Hubungan antara Job Characteristics dengan Employee Engagement di Perusahaan Telekomunikasi

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Employee Engagement

1. PengertianEmployee Engagement

Kata “engage” memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). Ketika individu sangat peduli dengan apa yang ia lakukan dan komitmen untuk melakukan hal itu sebaik mungkin, ia akan merasa terdorong untuk berbuat daripada hanya diam. Inilah bagian dariengagement(Kahn, 1990). Employee engagementadalah hasrat anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka dimana mereka bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan emosi selama melakukan pekerjaan (Kahn, 1990; Albrecht, 2010).

Definisi berbeda diungkapkan oleh Thomas (Henryhand, 2009) yang menyatakan bahwa employee engagement direpresentasikan sebagai hubungan dua arah antara karyawan dan organisasi dimana kedua pihak ini sadar akan kebutuhan satu sama lain dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Definisi lainnya menurut Schaufeli, Salanova, Roma, & Bakker (2002) engagement didefinisikan sebagai hal yang positif, penuh makna, dan motivasi yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan


(2)

absorption. Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang, dan yang terakhir absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas.

Definisi lain juga diungkapkan oleh Lockwood (2005) bahwa employee engagement sebagai penyataan oleh individu secara emosional dan intelektual komit terhadap organisasi, yang diukur melalui tiga perilaku utama: 1) berbicara positif mengenai organisasi kepada rekan kerja dan pelanggan, 2) memiliki gairah yang intens untuk menjadi anggota organisasi, meski sebenarnya mendapat peluang kerja di tempat lain, 3) menunjukkan usaha ekstra dan perilaku yang memiliki kontribusi terhadap kesuksesan organisasi.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagementadalah bentuk ekspresi fisik, kognitif, dan emosi yang penuh dan positif yang diberikan karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi.

2. Perbedaan Employee Engagementdengan Konsep Lain

Banyak definisi berbeda mengenai employee engagement. Konsep dari employee engagement tersebut seringkali tumpang tindih dengan definisi konstruk lain. Oleh karena banyak riset yang memberikan istilah employee engagement sebagai “old wine in new bottles” atau “same lady


(3)

in new dress” (Hallberg & Schaufeli, 2006; Newman & Harrison, 2008; Albrecht, 2010). Oleh karena itu, konsep ini perlu dibedakan dengan konstruk-konstruk lain yang berhubungan dengan masalah organisasi.

Menurut Kulaar et al (2008)engagement dihubungkan denganjob involvement.Job involvementdidefinisikan sebagai suatu situasi pekerjaan menjadi pusat identitas dari karyawan dan keadaan psikologis yang terdiri dari kognitif atau belief. Hal ini berbeda dengan engagement yang lebih fokus pada bagaimana individu bekerja dan lebih aktif menggunakan emosi. Kesimpulannya engagement adalah faktor penyebab dari job involvement.

Employee engagement juga berbeda dengan organizational commitment yang merupakan sikap dan kedekatan individu terhadap organisasi, dimana engagement tidak hanya sebatas sikap, tapi sebuah tingkatan dimana individu memberikan perhatian terhadap pekerjaan mereka dan berkonsentrasi penuh terhadap performa peran mereka (Saks, 2006). Konsep employee engagement dapat dibedakan pula dengan job engagement dan organizational engagement. Employee engagement adalah konsep yang lebih luas meliputi job dan organizational engagement. Karyawan yang mempersepsikan dukungan organisasi tinggi akan memiliki levelengagementyang lebih tinggi juga pada pekerjaan dan organisasi. Karyawan yang engaged juga akan lebih memiliki hubungan yang baik dengan pimpinan mereka serta memiliki sikap, intensitas dan perilaku yang positif (Saks, 2006).


(4)

Kesimpulannya, employee engagement merupakan gabungan dari berbagai konsep yang dikemukakan di atas sehingga merupakan konsep yang lebih besar dari hanya sekedarjob involvement,commitment,jobatau organizational engagement.

