DINAMIKA POLITIK FORUM KOMUNIKASI MASYAR

DINAMIKA POLITIK FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT
LOKALISASI SURABAYA DALAM MENGHADAPI RENCANA
PENUTUPAN LOKALISASI DOLLY OLEH PEMERINTAH KOTA
SURABAYA
JURNAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Oleh :
DHICKA GANDA ADMAJA
115120500111014

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1

2


ABSTRAK
Dhicka Ganda Admaja (2015). Program Studi Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. “Dinamika Politik Forum
Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya Dalam Menghadapi Rencana
Penutupan Lokalisasi Dolly Oleh Pemerintah Kota Surabaya”. Pembimbing:
Mar’atul Makhmudah, S.IP, M.Si dan Realina Akbar, S.IP, M.IP
Peran civil society dalam kehidupan berdemokrasi sangatlah penting. Hal ini
dikarenakan masyarakat mempunyai peran yang besar dalam membangun dan
mempertahankan tatanan sosial masyarakat. Keotonomian masyarakat, pentingnya
akses terhadap lembaga, dan keterbukaan yang sebenarnya akan menimbulkan
keseimbangan dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Kedewasaan dalam
bermasyarakat dan menuangkannya dalam wadah penegak civil society pun bisa
menjadi pengaruh tersendiri untuk mempertahankan budaya-budaya dan tatanan
sosial yang sudah dibangun oleh kelompok masyarakat tertentu.
Dalam skripsi ini peneliti menggambarkan mengenai Dinamika kepentingan
Forum Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya (FKMLS) dengan Pemerintah
kota Surabata dalam menghadapi rencana penutupan lokalisasi Dolly. FKMLS adalah
organisasi civil society yang paling gencar dalam menanggapi rencana penutupan
Dolly. Dinamika kepentingan yang terjadi antara FKMLS dengan Pemerintah terjadi
karena FKMLS melihat kebijakan pemerintah tersebut tidak dipersiapkan secara

matang dan akan banyak menghasilkan permasalahan-permasalahan baru. Yang
menarik adalah, Peran FKMLS dalam dinamika kepentingan ini tidak menggunakan
cara-cara konfrontatif, melainkan dengan konsensus yang menuntut keintelektualan
dan kesiapan argumentatif dari civil society. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pemilihan informan secara purposive.

Kata kunci : Lokalisasi Dolly, Civil Society, Kepentingan.

3

ABSTRACT
Dhicka Ganda Admaja (2015). Political Science Program. Faculty of Social and
Political Sciences, University of Brawijaya. "Political Dynamics Forum
Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya Facing Closure Plan of
Localization Dolly By Surabaya’s Government". Supervisor: Mar'atul
Makhmudah, S.IP, M.Si and Realina Akbar, S. IP, M.IP
The role of civil society in the democratic life is essential. This is because
society has a major role in building and maintaining social order. The independency
society, access to institutions, and real openness will lead to a balance in the
administration of state and nation. Maturity in the community and put it in a container

enforcement of civil society can be its own influence to maintain cultures and social
order that has been built by a certain group of people.
In this paper the researchers describe the dynamics of interest Forum
Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya (FKMLS) Facing Closure Plan of
Localization Dolly By Surabaya’s Government. FKMLS is a civil society
organization that is most intense in response to the closure plan Dolly. The dynamics
of interest because FKMLS see government policy is not prepared properly and will
generate a lot of new problems. Interestingly, in the dynamic role of FKMLS this
interest does not use confrontational ways, but the consensus that demands
intellectuality and argumentative readiness of civil society. The method used in this
research is descriptive qualitative with informant purposive selection techniques.

Keywords: Dolly’s Localitation, Civil Society, Interests.

