Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merek telah lama dikenal manusia sejak zaman purba. Pada masa itu merek
masih

diartikan

sebagai

tanda-tanda

sederhana

untuk

dapat

membedakan

kepemilikan.1 Akibat persaingan dagang yang semakin kompetitif, hingga melewati

lintas batas antar negara, eksistensi merek menjadi sarana utama dalam memasarkan
produk-produk sekaligus sebagai bukti kepemilikan hak bagi pemilik merek terdaftar.
Sehingga walaupun merek melalui lintas batas antar negara, hukum merek tetap
menganut prinsip the territoriality principle of trademark law.2
UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek) menjadi pedoman
dalam menyelesaikan sengketa merek di Indonesia. Merek digunakan sebagai tanda
pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum dengan
produk yang dihasilkan oleh pihak lain dengan cara didaftarkan pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia (Dirjen HKI Kemenkumham RI).
Merek sangat penting dalam kegiatan perdagangan karena dapat membedakan
asal-usul produk barang dan atau jasa. Fungsinya mencegah kekeliruan masyarakat

1
Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap persaingan
Curang, Alumni, Bandung, 2009, hal. 1.
2
Anne Gilson LaLonde, Don’t I Know You From Somewhere? Protection in The United
States of Foreign Trademarks That Are Well Known But Not Used There, The Law Journal of The
International Trademark Association, No.6, Vol.98, November-December, 2008, hal. 2.


1

2

khususnya pengguna.3 Kecenderungan publik mengaitkan suatu image, kualitas atau
reputasi barang dan atau jasa, menimbulkan persepsi konsumen terhadap merek
merupakan gengsi bagi kalangan tertentu.4 Ada kalanya para konsumen membeli
produk tertentu melihat dari mereknya5, karena dengan menggunakan merek terkenal
memiliki kualitas dan reputasi tinggi di kalangan konsumen.6
Menggunakan merek terkenal merupakan kebanggaan tersendiri bagi
konsumen, apalagi jika merek barang tersebut merupakan produk asli yang sulit
diperoleh.7 Gengsi seseorang kadang-kadang terletak pada barang dan atau jasa yang
digunakan dengan alasan kerana kualitas, bonafiditas, atau investasi sehingga
penggunaan suatu merek terkenal menjadi gaya hidup. Merek juga dapat membuat
seseorang menjadi percaya diri atau bahkan menentukan status sosialnya. Pentingnya
untuk melindungi kepemilikan atas merek karena merek barang dan atau jasa tertentu
dalam era perdagangan bebas saat ini dapat menembus lintas batas antara negara.8
Merek sangat penting sebagai tanda kepemilikan atas barang dan atau jasa
dalam lalu lintas perdagangan baik nasional maupun internasional.9 Oleh sebab merek

dapat memperoleh keuntungan komersil, dan merek juga dapat membuat harga-harga
3

Joshua Clowers, On International Trademark And The Internet: The Lanham Act’s Long
Arms, Richmond Journal of Law & Technology, Volume XIII, Issue1, 2006, hal. 1.
4
Mulyanto, “Sisi Lain Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek”,
Varia Peradilan, No. 111, hal. 131.
5
OK. Saidin (I), Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intllectual Property Right),
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 329.
6
Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu
Pengantar, Alumni, Bandung, 2011, hal. 131-132.
7
Abdul Rahman, “Memburu Merek-Merek Global”, Informasi dan Peluang Bisnis, Majalah
Swasembada Nomor.18/XIII/25, September-Oktober, 1997, hal. 29.
8
Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam
rangka WTO, TRIPs), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 5-6.

9
Dwi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar, Alumni, Bandung, 2009, hal. 1.

3

suatu produk menjadi mahal bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan perusahaan
yang memproduksinya,10 maka pihak lain pun berusaha meniru merek-merek yang
sudah lama terkenal di masyarakat.
Perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)11
telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia. Persetujuan TRIPs menekankan
“unsur pembeda”. Unsur pembeda (daya pembeda) merupakan parameter substantif
dalam rangka perlindungan merek. Alasan penolakan pendaftaran suatu merek
tentunya harus didasarkan pada adanya daya pembeda, misalnya memiliki persamaan
pada pokoknya.12
World

Intellectual

Property


Organization

(WIPO)

kurang

berhasil

memberikan perlindungan terhadap HKI. Lampiran Annex 1C WTO 1994 mengatur
hak kekayaan intelektual dikaitkan dengan perdagangan internasional. Kesepakatan
WTO ini diratifikasi Indonesia melaui UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) dan dimasukkan dalam UU Merek di Indonesia.
Perlindungan terhadap merek di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1961
sampai pada tahun 2001 seiring dengan munculnya UU Merek.13 Pasal 6 UU Merek
menentukan merek yang didaftar yang mengandung indikasi dan memiliki persamaan

10

Eddy Damian, Hak Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Alumni, Bandung, 2003, hal.


131.
11

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam ekonomi, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 113.
12
Dwi Rezki Sri Astarini, Op. cit., hal. 6..
13
O.C. Kaligis, Teori & Praktik Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, hal. 6.