3. DimensiEmployee Engagement

Dimensi atau aspek-aspek dari employee engagement terdiri dari tiga (Kahn, 1990), yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek ini mengambarkan aspek pikiran yang intinya adalah evaluasi logis terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Hal ini meliputi proses kognitif karyawan, seperti belief mengenai produk dan jasa dari organisasi dan persepsi apakah organisasi dapat membuat performa karyawan menjadi baik (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004). Selama bekerja karyawan yangengagedakan fokus pada pekerjaannya dan menuangkan segala pikiran, kreativitas, dan nilai pada pekerjaan yang mereka lakukan (Kahn, 1990). Aspek kognitif ini hampir sama dengan konsep absorption yang ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam terhadap pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan. (Schaufeli, Salanova, Roma & Bakker, 2002).


(5)

b. Aspek Fisik

Menyatakan niat (intention) seberapa jauh keinginan untuk berbuat bagi organisasi. Dan dari sisi perilaku apakah tindakan nyata yang menunjukkan dukungan terhadap organisasi. Aspek ini meliputi energi yang dikerahkan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya. Karyawan yang engaged akan berusaha ekstra agar perilaku yang mereka timbulkan dapat memberi kontribusi terhadap kesuksesan organisasi (Lockwood, 2005; Endres & Smoak, 2008). aspek ini sama dengan konsep vigor yaitu ditandai oleh tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja, kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh di pekerjaan, dan gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeliet al, 2002).

c. Aspek Emosi

Aspek ini meliputi perasaan positif karyawan terhadap organisasi, sikap empati kepada orang lain, menikmati dan percaya akan yang dikerjakan serta merasa bangga karena melakukannya. Aspek emosi ini hampir sama dengan dedication yang ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan (Schaufeliet al, 2002).


(6)

4. Faktor-faktor yang MempengaruhiEmployee Engagement

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi employee engagement. Faktor-faktor ini meliputi drives yang membuat karyawan merasa engagement(Vazirani, 2007).Drivestersebut antara lain :

a. Career Development

Karir yang terus meningkat adalah harapan dari semua karyawan yang didukung dengan tersedianya tantangan dalam pekerjaan sekaligus menyediakan kesempatan kemajuan karir di organisasi (Vazirani, 2007). Dengan diberikannya kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan kemampuan dan mempelajari keterampilan serta pengetahuan baru, maka karyawan akan menyadari potensi mereka masing-masing. Karyawan yang diberikan kesempatan karir dengan pekerjaan yang menantang akan lebih engagement. Pekerjaan yang menantang adalah drives utama kedua dari employee engagement (Perrin, 2003).

b. Leadership

Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani, 2007; MacLeod & Clarke, 2009). Produktivitas karyawan akan meningkat seiring dengan sikap positif pemimpin kepada mereka (MacLeod & Clarke, 2009). Dalam sebuah studi yang dilakukan pada orang-orang Belgia ditemukan bahwa pemimpin transformasional mempengaruhi kekuatan, dedikasi, dan kesenangan karyawan


(7)

(Castellano, 2008). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Maslach, Schaufelli, & Leiter (2001) bahwa employee engagement dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi dan kesenangan dalam bekerja.

c. Autonomy

Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan salah satu dari driverdari employee engagement dan sebanyak 61 % karyawan setuju akan hal ini. Karyawan akan lebih menerima resiko yang besar jika mereka menganggap bahwa mereka juga memiliki kontrol terhadap keputusan yang berhubungan dengan resiko tersebut (Perrin, 2003).

d. Peers

Individu yang memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan rekan kerjanya akan memiliki pengalaman kerja yang lebih berarti. Ketika individu disegani, dihormati, dan dihargai kontribusinya, maka mereka akan meraih sense of meaningfulness dari interaksi tersebut. Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan akan meningkatkan level engagementdari karyawan tersebut (Vazirani, 2007).

e. Image

Ketika organisasi dipandang memiliki kualitas produk dan pelayanan yang baik, tingkat engagement karyawan yang bekerja di organisasi


(8)

tersebut cenderung tinggi. Selain itu, manager yang engaged juga mempengaruhi levelengagementbawahannya (Vazirani, 2007).

f. Communication

Komunikasi dua arah dan terbuka dapat meningkatkan engagement karyawan (Robinson et al, 2004). Memberikan kesempatan bagi keryawan untuk menyatakan ide-ide dan saran-saran yang lebih baik, sementara itu di saat yang sama, manager memberitahukan informasi-informasi yang berhubungan dengan karywan kepada karyawan itu sendiri.