4

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu lokalisasi yang mempunyai nama besar di Indonesia adalah
lokalisasi Dolly yang berada di kota Surabaya. Selama berdirinya lokalisasi Dolly,

banyak sekali isu yang berkembang mengenai rencana pemerintah kota Surabaya
untuk menutup lokalisasi tersebut. Tetapi hal ini tak kunjung terealisasikan karena
banyaknya pertimbangan-petimbangan untuk menampung sekian banyak orang yang
telah menggantungkan hidupnya disekitaran lokalisasi tersebut..Setelah bertahuntahun isu penutupan lokalisasi Dolly berhembus, pada akhirnya pemerintahan kota
Surabaya benar-benar merealisasikan penutupan tersebut pada tahun 2014.
Dalam setiap rencana penutupan lokalisasi oleh pemerintah kota Surabaya
selalu menggunakan pendekatan non represif sebelum eksekusi benar-benar
dilakukan, cara ini bisa menjadi keberhasilan bagi pemerintah kota Surabaya karena
cara yang persuasif ini diharapkan mampu menggugah hati nurani dari masyarakat
yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Namun cara non represif tersebut juga tidak
dengan mudahnya menghilangkan resistensi antara masyarakat lokalisasi dan pihak
pemerintah kota Surabaya.
Dalam menjawab keresahan warga sekitaran Dolly, hadir beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkaitan dengan penolakan penutupan lokalisasi
yang berada di Surabaya, khususnya Dolly. Salah satu LSM yang turut aktif dalam

5

penolakan penutupan lokalisasi tersebut adalah Forum Komunikasi Masyarakat
Lokalisasi Surabaya (FKMLS). FKMLS merupakan lembaga swadaya yang

dipelopori oleh warga masyarakat yang bertempat tinggal dan berpenghasilan dari
daerah sekitaran lokalisasi. Lembaga ini hadir guna menjadi jembatan bagi warga
lokalisasi dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang berhubungan dengan rencana
penutupan lokalisasi di Surabaya.
Hal di atas merupakan refleksi berbagai upaya masyarakat untuk bereaksi
atas krisis melalui berbagai keprihatinan kepada kelompok yang lebih luas dan
kemudian menjadi dasar baru terbentuknya solidaritas.1 Upaya-upaya yang
sedemikian rupa dapat menjadi ancaman serius bagi pemerintah dalam rencana
penutupan Dolly, pasalnya pembentukan opini serta mobilisasi masa yang masif
menjadi kekuatan tersendiri bagi pihak-pihak yang belum dapat menerima
transfomasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Civil Society dan Hegemoni
Civil society merefleksikan hubungan-hubungan budaya dan ideologi yang
kompleks, kehidupan intelektual dan spiritual, serta ekspresi politik dari hubunganhubungan. Hal demikian menempatkan masyarakat sipil sebagai superstruktur
ketimbang hanya sekedar struktur. Superstruktur yang dimaksud adalah dimana civil

1 Wahib Situmorang, Abdul. Gerakan : Teori dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013) hlm. 8.

6


society merupakan faktor kunci untuk memahami perkembangan kapitalis yang ada
didalam kelembagaan yang dibentuk oleh otoritas negara, sedangkan struktur hanya
menempatkan masyarakat sipil sebagai hubungan-hubungan ekonomis.2
Faktor ekonomi bukanlah satu-satunya permasalahan yang menjadi gejala
didalam masyarakat untuk berasosiasi dan membentuk lembaga atas civil society,
melainkan ekonomi hanya sebagai salah satu kondisi dan terdapat kompleksitas lain
termasuk masalah kultural, dan moral yang perlu dianalisis. Gramsci melihat yang
menjadi titik kunci didalam tumbunya civil society yakni krisis hegemoni oleh pihak
otoritas dimana kelas penguasa telah gagal menjalankan beberapa kebijakan yang
telah menjadi wewenangnya atau berkumpulnya sejumlah masa yang bangkit dari
kepasifan politik yang diciptakan oleh negara.3 Situasi yang sedemikian rupa dapat
terjadi apabila situasi nyaman, terancam oleh kepentingan pribadi yang sempit dari
klas musuh, atau karena kesulitan mengendalikan dan menegakkan kembali situasi
normal melalui alat-alat legal.4
2.2 Kerangka Konseptual
2.2.1 Organisasi Civil Society
civil society pada hakekatnya adalah sebuah ruang yang terletak antara
negara dan masyarakat, dan di dalam ruang tersebut terdapat asosiasi-asosiasi
2 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hlm. 135

3 Antonio Gramsci: Prison Notebooks, Catatan-catatan dari penjara. Teguh Wahyu Utomo,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2013) hlm. 289
4Ibid, hlm.293

7

warga masyarakat secara sukarela dan di antara asosiasi-asosiasi tersebut terbangun
jaringan yang kuat. Civil society merupakan suatu bentuk hubungan antara negara
dengan sejumlah kelompok yang sifatnya independen terhadap negara.5 Masyarakat
yang dimaksud memiliki beberapa komponen yang meliputi:
a. Otonomi, yakni keterlepasan masyarakat dari pengaruh negara. Dalam
kondisi demikian, segala inisiatif bersumber dari masyarakat itu sendiri.
b.

