Evaluasi Karakteristik Operasional Angkutan Umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) (Studi Kasus : PO.DATRA dan CV.PAS Trayek Medan-Sidikalang)

(1)

56 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi

Transportasi didefenisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu. Alat yang digunakan dapat berbeda misalnya jalan kaki, angkutan darat, sungai, laut, udara.

Menurut Morlok (1988), teknologi transportasi yang digunakan harus dapat melakukan hal-hal seperti membuat suatu objek menjadi lebih mudah diangkut, dan dapat diangkut tanpa menimbulkan kerusakan, menyediakan control dari gerakan dengan pemakaian gaya secukupnya untuk dapat mempercepat atau memperlambat objek tersebut, mengatasi hambatan-hambatan yang biasa terjadi dan mengarahkan objek tersebut tanpa kerusakan, melindungi objek dari kerusakan atau kehancuran yang terjadi akibat efek samping dari pergerakan tadi.

Suatu sistem transportasi memiliki sasaran seperti terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional.

Selamat, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah kejadian


(2)

57 kecelakaan terhadap jumlah pergerakan kendaraan dan jumlah penumpang dan atau barang.

Terpadu, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan antarmoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan yang meliputi pembangunan, pembinaan dan penyelenggaraannya sehingga lebih efektif dan efisien.  Teratur, dalam arti pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu

keberangkatan dan waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan jumlah sarana transportasi berjadwal terhadap seluruh sarana transportasi yang beroperasi.

Lancar dan cepat, dalam arti terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain kecepatan kendaraan per satuan waktu.  Mudah dicapai, dalam arti bahwa pelayanan menuju kendaraan dan dari

kendaraan ke tempat tujuan mudah dicapai oleh pengguna jasa melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan tiket dan kemudahan alih kendaraan. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain melalui indikator waktu dan biaya yang dipergunakan dari tempat asal perjalanan ke sarana transportasi atau sebaliknya.

Nyaman, dalam arti terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas fasilitas terhadap standarnya.  Tarif terjangkau, dalam arti terwujudnya penyediaan jasa transportasi


(3)

58 memperhatikan berkembangnya kemampuan penyedia jasa transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator perbandingan antara pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan transportasi terhadap pendapatan.

Tertib, dalam arti pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain perbandingan jumlah pelanggaran dengan jumlah perjalanan.

Aman, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor eksternal transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah terjadinya gangguan dengan jumlah perjalanan.

Pengembangan Sisem transportasi dilakukan secara berkesinambungan, konsisten dan terpadu baik intra maupun antar moda, dengan sektor pembangunan lainnya serta memperhatikan eksistensi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.


(4)

59 2.2 Angkutan Umum Penumpang

2.2.1 Pengertian Angkutan Umum

Menurut Warpani (1990), Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Keberadaan angkutan umum sangat dibutuhkan tetapi apabila tidak ditangani secara baik dan benar akan merupakan masalah bagi kita semua.

2.2.2 Tujuan Angkutan Umum

Tujuan utama angkutan penumpang umum adalah menyediakan pelanyanan angkutan yang baik, dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelanyanan yang baik adalah pelanyanan yang lancar, aman, cepat, murah, dan nyaman. Selain itu keberadaan angkutan penumpang juga membuka lapangan kerja. Tingkat pelayanan angkutan umum biasanya dinyatakan dalam beberapa parameter antara lain frekuensi, waktu perjalanan dan selang waktu antara kendaraan dan Load Factor.

2.2.3 Karakteristik Penggunaan Angkutan Umum

Dilihat dari pemenuhan dari Mobilitasnya, masyarakat perkotaan dibagi dalam 2 segmen, yaitu kelompok pemilih (choice) diartikan sebagai orang-orang yang mempunyai pilihan dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Mereka terdiri dari orang yang dapat menggunakan kendaraan pribadi karena dari segi financial, legal, dan fisik hal itu dimungkinkan.

