ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN PERAKI

Confidential

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN PERAKITAN VARIETAS
JAGUNG TOLERAN KEKERINGAN DAN GENANGAN
Roy Efendi dan Suwarti
Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK
Perubahan iklim global mengakibatkan pergeseran musim yang mengakibatkan kemungkinan
terganggunya praktek budidaya tanaman jagung. Perakitan varietas jagung toleran kekeringan
dan genangan menjadi salah satu strategi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Cekaman kekeringan dan genangan merupakan dampak dari perubahan iklim yang pada
gilirannya akan berdampak terhadap produksi jagung. Beberapa penelitian telah dilakukan oleh
Balai Penelitian Tanaman Serealia untuk menghasilkan galur yang akan digunakan untuk
perakitan varietas jagung tahan cekaman kekeringan dan genangan. Varietas jagung hibrida
yang dihasilkan dan mampu berproduksi tinggi dalam kondisi cekaman kekeringan adalah Bima
3, Bima 7, dan Bima 8. Sedangan varietas jagung komposit adalah Lamuru dan Gumarang.
Hasil seleksi plasma nutfah untuk perakitan varietas jagung tahan genangan pada tahun 2013
menghasilkan 7 genotip yang terseleksi tahan cekaman genangan pada fase vegetatif. Korelasi

yang nyata antara genotip tahan cekaman kekeringan dengan genotip tahan cekaman
genangan membuka peluang untuk merakit varietas jagung yang multi toleran (tahan cekaman
kekeringan sekaligus tahan cekaman genangan).
Kata kunci: perubahan iklim global, jagung, cekaman kekeringan, cekaman genangan

PENDAHULUAN
Perubahan iklim global adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara
lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai
sektor kehidupan manusia khususnya sektor pertanian. Laporan Intergovenrmental
Panel on Climate Change IPCC menyatakan bahwa selama 157 tahun terakhir
menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05
o

C/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar

0,18

o

C/dekade (Las et al. 2009). Peningkatan suhu secara global dikarenakan


meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah
emisi gas rumah kaca di atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah
yang dipancarkan oleh bumi.
Hasil analisis global terhadap indeks perubahan iklim, yaitu suatu indeks yang
mengukur penyimpangan iklim di masa datang dibandingkan yang terjadi saat ini, yang
dilakukan oleh Baettig et al. (2007) mengindikasikan bahwa nilai penyimpangan iklim di
Indonesia akan meningkat pada masa mendatang sebesar 7 dan 8. Nilai tersebut

133

Confidential

Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….

menunjukkan bahwa Indonesia akan mengalami peningkatan frekuensi kejadian iklim
ekstrim seperti banjir dan kekeringan pada masa datang. Banjir yang semakin sering
terjadi menyebabkan berkurangnya luas areal panen dan turunnya produksi tanaman
pangan secara siginifikan (Surmaini et al. 2008)
Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak

terhadap sektor pertanian adalah: 1) perubahan pola hujan, 2) meningkatnya kejadian
iklim ekstrim seperti banjir (La Nina) dan kekeringan (El Nino), dan 3) peningkatan
suhu udara dan permukaan air laut (Salinger 2005). Salah satu sektor yang paling
terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian, terutama subsektor
tanaman pangan. Hal ini karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman
semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, terutama kelebihan dan kekurangan
air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan
dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta
varietas tanaman (Las et al. 2009)
Dampak Perubahan Iklim
Peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir rata-rata 0,57°C
(Runtunuwu dan Kondoh 2008). Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan
(Las et al. 2009), meningkatkan konsumsi air,

menurunkan mutu hasil, dan

mendorong berkembangnya hama penyakit tanaman. Berdasarkan hasil simulasi
tanaman, kenaikan suhu sampai 2°C di daerah dataran rendah dapat menurunkan
produksi sampai 40%, sedangkan di dataran sedang dan tinggi penurunan produksi

sekitar 20% (Surmaini et al. 2008). Hasil penelitian Peng et al. (2004), setiap kenaikan
suhu minimal 1°C akan menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10%. Matthews et al.
(1997) menunjukkan bahwa kenaikan suhu 1°C akan menurunkan produksi 5−7%.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya pembentukan sink, lebih pendeknya
periode pertumbuhan, dan meningkatnya respirasi (Matthews and Wassman 2003)
Dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman ternyata
sangat bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak saja dipengaruhi
oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti ketersediaan pupuk dan
pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang mengalami kerusakan sehingga tidak
dapat berfungsi secara optimal (Handoko et al. 2008).

