T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Kemandirian Belajar dengan Teknik Sosiodrama pada Siswa Kelas VII A SMP Mardi Rahayu Ungaran T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1

Kemandirian Belajar

2.1.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Menurut Hiemstra (dalam Slameto 2002) kemandirian belajar adalah
kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai
suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau

kompetensi yang dimiliki melalui:

1) penetapan tujuan belajar;
2) memiliki keterampilan belajar;
3) memiliki pendekatan ilmiah dalam belajar;
4) memiliki standar keberhasilan dalam belajar, dan
5) memiliki prakarsa untuk belajar.
Hiemstra (dalam Slameto 2002) menyatakan bahwa kemandirian
belajar menjadi keinginan dari adanya studi mandiri adalah kemampuan

belajar mandiri yang terungkap melalui proses intensif yang dilakukan
siswa untuk mencapai tujuan atau penguasaan materi pelajaran yang
menggunakan berbagai keterampilan dan teknik

yang kreatif atas

prakarsa (inisiatif dan motivasi) siswa yang bersangkutan.
Klein (dalam

Slameto 2002) mengungkapkan bahwa belajar

mandiri merupakan proses atau tujuan kegiatan sekolah, dan tidak
mensyaratkan pengetahuan sebelumnya. Dalam kaitan ini kemandirian
belajar terutama dimotivasi oleh sasaran siswa itu sendiri, diberi imbalan

9

atas jerih payahnya secara intrinsik, dilakukan dibawah pengawasan
sekolah,


dan

diselenggarakan secara

mandiri

oleh

siswa

yang

bersangkutan dan atau dalam kelas biasa, atas prakarsa guru yang
bersangkutan.
2.1.2 Dimensi – dimensi kemandirian belajar
Menurut Candy (1991) kemandirian belajar memiliki empat dimensi,
yaitu :
a.

Otonomi pribadi (personal autonomy)

Dimensi otonomi pribadi menunjukkan karakteristik individual dari

orang yang mampu belajar mandiri. Individu yang memiliki kemandirian
adalah individu yang bebas dari tekanan baik eksternal maupun internal,
memiliki sekumpulan nilai-nilai dan kepercayaan pribadi yang memberikan
konsistensi dalam kehidupannya. Hal ini berarti orang tersebut mampu
membuat rencana atau tujuan hidup, bebas dalam membuat pilihan,
menggunakan kapasitas dirinya untuk refleksi secara rasional, mempunyai
kekuatan kemauan, berdisiplin diri dan melihat dirinya sendiri sebagai orang
yang mandiri.
b.

Manajemen diri dalam belajar (self-management in learning)
Dimensi manajemen diri menjelaskan adanya kemauan dan kapasitas

dalam diri seseorang untuk mengelola dirinya. Kapasitas tersebut
ditunjukkan dengan adanya keterampilan atau kompetensi dalam diri orang
yang mandiri.
c.


Meraih kebebasan untuk belajar (the independent pursuit of learning)

10

Dimensi meraih kebebasan dalam belajar menggambarkan tentang
adanya kebutuhan individu untuk memperoleh kesempatan belajar. Dimensi
ini menjelaskan bahwa orang dewasa memiliki kebutuhan untuk
meningkatkan diri melalui belajar berbagai hal dalam kehidupan.
d.

Kendali / penguasaan pebelajar terhadap pembelajaran (learnercontrol of instruction).

Dimensi kontrol pebelajar terhadap pembelajaran,

menjelaskan

tentang peran siswa pada situasi belajar formal yang melibatkan cara
mengorganisasi tujuan pembelajaran. Penjelasan dimensi ini dihubungkan
dengan hal-hal yang dianggap menjadi porsi pengawasan guru, yaitu
pengorganisasian tujuan belajar, materi belajar, kecepatan belajar, langkahlangkah belajar, metodologi belajar serta evaluasi belajar.

2.1.3 Karakteristik kemandirian belajar
Menurut Brockett & Hiemstra (dalam

Slameto

2002) beberapa

karakteristik yang dihubungkan dengan kemandirian belajar pada siswa
adalah :
a. Independence

Siswa yang belajar secara mandiri bertanggung jawab secara mandiri
terhadap analisa, rencana, pelaksanaan dan mengevaluasi sendiri aktivitas
pembelajarannya.
b. Self Management

Siswa yang belajar secara mandiri dapat mengidentifikasikan apa yang
mereka butuhkan selama proses pembelajaran, mengatur tujuan belajar,

11


mengontrol waktu mereka sendiri dan berusaha untuk belajar dan membuat
ataupun mengatur feedback dari pekerjaan mereka.
c.