Yang kedua kelompok ketergantungan (captive) artinya kelompok ini tergantung pada angkutan umum untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Mereka terdiri dari orang-orang yang tidak dapat menggunakan kendaraan pribadi


(5)

60 karena tidak memenuhi syarat finalsial, legal, dan fisik. Bagi kelompok ini tidak ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhaan mobilitasnya, kecuali menggunakan angkutan umum.

Jika presentasi kelompok pemilih yang menggunakan angkutan umum adalah sebesar x, maka secara matimatis jumlah pengguna angkutan umum ditulis:

Pengguna angkutan umum = kelompok ketergantungan + x % kelompok pemilih

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa penggunaan angkutan umum akan selalu ada. Dengan demikian dapat dikatakan, jumlah pengguna angkuatan umum pada suatu kota pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dari kota tersebut, dan kondisi pelanyanan angkutan umum.

2.3 Penentuan Wilayah Pelayanan Angkutan Umum Penumpang

Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, penentuan batas wilayah angkutan penumpang umum diperlukan untuk :

a. Merencanakan sistem pelayanan angkutan umum penumpang. b. Menetapkan kewenangan penyediaan, pengelolaan dan pengaturan

pelayanan angkutan umum penumpang.

2.3.1 Trayek Angkutan Umum Penumpang

Dalam penyusunan jaringan trayek, telah ditetapkan hierarki trayek yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Th. 1993 yaitu :


(6)

61 a. Trayek utama yang diselenggarakan dengan ciri – ciri pelayanan :

1. mempunyai jadwal tetap

2. melayani angkutan antara kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang – alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal.

3. dilayani oleh mobil bus umum 4. pelayanan cepat dan atau lambat 5. jarak pendek

6. melalui tempat – tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang

b. Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri – ciri pelayanan : 1. mempunyai jadwal tetap

2. melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan pemukiman

3. dilayani dengan mobil bus umum 4. pelayanan cepat dan atau lambat 5. jarak pendek

6. melalui tempat tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang

c. Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri – ciri pelayanan : 1. melayani angkutan dalam kawasan pemukiman

2. dilayani dengan mobil bus umum dan atau mobil penumpang umum 3. pelayanan lambat


(7)

62 4. jarak pendek

5. melalui tempat tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

d.Trayek langsung yang diselenggarakan dengan ciri – ciri pelayanan : mempunyai jadwal tetap

1. melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat missal dan langsung

2. dilayani oleh mobil bus umum 3. pelayanan cepat

4. jarak pendek

5. melalui tempat tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang

Keterangan :

 Yang dimaksud dengan mempunyai jadwal tetap adalah pengaturan jam perjalanan setiap mobil bus umum, meliputi jam keberangkatan,

persinggahan dan kedatangan dalam terminal terminal yang wajib disinggahi.

 Kawasan utama yaitu kawasan yang merupakan pembangkit perjalanan yang tinggi seperti kawasan perdagangan utama, perkantoran di dalam kota yang membutuhkan pelayanan yang cukup tinggi.

 Kawasan pemukiman adalah suatu kawasan perumahan tempat penduduk bermukim yang memerlukan jasa angkutan.


(8)

63  Trayek langsung yaitu trayek yang menghubungkan langsung antara dua

kawasan yang permintaan angkutan keduanya tinggi, dengan syarat bahwa kondisi prasarana jalan yang memungkinkan untuk dilaksanakan trayek tersebut. (Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota)

Tabel 2.1. Klasifikasi Trayek dan Jenis Pelayanan Klasifikasi

Trayek

Jenis Pelayanan

Jenis Angkutan Kapasitas Penumpang

Per Hari/Kendr Utama  Cepat

 Lambat

 Bus besar (Lantai ganda)

 Bus besar (Lantai tunggal)

 Bus sedang

1.500-1.800

1000-1.200

500-600

Cabang  Cepat  Lambat

 Bus besar  Bus sedang  Bus kecil

1.000-1.200 500-600 300-400 Ranting  Lambat  Bus besar

 Bus sedang  MPU

500-600 300-400 250-300


(9)