Akses masyarakat terhadap lembaga negara. Dalam konteks hubungan
antara negara dengan masyarakat, setiap warga negara baik secara
individual maupun kolektif, harus mempunyai akses terhadap agenagen pemerintahan.

c. Arena publik yang bersifat mandiri. Area publik disini adalah sebuah ruang
dimana warga negara mengembangkan dirinya secara maksimal dalam

segala aspek kehidupan, bidang ekonomi atau bidang lainnya.
d. Arena publik yang terbuka. Arena publik dalam civil society terbuka bagi
semua lapisan masyarakat, tidak dijalankan dengan cara-cara yang
eksklusif, bersifat rahasia, dan korporatif.
2.2.2 Hubungan Organisasi Civil Society dan Pemerintah
Berikut merupakan elemen-elemen yang menjadi kunci dan menunjukkan
keberadaan organisasi civil society di sebuah negara:
5Ibid, hlm. 44

8

1. Adanya penegakan hukum yang secara efektif melindungi kepentingan
warga negara dari kesewenang-wenangan Negara.
2. Adanya kelompok kepentingan yang dikelola secara kuat, yang mampu
melakukan pengawasan atas penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan
oleh mereka yang memegang kontrol atas sarana-sarana administrasi
dan sarana-sarana pemaksa.
3. Adanya pluralisme yang seimbang di antara kepentingan-kepentingan
masyarakat yang tidak membuka peluang adanya kelompok dominan
mutlak.

Dapat disimpulkan bahwa FKMLS merupakan organisasi penegak civil
society. Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam proses pembangunan
bangsa melalui wadah yang tepat seperti LSM, sehingga dapat membantu institusi
Negara dalam perumusan kebijakan umum yang strategis agar tidak merugikan salah
satu pihak. Wadah tersebut juga diharapkan mampu menampung semua aspirasi
masyarakat. Sehingga kalangan masyarakat yang bersifat

independen ini harus

mampu membuka kesempatan kepada negara agar bisa melakukan akses terhadap
mereka. Dalam konteks ini, negara dan masyarakat saling mengakui otoritas
masing-masing.
2.2.2 Lokalisasi Prostitusi (Komplek Pelacuran)

9

Tempat prostitusi memiliki beberapa jenis sesuai aktifitasnya. Ada prostitusi
yang terdaftar (prostitusi legal) dan ada pula tempat prostitusi tidak terdaftar (illegal).
Tempat prostitusi yang terdaftar pada umumnya mereka di dalam satu daerah tertentu
atau yang disebut lokalisasi prostitusi. Penghuninya secara periodik harus

memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan dapat suntikan serta
pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.6 Para PSK diawasi
oleh kepolisian yang bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. Tempat
prostitusi di tengah masyarakat, selalu mendapat penolakan dari masyarakat setempat,
meski demikian ada juga masyarakat yang mengambil keuntungan dari lokalisasi
prostitusi. Seperti membuka jasa menjaga parkir kendaraan, ojek, warung makan dan
minuman. Namun demikian, desakan

untuk menutup lokalisasi prostitusi selalu

menjadi salah satu alasan utama. Desakan

masyarakat, alim ulama dan tokoh

masyarakat kerap mengalahkan dukungan keberadaan lokalisasi prostitusi.

6 Janif Zulfikar,Nur Fitriah,Enos Passele,”Analisis Kebijakan Penutupan lokalisasi Prostitusi KM 17
Kota Balik Papan”, eJournal Administrative Reform, 2014, 2, 1.hlm.6

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif agar bisa
mengeksplorasi topik penelitian secara mendalam, detail dan terperinci serta
menjadikan peneliti sebagai active learner yang menceritakan fenomena yang dialami
murni dari sudut pandang subjek. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Di sisi
lain Cresswell (1998) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk
memahami masalah-masalah manusia dengan konteks sosial dengan menciptakan
gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, melaporkan pandangan
terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam keadaan yang alamiah
tanpa adanya intervensi dari peneliti.

