tidak memiliki alergi terhadap satu makanan
tertentu. Hal itu dibuktikan dari hasil wawancara sebagai berikut
Tapi sejauh ini saya makan seperti biasa saja mbak, tidak
pernah punya alergi makanan khusus juga mbak (PR1. 35).

(tidak mempunyai alergi terhadap makanan)
Saya mah, apa saja dimakan mbak. Tidak pernah ada rasa gatal,
atau alergi makanan tertentu (PR2.40).

(tidak mempuai alergi makanan)
Saya tidak punya alergi terhadap makanan tertentu juga
(PR3.25)

(tidak mempunyai alergi terhadap makanan)
Untungnya saya juga tidak pernah punya alergi untuk makanan.
Apa saja yang dimasak, saya pasti makan (PR4.35)

(tidak mempunyai alergi terhadap makanan)
Saya tidak punya alergi terhadap makanan juga mbak, cuman
kalau seafood saya memang tidak terlalu suka (PR5.25).

(tidak mempunyai alergi terhadap makanan. Tidak menyukai
seafood)
Berdasarkan hasil penelitian dari kelima partisipan hanya satu
riset partisipan (Ny. R) yang sudah menyadari pola makan yang
baik, dan mulai mengurangi makanan bersantan dan makanan
yang diolah dengan cara digoreng, yang dianggap sebagai
pantangan makan yang dapat memicu penyakit kolestrol dan
melakukan anjuran dari petugas kesehatan. Hal ini telah
dibuktikan dari pernyataan Ny. R selaku partisipan tiga (PR3)
dan penyataan dari partisipan lainnya.
Sudah mbak, saya mulai mengurangi asin, sudah lama saya
kurangi asin, bersantan juga jarang. Kalau gorengan saya juga

kurangi karena takut kolestrol” (PR3. 40).
(sudah menjauhi pantangan makanan karena takut mengidap
kolestrol)

37

Saya memang disarankan untuk mengurangi makanan yang asin,
tapi saya belum bisa mbak. Karena sudah terbiasa kalau masak
garamnya satu setengah sendok teh, kadang bisa satu stengah
sendok teh tapi suami saya sering mengingatkan saya untuk
mengurangi asin, tapi sejauh ini kalau saya masak, sesuai dengan
selera saya saja (PR1. 40-45).

(belum bisa menjauhi atau mengurangi pantangan makanan. Suami
selalu mengingatkan untuk menjauhi pantangan makan, namun masih
mengolah makanan sesuai dengan keinginan/selera yaitu
menggunakan garam yang banyak saat memasak makanan)
Biasanya kerupuk mbak, kalau pindang gak asin mbak saya
tambahkan garam lagi biar gurih itu, kalau gorengan sering

mbak” (PR2. 35&45).
(olahan pindang (ikan) ditambahkan garam untuk rasa gurih. Sering
mengonsumsi gorengan)
Kalau ada yang bisa saya lakukan ya saya lakukan, jika tidak
maka saya akan tetap mengonsumsi seperti biasanya. Contohnya
daging. Karena penghasilan saya dan suami hanya pas-pasan, jadi
saya tidak mengonsumsi daging, tapi kalau bersantan, tidak setiap
hari juga. saya selalu mau masak yang asin mbak (PR4. 35).

(jika ada pantangan makanan yang bisa dijauhi, makan akan dijauhi
namun jika tidak, maka akan mengonsumsi seperti biasa. Misalnya,
karena pendapatan yang minim sehingga tidak mengonsumsi daging
dan selalu menginginkan makanan yang asin)
Saya kalau garam juga belum bisa kurangi samapi sekarang mbak.
Sedikit-sedikit tapi memang belum bisa total sekalian. Kalau
gorengan mungkin bisa dikurangi, tapi kalau garam tidak bisa
mbak. Saya selalu coba tapi kalau garam yang dikurangi, pasti
rasanya tidak enak mbak (PR5. 35).