134

Confidential

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

Tabel 2. Perkiraan penurunan hasil jagung pada tahun 2050 akibat
peningkatan laju
respirasi tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu

Provinsi
Bali
Jawa Timur
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Barat
Banten
Pulau lainnya
Rata-rata

Hasil panen
2006
ton/ha
2,8
3,7
3,7
3,2
5,0
3,0
3,2

3,5

Kenaikan suhu
menjelang 2050
(oC)
0,0
0,0
3,2
2,9
1,6
0,0
1,8

Penurunan hasil panen
2050
ton/ha
(%)
0,0
0,0
0,0

0,0
-0,7
-19,9
-0,6
-18,2
-0,5
-10,5
0,0
0,0
-0,4
-11,7

Sumber: Handoko et al. (2008)

Kekeringan

pada

tanaman


jagung

menyebabkan

penutupan

stomata,

penggulungan, senenscence daun, dan degradasi klorofil. Penggulungan daun
disebabkan oleh rendahnya turgiditas sel daun dengan potensial air daun tanaman
mencapai -1.5 MPa. Kekeringan juga dapat menyebabkan pertumbuhan luas daun,
tinggi dan batang menjadi menurun serta organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil
dari ukuran normal. Kekeringan yang terjadi pada masa generatif akan mempercepat
waktu panen dan kualitas biji menjadi rendah (Bänzinger et al. 2000).
Seleksi kekeringan jagung berdasarkan prosedur CIMMYT dengan perlakuan
cekaman kekeringan saat fase pembungaan atau fase pengisian biji, hasilnya menurun
sekitar 30 - 60% dari hasil pada kondisi optimum. Jika tanaman mengalami kekeringan
pada fase pembungaan sampai masak fisiologis, hasilnya 15 - 30% dari hasil pada
kondisi optimum, sedangkan kekeringan pada masa vegetatif tidak berakibat langsung
terhadap hasil (Bänzinger et al. 2000).

Sebagian besar wilayah Asia Tenggara mengalami perubahan pola hujan yang
tidak teratur karena efek pemanasan bumi (Zaidi et al. 2004). Di Indonesia budidaya
sebagian besar dilakukan setelah tanam padi pada akhir musim hujan (April-Juni)
sehingga masih mendapatkan curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan awal,
namun pergeseran iklim yang menyebabkan curah hujan tinggi meningkatkan resiko
tergenangnya pertanaman jagung pada fase vegetatif, sehingga dapat mengakibatkan
penurunan produksi.
Genangan air mengakibatkan kondisi anaerobik pada perakaran tanaman,
sehingga mengakibatkan menurunnya pertukaran gas antara tanah dan udara. Hal ini
berdampak pada ketersediaan O2 bagi akar tanaman menjadi sangat. Akibat

135

Confidential

Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….

terbatasnya ketersediaan O2 pada sekitar perakaran tanaman jagung meyebabkan
tidak stabilnya transpor hara dan air menuju jaringan daun. Proses tersebut dapat
menurunkan potensial air daun yang mengakibatkan menutupnya stomata sehingga

menimbulkan wilting pada tanaman (Bardford and Yang, 1981) dan pada akhirnya
menurunkan hasil.

STRATEGI MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM: PERAKITAN VARIETAS JAGUNG
TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN GENANGAN
Ketersedian Plasma Nutfah
Plasma