BAB V PEMBAHASAN
4.1 DINAMIKA KEPENTINGAN FKMLS DENGAN PEMERINTAH KOTA
SURABAYA
Keberadaan organisasi civil society didalam sebuah Negara demokrasi telah
menjadi keharusan, bukan hanya untuk menekan otoritas penuh dari Negara namun
juga untuk dapat membangun culture masyarakat yang kritis dan transformatif.
Keterlibatan masyarakat dalam pemosisian sebagai masyarakat yang mandiri

11

tentunya akan menjadi penting demi keseimbangan kepentingan pemerintah dengan
masyarakat yang diperintah. Seperti hadirnya FKMLS yang mendapatkan
kepercayaan masyarakat lokalisasi Dolly untuk mempertahankan tatanan sosial
dikawasan tersebut ketika pemerintah kota Surabaya memutuskan untuk menutup
lokalisasi Dolly. Akibat adanya wadah penegak civil society seperti FKMLS, maka
muncul dinamika kepentingan antara FKMLS dengan pemerintah
4.1.1 Peran FKMLS
4.1.1.1 War of Position FKMLS
Sebelum eksekusi penutupan Dolly, sejak tahun 2010 program penanganan
PSK sebenarnya sudah dilakukan oleh Dinas Sosial kota Surabaya. Namun lebih pada
upaya-upaya persuasif yang secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup para PSK.Ketika cara-cara persuasif tersebut dilakukan, FKMLS hadir
menjembatani pemerintah dengan masyarakat lokalisasi. Ketidak sanggupan
pemerintah dalam menjangkau warga lokalisasi dikarenakan masyarakat lokalisasi
menganggap mereka adalah musuh besar yang sangat menginginkan penutupan
Dolly. Hal demikian pada akhirnya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh FKMLS untuk
dapat memberdayakan para PSK, mucikari, maupun warga lokalisasi yang lain
menggunakan carakerjasama dengan pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas
Sosial kota Surabaya. Program-program pemberdayaan pun ditawarkan FKMLS
kepada Dinas Sosial seperti pengontrolan kesehatan, mengadakan pelatihan-pelatihan,

12

sampai dengan mengundang pejabat pemerintahan dalam beberapa agenda di
lokalisasi. Tindakan tersebut bagi Gramsci merupakan tindakan yang biasa disebut
dengan war of position, dimana perlunya membuka diri dengan pihak musuh.7 Yang
dilakukan oleh FKMLS sebenarnya dapat dikatakan suatu bentuk hegemoni dan
menempatkan mereka sebagai superstruktur yang menguasai struktur. Hegemoni
adalah suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas
dibawahnya dengan cara kekerasan maupun persuasif.8 Bagi Gramsci, klas akan
memperoleh keunggulan melalui kepemimpinan intelektual dan moral dalam artian
kesiapan argumentatif FKMLS menjadi titik keberhasilan dari upaya hegemoni
tersebut.
Dalam agenda Dinas Sosial kota Srabaya yang menginginkan adanya
pemberdayaan dan pengentasan PSK dari bisnis prostitusi, FKMLS berposisi menjadi
rekan yang sinergis karena LSM tersebut mampu menghubungkan masyarakat yang
mempunyai hubungan resisten dengan pemerintah. Selain itu, dilain sisi sinergitas
FKMLS dengan pemerintah setidaknya diharapkan mampu untuk merubah pola pikir
masyarakat yang sudah terlanjur antipati dengan pemerintah. Sesuai dengan
efektifitas wadah penegak civil society, FKMLS harus mampu membuka kesempatan
kepada negara agar bisa melakukan akses terhadap mereka. Karena keterbukaan
organisasi-organisai yang bersifat mandiri seperti ini relatif memiliki tingkatan
penerimaan yang tinggi terhadap aturan-aturan dasar permainan politik. FKMLS
7 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hlm. 122
8 Simon, Roger. Op.Cit hlm. 34