g. Health and Safety

Suatu riset menyebutkan bahwa level engagement akan tinggi apabila karyawan merasa aman ketika bekerja. Oleh karena itu, organisasi seharusnya membuat suatu sistem untuk kesehatan dan keselamatan kerja karyawan (Vazirani, 2007).

h. Job Satisfaction

Tidak ada karyawan yangengagedapabila ia tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Oleh karena itu sangat penting untuk organisasi melihat apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan tujuan karir yang disukai oleh karyawan tersebut (Vazirani, 2007).

i. Usia, Jabatan, dan Lama Bekerja

Pada penelitan mengenai employee engagement di US, karyawan yang memiliki rentang usia 30-39 tahun mempunyai tingkat engagement yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang berusia 40-49


(9)

tahun dan 50 tahun ke atas (Sarkisian, Catsouphes, Bhate, Lee, Carapinha, & Minnich, 2011). Selain itu menurut penelitan Blessing White (2011) didapat ada korelasi yang kuat antara tingkatengagement dengan usia, dan peran dalam organisasi. Karyawan yang lebih tua dengan posisi yang tinggi tingkat kekuasaanya akan lebihengaged.

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi employee engagement di atas, sebagian besar menempatkan pekerjaan sebagai inti dari engagement itu sendiri. Hal ini antara lain pekerjaan yang menantang (Perrin, 2003), adanya perkembangan karir (Gubman, 2003; Henryhand, 2009), dorongan untuk lebih inovatif, dan melibatkan karyawan dalam suatu keputusan yang berpengaruh terhadap perkerjaan mereka (Vazirani, 2007). Hal ini mengindikasikan bahwa job characteristics merupakan faktor yang berhubungan denganemployee engagement.

B. Job Characteristics

1. PengertianJob Characteristics

Job characteristics adalah prediksi individu mengenai kondisi tugas yang sesuai dengan pekerjaan mereka, kondisi tugas ini meliputi skill variety, task identity, task significance, autonomy dan feedback (Oldham & Hackman, 2005).

Menurut Berry (1998) job characteristics adalah dimensi internal dari pekerjaan itu sendiri yang terdiri dari variasi keterampilan yang


(10)

dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas, tingkat kepentingan, kewenangan dan tanggung jawab serta umpan balik dari tugas yang dilaksanakan.

Sedangkan menurut Stoner (Berry, 1998) job characteristics adalah sifat karyawan yang meliputi tanggung jawab, variasi tugas, dan tingkat kepuasan yang diperoleh dari karakteristik itu sendiri.

Dari definisi-definisi yang diungkapkan berbagai tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari job characteristics mengarah pada kesimpulan yang sama yaitu suatu kondisi tugas yang terdiri dari variasi keterampilan yang dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas, tingkat kepentingan, kewenangan dan tanggung jawab serta umpan balik dari tugas yang dilaksanakan.

2. DimensiJob Characteristics

Menurut Hackman dan Oldham (2010), job characteristics memiliki lima dimensi, yaitu :

a. Skill Variety

Dideskripsikan sebagai suatu tingkatan dimana pekerjaan menuntut karyawan untuk melakukan suatu kegiatan yang menantang keterampilan dan kemampuan mereka. Hal ini meliputi penggunaan sejumlah keterampilan dan kemampuan yang berbeda. Beberapa studi menyatakan bahwa skill varietyadalah salah satu prediktor terbaik dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi lebih besar pada orang-orang


(11)

yang memiliki berbagai keterampilan kerja (Glissin & Durick, 1988; Hunt, Chonko & Wood, 1985; Elanain, 2009).

b. Task Identity

Suatu tingkatan dimana karyawan mengenal dan dapat menyelesaikan tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir dengan hasil yang terlihat walaupun pada pekerjaan kelompok dan dapat diidentifikasikan. Hal ini akan lebih berarti bagi karyawan karena mereka menganggap bahwa pekerjaan tersebut penting dan merasa bangga akan hasil yang didapatkannya.

c. Task Significance

Suatu tingkat dimana pekerjaan tersebut memiliki pengaruh yang penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik di dalam organisasi ataupun lingkungan luar. Studi empiris menyebutkan bahwa task significance berhubungan positif dengan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi (Glissin & Durick, 1988; Elanain, 2009). d. Autonomy

Suatu tingkatan dimana pekerjaan menyediakan kebebasan dan tanggung jawab kepada karyawan dalam mengatur jadwal kerja dan menentukan prosedur kerja yang akan digunakan. Sejumlah studi empiris menemukan bahwa autonomy berhubungan secara signifikan dengan komitmen, performa kerja dan kepuasan kerja (Elanain, 2009).