nutfah

tanaman

jagung

merupakan

faktor

terpenting


dalam

menghasilkan varietas unggul. Keragaman yang tinggi menyebabkan ketersediaan
sumber gen yang makin banyak dalam merakit varietas sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Keunggulan yang dimiliki varietas lokal seperti ketahanan terhadap
cekaman biotis dan abiotis adalah aset seorang pemulia dalam bekerja sehingga perlu
dilindungi dari kepunahan. Sifat-sifat unik/karakter tanaman sangat diperlukan para
pemulia, karakterisasi dan evaluasi dilakukan guna mengetahui sifat dan manfaat
plasma nutfah sehingga diketahui potensi dan sifat-sifat yang dimiliki agar dapat
dimanfaatkan dalam program pemuliaan. Oleh karena itu untuk mendapatkan varietas
serealia, utamanya jagung yang spesifik sesuai keinginan pengguna diperlukan
dukungan ketersediaan plasma nutfah yang informatif diantaranya melalui penelitian
karakterisasi sifat agronomik, nutrisi dan lain lain. Evaluasi sifat khusus seperti
kekeringan dan genangan perlu diupayakan karena pembentukan varietas jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia pada tahun 2012 telah memiliki 643 aksesi
plasma nutfah jagung yang diperoleh dari eksplorasi maupun introduksi dari luar negri
(Balitsereal 2012). Beberapa aksesi plasma nutfah jagung telah di evaluasi
toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan dan genangan. Hasil evaluasi 98
aksesi plasma nutfah pada kondisi genangan menghasilkan 7 aksesi yang toleran
cekaman genangan pada vase vegetatif. Pen Busi, Pen Koto, Puket Putih 0636, Leleh
Merah 0678, Lokal Dalle 0773, Jalating Mayung 0799, dan Lokal Bengkale 0794
merupakan aksesi-aksesi yang telah teruji toleran terhadap cekaman genangan. Hasil
penelitian Efendi and Azrai (2010) menyatakan bahwa galur MR 14, DTPY-F46-3-9-nB,
dan G18 Seq C2-nB merupakan galur yang medium toleran cekaman kekeringan.

136

Confidential

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

Varietas Jagung Toleran Cekaman kekeringan
Sumber genetik dari plasma nuftah berperan penting dalam program
pemuliaan. Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan
hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan
menentukan tersedianya tetua unggul. Beberapa galur seperti MR 14 yang telah
diketahui memiliki daya gabung umum dan medium toleran cekaman kekeringan
digunakan sebagai tetua jantan dari jagung hibrida yang dirakit di Balai Penelitian
Tanaman Serealia.
Tabel 2. Varietas jagung hibrida dan komposit toleran kekeringan.
Varietas
Hibrida
Bima 3

Tetua

Umur

Potensi
hasil

Nei 9008 x MR 14

56 hst silking, masak fisiologis 100 hst

Bima 7

Gj11xGj15

47 hst silking, masak fisiologis 89 hst

10 t/ha
12 t/ha

Bima 8

CML252 x GJ 15

50 hst silking, masak fisiologis 90 hst

11.7 t/ha

3 Galur GK, 5 galur SWT,
GM4, GM 12, GM 15, GM
11, dan SW 3
Disusun dari 20 galur SW2

55 hst silking, masak fisiologis 95 hst

7.5 t/ha

50 hst silking, masak fisiologis 82 hst

8 t/ha

Komposit
Lamuru
Gumarang

Sumber :Balisereal (2013)

Hasil penelitian

Suwardi and Azrai (2013) menunjukkan calon hibrida hasil

persilangan CY 2 x MR 14 memiliki produksi tinggi baik pada kondisi pemberian air
optimum (10 t/ha) dan cekaman kekeringan (8 t/ha). Calon hibrida tersebut tergolong
medium toleran cekaman kekeringan.

137

Confidential

Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….

Tabel 3. Produksi beberapa calon varietas jagung hibrida dengan menggunakan tetua
MR 14 (medium toleran cekaman kekeringan)
Hbirida
CY 2/MR 14
CY 7/MR 14
CY 10/MR 14
CY 12/MR 14
CY 15/MR 14
CY 16/MR 14
CY 2/NEI 9008 P
CY 7/NEI 9008 P
CY 10/NEI 9008 P
CY 12/NEI 9008 P
CY 15/NEI 9008 P
CY 16/NEI 9008 P
Bima 11
DK 979
NK 33

Hasil (t/ha) pada kondisi
Air optimum
Kekeringan
9,96
7,88
8,67
6,29
10,04
6,0
7,43
4,48
8,92
7,43
8,62
5,04
9,40
6,41
8,75
6,11
9,31
6,41
7,21
4,80
9,72
6,39
8,27
5,33
7,79
4,83
8,33
6,63
9,51
6,16

Indeks sensitivitas
0,66
0,87
1,27
1,26
0,53
1,32
1,01
0,96
0,99
1,03
1,09
1,13
1,20
0,65
1,12