(bisa mengurangi konsumsi gorengan namun tidak bisa
mengurangi penggunaan garam)
Data di atas menunjukan kebiasaan makan para partisipan
setiap harinya. Walaupun mereka tahu ada pantangan makan yang
harus dituruti namun mereka belum bisa mengurangi mengonsumsi
makanan-makanan yang dapat meningkatkan tekanan darah.
4.3.2 Stres
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukan
bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan partisipan penelitian
merasa stres.
38

Saya itu marah, pikiran kalau anak saya nakal mbak. Apa lagi
kalau ada masalah sama suami, atau sama orang lain. Namanya
juga rumah tangga mbak, banyak masalahnya. Pikiran masalah
kebutuhan rumah tangga, pikir kebutuhan anak, belum lagi
masalah lainnya seperti biaya sekolah anak. Saya itu masih
pikiran mbak, karena dia minta dibelikan hand phone. kalau
tidak dituruti, nanti dia malah pergi, saya tidak diajak bicara
mbak. hal-hal seperti inilah yang membuat tekanan darah saya
naik (PR1. 55-65).

(marah dan pikiran saat anak nakal, mempunyai masalah dengan
suami atau orang lain. Memikirkan kebutuhan rumah tangga,
tuntutan anak dan biaya sekolah anak).
Aduh mbak, saya itu setiap hari pasti marah, karena suami saya
tidak bekerja. Saya itu pikran mbak, stres sekali. Saya harus
berpikir keras darimana mendapatkan uang untuk biaya anak
sekolah, untuk makan sehari-hari (PR2. 55).

(marah setiap dan merasa stres karena suami tidak bekerja.
Memikirkan biaya sekolah anak dan biaya hidup sehari-hari).
Saya marah kalau anak saya nakal, keras kepala, keluyuran.
Saya pusing pikirkan masalah kebutuhan sehari-hari. Pusing
mbak. Stres saya kalau pikirkan masalah kebutuhan ini,
namanya juga orang tua mbak. Memikirkan hal kebutuhan ini
sudah biasa, tapi kalau marah, saya kurangi juga. Takutnya
darah saya tinggi lagi (PR3. 45-55).

(memarahi anak karena keras kepala, nakal dan keluyuran. Pusing
dan stres memikirkan kebutuhan hidup namun takut tekanan darah
meningkat)
Memang dokter menyarankan untuk mengurangi stres dan
pikiran mbak. Tapi dengan keadaan rumah tangga seperti ini,

bagaimana saya bisa bersikap biasa” saja mbak? Saya pusing
kalau memikirkan biaya dan tuntutan hidup karena kesulitan
memenuhi kebutuhan sehari-hari (PR4. 50).

(dokter menganjurkan untuk mengurangi stres dan pikiran namun
belum bisa melakukan karena memikirkan kebutuhan hidup)
Setiap hari saya pasti marah-marah karena memikirkan hidup
ini. Saya punya anak, punya menantu, punya cucu, tapi anak
saya dan suaminya tidak bekerja mbak. Jdi saya harus berpikir
keras dari mana dapatkan uang. Memang saya punya usaha
kos-kosan mbak, tapi jarang ada yang kos di sini. Makanya saya
darahnya tidak normal karena marah-marah dan pikiran (PR5.
40).

(marah setiap hari karena masalah kebutuhan hidup. Berpikir
untuk memenuhi kebutuhan hidup)

39

Jika stres dirasakan, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
adalah dengan bertukar pendapat dengan orang disekitar partisipan.
Kalau sudah punya masalah, saya dan suami biasanya duduk
bersama, membicarakan masalahnya dan kalau sudah punya
jalan keluarnya, nanti suami saya yang bicara sama anak saya
karena suami saya juga tahu kalau saya ini mengalami tekanan
darah tinggi (PR1. 65).

(duduk bersama suami untuk membicarakan masalah yang dihadapi
untuk mendapatkan jalan keluar)
Untuk mengatasi stres saya pasti akan bernyanyi atau menonton
TV untuk menghibur hati saya. Kadang saya pergi ke tempat kaka
saya untuk menceritakan apa yang saya rasakan (PR2. 55).

(mengalihkan stres yang dirasakan dengan bernyanyi, menonton TV
dan menceritakan masalah yang dihapi kepada saudara untuk
menenangkan hati)
Jika punya masalah, saya mengalihkan rasa marah atau stres
dengan menonton TV, atau mendengarkan musik. Biasanya saya
menceritakan kepada ibu saya (PR3. 55).