13

melakukan kerjasama dengan pemerintah hanya sebatas visi-misi yang sinergis dalam
hal pemberdayaan masyarakat lokalisasi.
4.1.1.2 War of Manuver FKMLS
Menjelang penutupan Dolly oleh Dinas Sosial kota Surabaya, hubungan
FKMLS dengan pemerintah semakin merenggang. Dinas Sosial sudah menghentikan
upaya kerjasama dengan FKMLS dan lebih memanfaatkan aparatur pemerintah
tingkat kecamatan beserta RT/RW yang berada di lokalisasi untuk melakukan
sosialisasi serta pemetaan kekuatan masyarakat ketimbang bekerjasama dengan
kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Dolly. Alasan Dinas Sosial
menghentikan kerjasama ini dikarenakan Dinas Sosial tidak mau dikendalikan oleh
lembaga-lembaga informal untuk upaya penutupan Dolly.
Memperhatikan

gerak-gerik

Dinas

Sosialkota

Surabaya

yang

mulai

meninggalkan FKMLS, Syafiq Mudhakir mengumpulkan seluruh anggota FKMLS
untuk menyiapkan kekuatan dalam rangka dinamika kepentingan dengan dinas sosial
tersebut. Situasi seperti ini disebut Gramsci dengan istilah war of manuver, yang
artinya adalah serangan frontal yang ditandai dengan pengerahan pasukan dalam
gerak cepat.9 Sadar bahwa FKMLS akan kesulitan menghadapi dinamika itu
sendirian, pada akhirnya FKMLS memutuskan untuk membentuk aliansi dengan para
mucikari di kawasan Dolly. Para mucikari tersebut dibekali dengan kemampuan
9Afandi. Diakes di http://indoprogres.com/2008/07/pemikira-gramsci-tentang-negara-dan_.hatml?
m=1 pada tanggal 08Januari 2014 pukul 23.21 WIB

14

pengorganisasian hingga pada akhirnya dibentuklah sebuah lembaga yang bernama
PPL (Paguyuban Pembela Lokalisasi).
Dalam teori Hegemoni Antonio Gramsci, untuk mendapatkan klas diperlukan
kepemimpinan dan moral yang didalamnya terdapat aliansi-aliansi kelompok
kepentingan. Dalam hal ini, PPL menjadi rekan dalam menghadapi dinamika
penutupan Dolly oleh Dinas Sosial kota Surabaya. Tidak cukup membangun aliansi
dengan mucikari melalui PPL, FKMLS mengupayakan untuk membangun hubungan
dengan pejabat RT/RW setempat sebagai sarana mengakomodir kepentingan
masyarakat lokalisasi. Hingga pada akhirnya yang turut bergabung adalah 5 RW
dengan 18 RT didalamnya. FKMLS hadir sebagai kekuatan hegemoni baru yang
memperoleh kesepakatan dari masyarakat lokalisasi yang lain untuk mempertahankan
tatanan yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan kepemimpinan politik
yang di organisir sedemikian rupa.
Seiringnya berjalannya waktu, hasil dari komunikasi tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa pemerintah dalam menutup lokalisasi tidak mempunyai sistem
yang jelas yang nantinya akan berujung pada dampak dari penutupan. Pasalnya
komitmen pemerintah kota Surabaya dalam menghapuskan prostitusi belum
sepenuhnya terlihat serius karena banyaknya lokasi prostitusi yang berkedok panti
pijat, salon, dan tempat karaoke. Selain itu masyarakat lokalisasi belum mempunyai
kesiapan dari dampak-dampak yang akan diperoleh nantinya. Dari kesimpulan
tersebut maka FKMLS merumuskan konsep untuk disodorkan kepada pemerintah.

