Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Kelor (Moringa oleifera Lam.)
2.1.1.1 Daerah Tumbuh
Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman perdu yang tinggi
pohonnya dapat mencapai 10 meter, tumbuh subur mulai dari dataran rendah
sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Juga dapat tumbuh dengan
baik pada berbagai jenis tanah kecuali tanah berlempung berat dan menyukai pH
tanah netral sampai sedikit asam (Kurniasih, 2013).
Tanaman kelor tidak hanya dapat tumbuh dan berkembang di India dan
Indonesia saja, tetapi juga di kawasan tropis lainnya di dunia. Kondisi lahan dan
pemeliharaan akan mempengaruhi kandungan unsur hara. Kandungan unsur hara
dalam tanaman berbeda-beda, tergantung pada jenis hara, jenis tanaman,
kesuburan tanah atau jenis tanah, dan pengelolaan tanaman (Kurniasih, 2013;
Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Secara umum, menurut Kurniasih (2013) parameter lingkungan yang
dibutuhkan tanaman kelor untuk tumbuh dengan baik adalah sebagai berikut:
• Iklim


• Ketinggian

: tropis atau subtropis

• Curah hujan

: 25-35°C

• Suhu

• Tipe tanah

• pH tanah

: 0-2000 meter dpl

: 250 mm-2000 mm per tahun
: berpasir atau lempung berpasir
: 5-9


5

2.1.1.2 Nama Daerah
Menurut Kurniasih (2013), ada beberapa sebutan nama untuk tamanan
kelor di beberapa daerah, antara lain:
• Sunda dan Melayu

: Kelor

• Sulawesi

: Kero, wori, kelo, atau keloro

• Madura

: Maronggih

• Aceh

: Murong


• Ternate

: Kelo

• Sumbawa

: Kawona

• Minang

: Munggai

2.1.1.3 Nama Asing
Menurut Krisnadi (2015), kelor dikenal di banyak negara dengan nama
yang berbeda-beda, berikut ini nama-nama kelor di berbagai negara yaitu:


Benin


: Kpashima

Burkina Faso

: La-Banyu



Cameroon

: Paizlava



Chad

: Kag n’dongue




Etiophia

: Shelagda



India

: Sajna



Myanmar

: Dandalonbin



Laos


: B’Loum



Malaysia

: Kelur



Brazil

: Cedra



Inggris

: Drumstick tree


Spanyol

: Moringa





6

2.1.1.4 Morfologi Tumbuhan
Tanaman ini berupa semak atau pohon dan mempunyai umur panjang
(perenial). Batangnya berkayu, tegak, berwarna putih kotor, berkulit tipis dengan
permukaan kasar dan mudah patah. Hal ini dikarenakan jenis kayunya lunak dan
memiliki kualitas rendah. Daunnya tipis, bersirip tidak sempurna, berbentuk kecil
dan menyerupai telur, serta hanya sebesar ujung jari. Buahnya berbentuk panjang
sekitar 20 – 60 cm, ketika masih muda berwarna hijau, namun setelah tua
warnanya berubah menjadi cokelat, biji berbentuk bulat berwarna cokelat
kehitaman dengan sayap biji ringan, sedangkan kulit biji mudah dipisahkan
sehingga meninggalkan biji yang berwarna putih (Tilong, 2012).

2.1.1.5 Sistematika Tumbuhan
Adapun klasifikasi tanaman kelor menurut Krisnadi (2015), adalah
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo


: Capparales

Famili

: Moringaceae

Genus

: Moringa

Spesies

: Moringa oleifera Lam.

2.1.1.6 Kegunaan Tumbuhan
Seiring dengan menyebarnya informasi tentang manfaat dan khasiat
tanaman kelor, kelor mulai dibudidayakan untuk diambil polongnya yang dapat