4

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terdaftar terlebih
dahulu dan sudah terkenal, harus ditolak, baik untuk merek barang maupun jasa.
Merek terdaftar memberikan landasan hukum bagi pemiliknya untuk
memperoleh perlindungan hukum yaitu meletakkan hak kepemilikan sah kepada
pihak yang mendaftarkan merek terlebih dahulu. Negara memberikan hak eksklusif
kepada pemilik merek terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan
sendiri merek tersebut atau memberikan izin (lisensi) kepada pihak lain.14

Sekalipun hak atas merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang
pihak ketiga tanpa seizin dan sepengetahuan pemilik merek terdaftar untuk memakai
merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang dan atau jasa yang
telah didaftarkan terlebih dahulu.15 Namun bisa saja pihak lain meniru merek yang
sudah ada atau mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan
merek yang terdaftar lebih dahulu.
Unsur-unsur yang sering mendapat perhatian dalam perkara merek adalah
masalah pembuktian persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis, baik mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal maupun membuktikan persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

14

Pasal 3 UU Merek, menentukan hak atas merek adalah hak eksklusif.
Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan UndangUndang Merek RI, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 19.
15

5


Suatu merek yang sudah terdaftar lebih dahulu dan bahkan sudah terkenal di
masyarakat, bukan merupakan jaminan perlindungan penuh bagi pemiliknya. Merek
bisa saja memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek
terdaftar lebih dahulu. Faktor penyebabnya bisa karena terdapat itikad tidak baik dari
pihak lain yang sengaja mendaftarkan mereknya. Persoalannya adalah mengapa
upaya pendaftaran tersebut bisa lolos dari selektif yang dilakukan oleh Dirjen HKI.
Penerapan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek dapat dijadikan sebagai
alasan penolakan pendaftaran merek menurut UU Merek, jika memiliki unsur
persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek yang sudah terdaftar
lebih dahulu dan terkenal.16 Namun dalam membuktikan itikad tidak baik dari
pendaftar tidak menjadi kewajiban bagi Dirjen HKI, melainkan menjadi kewajiban
hakim-hakim pengadilan. Bukti menunjukkan bahwa unsur persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya menjadi tolok ukur majelis hakim untuk menyatakan
pendaftar memiliki itikad tidak baik.
Pelanggaran terhadap merek terkenal bisa saja terjadi walaupun suatu merek
telah terkenal.17 Perbuatan itikad tidak baik merupakan pelanggaran Pasal 6 UU
Merek yang sebenarnya merupakan tindakan curang untuk membonceng merek yang
sudah terkenal atau sesuatu yang sudah banyak dikenal masyarakat luas, sehingga
dengan menggunakan merek terkenal tersebut, suatu produk yang didaftar kemudian

16
RR. Putri Ayu Priamsari, Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali),
Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hal. 1.
17
Siti Marwiyah, “Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal”, De Jure Jurnal Syariah dan
Hukum, Volume 2 Nomor 1 Juni 2010, hal. 3.

6

juga ikut menjadi dikenal di masyarakat. Perbuatan ini tidak sesuai dengan etika
intelektual yang telah diatur dengan undang-undang.18
Pembuktian unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya menjadi
titik tolak pertimbangan majelis hakim dalam perkara merek antara PT. Krakatau
Steel Tbk., (Persero BUMN) dan PT. Perwira Adhitama Sejati. PT. Krakatau Steel
Tbk menggugat PT. Perwira Adhitama Sejati ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat atas merek KS milik PT. Krakatau Steel Tbk yang terdaftar lebih
dahulu, dinilai memiliki unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek yang didaftarkan kemudian oleh PT. Perwira Adhitama Sejati pada
Dirjen HKI.

Penggugat adalah PT. Krakatau Steel Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia19 yang bergerak dalam bidang
industri baja terpadu dan merupakan perusahaan baja terbesar di Indonesia. PT.
Krakatau Steel selalu memperkenalkan nama perusahaannya dan memberikan tanda
pada setiap produknya dengan nama dan label KS singkatan dari Krakatau Steel.
PT. Krakatau Steel menyandang status badan hukum perseroan terbatas,
secara resmi tahun 1967 dengan mengubah status dari Perusahaan Besi Baja Trikora
menjadi Perseroan Terbatas (PT),20 kemudian pada tahun 1970 diumumkan dan
secara secara resmi memperoleh nama PT. Krakatau Steel21, sejak itulah PT.

18

RR. Putri Ayu Priamsari, Op. cit., hal. 125
Berdasarkan Akta Notaris Nomor 34 tanggal 23 Oktober 1971.
20
Berdasarkan Inpres Nomor 17 Tanggal 28 Desember 1967.
21
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1970 tertanggal 31 Agustus 1970.
19