(mengalihkan emosi atau tres dengan menonton TV/mendengarkan
musik dan menceritakan masalah kepada ibu)
Kalau stres, saya duduk merenungkan permasalahannya saja.
Saya harus tenang dan pikir jalan keluarnya. Kadang saya
meminta pendapat dari anak saya (PR4. 55)

(jika mengalami stres maka akan merenungkan diri, menenangkan
diri, memikirkan jalan keluar, atau meminta pendapat dari saudara)
Saat punya masalah, saya akan bercerita kepada suami saya,
saudara, supaya saya merasa legah sedikit mbak atau saya jalanjalan disekitar kompleks sini, ke tempat tetangga (PR5. 50).

(ketika mempunyai masalah, akan menceritakan kepada suami atau
berjalan-jalan dilingkungan sekitar)
Saat punya masalah, saya akan bercerita kepada suami saya,
saudara. Supaya saya merasa legah sedikit mbak. Atau saya jalanjalan disekitar kompleks sini, ke tempat tetangga. (PR5. 50).

(akan menceritakan masalah yang dialami untuk suami dan saudara
untuk melegahkan diri, atau mengunjungi rumah tetangga disekitar)

40

4.3.4 Aktivitas Fisik
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak

Puskesmas

Kecamatan Getasan, ada berbagai macam anjuran yang diberikan
oleh dokter dan perawat yang diantaranya adalah menganjurkan
untuk melakukan olah raga ringan seperti berjalan kaki dan jogging
setiap hari untuk mencegah komplikasi dari hipertensi.
Namun setelah penelitian dilakukan, kelima riset partisipan
mengakui bahwa mereka jarang melakukan olahraga dengan
berbagai macam alasan yang bisa di kemukakan. Berikut ini adalah
hasil wawancara dengan lima partispan tersebut;
Saya kalau dirumah, biasanya mencuci, memasak, bersih-bersih
rumah, kadang saya pergi mencari kayu bakar, yah saya
melakukan pekerjaan sehari-hari mbak, namanya juga ibu-ibu.
Kalau dari puskesmas, saya disarankan untuk melakukan
olahraga ringan selama 30 menit seperti jalan pagi, lari kecikecilan, tapi saya tidak punya waktu mbak jadi saya tidak pernah
berolahraga. Karena pagi-pagi harus siapkan sarapan unuk
anak sekolah, sorenya saya masih di tempat jualan (PR1. 70-75).

(melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak,
membersihkan rumah, mencari kayu bakar. Tenaga kesehatan
menyarankan untuk melakukan olahraga ringan selam 30 menit
namun tidak pernah melakukan karena kesibukan mengurus anak
dan pekerjaan rumah tangga)
Saya biasanya mencuci baju keluarga saya, kadang kalau
diminta untuk mencuci baju tetangga, ya saya cucikan juga.
Kegiatan setiap hari saya memasak, bersih-bersih rumah,
mengantar anak yang bungsu kesekolah tapi saya hampir tidak
pernah olahraga seperti yang disuruh oleh dokter karena saya
tidak sempat mbak, sibuk mengurus rumah tangga (PR2. 60).

(mencuci baju memasak, membersihkan rumah, mengantarkan
anak kesekolah dan tidak pernahmelakukan olahraga karena
kesibukannya sebagai ibu rumah tangga)
Saya tidak sempat olahraga mbak, kan saya pulang-pergi ke
Yogyakarta terus mbak, kalau pulang kesini Cuma bersih-bersih
rumah atau ada keperluan saja, setelah itu balik ke Jogja lagi
(PR3. 50).

41

(tidak sempat melakukan olahraga karena bekerja di luar kota)
Saya jarang olahraga mbak, paling seminggu dua kali, tapi saya
hanya jalan keliling kompleks di sekitar sini saja. Tapi saya
tidak bekeringat mbak, kan di sini dingin. Saya juga takut encok
mbak, takut salah gerakannya malah keseleo jadinya. (PR4 60).

(jarang melakukan olahraga/seminggu dua kali namun hanya
berjalan di lingkungan sekitar rumah namun tidak berkeringat
karena udara yang dingin dan takut mengalami keseleo)
Saya dianjurkan untuk jogging atau jalan pagi tapi waktu itu
saya olahraganya lari mbak, saat itu saya langsung sesak. Sejak
itu saya tidak pernah olahraga lagi mbak, karena saya takut
sesak lagi. (PR5 50-55).
(dianjurkan untuk berolahraga jogging atau jalan pagi namun

langsung berolahraga lari yang mengakibatkan sesak sehingga
tidak pernah melakukan olahraga lagi)