(12)

e. Feedback

Suatu tingkatan mengenai informasi langsung dan jelas dari pekerjaan itu sendiri tentang performa karyawan tersebut. Bassett (1994) menyatakan bahwa feedback adalah hal yang paling efektif untuk meningkatkan performa (Elanain, 2009). Menurut Elanain (2009) banyak studi empiris menunjukkan bahwa feedback berhubungan positif dengan komitmen dan berhubungan negatif terhadap ketidakjelasan peran.

3. Critical Psychological State

Kehadiran semua unsur dari job characteristics menciptakan keadaan critical psychological state, yaitu keadaaan psikologis yang dialami oleh seseorang sehingga membuatnya termotivasi dan puas dalam bekerja (Oldham & Hackman, 2005), yaitu:

a. Experienced meaningfulness

Experienced meaningfulness adalah keadaan dimana individu mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting dan berarti bagi beberapa sistem dari nilai yang ia terima. Skill variety, task significance, dan task identity adalah dimensi yang merepresentasikan cara penting untuk mendapatkan experienced meaningfuness. Jika nilai dari ketiga dimensi ini tinggi, karyawan akan merasakan bahwa pekerjaannya sangat berarti.


(13)

b. Experienced responsibility

Pekerjaan yang memberikan kebebasan dalam jadwal kerja dan penentuan prosedur yang harus dilakukan (autonomy) akan membuat karyawan lebih bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Sehingga pada akhirnya ia dapat merasakan bahwa pekerjaannya saat ini sebagian besar tergantung pada usaha, inisiatif, dan kemampuannya sendiri. Semakin tinggi otonomi yang diberikan kepada individu, maka kecendrungan mempunyai tanggung jawab secara pribadi terhadap hasil dari pekerjaannya tersebut.

c. Knowledge the results

Keadaan ini muncul karena adanya unsur feedback dalam proses penyesuaian terhadap lingkungan kerja. Ketika karyawan mengetahui seberapa baik usaha yang ia lakukan, hal ini membuat ia mendapatkan perasaan menyenangkan atas keberhasilannya melakukan tugas tersebut atau apabila feedback yang diterima buruk, karyawan bisa belajar dan berusaha untuk lebih baik di pekerjaan selanjutnya.

Kehadiran ketiga kondisi psikologis ini akan menghasilkan motivasi kerja yang tinggi, dimana motivasi ini lebih bersifat internal, kepuasaan kerja yang terus tumbuh, tingginya efektifitas kerja (Oldham & Hackman, 2005) dan rendahnya tingkat absensi serta berhenti kerjanya karyawan (Djastuti, 2011). Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa job characteristics dapat membuat karyawan mengalami kondisi psikologis seperti meaningfulness, responsibility, dan knowledge the results.


(14)

Ketiga kondisi ini akan membuat motivasi kerja karyawan tinggi, puas dalam bekerja, tingginya efektifitas kerja yang membuat rendahnya tingkat turnover dan resign dari pekerjaan dimana hal-hal ini diindikasikan sebagai ciri-ciri dari karyawan yangengaged(Robinsonet al, 2004).

C. Hubungan Job Characteristics dengan Employee Engagement di Perusahaan Telekomunikasi

Employee engagement memiliki berbagai dampak positif terhadap produktivitas kerja (Castellano, 2008) dan berpengaruh terhadap keuntungan organisasi, kepuasan dan kesetiaan pelanggan, retensi atauturnoverkaryawan serta keamanan (Vance, 2006; Castellano, 2008; Henryhard, 2009).Employee engagement juga berkorelasi positif dengan komitmen terhadap organisasi danorganizational citizenship behavior(Saks, 2006). Oleh karena banyaknya dampak positif tersebut, level employee engagement pada masing-masing karyawan harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Peningkatan tersebut dapat ditinjau dari faktor-faktor yang mendorong tingkatemployee engagement.