7

Krakatau Steel diberi mandat untuk membangun industri baja di Indonesia dan
memiliki merek pokok/utama yaitu “KS”22, sekaligus unsur ini sebagai pembeda
utama merek-merek PT. Krakatau Steel dengan merek-merek perusahaan lainnya.
Merek KS milik PT. Krakatau Steel telah terdaftar dalam Daftar Umum
Merek (DUM) pada Dirjen HKI yaitu:23
1. Merek “KS” dengan daftar Nomor IDM000063036 tanggal pengajuan 17 Juni
2004, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 06 yaitu: baja tulangan, ulir,
polos, baja profit, profil I, U, H, L, Round, Flat;
2. Merek “Krakatau Steel + LOGO” dengan daftar Nomor IDM000048501
tanggal pengajuan 12 Februari 2004, untuk melindungi jenis barang dalam
kelas 06 yaitu: besi spons, baja kawat batangan, baja lonjoran, baja slab, baja
profit, baja beton, baja kawat paku, baja canai panas gulungan, baja canai
panas pelat, baja canai dingin gulungan, baja canai dingin lembaran;
3. Merek “KS POLE” dengan daftar Nomor 418285 tanggal pengajuan 01
Agustus 1997 untuk melindungi jenis barang dalam kelas 06 yaitu: tiang
telepon bentuk taper segi delapan BTKC (Baja Tahan Korosi Cuaca); dan
4. Merek “KS POLE” dengan daftar Nomor IDM000184782 yang merupakan
perpanjangan merek “KS POLE” daftar Nomor 418285.
PT. Krakatau Steel Tbk memiliki 5 (lima) bentuk konfigurasi merek-merek
milik PT. Krakatau Steel, Tbk sebagai berikut:24
1. Merek formasi (1.2) tanpa keterangan motto/falsafah perusahaan:

Sumber : http://www.krakatausteel.com

22

diakses
tanggal
24
http://www.krakatausteel.com/index.php?page=content&cid=8,
November 2014, Brief Background PT. Krakatau Steel, dipublikasikan di website resmi PT. Karakatau
Steel.
23
Putusan Nomor: 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013, hal 2, dan Putusan Nomor: 358 K/Pdt.SusHaKI/2013, hal. 2.
24
http://www.krakatausteel.com/index.php?page=content&cid=117, diakses tanggal 8 Januari
2015, data online PT. Krakatau Steel, Tbk yang dipublikasikan di website resmi milik PT. Krakatau
Steel, Tbk (www.krakatausteel.com).

8

2. Merek formasi resmi (1.2) dengan menggunakan keterangan motto/falsafah
perusahaan:

Sumber : http://www.krakatausteel.com
3. Merek dengan formasi ke samping

Sumber : http://www.krakatausteel.com
4. Merek formasi 1.3

Sumber : http://www.krakatausteel.com
5. Merek dengan formasi 1.1

Sumber : http://www.krakatausteel.com
PT. Karakatau Steel sangat keberatan terhadap merek yang didaftarkan oleh
PT. Perwira Adhitama Sejati pada Dirjen HKI sebagaimana dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013,
merek-merek PT. Perwira Adhitama Sejati yaitu:25
1. Merek dagang “KSPS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM000271049 tanggal penerimaan (filling date) 9 Februari 2009, yang telah
terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21 September
2010;
2. Merek dagang “KSJS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM000267210 tanggal penerimaan (filling date) 15 September 2008, yang
telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 2 September
2010;
25

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013, hal. 4.

9

3. Merek dagang “KSJIS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM000267211 tanggal penerimaan (filling date) 15 September 2008, yang
telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 2 September
2010;
4. Merek dagang “KSTL” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM000268667 tanggal penerimaan (filling date) 17 September 2008, yang
telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21
September 2010;
5. Merek dagang “KSL” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM000268668 tanggal penerimaan (filling date) 17 September 2008, yang
telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21
September 2010;
6. Merek dagang “KSMS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor
IDM1000271182 tanggal penerimaan (filling date) 11 Februari 2009, yang
telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21
September 2010; dan
7. Merek “LKS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000274108
tanggal penerimaan (filling date) 16 April 2009, yang telah terdaftar pada
Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 4 Oktober 2010.
PT. Krakatau Steel keberatan dengan pendaftaran merek-merek PT. Perwira
Adhitama Sejati karena memiliki unsur persamaan pada pokoknya untuk barang yang
sejenis dengan merek PT. Krakatau Steel yang telah terdaftar lebih dahulu, baik
mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi antara unsur-unsur
ataupun persamaan bunyi ucapannya, sama dengan yang dimaksud pada Pasal 6 ayat
(1) huruf a dan penjelasan UU Merek.
PT. Karakatau Steel juga keberatan dengan merek yang didaftarkan oleh PT.
Perwira Adhitama Sejati, sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 358
K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013, yaitu merek IKS untuk kelas barang
06 dengan daftar Nomor IDM000005524 pada tanggal 9 Mei 2003, yang telah
terdaftar pada Dirjen HKI tanggal 22 April 2004. Sehingga dalam perkara ini ada 8
(delapan) merek yang dipermasalahkan oleh Penggugat (PT. Krakatau Steel), yaitu