7


dimakan. Daun, bunga, akar dan bijinya digunakan secara luas dalam pengobatan
tradisional di seluruh negara di mana tanaman ini tumbuh dengan baik (Kurniasih,
2013).
Sebagian masyarakat mengenal tanaman kelor sebagai obat tradisional.
Namun ada pula yang hanya mengenalnya sebagai tanaman biasa saja. Kelor
tumbuh dengan cepat dan mudah untuk diolah. Di beberapa negara, tanaman kelor
diolah dalam bentuk makanan seperti tepung daun kelor, bubur, sirop, teh daun
kelor, saus kelor, biskuit kelor dan lainnya (Tilong, 2012; Kurniasih, 2013).
2.1.2 Kandungan dan Manfaat Tanaman Kelor
2.1.2.1 Daun Kelor
Daun kelor adalah bagian yang banyak mengandung manfaat. Secara
umum dapat dikonsumsi karena mengandung gizi dan protein tinggi. Secara
tradisional, daun kelor dimasak dan digunakan seperti bayam dan katuk. Selain
digunakan segar sebagai pengganti bayam, daunnya bisa dikeringkan dan
ditumbuk menjadi bubuk digunakan dalam sup dan saus. Pengolahan daun kelor
kering sebagai bahan teh kelor, baik teh seduh maupun teh celup dan tepung atau
ekstrak daun kelor yang digunakan untuk pengisi kapsul, tablet kelor, juga
campuran nutrisi pada bahan makanan olahan seperti kerupuk kelor, kue kelor dan
permen kelor (Kurniasih, 2013).

Menurut Krisnadi (2015), Berdasarkan penelitian While Gopalan, et al.,
pada tahun 2010, kandungan senyawa yang terdapat dalam kelor meliputi nutrisi,
mineral, vitamin dan asam amino. Bahkan kandungan kelor diketahui berkali lipat
dibandingkan bahan makanan sumber nutrisi lainnya. Mineral yang terdapat
dalam kelor diantaranya adalah kalsium, kromium, tembaga, fluorin, besi,

8

mangan, magnesium, molybdenum, fosfor, kalium, sodium, selenium, sulfur dan
zink. Kandungan senyawa dari kelor dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor

9

Berikut ini adalah berbagai perbandingan pada daun kelor segar menurut
Tilong (2012), yakni: vitamin C tujuh kali dari jeruk segar, vitamin A empat kali
dari wortel, kalsium empat kali dari susu, kalium tiga kali dari pisang, protein dua
kali dari yoghurt, zat besi tiga perempat dari bayam.
Daun kelor memiliki fungsi sebagai pencahar, diterapkan sebagai tapal
untuk luka, dioleskan pada kening untuk sakit kepala, digunakan untuk kompres
demam, sakit tenggorokan, mengatasi asam urat dan nyeri sendi, tonik penguat
jantung, mencegah pembentukan tumor dan kanker, jus daun diyakini untuk
mengontrol kadar glukosa darah dan digunakan untuk mengurangi pembengkakan
kelenjar (Kurniasih, 2013).
Daun kelor mengandung pterigospermin yang besifat merangsang kulit
(rubifasien), sehingga digunakan sebagai param yang menghangatkan dan
mengobati kelemahan anggota tubuh, seperti tangan atau kaki, maka bisa
mengurangi rasa nyeri (analgesik). Sebagai pelancar ASI. Jika dicampur dengan
kapur sirih dapat mengobati kurap. Daun mentah yang digiling kemudian
dijadikan bedak atau campuran bedak dapat menghilangkan noda hitam atau flek
pada kulit wajah (Tilong, 2012).
Dari hasil analisis kandungan nutrisi, dapat diketahui bahwa daun kelor
memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi dalam
tubuh. Dengan mengonsumsinya, keseimbangan nutrisi dalam tubuh akan
terpenuhi sehingga seseorang bisa meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya.
Berkhasiat mengatasi berbagai keluhan yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin
dan mineral (Tilong, 2012).