AT
AT
P
P
AT
P
P
AT
AT
P
P
P
P
AT
P

Keterangan : AT = agak toleran dan P = peka
Sumber: Suwardi dan Azrai, 2013

Varietas Jagung Toleran Genangan
Budidaya jagung di Indonesia umumnya dilakukan setelah padi yaitu pada akhir
musim hujan (April-Juni) yang diharapakan masih mendapatkan curah hujan yang
cukup untuk pertumbuhan awal, akan tetapi pergeseran iklim yang menyebabkan
curah hujan tinggi meningkatkan resiko tergenangnya pertanaman jagung yang
mengakibatkan penurunan produksi. Program pemuliaan tanaman jagung di Indonesia
untuk menghasilkan genotip toleran genangan merupakan hal penting dilakukan untuk
menanggapi perubahan iklim yang dapat mengakibatkan resiko tergenangnya
tanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia sedang melakukan program pemuliaan
yang bertujuan merakit varietas jagung toleran cekaman genangan.
Seleksi genotip jagung toleran cekaman genangan dilakukan melalui dua fase
pertumbuhan yaitu seleksi awal pada fase germinasi hingga 20 hst pada skala green
house, dan seleksi tingkat lanjut pada fase knee high (6-7hst). Jagung yang tercekam
genangan akan mengalami defisit oksigen yang mengakibatkan gangguan metabolism
menurunkan

penambatan

dan

reduksi

nitrogen,

pada

taraf

cekaman

yang

menyebabkan perubahan nyata aktivitas enzim, pembelahan sel juga dihambat,
stomata mulai menutup yang menyebabkan penurunan transpirasi dan fotosintesis
(Salisbury dan Ross 1995) dan berimbas pada penurunan kualitas pertumbuhan
bahkan kematian. Pada beberapa genotip yang toleran, mekanisme fisiologis dan
morfologis merupakan reaksi adaptif untuk tetap bertahan pad kondisi tergenang. Hasil

138

Confidential

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

penelitian Saab and Martin (1996), menemukan bahwa pada saat tergenang mRNA
1005 berakumulasi di perakaran tanaman jagung yang dikode pada homolog dari
enzim XET (xyloglucan endo translycosylase); sebuah enzim peluruh dinding putatif
yang aktif selama masa perkecambahan, ekspansi perkembangan dan pelunakan
buah. Secara morfologis, pengembangan akar adventif (akar udara) merupakan reaksi
adaptasi untuk tetap mendapatkan pasokan oksigen dari atmosfir. Kemajuan penelitian
tanaman jagung toleran cekaman genangan telah menghasilkan generasi S4 pada
tahun 2012 yang akan di evaluasi lebih lanjut untuk menghasilkan varietas jagung
toleran cekaman genangan air.

PELUANG PERAKITAN VARIETAS JAGUNG TOLERAN MULTI CEKAMAN
(CEKAMAN KEKERINGAN DAN GENANGAN)
Pada akhir musim hujan beberapa lahan pertanaman jagung mengalami
genangan pada fase pertumbuhan vegetatif akibat perubahan atau pergesaran pola
hujan dan pada saat musim yang sama pada fase pembungaan sampai pengisian biji
mengalami cekaman kekeringan. Hal tersebut mengakibatkan tanaman jagung
mengalami multi cekaman yaitu cekaman genangan pada fase vegetative dan
kekeringan pada fase generatif. Sehingga kedepan perlu pengambangan jagung yang
adaptif pada multi cekaman.
Hasil penelitian (Zaidi et al. 2008) menyatakan bahwa 58,7% galur toleran
cekaman kekeringan mampu beradaptasi pada kondisi cekaman genangan (Gambar
1). Namun sebaliknya bahwa galur toleran genangan hanya 28,8% yang toleran
cekaman kekeringan (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa ada peluang yang besar
bahwa galur atau varietas yang toleran cekaman kekeringan berpeluang adaptif pada
kondisi cekaman genangan. Sehingga ada peluang yang besar untuk merakit jagung
multi toleran yaitu cekaman kekeringan dan genangan.

139

Hasil (t/ha) pada cekaman

Galur toleran

Hasil (t/ha) pada cekaman genangan
Gambar 1. Hubungan produksi jagung galur yang toleran cekaman
kekeringan pada kondisi tercekam genangan.

Hasil (t/ha) pada cekaman

Confidential

Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….

Galur toleran genangan

Hasil (t/ha) pada cekaman genangan

Gambar 2. Hubungan produksi jagung galur yang toleran genangan
pada kondisi cekaman kekeringan
Hasil penelitian Suwarti et al. (2013) yang mengevaluasi toleransi varietas
hibrida Bima 3 pada kondisi cekaman genangan menunjukkan bahwa Bima 3 agak
toleran cekaman genangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hibrida Bima 3 multi
toleran baik pada kondisi cekaman kekeringan dan genangan.