10

tujuh jenis merek dalam Putusan Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 dan satu jenis
merek dalam Putusan Nomor 358 K/Pdt.Sus-HaKI/2013.
Contoh lain yang pernah dihadapi oleh PT. Krakatau Steel sebelum berperkara
dengan PT. Perwira Adhitama Sejati, juga sudah pernah menghadapi perkara yang
sama yaitu menggugat PT. Hasindo Indonesia dalam Putusan Nomor: 740
K/Pdt.Sus/2009 dan menggugat PT. Tobu Indonesia Steel dalam Putusan Nomor: 08
PK/Pdt.Sus/2010. Kedua putusan ini juga memenangkan PT. Krakatau Steel sebagai
pihak yang berhak atas merek KS POLE ata KS untuk industri baja.
Contoh lain yang juga pernah dihadapi oleh PT. Krakatau Steel yaitu perkara
dengan Goh Ka Thioe dalam Putusan Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013. PT.
Krakatau Steel sangat keberatan dengan merek-merek sebagaimana dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013
terdaftar pada Dirjen HKI. Pihak penggugat dalam putusan ini adalah PT. Krakatau
Steel sedangkan pihak tergugat adalah orang perseorangan atas nama Goh Ka Thioe
yang memiliki merek KSSIS, KSI, KSLS, KSSK, KSSKS, IKSJI, IKSTY, dan KSSI
untuk jenis barang berupa baja.
Unsur persamaan pada pokoknya menjadi titik sengketa di antara kedua belah
pihak. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek menjelaskan yang dimaksud dengan
persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsurunsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara
penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang

11

terdapat dalam merek-merek tersebut. Pengertian ini menjadi bias penafsiran yang
berbeda-beda bagi masing-masing pihak dalam perkara ini.
Memperhatikan pada Pasal 6 UU Merek, maka muncul beberap pertanyaan.
Bukankah merek-merek milik PT. Karakatau Steel sudah terdaftar terlebih dahulu di
Dirjen HKI daripada merek-merek terdaftar milik PT. Perwira Adhitama Sejati?
Bukankah merek-merek milik PT. Karakatau Steel termasuk sebagai merek terkenal
di masyarakat daripada merek-merek milik PT. Perwira Adhitama Sejati? Bukankah
merek-merek milik PT. Perwira Adhitama Sejati mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal merek KS pada PT.
Karakatau Steel?
Penolakan permohonan pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada
pokoknya dengan merek terkenal untuk barang dan atau jasa yang sejenis dilakukan
dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat sesuai bidang usaha yang
bersangkutan. Terkenal atau tidaknya suatu merek diukur berdasarkan reputasi merek
yang diperoleh karena promosi besar-besaran, invasi di beberapa negara di dunia
yang dilakukan olemh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di
beberapa negara. Bila hal tersebut belum dianggap cukup Pengadilan Niaga
seharusnya dapat memerintahkan kepada sebuah lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan surve guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya
merek yang menjadi dasar penolakan.26

26

OK. Saidin (I), Op. cit., hal. 355-356.

12

Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam
Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus Nomor 06/Pdt.Sus/Merek/2013/PN Niaga
Jkt.Pst., tanggal 7 Mei 2013, memutuskan bahwa merek-merek milik PT. Perwira
Adhitama Sejati memenuhi rumusan unsur mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya pada merek yang telah terdaftar lebih dahulu dan telah dikenal di
masyarakat. Demikian pula Mahkamah Agung juga menyatakan putusan yang sama
dengan Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.
Tetapi antara majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakpus dan
Mahkamah Agung tidak memiliki dasar pertimbangan hukum yang sama. Mahkamah
Agung menyatakan majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakpus (judex facti)
mencari-cari alasan pembenar, pertimbangan hukumnya tidak masuk akal karena
menurut Mahkamah Agung yang dipermasalahkan judex facti hanyalah titik sesudah
huruf KS, di mana sesudah huruf KS milik Penggugat ada titiknya, sementara dalam
merek Tergugat tidak ada titiknya, padahal apabila dibaca pada huruf yang digunakan
huruf KS lebih menonjol pada semua merek Tergugat, dengan demikian memenuhi
unsur persamaan pada pokoknya dan keseluruhannya.
Merek PT. Krakatau Steel sesungguhnya lebih dahulu terdaftar pada Dirjen
HKI yaitu: Merek “KS” tanggal 17 Juni 2004, Merek “Krakatau Steel + LOGO”
tanggal 12 Februari 2004, dan Merek “KS POLE” tanggal 01 Agustus 1997.
Merek-merek tersebut di atas adalah merek terdaftar milik PT. Krakatau Steel,
namun Dirjen

HKI masih mengeluarkan atau memberikan kepada PT. Perwira

13

Adhitama Sejati. Seharusnya Dirjen HKI melakukan pencegahan dengan menolak
pengajuan pendaftaran yang diajukan oleh PT. Perwira Adhitama Sejati tersebut
karena sudah ada merek lain yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya atau sudah terkenal di masyarakat dan memiliki indikasi-geografis.
Satu cara untuk melindungi merek terkenal di masyarakat adalah melakukan
pencegahan, namun upaya itu tidak dilakukan oleh Dirjen HKI. Dirjen HKI seolaholah tidak tahu atau lalai dalam hal memberikan perlindungan terhadap merek
terkenal sesuai UU Merek. Padahal kasus-kasus merek yang dialami oleh PT.
Krakatau Steel sebelum perkara a quo ini berlanjut, sudah ada perkara lain yang
seharusnya menjadi pedoman bagi Dirjen HKI Kemenkumhan untuk mengeluarkan
merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek
milik PT. Krakatau Steel.27
Perkara-perkara merek sebelum perkara a quo ini yang sudah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dan berkaitan dengan merek PT. Krakatau Steel antara lain:
1) Putusan Mahkamah Agung Nomor 740 K/Pdt.Sus/ 2009, tanggal 3 Juni 2010
mengenai pembatalan Merek KS-HI atas nama PT. Hasindo Indonesia, dan Putusan
Nomor 08 PK/Pdt.Sus/2010, tanggal 15 Juni 2010 mengenai pembatalan Merek KSTI atas nama PT. Tobu Indonesia Steel.