64 Langsung  Cepat  Bus besar

 Bus sedang  Bus kecil

1.000-1.200 500-600 300-400 Sumber: Direktoral Jenderal Perhubungan Darat RI

2.4 Karakteristik Operasional Angkutan Umum

2.4.1 Faktor Muatan (load F actor)

Untuk mengetahui kemampuan operasional kendaraan pada suatu rute dikaitkan dengan keseimbangan supply-demand dinyatakan sebagai faktor muatan (Load Factor)

Faktor muat (Load Factor) merupakan pembagian antara permintaan (demand) yang ada dengan pemasukan (supply) yang tersedia. Faktor muat dapat menunjukkan apakah jumlah armada yang ada masih kurang, mencukupi, atau melebihi kebutuhan suatu lintasan angkutan umum, dan dapat menjadi indikator untuk mewakili efisiensi suatu rute.

Pasal 28 ayat (2) peraturan pemerintah nomor 41 tahun 1993, menyatakan pengaturan tentang penambahan kendaraan untuk trayek yang sudah terbuka dengan menggunakan faktor muat diatas 70%. jika nilai faktor muat lebih dari 110% maka penumpang akan merasakan kurang nyaman dalam menggunakan angkutan umum tersebut, sedangkan jika nilai faktor muat kurang dari 70% menggambarkan bahwa angkutan umum tersebut kurang optimal dalam melayani pergerakan penumpang kecuali untuk trayek perintis dan untuk trakyek regular


(10)

65 dalam kota. faktor muatan yang dimaksud adalah dengan menggunakan pendekatan dinamis, yaitu dengan menghitung load factor pada ruas jalan tertentu saja agar tidak terjadi kelebihan penawaran. Nilai load factor dapat dihitung dengan rumus:

Lf = x 100%...( 2.1) Dimana :

Lf = Load Factor (%)

Psg = total jumlah penumpang pada setiap trakyek/zona C = kapasitas kendaraan (penumpang)

2.4.2 Kapasitas dan Ukuran Kendaraan

Kapasitas kendaraan menyatakan jumlah penumpang yang dapat diangkat dalam satu kali muatan secara maksimal dan masih dalam batas yang diisyaratkan tanpa mengabaikan segi kenyamanan para penumpangnya. Kapasitas kendaraan diukur dari tempat duduk dan perkiraan tempat berdiri yang masih memungkinkan.

Tabel 2.2. Kapasitas Kendaraan

Jenis Angkutan Kapasitas Kendraan Duduk Berdiri Total

Jumlah Penumpang Minimum (P min) PerHari/Kendaraan

Mobil penumpang umumn 8 - 8 250


(11)

66 Bus sedang 20 10 30 150

Bus besar lantai tunggal 49 30 79 1000 Bus besar lantai ganda 85 35 120 1500 Sumber: Direktoral Jenderal Perhubungan Darat RI

Catatan:

 Angka – angka kapasitas kendaraan bervariasi, tergantung pada susunan tempat duduk dalam kendaraan.

 Ruang untuk berdiri per penumpang dengan luas 0,17 M2/Penumpang. Tabel 2.3. Standar Kinerja Layanan Angkutan Umum

No Kinerja Layanan Standar

1 Frekuensi Jam sibuk : 12 kend/jam

Jam tidak sibuk : 6 kend/jam Rata – rata : 9 kend/jam

2 Headway Rata – rata : 5 – 10 kend/jam

Maksimum : 10 - 20 menit

3 Faktor Muat 70 %

4 Waktu Perjalanan 60 – 90 menit

Sumber: Direktoral Jenderal Perhubungan Darat RI 2.4.3 Waktu Antara (Headway)

Waktu antara merupakan interval keberangkatan antara suatu angkutan dengan angkutan berikutnya, diukur dalam satuan waktu pada titik tertentu untuk setiap rutenya. Waktu antara merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum. Kebijakan yang menyangkut pengaturan waktu antara


(12)

67 berimplikasi pada kemungkinan tingkat pengisian tingkat muatan. Waktu antara yang terlalu rendah dapat membuata kapasitas akan melebihi permintaan. Sedangkan waktu antara yang tinggi akan membuat waktu tunggu yang terlalu lama bagi para pengguna.