Hasil wawancara diatas menunjukan bahwa lima pertisipan
tidak secara rutin melakukan olahraga dengan berbagai alasan
tertentu padahal olahraga sangat penting dilakukan untuk
melancarkan aliran darah mereka dan mencegah komplikasi dari
hipertensi.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pola Makan
Unit Analisa

Kategori

Tema

Jenis makanan
yang di konsumsi

Makanan yang dikonsumsi seharihari relatif sama

Pola makan seseorang
dapat menjadi faktor
penyebab hipertensi

Frekuensi dan porsi
makan

Frekuensi makan 3 kali sehari

Penggunaan garam

Menyukai makanan yang asin dan
belum bisa mengurangi
penggunaan garam

Pantangan
makanan

belum bisa mengurangi pantangan
makan

42

4.4.1.1 Tema 1: Pola Makan seseorang dapat menjadi faktor
penyebab hipertensi
Pola makan adalah satu cara yang dilakukan oleh
seseorang, sekelompok atau satu keluarga untuk memilih
makanan sebagai respon terhadap adanya pengaruh dari
fisiologi, psikologi, kebudayaan atau sosial (Suhardjo,
2008). Pola konsumsi pangan atau disebut juga dengan
kebiasaan makan dapat memberikan informasi mengenai
jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan
setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk
satu kelompok masyarakat tertentu dan merupakan suatu
pola kebiasaan komsumsi yang diperoleh karena terjadi
secara berulang-ulang (Supariasa, 2012).
Santoso

dan

Ranti

(2004)

menjelaskan

bahwa

kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, dan
lingkungan

alam adalah

beberapa

hal

yang

sangat

mempengaruhi pola makan dan bahan makanan yang dipilih
ternyata dipengaruhi juga oleh unsur tertentu seperti sumber
pengetahuan akan cara memilih dan mengelolah bahan
pangan setiap hari dan hal ini dipengaruhi oleh sistem sosial
keluarga secara turun temurun. Arisman (2004) menyatakan
bahwa kebiasaan makan merupakan suatu cara individu dan
kelompok untuk memilih makanan yang akan dikonsumsi

43

dan menggunakan bahan makanan yang tersedia berdasarkan
faktor sosial dan budaya mereka hidup. Kebiasaan makan ini
memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan di
Korea Selatan (2007-2008) oleh KNHANES (Korea Health
And Nutrition Examination Survey) yang menyebutkan
bahwa kelompok wanita Korea Selatan yang melakukan diet
tidak seimbang untuk mencegah resiko hipertensi cenderung
untuk memilih mengonsumsi makanan yang sesuai dengan
selera, tinggi karbohidrat dan mengonsumsi natrium yang
relatif tinggi melebihi tingkat maksimum harian yang
direkomendasikan oleh Asosiasi Kesehatan Amerika (AHA)
dan kebiasaan mengonsumsi seperti inilah yang akan
meningkatkan resiko hipetensi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk wanita usia
subur dengan hipertensi di Desa Kopeng, diketahui pola
makan sehari-hari masih mengonsumsi makanan olahan
yang digoreng dan makan yang asin. Robert (2010)
menyatakan bahwa kebiasaan hidup dan kebiasaan makan
sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang.
Frekuensi makan pada partisipan penelitian ini rata-rata
3 kali sehari. Namun ternayata pola makan yang benar
adalah pola makan 5 kali sehari yang terdiri dari makan pagi,

44

selingan pagi, makan siang, selingan sore, dan kemudian
makan malam (Djaeni, 2009).
Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

Kontemporer,

menjelaskan bahwa preferensi artinya hal lebih menyukai,
pilihan, kesukaa, perilaku khusus yang diberiakan kepada
seseorang langganan. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, preferensi adalah pilihan, kecenderungan,
kesukaan, atau hak untuk didahulukan dan diutamakan dari
pada yang lain, prioritas. Preferensi terhadap makanan
adalah selera makan yang terdiri dari sekumpulan cita rasa,
biasanya menyenangkan di mana tubuh sadar akan keinginan
untuk mengkonsumsi sesuatu makanan (Suhardjo, 2008:
220).
Dari hasil penelitian, ditemukan adanya kesukaan
makan makanan berminyak oleh partisipan. Minyak yang
berulang kali digunakan dapat menyebabkan penurunan
mutu bahkan akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan
(Anwar, 2012).
Pada

umumnya

makanan

hasil

penggorengan

mengandung 4% - 14% lemak dari total beratnya. Kualitas
minyak goreng yang digunakan juga mempengaruhi
penyerapan minyak ke dalam makanan. Ketika lemak masuk
ke dalam makanan dapat terjadi modifikasi terhadap