27

Putusan Mahkamah Agung Nomor 740 K/Pdt.Sus/ 2009 tanggal 3 Juni 2010 antara PT.
Krakatau Steel (Penggugat) melawan PT. Hasindo Indonesia (Tergugat) dan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 08 PK/Pdt.Sus/2010 tanggal 15 Juni 2010, antara PT. Krakatau Steel (Penggugat)
melawan PT. Tobu Indonesia Steel (Tergugat).

14

Putusan-putusan dari badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap
tentang PT. Krakatau Steel pernah mengirimkan Surat Nomor 174/PP/X/10, tanggal 1
Oktober 2010 kepada Dirjen

HKI untuk memohon agar menolak permintaan

pendaftaran merek-merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan Merek KS milik PT. Krakatau Steel untuk jenis barang dalam
kelas 06, yang diajukan oleh pihak lain yang beriktikad tidak baik.
Setelah adanya putusan-putusan dari badan peradilan yang telah berkekuatan
hukum tetap, seharusnya tidak ada lagi merek-merek yang menggunakan unsur
Merek KS yang terdaftar dalam DUM pada Dirjen HKI. Bila kondisi ini terus terjadi
bagi merek-merek terkenal di masyarakat, maka UU Merek tidak ada gunanya
diundangkan, tidak berfungsi melakukan langkah pencegahan, seharusnya dalam UU
Merek diatur mengenai langkah-langkah pencegahan bagi Dirjen HKI, bila perlu
diberikan sanksi bagi lembaga ini bila masih memberikan kesempatan kepada pihak
lain untuk memperoleh merek (melalui pendaftaran) yang memiliki persamaan pada
pokoknya atau kesleuruahnnya.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20
Agustus 2013, juga telah memerintahkan kepada Dirjen

HKI untuk menolak

permintaan pendaftaran merek-merek yang menggunakan unsur KS atau yang
mempunyai persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan Merek KS
untuk kelas barang 06 milik pihak lain. Perintah Mahkamah Agung demikian juga
disebutkan di dalam Putusan Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus
2013 dan Putusan Nomor 358 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.

15

B. Perumusan Masalah
Dirumuskan tiga permasalahan penting yang menjadi fokus kajian dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah status merek yang didaftarkan yang memiliki persamaan pada
pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu?
2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum yang dapat dibebankan kepada Dirjen
HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap merek yang sudah didaftar
lebih dahulu?
3. Apa upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik merek untuk melindungi
dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang sama terhadap mereknya yang
sudah didaftar lebih dahulu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memahamai dan menganalisis status merek yang didaftarkan yang
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih
dahulu.
2. Untuk mengetahui dan memahami pertanggungjawaban hukum yang dapat
dibebankan kepada Dirjen HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap
merek yang sudah didaftar lebih dahulu.

16

3. Untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh
pemilik merek untuk melindungi dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang
sama terhadap mereknya yang sudah didaftar lebih dahulu.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan teoritis maupun praktis, yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat membuka paradigma berfikir dalam
memahami dan mendalami permasalahan persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya yang diterapkan dalam perkara a quo. Penelitian ini dapat
pula menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutannya, menambah wawasan
ilmu pengetahuan di bidang hukum merek;
2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan pelaku bisnis,
Perusahaan-perusahaan nasional maupun internasional, Direktorat Merek pada
Dirjen

HKI pada sebagai instansi yang diharapkan mampu mencegah

pelanggaran-pelanggaran merek di Indoensia, bagi hakim-hakim Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri di seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagi
PT. Karakatau Steel, Tbk., dan PT. Perwira Adhitama Sejati, serta hakim
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak mengandung unsur plagiat dari hasil
karya penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan penelusuran dan

17

pemeriksaan atau ceking judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang di Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum dan
dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet.
Berdasarkan hasil penelusuran ada ditemukan beberapa penelitian tetapi sama
sekali tidak memiliki kesamaan dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini.
Beberapa penelitian tersebut adalah:
1. Judul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Merek Pasca
Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Merek”, atas
nama Alimuddin Sinurat, NIM: 117005094 pada Program Studi Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2013.
Fokus kajian permasalahan penelitian ini adalah kasus tindak pidana
memperdagangkan suku cadang mobil Merek Daihatsu, pemalsuan Merek
Lem CASTOL, memperdagangkan Merek Penyedap Rasa (Vetsin) Milik PT.
Sasa Inti, pemalsuan Merek Pisau Serut, dan pemalsuan Merek Busi NGK.
Permasalahannya

adalah:

bagaimanakah

karakterisitk

tindak

pidana

pemalsuan merek yang terjadi pasca berlakunya UU No.15 Tahun 2001
tentang Merek? bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana
pemalsuan merek pasca berlakunya UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek?
2. Judul, “Kekuatan Hukum Merek Yang Didaftarkan Atas Dasar Itikad Tidak
Baik”, atas nama Atika Sandra Dewi, NIM: 097005050, pada Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
2011, fokus kajian permasalahan penelitian ini adalah itikad tidak baik dalam