15

4.1.2 Upaya Konsensus FKMLS dengan Dinas Sosial Kota Surabaya
Dengan siapnya konsep dari FKMLS beserta rekan-rekan aliansinya, maka
pada bulan Maret tahun 2014 meminta kepada komisi D DPR Kota Surabaya untuk
melakukan hearing dengan Dinas Sosial kota Surabaya. Hal ini oleh Gramsci
merupakan bagian dari manuver of war. Dimana ketika kepentingan tidak bisa
dipertahankan melalui keterbukaan yang sudah dilakukan, maka harus ada titik balik
untuk mematahkan hegemoni lawan dengan cara-cara argumentatif maupun
aksi.Berbeda dengan Marx yang menggunakan aksi-aksi Revolusioner sebagai alat
untuk mendapatkan kelas, Gramsci melihat konsensuslah alat yang tepat untuk
mendapatkan kelas.10 Disinilah pentingnya keintelektualan organik yang akan
menentukan kepemimpinan dan moral seseorang dalam hal hegemoni.
Konsep FKMLS yang diberikan kepada pemerintah yakni meminta
pembatalan penutupan lokalisasi dengan alasan masyarakat lokalisasi yang belum
siap menerima dampak langsung, dan mengusulkan agar penutupan dilaksanakan
pada tahun 2018. Asumsi FKMLS adalah pada tahun 2014 sampai dengan 2015 harus
ada sosialisasi yang baik dari pemerintah.Sosialisasi yang dimaksud adalah, walikota
Surabaya harus mempunyai itikad baik untuk mensosialisasikan penutupan dengan
bertemu langsung masyarakat lokalisasi.Selanjutnya pada tahun 2016-2017 harus
sudah ada pembangunan komitmen antara masyarakat dengan pemerintah. FKMLS
menginginkan adanya kepastian status lokalisasi yang nantinya akan ditutup.
10Simon, Roger. Op.Cit Hlm 78.

16

Sehingga masyarakatpun nantinya akan siap apabila Dolly benar-benar ditutup. Dari
pembuktian komitmen pemerintah tersebut diharapkan masyarakat mempunyai
kesiapan serta kepercayaan terhadap pemerintah sehingga pada tahun 2018 nantinya
mereka akan bersama-sama menutup lokalisasi.
Dalam hearing tersebut Dinas Sosial kota Surabaya juga menjelaskan konsep
pemerintahmengenai penanganan pasca penutupan Dolly. Pemerintah Kota telah
menyiapkan dana Rp16 miliar untuk menutup Dolly dan membeli seluruh wisma
yang ada, yaitu sebanyak 311 wisma (termasuk kawasan Dolly dan Jarak). Berikut
rencana pemberdayaan rehabilitasi

sosial dan lingkungan pasca penutupan oleh

Dinas Sosial kota Surabaya adalah :
1. Pemberdayaan Mucikari, dan Masyarakat terdampak melalui pelatihan
ketrampilan

(pelatihan

handycraft,

tataboga,

kecantikan,dll)

untuk

meningkatkan kemampuan dalam pengembangan usaha kecil menengah,
sehingga masyarakat memiliki sumber penghidupan dari kegiatan usaha
tersebut.
2. Penataan/pengembalian fungsi kawasan melalui program alih fungsi wisma
menjadi pemukiman dan pusat kegiatan masyarakat secara terpadu berikut
sarana prasarana lingkungannya, sehingga akan dapat mengurangi kegiatan
prostitusi di kawasan permukiman. Salah satu yang direncakan adalah
pembangunan rusunawa dikawasan Putat Jaya. Pembangunan Rusunawa

17

ini untuk merelokasi permukiman ilegal yang berkembang di sekitar
makam Putat. Dari pembangunan rusunawa tersebut diharapkan dapat
meningkatan kualitas lingkungan permukiman dengan menciptakan
aktivitas ekonomi baru yang dapat diterima oleh masyarakat.
3. Menghilangkan kawasan lokalisasi/kegiatan prostitusi dilingkungan
permukiman secara bertahap dan mengembangkan kegiatan usaha yang
lain yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar. Konsep yang diajukan disini adalah
revitalisasi dan peningkatan kawasan Putat Jaya. Konsep ini ditujukan
untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman dengan mempaving
kawasan bekas lokasi prostitusi, dan pengelolaan sampah serta sanitasi.
4. Meningkatkan aktifitas sosial kemasyarakatan dengan kegiatan-kegiatan
yang bersifat religius keagamaan, untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan masyarakat.
Dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan FKMLS dengan Dinas Sosial kota
Surabaya, menunjukkan dinamika kepentingan dengan cara adu konsep antara
keduanya. Keintelektualan dan kepemimpinan menjadi kunci keberhasilan untuk
memperoleh hegemoni. Karena berbicara civil dengan segala variannya tentu
meniscayakan adanya lahan atau ruang sebagai basis kognitif dan nilai-nilai sebagai
basis petunjuk dan harapan, serta tentu saja kesiapan rasional yang argumentatif