Banyak faktor yang mendorong terjadinya employee engagement salah satunya adalah job characteristics yang berpengaruh langsung terhadap sikap dan perilaku di tempat kerja (Castellano, 2008). Selain itu, menurut Saks (2006) job characteristics merupakan antiseden dari job engagement


(15)

terdiri dari lima dimensi yaitu skill variety, task identity, task sigificance, autonomy dan feedback(Oldham & Hackman, 2005).Ada indikasi bahwajob characteristics berhubungan positif dengan employee engagement, hal ini terlihat dari banyaknya riset yang membahas bentuk tugas yang dapat meningkatkan level employee engagement (Kahn, 1990; Perrin, 2003; Saks, 2006; Castellano, 2008). Hubungan antara job characteristics dengan employee engagement dapat ditinjau dari masing-masing aspek dari kedua konstruk ini.

Skill variety mempengaruhi level engagement seorang karyawan. Karyawan akan mengerahkan energinya untuk mengerjakan pekerjaan sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting dan kesempatan baginya untuk berkembang, termotivasi secara internal, puas dengan pekerjaan dan memiliki kualitas kerja (Oldham & Hackman, 2010). Kondisi yang demikian akan membuat karyawan mengalami psychological meaningfulness (Kahn, 1990; Oldham & Hackman, 2005). Meaningfulness adalah kondisi psikologis orang yang engaged. Meaningfulness juga akan dialami oleh karyawan yang tugas kerjanya menantang (Kahn, 1990). Semakin banyak keterampilan yang dituntut untuk mengerjakan suatu tugas akan membuat karyawan merasa tertantang (Hackman & Oldham, 1974). Merasa tertantang merupakan aspek emosi dari engagement (Schaufeli et al, 2002) hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Blessing White


(16)

(2011) bahwa pekerjaan yang menantang merupakan faktor utama yang mendorong karyawan untukengaged.

Hasil tampak yang merupakan karakteristik dari task identity merupakan bentuk energi yang dikerahkan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir (Hackman & Oldham, 2005). Hal ini diidentikkan dengan aspek fisik dari employee engagement yaitu sikap sungguh-sungguh di pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli et al, 2002). Pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain (task significance) menuntut karyawan bersikap empati kepada orang lain. Sikap empati ini merupakan aspek emosi dari employee engagement. Seorang yang engagement tetap menjaga bagaimana perannya tanpa mengorbankan orang lain (Kahn, 1990).

Aspek job characteristics lainnya yaitu, autonomy menyediakan kebebasan dan tanggungjawab kepada karyawan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaannya sendiri. Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan salah satu driver dari employee engagementdan sebanyak 61 % karyawan setuju akan hal ini (Perrin, 2003). Diberikannya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi stres karyawan juga menciptakan kepercayaan dan budaya dimana karyawan ingin memecahkan masalah dan memberikan solusi. Aspek autonomy ini berhubungan dengan aspek fisik, kognitif, dan emosi dari employee engagement. Aspek kognitif berhubungan dengan konsentrasi dan bagaimana proses kognitif karyawan dalam membuat suatu keputusan, aspek


(17)

fisik berhubungan dengan energi yang mereka kerahkan untuk mencapai keputusan yang optimal, dan aspek emosi berhubungan dengan perasaaan bahwa mereka dipercaya untuk membuat suatu keputusan sendiri. Studi lain menyebutkan bahwa autonomy berhubungan positif dengan motivasi kerja, komitmen, performa, dan kepuasaan kerja (Oldham & Hackman, 2005), dimana hal ini dapat mendorong karyawan untukengaged(Elanain, 2009).

Aspek terakhir dari job characteristics adalah feedback yaitu informasi langsung dan jelas dari pekerjaan itu sendiri mengenai performa karyawan tersebut. Adanya feedback akan mengurangi ketidakjelasan peran karyawan. Ketika sebuah peran jelas dilakukan, karyawan akan lebih mencurahkan segala pikiran, kreativitas, dan nilai pada pekerjaan yang mereka lakukan (Kahn, 1990) dan dengan mengetahui seberapa baik usaha yang ia lakukan akan membuat karyawan mendapat perasaaan yang menyenangkan melakukan tugas tersebut (Oldham & Hackman, 2005).

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa job characteristics berhubungan dengan employee engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris mengenai hubungan antara job characteristicsdenganemployee engagement.

D. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Hipotesis Mayor

“Ada hubungan positif antara job characteristics dengan employee engagementdi perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi


(18)

skor job characteristics semakin tinggi pula skor employee engagementkaryawan perusahaan Telekomunikasi.

2. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan positif antara skill variety dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor skill variety semakin tinggi pula skor employee engagement.

b. Ada hubungan positif antra task identity dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor task identity semakin tinggi pula skor employee engagement.

c. Ada hubungan positif antara task significance dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor task significance semakin tinggi pula skor employee engagement.

d. Ada hubungan positif antara autonomy dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor autonomy semakin tinggi pula skor employee engagement.

e. Ada hubungan positif antara feedback dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor feedback semakin tinggi pula skor employee engagement.


(1)

b. Experienced responsibility

Pekerjaan yang memberikan kebebasan dalam jadwal kerja dan penentuan prosedur yang harus dilakukan (autonomy) akan membuat karyawan lebih bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Sehingga pada akhirnya ia dapat merasakan bahwa pekerjaannya saat ini sebagian besar tergantung pada usaha, inisiatif, dan kemampuannya sendiri. Semakin tinggi otonomi yang diberikan kepada individu, maka kecendrungan mempunyai tanggung jawab secara pribadi terhadap hasil dari pekerjaannya tersebut.

c. Knowledge the results

Keadaan ini muncul karena adanya unsur feedback dalam proses penyesuaian terhadap lingkungan kerja. Ketika karyawan mengetahui seberapa baik usaha yang ia lakukan, hal ini membuat ia mendapatkan perasaan menyenangkan atas keberhasilannya melakukan tugas tersebut atau apabila feedback yang diterima buruk, karyawan bisa belajar dan berusaha untuk lebih baik di pekerjaan selanjutnya.

Kehadiran ketiga kondisi psikologis ini akan menghasilkan motivasi kerja yang tinggi, dimana motivasi ini lebih bersifat internal, kepuasaan kerja yang terus tumbuh, tingginya efektifitas kerja (Oldham & Hackman, 2005) dan rendahnya tingkat absensi serta berhenti kerjanya karyawan (Djastuti, 2011). Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa job characteristics dapat membuat karyawan mengalami kondisi psikologis seperti meaningfulness, responsibility, dan knowledge the results.


(2)

Ketiga kondisi ini akan membuat motivasi kerja karyawan tinggi, puas dalam bekerja, tingginya efektifitas kerja yang membuat rendahnya tingkat turnover dan resign dari pekerjaan dimana hal-hal ini diindikasikan sebagai ciri-ciri dari karyawan yangengaged(Robinsonet al, 2004).

C. Hubungan Job Characteristics dengan Employee Engagement di Perusahaan Telekomunikasi

Employee engagement memiliki berbagai dampak positif terhadap produktivitas kerja (Castellano, 2008) dan berpengaruh terhadap keuntungan organisasi, kepuasan dan kesetiaan pelanggan, retensi atauturnoverkaryawan serta keamanan (Vance, 2006; Castellano, 2008; Henryhard, 2009).Employee engagement juga berkorelasi positif dengan komitmen terhadap organisasi danorganizational citizenship behavior(Saks, 2006). Oleh karena banyaknya dampak positif tersebut, level employee engagement pada masing-masing karyawan harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Peningkatan tersebut dapat ditinjau dari faktor-faktor yang mendorong tingkatemployee engagement.

Banyak faktor yang mendorong terjadinya employee engagement salah satunya adalah job characteristics yang berpengaruh langsung terhadap sikap dan perilaku di tempat kerja (Castellano, 2008). Selain itu, menurut Saks (2006) job characteristics merupakan antiseden dari job engagement


(3)

terdiri dari lima dimensi yaitu skill variety, task identity, task sigificance, autonomy dan feedback(Oldham & Hackman, 2005).Ada indikasi bahwajob characteristics berhubungan positif dengan employee engagement, hal ini terlihat dari banyaknya riset yang membahas bentuk tugas yang dapat meningkatkan level employee engagement (Kahn, 1990; Perrin, 2003; Saks, 2006; Castellano, 2008). Hubungan antara job characteristics dengan employee engagement dapat ditinjau dari masing-masing aspek dari kedua konstruk ini.