18

putusan pengadilan terhadap Merek Kinotakara dan Merek Prada.
Permasalahannya adalah: bagaimana putusan hakim terhadap merek terdaftar
yang didaftarkan atas dasar itikad tidak baik? bagaimana pembuktian itikad
tidak baik dalam kasus pendaftaran merek di Indonesia? dan bagaimanakah
upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan terhadap
suatu merek yang didaftarkan atas dasar itikad tidak baik?
Sedangkan judul dalam penelitian ini, “Unsur Persamaan Pada Pokoknya
Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel
dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)”, dengan permasalahan difoksukan pada
status merek yang terdaftar lebih dahulu memiliki persamaan pada pokoknya dengan
merek lain yang didaftarkan kemudian, pertanggungjawaban hukum yang dapat
dibebankan kepada Dirjen HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap merek
yang sudah didaftar lebih dahulu, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh
pemilik merek untuk melindungi dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang sama
terhadap mereknya yang sudah didaftar lebih dahulu.
Berdasarkan perbedaan itu dapat dikatakan bahwa penelitian ini baru pertama
kali dilakukan, mengandung unsur orisinalisasi, dan sesuai dengan asas-asas
keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif,
terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran
ilmiah secara bertanggung jawab.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan di dalam penelitian

ini adalah teori kepastian hukum. Penggunaan teori kepastian hukum dalam penelitian

19

ini sehubungan dengan fakta menunjukkan walaupun merek-merek sudah didaftarkan
pada Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak juga
mampu memberikan harapan suatu kepastian hukum atas kepemilikan merek.
Dianutnya asas legalitas dalam suatu negara membuktikan bahwa negara
memposisikan kepastian hukum lah yang harus dikedepankan. Bila tidak ada hukum
yang mengatur tentang sesuatu hal, maka tidak bisa hukum ditegakkan, atau bilapun
hukum harus ditegakkan pada kondisi yang demikian, maka prinsip kepastian hukum
harus dikesampingkan. Biasanya hukum yang ditegakkan pada kondisi dengan
ketiadaan peraturan didasarkan pada norma-norma hukum tidak tertulis.
Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang sejalan
dengan prinsip legalitas dalam sistem eropa kontinental, bilamana hukum akan
ditegakkan harus ada aturan yang mengaturnya, sehingga aturan itu secara pasti akan
dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, maka hukum itu akan mengandung normanorma yang mati yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan
ketidakadilan hukum.
Ada kalanya kata-kata atau kalimat dalam sebuah undang-undang bisa jadi
jelas sekali dan bisa pula tidak jelas tentang apa yang diperintahkan undang-undang
tersebut, sehingga ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang
diselesaikan melalui interpretasi. H.L.A Hart dalam bukunya berjudul ”The Concept
of Law” menyebutnya ketidakpastian (legal uncertainty) dalam undang-undang.28

28

H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997)
diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, 2010, hal. 230.

20

Masalah kepastian hukum dalam teoritis dari dulu hingga kini tidak pernah
selesai dibicarakan. Mungkin dapat direnungkan teori hukum dalam pandangan Hans
Kelsen dan Jeremy Bentham. Kedua pemikir ini saling berbeda memaknai hukum
positif sebagai suatu kepastian hukum. Ketika seseorang berhaluan pada Hans Kelsen
analisis positivistiknya akan bersifat top down, dan ketika yang lain berhaluan pada
Jeremy Bentham, maka analisis positivisitiknya bersifat botton up.29
Kepastian hukum bila dilihat berdasarkan analisis top down, maka analisisnya
akan melihat kepastian hukum sesuai dengan apa yang ditentukan dalam undangundang, tetapi jika melihat kepastian hukum berdasarkan analisis botton up, maka
analisisnya akan melihat kepastian hukum bukan hanya ditentukan dalam undangundang melainkan lebih luas daripada itu.
Antara Hans Kelsen dan Jeremy Bentham selalu bertentangan memaknai
konsep hukum dalam sistim eropa kontinental. Hans Kelsen sebagai aliran keras
menentang hukum moral dalam undang-undang30, sedangkan Jeremy Bentham31 dan
H.L.A. Hart32 menyetujui adopsi hukum moral dalam undang-undang tertulis.
Pasal 6 ayat (1) UU Merek telah menggariskan ketentuan secara tegas bahwa
permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Dirjen HKI apabila Merek

29

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009,
hal. 106.
30
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, diterjemahkan oleh Siswi Purwandari, Nusa Media,
Bandung, 2009, hal. 37-38.
31
Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, Yayasan Obor Indonesia Bekerjasama Dengan
Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Fredom Institute, Jakarta, 2006, hal. 13.
32
H.L.A. Hart, Law Liberty and Morality, diterjemahkan oleh Ani Mualifatul Maisah, Genta
Publishing, Tanpa Tempat Penerbit, 2009, hal. 8-9.