10

2.1.2.2 Biji Kelor
Biji kelor berkhasiat mangatasi muntah atau mual. Biji kelor yang masak
dan kering mengandung pterigospermin yang pekat hingga bersifat germisida.
Biji tua kelor yang dicampur dengan kulit jeruk dan buah pala dapat menjadi
stimulan, stomakhikum, karminatum, dan diuretikum. Biji kelor juga berkhasiat
antitumor, antiinflamasi, mengobati kutil dan penyakit kulit ringan, sariawan,
lambung, demam, dan rematik. Sedangkan biji tua dengan kulit biji kelor bisa
digunakan untuk penjernih air sebagai pengendap atau koagulan (Tilong, 2012).
Ekstrak biji memberikan efek perlindungan yang menurunkan lipid
peroksida hati, antihipertensi, senyawa isothiocyanate thiocarbamate dan
glycosids telah diisolasi dari fase asetat dari ekstrak etanol polong kelor.
Pengolahan biji dilakukan untuk penggunaan penjernih air, campuran kosmetik
dan pembuatan minyak kelor (Krisnadi, 2015; Kurniasih, 2013).
Minyak kelor bisa menjadi obat untuk masalah kulit termasuk juga dapat
mencegah atau mengobati keriput. Menggunakan minyak kelor pada kulit sangat
mudah, cukup oleskan minyak kelor dan pijat ringan pada kulit. Biarkan selama
beberapa menit sehingga vitamin dan mineral yang terkandung didalamnya akan
bekerja secara alami pada kulit. Minyak kelor merupakan pelembab yang efektif
sehingga mencegah munculnya garis-garis halus dan kerutan. Bahkan dikatakan
bahwa banyak produk anti-penuaan mengandung minyak kelor. Kelor sangat kaya
akan antioksidan yang sangat efektif untuk membersihkan kulit dari kotoran
sehingga merupakan obat yang efektif untuk jerawat (Krisnadi, 2015).

11

2.2 Pengolahan Tanaman sebagai Tanaman Obat
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Kemenkes. RI.,
2011).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan tanaman sebagai
tanaman berkhasiat obat sehingga didapat hasil yang diharapkan, antara lain:
Identifikasi dan sifat tanaman, waktu pemetikan dan cara pencucian serta cara
pengeringan (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).
2.2.1 Identifikasi dan Sifat Tanaman
Bahan tanaman obat yang dipergunakan haruslah dari jenis yang
dimaksudkan. Jangan sampai salah menggunakan bahan tanaman, karena dapat
berbahaya. Baca uraian tanaman dengan teliti pada literatur dengan demikian
diketahui ciri-ciri tanaman yang dimaksud. Beberapa hal yang perlu diketahui dari
uraian tanaman yang dipakai, yaitu: nama ilmiah, nama sinonim dan nama
Indonesia. Selain itu perlu diperhatikan pula sifat dan cita rasa tanaman tersebut.
Di dalam traditional Chinese pharmacology, empat macam sifat dari tanaman
obat yaitu dingin, panas, hangat dan sejuk. Sedangkan lima macam cita rasa dari
tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit dan asin (Wijayakusuma dan
Dalimartha, 2000).
2.2.2 Waktu Pemetikan
Untuk mendapatkan bahan tanaman yang baik dijadikan obat perlu
diperhatikan waktu pemetikan tanamannya. Waktu pemetikan yang tidak tepat
dapat menyebabkan bahan tersebut kurang berkhasiat, karena tidak semua bagian

12

tanaman dapat dimanfaatkan. Bisa jadi jenis tanaman tertentu hanya diambil
daunnya, tanaman lain dimanfaatkan buahnya dan adapula jenis tanaman yang
dapat dimanfaatkan seluruh bagian tanamannya (Wijayakusuma dan Dalimartha,
2000).
Menurut Wijayakusuma dan Dalimartha (2000), ada beberapa pedoman
waktu pemetikan tanaman secara umum, yaitu:
1. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi
masak.
2. Bunga dikumpulkan sebelum dan segera setelah mekar.
3. Buah dipetik dalam keadaan tua.
4. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna
5. Akar, rimpang, umbi dan umbi lapis dikumpulkan sewaktu proses
pertumbuhannya berhenti.
2.2.3 Pencucian dan Pengeringan
Bahan-bahan tanaman yang sudah dikumpulkan perlu dicuci atau
dibersihkan secepat mungkin. Dengan demikian bahan tersebut dapat segera
dipakai jika hendak digunakan dalam bentuk segar dan dapat pula dikeringkan
untuk penyimpanan dan dapat dipergunakan bila perlu (Wijayakusuma dan
Dalimartha, 2000).
2.2.3.1 Pencucian
Setelah dipetik atau dicabut, bahan tanaman segera dicuci dengan air
bersih. Sebaiknya pencucian dilakukan pada air yang mengalir. Bila bahannya
besar maka dapat di potong-potong seperlunya (Wijayakusuma dan Dalimartha,
2000).