Desire for learning

Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan
pengetahuan, siswa yang belajar secara mandiri harus memiliki motivasi
yang kuat.Untuk mencapai hasil belajar yang terbaik, pelajar menggunakan
sumber pembelajaran dari lingkungan eksternal dan menggunakan strategi
belajar yang memungkinkan yang terjadi selama proses pembelajaran
2.1.4 Langkah – langkah kemandirian belajar
Dalam setiap kegiatan belajar mandiri dapat terjadi kendalakendala belajar, seperti kurangnya sumber daya atau kurangnya waktu untuk
belajar yang dapat menyebabkan terganggunya proses belajar mandiri
siswa. Proses belajar mandiri memerlukan tanggung jawab, inisiatif dan
keberanian

dalam melaksanakannya.


Selanjutnya

Hiemstra

(dalam

Slameto 2002) mengemukakan ada 6 langkah kegiatan untuk membantu
individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu:
1) Preplanning atau aktivitas sebelum proses pembelajaran;
2) Menciptakan lingkungan belajar yang positif;
3) Mengembangkan rencana pembelajaran;
4) Mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai;
5) Melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring,
6) Mengevaluasi hasil pembelajar individu.

12

2.2. Sosiodrama
2.2.1 Pengertian Sosiodrama
Sosiodrama berasal dari kata Sosio yang artinya sosial dan drama . Kata

drama adalah suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia yang
mengandung konflik kejiwaan, pergolakan, benturan antara dua orang atau
lebih (Pratiwi, 2009).
Menurut Romlah (2001) sosiodrama adalah permainan yang ditujukan
untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar
manusia. Konflik-konflik sosial yang disosiodramakan adalah konflik-konflik
yang tidak mendalam, yang tidak menyangkut gangguan kepribadian.
Berdasarkan pengertian sosiodrama diatas penulis menyimpulkan
bahwa sosiodrama adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang terjadi
dalam konteks hubungan sosial dengan cara mendramakan masalah-masalah
tersebut melalui sebuah drama.
2.2.2 Tujuan Sosiodrama
Menurut Azwan dan Djamarah (2010), tujuan yang diharapkan dengan
penggunaan metode sosiodrama antara lain adalah :
a) Agar individu dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
b) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
c) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.
d) Merangsang siswa untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan tujuan sosiodrama diatas penulis menyimpulkan bahwa

tujuan dari sosiodrama adalah : 1) berani mengungkapkan pendapat secara

13

lisan; 2) memupuk kerjasama; 3) menunjukan sikap berani dalam
memerankan tokoh yang diperankan; 4) melatih cara berinteraksi dengan
orang lain.
2.2.3 Manfaat Sosiodrama
Manfaat sosiodrama (dalam Pratiwi, 2009) antara lain :
a)

Individu dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan
memperdalam pengertian mereka tentang orang lain
b) Dapat mempertinggi perhatian individu melalui adegan-adegan, hal
mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
c) Individu tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka
juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan
denan sesama manusia.
Berdasarkan manfaat sosiodrama diatas, penulis menyimpulkan
manfaat dari sosiodrama adalah : individu tidak hanya mengerti persoalanpersoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran

orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia. Ikut menangis bila
sedih, rasa marah, emosi, dan gembira; 2) individu dapat menempatkan diri
pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang
lain.
2.2.4 Langkah-Langkah Sosiodrama
Menurut Romlah (2001) pelaksanaan sosiodrama secara umum
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Persiapan. Fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang
disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab
untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
2. Membuat skenario sosiodrama
Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan
skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu.
Pemilihan pemegang peran dapat dilakukan secara suka rela. Setelah
fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing

14

peran, usulan dari anggota kelompok yang lain, atau berdasarkan keduakeduanya.
3. Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok

penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain.
Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan
permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahas diskusi
setelah permainan selesai.
4. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi
kesempatan untuk berembug beberapa menit untuk menyiapkan diri
bagaimana sosiodrama ituakan dimainkan. Setelah siap, dimulailah
permainan. Masing-masing pemain memerankan perannya berdasarkan
imajinasinya tentang peran yang dimainkannya. Pemain diharapkan dapat
memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaanperasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan
yang dimainkannya. Dalam permainanini diharapkan terjadi identifikasi
yang sebesar-besarnya antara permainan maupun penonton dengan peranperan yang dimainkannya.
5. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi
mengenai pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan
tanggapan-tanggapan penonton. Diskusi diarahkan untuk membicarakan
tanggapan mengenai bagaimana para pemain membawakan perannya
sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan
kesan -kesan pemain dalam memainkan perannya. Balikan yang paling
lengkap adalah melalui rekaman video yang diambil pada waktu
permainan berlangsung dan kemudian diputar kembali.
Berdasarkan langkah-langkah sosiodrama diatas penulis menyimpulkan
bahwa ada 3 tahap untuk melakukan sosiodrama yaitu : tahap persiapan yang
meliputi pembuatan skenarioo, menentukan kelmpok pemeran dan kelompok
penonton; tahap pelaksanaan; dan tahap tindak lanjut yang meliputi evaluasi
dan diskusi.
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Sosiodrama
Setiap media bimbingan ada kebaikan dan ada kelemahannya. Kebaikan
model bimbingan biasanya merujuk pada potensi yang menjadikan suatu
model tersebut berhasil dilakukan, sedangkan kekurangan merujuk pada
potensi kemungkinan hal yang membuat model bimbingan ini gagal untuk
dipraktikkan.
15

Berikut merupakan kelebihan dari metode sosiodrama menurut Romlah
(2001) :
a) Berkesan dan tahan lama dalam ingatan mahasiswa.
b) Sangat menarik bagi mahasiswa sehingga kelas menjadi dinamis dan
antusias.
c) Mengembangkan kreativitas mahasiswa (dengan peran yang dimainkan
siswa dapat berfantasi).
d) Memupuk kerjasama antara mahasiswa.
e) Menumbuhkan bakat mahasiswa dalam seni drama.
f) Mahasiswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.
g) Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.
h) Melatih

mahasiswa

untuk

menganalisa

masalah

dan

mengambil

kesimpulan dalam waktu singkat.
Berdasarkan kelebihan sosiodrama diatas penulis menyimpulkan bahwa
sosiodrama memliki kelebihan yaitu : lebih mudah diingat oleh mahasiswa,
mengembangkan kreativitas yang dimiliki, memupuk kerjasama antar
mahasiswa, dan membuat mahasiswa lebih mandiri untuk menganalisa
sendiri kesimpulan dari hasil sosiodrama tersebut.
Berikut merupakan kelemahan yang terdapat dalam pembelajaran
dengan metode sosiodrama menurut Romlah (2001):
a) Memerlukan waktu yang cukup panjang.
b)

Memerlukan daya kreativitas dan daya kreasi tinggi. Hal ini belum tentu
dimiiliki pembimbing dan mahasiswa.

16

c) Mahasiswa malu untuk melakukan suatu adegan.
d) Pendengar (mahasiswa yang tak berperan) sening mentertawakan tingkah
laku pemain sehingga merusak suasana.
e) Apabila bila sosiodrama gagal maka tujuan bimbingan tidak dicapai.
f)

Tidak semua materi dapat dilakukan dengan metode ini.
Disamping kelebihan, sosiodrama juga memiliki kelemahan. Penulis

menyimpulkan bahwa kelemahan sosiodrama ada pada waktu pelaksanaan
yang relatif lama, sikap pemeran yang terkadang malu untuk memperagakan
peran yang didapat karena ditertawakan penonton, apabila sosiodrama gagal
maka tujuan tidak akan tercapai.
2.3

Temuan-Temuan Yang Relevan
Yoga (2012) meneliti tentang signifikansi layanan konseling dalam
meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas VIII H SMP N 1 Bawen
Kabupaten Semarang. Subjek dalam penelitian ini adalah 16 orang siswa
kelas VIII H SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu 8 orang siswa sebagai kelompok kontrol dan 8 orang siswa
sebagai kelompok eksperimen. Alat ukur dalam penelitian ini adalah Skala
kemandirian belajar siswa yang digunakan untuk variabel kemandirian
belajar siswa dimodifikasi dari Aristiani (2005) dengan jumlah item
sebanyak 58 item. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji Mann
Whitney yang diolah dengan menggunakan program SPSS for window
release 16.0. Hasil analisa yang dilakukan diperoleh kesimpulan ada
perbedaan kemandirian belajar siswa kelompok eksperimen dengan

17

kelompok kontrol terlihat dari hasil mean rank skor ranking rata-rata untuk
kelompok

eksperimen=12,06

dan

skor

ranking

ratarata

kelompok

kontrol=4,94 dan nilai signifikansi 0.003 (