Skill variety mempengaruhi level engagement seorang karyawan. Karyawan akan mengerahkan energinya untuk mengerjakan pekerjaan sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dengan demikian karyawan akan mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting dan kesempatan baginya untuk berkembang, termotivasi secara internal, puas dengan pekerjaan dan memiliki kualitas kerja (Oldham & Hackman, 2010). Kondisi yang demikian akan membuat karyawan mengalami psychological meaningfulness (Kahn, 1990; Oldham & Hackman, 2005). Meaningfulness adalah kondisi psikologis orang yang engaged. Meaningfulness juga akan dialami oleh karyawan yang tugas kerjanya menantang (Kahn, 1990). Semakin banyak keterampilan yang dituntut untuk mengerjakan suatu tugas akan membuat karyawan merasa tertantang (Hackman & Oldham, 1974). Merasa tertantang merupakan aspek emosi dari engagement (Schaufeli et al, 2002) hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Blessing White


(4)

(2011) bahwa pekerjaan yang menantang merupakan faktor utama yang mendorong karyawan untukengaged.

Hasil tampak yang merupakan karakteristik dari task identity merupakan bentuk energi yang dikerahkan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir (Hackman & Oldham, 2005). Hal ini diidentikkan dengan aspek fisik dari employee engagement yaitu sikap sungguh-sungguh di pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli et al, 2002). Pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain (task significance) menuntut karyawan bersikap empati kepada orang lain. Sikap empati ini merupakan aspek emosi dari employee engagement. Seorang yang engagement tetap menjaga bagaimana perannya tanpa mengorbankan orang lain (Kahn, 1990).

Aspek job characteristics lainnya yaitu, autonomy menyediakan kebebasan dan tanggungjawab kepada karyawan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaannya sendiri. Kebebasan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan salah satu driver dari employee engagementdan sebanyak 61 % karyawan setuju akan hal ini (Perrin, 2003). Diberikannya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi stres karyawan juga menciptakan kepercayaan dan budaya dimana karyawan ingin memecahkan masalah dan memberikan solusi. Aspek autonomy ini berhubungan dengan aspek fisik, kognitif, dan emosi dari employee engagement. Aspek kognitif berhubungan dengan konsentrasi dan bagaimana proses kognitif karyawan dalam membuat suatu keputusan, aspek


(5)

fisik berhubungan dengan energi yang mereka kerahkan untuk mencapai keputusan yang optimal, dan aspek emosi berhubungan dengan perasaaan bahwa mereka dipercaya untuk membuat suatu keputusan sendiri. Studi lain menyebutkan bahwa autonomy berhubungan positif dengan motivasi kerja, komitmen, performa, dan kepuasaan kerja (Oldham & Hackman, 2005), dimana hal ini dapat mendorong karyawan untukengaged(Elanain, 2009).

Aspek terakhir dari job characteristics adalah feedback yaitu informasi langsung dan jelas dari pekerjaan itu sendiri mengenai performa karyawan tersebut. Adanya feedback akan mengurangi ketidakjelasan peran karyawan. Ketika sebuah peran jelas dilakukan, karyawan akan lebih mencurahkan segala pikiran, kreativitas, dan nilai pada pekerjaan yang mereka lakukan (Kahn, 1990) dan dengan mengetahui seberapa baik usaha yang ia lakukan akan membuat karyawan mendapat perasaaan yang menyenangkan melakukan tugas tersebut (Oldham & Hackman, 2005).

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa job characteristics berhubungan dengan employee engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris mengenai hubungan antara job characteristicsdenganemployee engagement.

D. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Hipotesis Mayor

“Ada hubungan positif antara job characteristics dengan employee engagementdi perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi


(6)

skor job characteristics semakin tinggi pula skor employee engagementkaryawan perusahaan Telekomunikasi.

2. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan positif antara skill variety dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor skill variety semakin tinggi pula skor employee engagement.

b. Ada hubungan positif antra task identity dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor task identity semakin tinggi pula skor employee engagement.

c. Ada hubungan positif antara task significance dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor task significance semakin tinggi pula skor employee engagement.

d. Ada hubungan positif antara autonomy dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor autonomy semakin tinggi pula skor employee engagement.

e. Ada hubungan positif antara feedback dengan employee engagement di perusahaan Telekomunikasi yang berarti semakin tinggi skor feedback semakin tinggi pula skor employee engagement.