13

2.2.3.2 Pengeringan
Pengeringan bahan tanaman dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi
kadar air sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh cendawan atau bakteri
agar dapat tahan lebih lama. Kadar air yang diperoleh tidak boleh lebih dari 10%
dari bobot yang ditetapkan. Apabila ingin dibuat serbuk maka bahan yang sudah
dikeringkan lebih mudah dihaluskan (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000;
Kemenkes, 2011).
Menurut Wijayakusuma dan Dalimartha (2000), cara melakukan
pengeringan bahan seperti di bawah ini:
1. Bahan tanaman yang berukuran besar atau mengandung air dapat dipotongpotong terlebih dahulu.
2. Pengeringan bahan dapat dilakukan langsung di bawah sinar matahari atau
memakai pelindung seperti kawat halus, sehingga pengeringan tidak terlalu
cepat.
3. Pengeringan dapat juga dilakukan hanya dengan mengangin-anginkan bahan di
tempat yang teduh atau dalam ruang pengering yang aliran udaranya baik.

2.3 Mineral
Tubuh tidak mampu mensintesa mineral sehingga unsur-unsur ini harus
disediakan lewat makanan yang diperlukan dalam jumlah sedikit disebut muatan
(trace element). Unsur-unsur mineral terdapat di dalam jaringan tulang, gigi dan
protein. Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan
sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh 65% adalah air dalam
bobot tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan, lemak, cairan

14

dan steletan (yang mengandung mineral tubuh dalam proporsi yang besar)
(Budiyanto, 2001).
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan, juga berperan dalam berbagai tahap
metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, serta
menjaga keseimbangan ion-ion tubuh (Almatsier, 2004).
Mineral digolongkan dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh lebih dari 100 mg sehari seperti
natrium, kalium, kalsium, magnesium dan fosfor. Mineral mikro adalah mineral
yang dibutuhkan tubuh kurang dari 100 mg sehari seperti tembaga, mangan, besi,
zink dan iodium (Almatsier, 2004).
Menurut Budiyanto (2001), mineral dalam tubuh memiliki tiga fungsi
yaitu:
1. Mineral merupakan konstituen tulang dan gigi, yang memberikan kekuatan
serta iriditas kepada jaringan tersebut misalnya: Fe, P, Mg.
2. Mineral

membentuk

garam-garam

yang dapat

larut

sehingga dapat

mengendalikan komposisi cairan tubuh. Na dan Cl merupakan unsur penting
dalam cairan ekstra seluler dan darah. Sedangkan Fe, Mg dan P merupakan
unsur penting dalam cairan intraseluler.
3. Mineral turut membangun enzim dan protein dan merupakan bagian dari asam
amino misalnya cysteine.

15

2.3.1 Magnesium
Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah natrium di
dalam cairan interselular. Magnesium di dalam alam merupakan bagian dari
klorofil daun. Peranan magnesium dalam tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan
zat besi dalam ikatan hemoglobin di dalam darah pada manusia yaitu untuk
pernafasan. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Magnesium
di dalam tulang lebih banyak merupakan cadangan yang siap dikeluarkan bila
bagian lain dari tubuh membutuhkan. Magnesium mencegah kerusakan gigi
dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Altmatsier, 2004).
Menurut Budiyanto (2001), fungsi dari magnesium adalah sebagai berikut:
1. Sebagai aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang memecah gugus
2. Phospat
3. Sebagai obat pencuci perut
4. Meningkatkan geteran osmotik
5. Membantu mengurangi geteran otot
Kecukupan magnesium rata-rata sehari untuk orang dewasa laki-laki
adalah 280 mg/hari dan untuk wanita dewasa 250 mg/hari. Sumber utama
magnesium adalah sayuran hijau, serelia tumbuk, biji-bijian dan kacangkacangan, daging, susu dan hasilnya serta cokelat juga merupakan sumber
magnesium yang baik (Altmatsier, 2004).
2.3.2 Besi
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 g di dalam tubuh manusia dewasa.
Angka kecukupan besi untuk laki-laki dewasa 13 mg/hari dan untuk wanita

16

dewasa 14-26 mg/hari. Sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging,
ayam dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacangkacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Altmatsier, 2004).
Menurut Budiyanto (2001), fungsi dari besi adalah sebagai berikut:
1. Untuk pembentukan hemoglobin baru.
2. Untuk mengembalikan hemoglobin kepada nilai normalnya setelah terjadi
pendarahan.
Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih,
pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya
kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan
luka (Altmatsier, 2004).