KESIMPULAN
Perubahan iklim sangat berdampak pada sektor pertanian terutama pada
tanaman pangan khususnya jagung. Hasil jagung akan menurun karena kenaikan
suhu, pola curhan hujan yang berubah sehingga tanaman akan mengalami cekaman

140

Confidential

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

kekeringan atau genangan. Akibat pola hujan yang berubah tanaman jagung dapat
mengalami multi cekaman pada periode hidupnya yaitu cekaman genangan dan
kekeringan. Strategi mengantisipasi perumahan iklim dalam budidaya jagung salah
satunya adalah merakit varietas jagung yang toleran cekaman kekeringan dan
genangan dimana produksinya masih menguntungkan walaupun telah mengalami
cekaman kekeringan atau genangan. Keragaman plasma nutfah jagung yang telah
dimiliki Balai Penelitian Tanaman Serealia memiliki peluang besar untuk merakit
jagung yang multi toleran yaitu toleran cekaman genangan dan kekeringan.

DAFTAR PUSTAKA
Baettig M.B., Wild M., Imboden D.M. (2007) A climate change index: where climate change
may be most prominent in the 21st century. Geophys. Res. Lett. 34(6).
Balisereal. (2013) Data Base Varietas Jagung, Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Balitsereal. diakses 13 Feb 2014. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/
index.php?option=com_
content&view=category&id=44:database-varietasjagung&Itemid=92&layout=default
Balitsereal. (2012) Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. pp. 51.
Bänzinger M., Edmeades G.O., Beck D., Bellon M. (2000) Breeding for Drought and
Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From Theory to Practice, CIMMYT., Mexico,
D.F. pp. 68.
Efendi R., Azrai M. (2010) Tanggap genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan:
peranan akar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29(1):1-10.
Handoko I., Sugiarto Y., Syaukat Y. (2008) Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi
Pangan Strategis :Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan
pembangunan. , SEAMEO BIOTROP for Kemitraan partnership.
Las I., Surmaini E., Ruskandar A. (2009) Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi Teknologi dan
Arah Penelitian Padi di Indonesia. , Prosiding Seminar Nasional Padi 2008. , Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. . pp.
55-72.
Matthews R.B., Kropff M.J., Horie T., Bachelet D. (1997) Simulating the impact of climate
change on rice production in Asia and evaluating options for adoption. . Agric. Syst.
54:399−425.
Matthews R.B., Wassman R. (2003) Modelling the impact of climate change and methane
reduction on rice production: A review. . Eur. J. Agron. 19:573−598.
Peng S., Huang J., Sheelhy J.E., Laza R.C., Visperas R.M., Zhong X., Centeno G.S., Khush
G.S., Cassman K.G. (2004) Rice yields decline with higher night temperature from
global warming. Proc. Natl. Acad. Sci. 101:9971−9975.

141

Confidential

Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….

Saab I.N., and Martin M. Sachs. (1996) Flooding-induced Xyloglucan Endotransglycosylase
Homolog in Maize is Responsive to Ethylene and Associated with Aerenchyma.
Plant Physiol. 112:385-391.
Salinger M.J. ( 2005) Climate variability and change: past, present, and future over view.
Climate Change 70:9−29.
Salisbury F.B., Ross C.W. (1995) Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Terjemahan D. R. Lukman dan
Sumaryono. Penerbit ITB Bandung.
Surmaini E., Rakman, Boer R. (2008) Dampak perubahan iklim terhadap produksi padi:
Studi kasus pada daerah dengan tiga ketinggian berbeda. Prosiding Seminar
Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Per¬tanian. Balai Besar Penelitian dan
Pengem¬bangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Suwardi, Azrai M. (2013) Pengaruh cekaman kekeringan genotipe jagung terhadap karakter
hasil dan komponen hasil, Seminar Nasional Serealia.Meningkatkan Peran
Penelitian Serealia Menuju Pertanian Berkelanjutan Bioindustri, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi selatan. pp. 149-157.
Suwarti, Efendi R., Azrai M., Thahir N. (2013) Pertumbuhan, hasil dan indeks sensitivitas
tanaman jagung terhadap cekaman genangan air, Seminar Nasional
Serealia.Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Pertanian Berkelanjutan
Bioindustri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros,
Sulawesi Selatan. pp. 181-192.
Zaidi P.H., Yadav M., Singh D.K., Singh R.P. (2008) Relationship between drought and
excess moisture tolerance in tropical maize (Zea mays L.). Australian Journal of Crop
Science 1(3):78-96

142