Catatan:

 H ideal = 5-10 menit  H puncak = 2-5 menit

2.4.4 Frekuensi

Frekuensi adalah kepadatan penumpang dalam suatu perjalanan kendaraan yang dapat diidentifikasikan sebagai frekuensi tinggi atau rendah, frekuensi tinggi berarti banyak perjalanan dalam priode waktu tertentu, sedangkan frekuensi rendah berarti sedikit perjalanan selama periode waktu tertentu. Frekuensi dapat diartikan pula sebagai bagian yang penting bagi penumpang dan mempengaruhi moda mana yang ditetapkan untuk dipakai. Bila nilai Headway tinggi maka

frekuensi rendah dan sebaliknya jika headway rendah maka frekuensi tinggi. Hubungan antara headway dan frekuensi adalah:

H = ……….…..(2.2)

Sedangkan

f = ...(2.3)

dimana :


(13)

68 F = frekuensi

C = kapasitas kendaraan (penumpang)

P = jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat

Lf(d) = load factor design, diambil 70% (pada kondisi dinamis)

Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasrkan rumus:

H = ………..(2.4)

Catatan:

 H ideal = 5-10 menit  H puncak = 2-5 menit 2.4.5 Waktu Tunggu

Perhitungan waktu tunggu angkutan umum dapat diukur dari setengah headway. Perhitungan tersebut dengan asumsi bahwa tingkat kedatangan penumpang random dan headway angkutan umum memiliki distribusi normal. Persyaratan yang ditentukan berdasarkan SK Dirjen Hudbat No.

687/AJ.206/DRDJ/2002 dimana standart untuk waktu tunggu rata-rata 5-10 menit, waktu tunggu maksimum 20 menit

Persamaan waktu tunggu rata-rata angkutan umum sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

AWT =

Dimana :

AWT = rata-rata waktu menunggu (menit) H = headway rata-rata (menit)


(14)

69 2.4.6 Waktu Tempuh

Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh kendaraan untuk melewati ruas jalan yang diamati, termasuk waktu berhenti untuk menaikkan/menurunkan penumpang dan perlambatan karena hambatan. Keinginan penumpang dari waktu tempuh adalah mendapatkan total waktu tempuh yang sesingkat mungkin. Artinya pihak pengguna menginginkan pelayanan yang cepat dengan frekuensi yang tinggi.

Total waktu tempuh ditentukan oleh dua hal yaitu mobilitas dan aksebilitas. Mobilitas diartikan sebagai kemudahan angkutan umum untuk bergerak, yang dipengaruhi oleh kecepatan pada jaringan jalan, kecepatan pada setiap titik yang dilewati, dan tundaan disetiap persimpangan dan pusat keramaian. Sedangkan

aksebilitas diartikan sebagai kemudahan untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh lokasi tujuan pada jaringan jalan yang ada.

2.4.7 Waktu Rit

Waktu Rit adalah waktu perjalanan yang diperlukan untuk melintasi daerah rute awal ke rute akhir dan kembali ke rute awal (ABA). Waktu rit dengan pengaturan kecepatan rata-rata 20 km per jam dengan devisi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Waktu sirkulasi ditulis dengan rumus:

CTABA = (TBA + TBA) + (σ AB2 + σ BA2) + (TTA + TTB)………..(2.5)

Dimana:

CTABA = waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A


(15)

70 TBA = waktu perjalanan dari B ke A (journey time)

σ AB = deviasi waktu perjalanan dari A ke B

σ BA = deviasi waktu perjalanan dari B ke A

TTA = waktu henti kendaraan di A TTB = waktu henti kendaraan di B

2.4.8 Waktu henti (layover time)

Waktu henti dalam suatu masa waktu dapat ditambahkan pada akhir perjalanan atau di tengah perjalanan yang panjang atau waktu yang digunakan angkutan umum selama di terminal. Hal ini berfungsi untuk mengatur operasi kendaraan dan memberikan kesempatan pada pihak operator untuk beristirahat. Waktu henti kendaraan di asal atau di tujuan (TTA dan TTB) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antara A dan B.