2.4 Destruksi
Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsurunsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan,
yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada
dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi
basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi ini
memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang
berbeda (Kristianingrum, 2012).
2.4.1 Destruksi Basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik
tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat
oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain

17

asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut
tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan
destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang
menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau
perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawasenyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang
stabil dan disimpan selama beberapa hari (Kristianingrum, 2012).
2.4.2 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel
menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle
furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam
destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-8000C, tetapi suhu ini
sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan
suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan
dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka
perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Oksida-oksida ini kemudian
dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah
itu dianalisis menurut metode yang digunakan (Kristianingrum, 2012).
Menurut Kristianingrum (2012), ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah
dengan destruksi basah ataukah kering, antara lain:
a. Sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya.
b. Jenis logam yang akan dianalisis.
c. Metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya

18

Selain hal-hal di atas, untuk memilih prosedur yang tepat perlu
diperhatikan beberapa faktor antara lain: waktu yang diperlukan untuk analisis,
biaya yang diperlukan, ketersediaan bahan kimia, dan sensitivitas metode yang
digunakan (Kristianingrum, 2012).

2.5 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala
untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam
berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam
dalam matriks yang kompleks. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya
sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2009).
Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal itu
tergantung dari unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki
energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan adanya
absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu atom
yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi
(Khopkar, 1985).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi

19

(batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana dan
interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).
Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut ini:
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan yaitu lampu katoda yang mampu
menghasilkan garis radiasi resonansi sangat tajam. Lampu ini terdiri atas anoda
dan katoda dalam suatu tabung silinder borosilikat atau kuarsa yang berisi gas
mulia, argon, atau helium pada tekanan rendah. Katoda tersebut berbentuk silinder
berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur
yang dianalisis. Pemberian tekanan dengan potensial tinggi pada arus tertentu
antara anoda dan katoda, akan menyebabkan logam mulia, memijar sehingga
menabrak atom-atom logam katoda hingga terlempar keluar dan tereksitasi dan
memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu yang sama dengan
panjang gelombang atom yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009; Khopkar,
1985).
b. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi
uap atom-atomnya, yaitu:
- Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh

20

nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara,
suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber
nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai
bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Sedangkan
dengan gas dinitrogen oksida-asetilen suhunya sebesar 3000°C (Gandjar dan
Rohman, 2009).
- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel
diambil sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit,
kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara
melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan
dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan
suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses
penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan
Rohman, 2009).
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,
2009).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Gandjar dan
Rohman, 2009).

21

e. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 2.1. Gambar Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom
Sumber : Harris, D.C. (2007) dalam buku Quantitative Chemistry Analysis
2.5.1 Sumber Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).
Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi
spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang
asuh absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang diukur. Interferensi
kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat
absorpsi (Khopkar, 1985).
Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang terjadi
pada spektrofotometri serapan atom adalah:

22

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala.
c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di
dalam nyala.
d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.6 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara, yaitu:
1. Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu

23

bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya).
2. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan
metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan
konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode
yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap
konsentrasi analit pada matriks adalah sebagai beikut ini:
Tabel 2.2. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada analit sampel
Jumlah analit pada sampel
1 ppm
100 ppb
10 ppb
1 ppb
Sumber: Harmita (2004)

Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)
80-110
80-110
60-115
40-120

b. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang
dilakukan.

24

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku
relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang
dianalisis. Nilai simpangan baku relatif untuk analit dengan kadar kurang dari 1
ppm yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 32%.
c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang ada di dalam sampel.
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang
dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima.
e. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama.

25

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 10 115

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

8 60 144

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 18

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 4 4

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 2

Karakterisasi Simplisia Daun Dan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Serta Analisis Magnesium Dan Besi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 71

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 11

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Analisis Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 10