45

komposisi makanan. Perubahan yang dihasilkan bergantung
pada beragam faktor, seperti komposisi lemak yang
digoreng dan yang dikandung dalam makanan tersebut,
tekstur, ukuran, bentuk makanan dan kondisi penggorengan
seperti lama durasi dan temperatur. (Suryani, 2012)
Menurut (Hidayat, 2006) pola makan adalah perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan
yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi,
cara pengolahan, dan pemilihan makanan.
Hasil penenlitian ini menunjukan adanya konsumsi
garam dapur yang tinggi karena partisipan merasakan
kenikmatan dan rasa gurih dari makan yang dkonsumsi. Hal
ini sependapat dengan Sutanto (2010), Cahyono (2008) dan
Hull (1996) memaparkan bahwa kesukaan, rasa atau
kenikmatan

terhadap

makanan

berpengaruh

terhadap

pemilihan makanan. Makanan asin dapat meningkatkan
nafsu makan seseorang karena rasanya yang gurih. Sehingga
jika seseorang menyukai dan terbiasa mengkonsumsi
makanan

sumber

natrium

maka

akan

cenderung

mengonsumsinya secara terus-menerus.
Penelitian serupa yang dilakukan di Korea Selatan
menyebutkan bahwa asupan natrium yang tinggi dapat
menyebabkan peningkatan risiko disfungsi jantung dan

46

hipertensi pada populasi di Asia meskipun massa tubuh yang
relatif ramping mereka (KNHANES, 2007-2008). Gray
(2005) memaparkan bahwa dengan melakukan perubahan
gaya hidup seperti diet garam akan menurunkan risiko
menderita tekanan darah tinggi.
4.4.2 Stres
Unit Analisa
Frekuensi stres

Sering
stress

Kategori
mengalami

Penyebab stress

banyaknya
masalah
ekonomi dan kebutuhan
hidup

Pengalihan stress

Mampu mengalihkan
stres yang dirasakan

Tema
Penyebab
stress
pada
wanita usia subur terkait
dengan masalah keuangan
dan tuntutan kebutuhan
hidup

4.4.2.1 Tema 2: Penyebab Stress pada Wanita Usia Subur Besar
Terkait dengan Masalah Keuangan dan Tuntutan
Kebutuhan Hidup
Menurut Tri (2009), stres meningkat karena dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain; beban pekerjaan, finansial
(uang), hubungan keluarga, perceraian, kematian orang yang
disayangi, pindah tempat tinggal atau tempat kerja adalah
sumber stres.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan adanya stres
yang dirasakan oleh partisipan penelitian. Partisipan
mengaku sering merasakan stres yang disebabkan oleh
pendapatan, pekerjaan dan kebutuhan hidup sehingga

47

merasakan gejala kenaikan tekanan darah karena terbeban
dengan masalah kebutuhan hidup. Banyak penelitian yang
telah mengungkapkan hubungan stres dengan kenaikan
tekanan darah.
Penelitian di Cina (Bo Hu et al., 2015) menemukan
bahwa di Cina wanita tampaknya lebih rentan terhadap stres
psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini didasarkan pada
beberapa alasan. (1) pekerjaan yang dilakukan dapat
menimbulkan stres sebagai reaksi dari tekanan kerja. (2) Di
Cina, orang masih dipengaruhi oleh ideologi tradisional,
yang mengakibatkan derajat laki-laki dan perempuan tidak
sama, baik status sosial atau ekonomi. Mereka menggap
wanita

sangat

rendah

terutama

pada

daerah

pedesaan.Keadaan ini memungkinkan wanita di Cina
mengalami pengaruh yang intensif dan memiliki potensi
sangat besar untuk mengalami stres sebagai respon terhadap
pekerjaan yang mengakibatkan tingginya resiko hipertensi
daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh wanita yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan melakukan pekerjaan
sampingan lainnya untuk memperoleh pendapatkan demi
memenuhi kebutuhan hidup
WHO (2011) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat
menyebabkan penyakit kardivaskuler secara tidak langsung,