2.4.9 Jumlah Armada yang Dibutuhkan

salah satu tolak ukur keberhsilan pengelolaan perangkotan adalah terpenuhinya kebutuhan kendaraan yang siap beroperasi pada saat dibutuhkan dalam jumlah yang optimal. Hal ini berhubungan dengan berapa kapasitas yang harus disediakan untuk mengangkut, berapa jumlah calon penumpang atau barang, dari mana asalnya, ke mana tujuannya, dan kapan waktunya. Pengertian optimal dalam hal ini adalah kapasitas tersedia sedimikian rupa sehingga mampu memberikan pelanyanan yang maksimal pada jam sibuk, tetapi tidak terlalu banyak kendaraan yang menganggur pada jam sepi.


(16)

71 Dalam menentukan jumlah armada yang diperlukan untuk melayani suatu trayek dari system angkutan umum berdasarkan waktu tempuh terdapat beberapa variable utama yang perlu diketahui. Adapun variable tersebut adalah Volume, Waktu Tempuh, dan hedway.

1. Volume diartikan jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek, sedangkan

2. Waktu Tempuh diartikan sebagai waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk melintasi dari ujung ke ujung rute, dan

3. Hedway diartikan sebagai selang waktu keberangkatan kendaraan.

Hubungan dasar dari ketiga variable tersebut ditulis dalam matematis dengan:

V = ………...………..(2.6)

Dimana:

V = volume/jumlah kendaraan (unit) CT = waktu tempuh (menit)

H = headway (menit)

Kemudian, besar kecilnya nilai waktu ditentukan oleh kecepatan dan jarak. Dengan meningkatkan kecepatan akan mempersingkat waktu tempuh dan waktu sirkulasi, sehingga volume yang diperlukan semakin sedikit.

Sedangkan untuk menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek dari system angkutan umum per waktu sirkulasinya, yaitu waktu yang dibutuhkan dari A ke B, kembali ke A. Berdasarkan keputusan Dirjen perhubungan darat No. 687 tahun 2002 tentang penyelenggaraan angkutan


(17)

72 penumpang umum di wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur, ditetapkan berasarkan rumus:

K = ………..(2.7)

Dimana:

K = Jumlah armada per waktu rit (unit kendaraan)

CTABA = waktu rit kendaraan dari A ke B, kembali ke A (menit) H = headway (menit)

Fa = faktor ketersediaan kendaraan (100%)

Sedangkan kebutuhan armada pada periode sibuk yang diperlukan dihitung dengan rumus:

K’ = K ………..………...(2.8)

Dimana:

K’ = kebutuhan armada pada periode sibuk (trip kendaraan) K = jumlah armada per waktu rit (unit kendaraan)

W = periode jam sibuk (menit)

CTABA = waktu rit kendaraan dari A ke B, kembali ke A (menit)

2.4.10 Indikator Kualitas Pelayanan Angkutan Umum

Didalam pelayanannya, angkutan umum memiliki indikator kualitas (parameter) pelayanan khusunya diwilayah kota. Parameter ini berdasarkan standart hasil penelitian yang direkomendasikan oleh Bank Dunia di dalam


(18)

73 mengoperasikan kendaraan penumpang angkutan umum, dengan tujuan guna mencapai angkutan umum yang nyaman, aman, handal, dan murah.