21

tersebut: mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis, mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah
dikenal.
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Merek tersebut secara substantif telah
memenuhi prinsip kepastian hukum, UU Merek secara pasti telah mengatur hal itu.
Peter Mahmud Marzuki menegaskan positivistik merupakan konsep hukum yang
pasti memfokuskan pada hukum tertulis, sedangkan sistim common law
memfokuskan

pada

hukum

tidak

tertulis

seperti

yurisprudensi.33

Ketika

membicarakan tentang kepastian hukum, maka sistim hukum yang lebih pasti
dimiliki oleh sistem civil law.
Yurisprudensi diwajibkan dalam sistim common law, asas ini dikenal dengan
asas preseden dalam doktrin stare decisis (hakim kemudian wajib mengikuti hakim
terdahulu), sedangkan asas preseden dalam sistim civil law tidak diwajibkan tetapi
tidak menutup kemungkinan hakim-hakim pengadilan yang menganut civil law
system untuk menggunakan asas preseden ini. Asas legalitas dalam sistem civil law
sudah mulai berangsur-angsur diterapkan di negara-negara common law system.34 Ini

33

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hal. 286 dan hal.

34

Ibid., hal. 159.

294.

22

menandakan bahwa kepastian hukum itu begitu penting semata-mata tujuannya untuk
memberikan pedoman dalam melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat.
Teori kepastian hukum dalam Peter Mahmud Marzkui, menyebut aturan
hukum yang bersifat umum menjadi batasan bagi masyarakat dalam melakukan
tindakan terhadap individu lain. Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa dalam
kehidupan masyarakat diperlukan aturan agar dapat melindungi kepentingan
masyarakat. Namun tidak semua ketentuan dalam undang-undang mampu
mengakomodasi semua kepentingan.35
Hans Kelsen menyebut tidak ada kekosongan hukum tetapi yang ada hanya
kekosongan undang-undang. Hans Kelsen menentang kebijakasanaan diserhakan
kepada keyakinan hakim untuk menilainya.36 Penentangan Kelsen semakin
memperkuat doktrinnya tentang kepastian hukum adalah kepastian undang-undang.
Peter Mahmud Marzuki memandang sebaliknya bahwa ketika terjadi suatu
kekosongan undang-undang atau kekosongan aturan, maka harus diserahkan kepada
kebijaksanaan hakim dengan menerapkan kebebasan hakim perlu menemukan
hukumnya, sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan, tidak ada undang-undang
yang mangaturnya.37 Kepastian hukum ditanggapi secara berbeda-beda manakala
memperhatikan kasus-kasus tertentu, terutama di kalangan para praktisi hukum
maupun kalangan akademisi.38

35

Ibid., hal. 157.
Hans Kelsen, Op. cit., hal. 135-137.
37
Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., hal. 159.
38
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, Gramata Publishing, Bekasi, 2012, hal. 162.
36

23

Kepastian hukum pendaftaran merek yang memiliki unsur persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya telah diatur secara pasti di dalam Pasal 6 ayat (1) UU
Merek, namun dalam praktik Dirjen HKI mengabaikan atau lalai menerapkan
kepastian itu, karena masih menerima permohonan pendaftaran merek yang diajukan
oleh PT. Perwira Adhitama Sejati yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya
dengan merek PT. Krakatau Steel.
Tidak ada jaminan kepastian bagi pemilik merek terdaftar lebih dahulu bila
Dirjen HKI masih menerima permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh PT.
Perwira Adhitama padahal merek tersebut telah lebih dahulu didaftarkan oleh PT.
Krakatau Steel. Fakta menunjukkan merek KS telah lama menjadi milik PT. Krakatau
Steel yang telah terdaftar lebih dahulu daripada merek-merek PT. Perwira Adhitama
Sejati, namun ternyata merek PT. Perwira Adhitama Sejati juga terdaftar di Dirjen
HKI yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya dengan merek milik PT.
Krakatau Steel.
Kepastian hukum dalam suatu undang-undang menghendaki kepastian dalam
perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan
lainnya dari pasal-pasal undang-undang. Kepastian hukum juga menghendaki suatu
kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang telah
ditentukan dalam undang-undang dalam parktek.
Perumusan norma dan prinsip hukum bila sudah memiliki kepastian hukum di
dalam undang-undang tetapi hanya berlaku secara yuridis saja, maka kepastian
hukum itu tidak akan pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Peraturan hukum

24

yang demikian itu bisa disebut sebagai norma hukum yang mati atau hanya sebagai
penghias yuridis dalam kehidupan manusia.
2. Konsepsi
Landasan konsepsi digunakan untuk memperoleh dasar konseptual, bertujuan
untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang berbeda serta memberikan
pedoman dan arahan yang sama dalam memahami maksud istilah-istilah dalam
penelitian ini, antara lain:
a. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.
b. Karakteristik adalah ciri-ciri pengaturan unsur persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek.
c. Para pihak yang berperkara adalah PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira
Adhitama Sejati.
d. PT. Krakatau Steel adalah badan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas
(BUMN) bertempat di Cilegon yang dalam perkara ini bertindak sebagai
Penggugat.
e. PT. Perwira Adhitama Sejati adalah badan hukum berbentuk Perseroan
Terbatas bertempat di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara,
yang dalam hal ini bertindak sebagai Tergugat.