18

untuk mempertahankan tatanan sosial.11 Dari hasil konsensus yang terjadi tersebut,
hegemoni pada akhirnya diperoleh oleh Dinas Sosial sebagai pihak yang mempunyai
otoritas. Situasi FKMLS seperti ini bisa dikatakan Decadent Hegemoni atau
hegemoni merosot. Artinya dalam menghadapi kelas hegemoni ekonomis yang kuat
seperti pemerintah, akan ada indikasi disintegrasi disana. Sekalipun sistem yang ada
telah mencapai kebutuhan atau sasaranya, namun pemikiran yang dominan dari
subyek hegemoniakan sukar untuk dikalahkan. Karena itu, integrasi budaya maupun
politik mudah runtuh.
5.2 Melemahnya Perlawanan FKMLS
Tingkat kesatuan afiliasi FKMLS dengan rekan-rekan aliansinya mengalami
penurunan. PPL yang tadinya merupakan salah satu partner sejalan, yang memperkuat
sektor-sektor perlawanan FKMLS mulai tidak sejalan lagi. Hal ini dikarenakan
munculya komunitas / paguyuban lain yang bergerak untuk melawan penutupan
lokalisasi Dolly. Beberapa komunitas yang hadir diantaranya adalah KOPI
(Komunitas Pemuda Independen) dan FPL (Front Pekerja Lokalisasi).
Surutnya perlawanan civil societybagi Gramsci biasanya dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya, hilangnya seorang pemimpin kharismatik, egoisme
beberapa individu untuk mencari nama, pertentangan internal, merosotnya dukungan
masyarakat, atau karena tujuan sudah dicapai. 12 Tentunya FKMLS mengalami sebab11 Fauui, Ahmad. Diakses di http://www.simpuldemokrasi.com/dinamika-demokrasi/wacanademokrasi/1309-civil-society-dan
-demokrasi-di-indonesia.html pada tanggal 15 October 2014 Pukul 14.25
12 Situmorang, Wahib. Op.Cit.hlm 16

19

sebab diatas yang pada akhirnya membuat intensitas perlawanannya dengan
pemerintah semakin menurun hingga akhirnya penutupan lokalisasi Dolly benarbenar dilakukan pada tanggal 18 Juni 2014. Menurunnya kekuatan aliansi FKMLS
dalam hal ini tidak mampu diakomodir secara maksimal melihat munculnya kekuatan
hegemoni baru dari lembaga yang sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, namun
dengan cara yang berbeda.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kehadiran FKMLS bertujuan menjembatani pemerintah (Dinas Sosial kota
Surabaya) dengan masyarakat lokalisasi untuk dapat memberdayakan para
PSK, mucikari, maupun warga lokalisasi yang lain. Akibat pemerintah
memutuskan untuk menutup Doly pada tahun 2014, Dinas Sosial
menghentikan upaya kerjasama dengan FKMLS dan lebih memanfaatkan
aparatur pemerintah tingkat kecamatan beserta RT/RW untuk melakukan
sosialisasi serta pemetaan kekuatan masyarakat. Dari itu FKMLS menyiapkan
kekuatan baru dengan membentuka aliansi-aliansi baru seperti PPL dan bekerja
sama dengan RT/RW pula disekitar Dolly. Cara-cara yang digunakan oleh
FKMLS dalam dinamika kepentingan ini yaitu dengan cara konsensus.
2. Perlawanan FKMLS ketika kebijakan penutupan Dolly diterapkan tidak
mempunyai ancaman yang berarti bagi pemerintah. Hal ini dikarenakan
banyaknya dinamika kepentingan yang terjadi tidak hanya antara FKMLS

20

dengan pemerintah kota Surabaya, melainkan juga antara FKMLS dengan
komunitas-komunitas lain yang lahir dari isu penutupan Dolly, seperti KOPI
dan FPL yang berujung pada melemahnya power FKMLS di hadapan
pemerintah. Namun Tanggungjawab moral FKMLS terhadap permasalahan
masyarakat lokalisasi menuntut FKMLS untuk tetap melakukan upaya
pengontrolan terhadap kebijakan Dolly pasca penutupan. Upaya tersebut di
aktualisasikan

melalui

hearing

kepada

pihak

pemerintah

untuk

mempertanyakan status Dolly, menagih komitmen pemerintah yang akan
memberdayakan masyarakat lokalisasi, dan meminta pemerintah melakukan
tindakan yang konkrit pasca penutupan Dolly.