48

karena tingkat pendapatan yang tinggi pada keluarga tertentu
akan mempermudah seseorang untuk memperoleh informasi
kesehatan

tentang

pencegahan,

pengobatan

diagnosis

penyakit hipertensi.
Hasil penelitian Mohan dkk. (2007), menyebutkan bahwa
ada hubungan anatra jenis kelamin dengan hipertensi.
Moreira dkk. (2013) di Brazil, risiko hipertensi lebih tinggi
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki, baik di
wilayah rural, maupun urban.
Di Brazil menunjukan bahwa pendapatan keluarga yang
rendah dapat meningkatkan resiko hipertens sebesar 1,66
kali (Mion dkk., 2004). Hal ini sejalan dengan penelitian
Conen dkk. (2009) bahwa semakin rendah pendapatan, maka
akan semakin meningkat resiko hipertensi karena adanya
pengaruh akses ke pelayanan yang berkualitas, diet,
dukungan sosial, stres, emosional, dan lingkungan tetangga
yang tidak menguntungkan.
Selain itu, kemiskinan juga menjadi faktor dalam
pemilihan

makanan.

Pendapatan

yang

rendah

akan

menurunkan kemampuan membeli makanan yang sehat
(Kearney, 2005).Pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Menurut
Madanijah (2004), perubahan pendapatan secara langsung

49

akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Peningkatan
pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli
pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang
dibeli.
Seseorang dengan riwayat hipertensi dapat mengalami
serangan jantung ketika ia tidak mampu mengontrol emosi
negatif (amarah) karena stres atau emosi dapat menyebabkan
melonjaknya tekanan darah (Braverman E. R, 2008).
4.4.3 Aktivitas Fisik
Unit Analisa

Kategori

Kurangnya aktivitas
fisik

Sibuk mengurus anak
dan kebutuhan rumah
tangga sehingga tidak
sempat berolahraga

Tema
Kurangnya
aktivitas fisik
karena
kesibukan
mengurus
anak dan
bekerja

4.4.3.1 Tema 3: Kurangnya Aktivitas Fisik karena Kesibukan
Mengurus Anak dan Bekerja
Aktivitas fisik mempengaruhi tekanan darah karena
aktivitas fisik terkait dengan peningkatan reduksi saraf
simpatis dan para simpatis (Mohler dan Townsend, 2006).
Selain itu, aktivitas fisik yang rutin dapat mengurangi
lemak jenuh, meningkatkan eliminasi sodium akibat
50

terjadinya perubahan fungsi ginjal sehingga mampu
mencegah hipertensi (Rahl, 2010).
Di Indonesia, orang yang tidak bekerja memiliki risiko
1,42 kali mengalami hipertensi (Rahajeng dan Tuminah,
2009). Menurun WHO (2015), melakukan aktivitas fisik
sedang seperti menyapu, mengepel, mencuci pakaian, dan
pekerjaan rumah tangga lainnya harus dilakukan minimal 5
hari dalam satu minggu untuk membakar kalori.
Berdasarkan hasil wawancara, partisipan penelitian
tidak melakukan olahraga secara teratur dikarenakan
mereka menggunakan waktunya di rumah untuk mengurus
pekerjaan rumah tangga dan merawat anak-anak. Selain
itu, apabila ada waktu luang responden lebih memilih tidur
atau istirahat dirumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa
hampir seluruh responden mempunyai aktivitas fisik tidak
teratur yaitu 82,4% (71 responden ibu rumah tangga).
Cahyono (2008) menyatakan bahwa berolahraga
memiliki beberapa keuntungan yaitu: dapat menurunkan
frekuensi denyut nadi, kelebihan lemak dan berat badan,
serta menormalkan tekanan darah. Cahyono (2008)
memaparkan bahwa olahraga yang tidak sesuai dengan
standar kesehatan tidak akan memberikan efek kesehatan.

51

Selain itu, olahraga isotonik yang memanfaatkan gerakan
kaki seperti jalan lebih baik daripada olahraga isometrik
yang

memanfaatkan

tangan

seperti

angkat

beban.

Berolahraga teratur baik untuk menambah kekuatan
jantung dalam memompa darah yang berefek pada
pengontrolan tekanan darah dan cukup dilakukan dengan
olahraga ringan atau sedang dengan durasi minimal 30
menit (Sutanto, 2010).

52