25

f. Hak milik adalah hak eksklusif pada merek yang sudah terdaftar yaitu Merek
PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama Sejati.
g. Perlindungan merek adalah upaya hukum untuk memberikan perlindungan
terhadap merek yang sudah terdaftar lebih dahulu dan sudah terkenal di
masyarakat daripada merek yang baru didaftarkan.
h. Merek terdaftar adalah Merek PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama
Sejati yang sudah terdaftar di Dirjen

HKI Kemenkumham Republik

Indonesia.
i. Merek terkenal adalah merek yang sudah dikenal khalayak ramai atau
masyarakat luas.
j. Merek PT. Karkatau Steel adalah Merek “KS” terdaftar tanggal 17 Juni 2004,
Merek “Krakatau Steel + LOGO” terdaftar tanggal 12 Februari 2004, dan
Merek “KS POLE” terdaftar tanggal 01 Agustus 1997.
k. Merek PT. Perwira Adhitama Sejati adalah: Merek “KSSIS” terdaftar tanggal
21 September 2010, Merek “KSI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek
“KSLS” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek “KSSK” terdaftar tanggal
2 September 2010, Merek “KSSI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek
“IKSJI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek “IKSTY” terdaftar
tanggal 2 September 2010, Merek “KSSKS” terdaftar tanggal 14 Oktober
2010, dan Merek “IKS” terdaftar tanggal 22 April 2004.

26

l. Putusan adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013
tanggal 20 Agustus 2013 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 358
K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.
G. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang

mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),
kaidah-kaidah yang terdapat dalam UU Merek dan putusan-putusan pengadilan. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan
fakta-fakta dengan analitis dan sistematis.39
2.

Sumber Data
Data dalam penelitian ini digunakan data sekunder, meliputi:
a. Bahan Hukum Primer (BHP) yaitu bahan utama dan paling penting: UU
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek), Putusan MA Nomor 356
K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013, dan Putusan MA Nomor 358
K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.
b. Bahan Hukum Sekunder (BHS) yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan dan ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari:
buku-buku, makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari
internet, dan surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para

39

hal. 96.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,

27

pakar hukum yang relevan dengan objek penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier (BHT) yaitu bahan hukum penunjang, memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap BHP dan BHS dapat berupa Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Hukum, dan Kamus Bahasa Inggris.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library

research) di perpustakaan akademisi dan studi dokumen pada putusan-putusan
pengadilan atas bahan-bahan hukum tertulis yang relevan dengan objek yang ditelaah
yaitu unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya pada perkara merek
antara merek PT. Krakatau Steel dan merek PT. Perwira Adhitama Sejati.
Diperlukannya studi pustaka untuk mendapatkan teori-teori, doktrin-doktrin,
norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang terdapat dalam
perundang-undangan di bidang merek. Sedangkan studi dokumen diperlukan untuk
memperoleh perkara-perkara merek yang objek sengketanya masalah persamaan pada
pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek yang terdaftar lebih dahulu.
Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier, dan bahkan
digunakan juga bahan non hukum yang diperoleh melalui membaca referensi,
melihat, mendengar melalui seminar dan materi kuliah serta mendownload data
melalui internet. Data yang diperoleh akan dipilah-pilah guna memperoleh data yang
sesuai dengan teori, doktrin, norma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang

28

terdapat dalam perundang-undangan di bidang merek.40
4.

Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan

kualitasnya (mutu) atau relevansi data dengan objek kasus yang sedang diteliti, bukan
berdasarkan kuantitasnya (jumlahnya). Mengalaisis unsur persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya antara merek PT. Krakatau Steel dan merek PT. Perwira
Adhitama Sejati, mana merek yang terdaftar lebih dahulu.
Teori kepastian hukum, asas-asas, doktrin-doktrin, norma-norma tentang
hukum merek terpenting dan relevan digunakan untuk menganalisis persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya. Analisis ini untuk memberikan kepastian hukum bagi
PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama Sejati. Data yang dianalisis
diungkapkan secara deduktif (yaitu penalaran logika dari umum ke khusus) dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis
data sehingga permasalahan dapat dijawab.

40

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hal. 160.

Dokumen yang terkait

Persemaan merek cardinal dengan cadinar (Analisis Putusan MA No. 892 K/Pdt.Sus/2012 dalam Kasus PT. Multi Garmenjaya dengan PT. Gisha Cahaya Mandiri)

9 46 100

Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

0 0 13

Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

0 1 2

Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

0 1 34

Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

0 0 7

Larangan Pendaftaran Merek yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

1 1 13

Larangan Pendaftaran Merek yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

0 0 3

Larangan Pendaftaran Merek yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung)

0 0 24

MPLEMENTASI KRITERIA PERSAMAAN PADA POKOKNYA DALAM KASUS GUGATAN PEMBATALAN MEREK - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3

PEMBATALAN HAK MEREK KARENA ADANYA PERSAMAAN PADA POKOKNYA DAN PERSAMAAN DENGAN MEREK TERKENAL Oleh: Anggo Doyoharjo dan Puspaningrum Dosen Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK - PEMBATALAN HAK MEREK KARENA ADANYA PERSAMAAN PADA POKOKNYA DAN PERSAMAAN DENGAN MER

1 1 14