2.4.11 Standart Pelayanan Minimum

Untuk mengetahui apakah angkutan umum itu sudah berjalan dengan baik atau belum dapat dievalusi dengan memakai indikator kendaraan angkutan umum baik dari standart Bank Dunia maupun standart yang telah ditetapkan pemerintah. Standart Bank Dunia tersebut diturunkan dari data kinerja pelayanan angkutan umum dikota-kota besar di Negara-negara berkembang. Indikator standart pelayanan kendaraan angkutan umum dari Bank Dunia dapat dilihat pada Tabel 2.4. sebagai berikut:


(19)

74 Tabel 2.4. Indikator Standart Pelayanan Angkutan umum

No Indikator Parameter Standart

1 2 3 4 5 6 Jumlah Penumpang Waktu menunggu Waktu perjalanan Kecepatan perjalanan Utilisasi kendaraan Load factor

Jumlah penumpang yang diangkut/bus/hari

 Bus besar, kapasitas 50 tempat duduk

 Bus sedang, kapasitas 26 tempat duduk

 Mobil penumpang umum, kapasitas 14 tempat duduk Waku rata-rata menunggu penumpang (menit)

Maksimum (menit)

Waktu perjalanan rata-rata (jam) Maksimum (jam)

Daerah kepadatan tinggi (km/jam) Daerah kepadatan rendah (km/jam) Rata-rata jarak perjalanan yang ditempuh (km/hari)

Rasio penumpang terangkut dengan kapasitas kendaraan (%)

1000-1200 500-600 250-300 210-260 5-10 10-20 1-1,5 2-3 10-12 25 230-260 70


(20)

75 Menurut standart Dinas Perhubungan, dalam mengoperasikan angkutan umum, operator harus memenuhi dua persyaratan minimum pelayanan, yaitu persyaratan umum dan persyaratan khusus.

a. Persyaratan umum

1. Waktu tunggu di pemberhentian rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit

2. Jarak untuk mencapai perhentian dipusat kota 300-500 m; untuk pinggiran kota 500-100 m

3. Penggantian rute dan moda pelayanan, jumlah pergantian rata-rata 0-1, maksimum 2

4. Lama perjalanan kendaraan dari tempat tujuan setiap hari, rata-rata 1,0-1,5 jam, maksimum 2-3 jam

5. Biaya perjalanan yaitu persentase perjalanan terhadap pendapatan rumah tangga

b. Persyaratan khusus 1. Faktor layanan

2. Faktor keamanan penumpang

3. Faktor kemudahan penumpang mendapatkan bus 4. Faktor Lintasan

Berdasarkan keempat faktor persyaratan khusus itu, pelayanan angkutan umum diklasifikasikan kedalam dua jenis pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan ekonomi : * minimal tanpa AC 2. Pelayanan non ekonomi : * minimal dengan AC


(21)

76 Rincian persyaratan pelayanan untuk tiap jenis pelayanan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Pedoman Kualitas Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur

Kualitas Klasifikasi Pelayanan

Non Ekonomi Ekonomi

1. Kenyamanan  Fasilitas tempat duduk disediakan  Juga mengangkut

penumpang dengan berdiri  Dilengkapi AC

 Fasilitas tempat duduk disediakan  Juga mengangkut

penumpang dengan berdiri  Tanpa dilengkapi

AC 2. Keamanan  Menyediakan

tempat

barang/bagasi  Kebersihan harus

terjamin

 Awak bus terlatih dan terampil

 Kebersihan harus terjamin

 Awak bus terlatih dan terampil

3. Kemudahan mendapatkan bus

 Jadwal

kedatangan dan

 Jadwal


(22)

77 keberangkatan

harus terpenuhi, baik ada maupun tidak ada

penumpang(tidak mengetem)  Lokasi terminal

harus terintegrasi dengan terminal jenis kendaraan umum lainnya  Tempat perhentian khusus keberangkatan harus terpenuhi, baik ada maupun tidak ada

penumpang (tidak mengetem)  Lokasi terminal

harus terintegrasi dengan terminal jenis kendaraan umum lainnya  Tempat pemhentian harus tepat penempatannya agar tidak menggangu lalulintas 4. Lintasan Pada lintasan utama kota,

trayek utama dan langsung

Pada lintasan utama kota, trayek cabang, ranting


(23)

78 tunggal

 Bus besar lantai ganda

 Bus

temple/artikulasi

tunggal

 Bus besar lantai ganda

 Bus

temple/artikulasi  Bus sedang  Bus kecil

 MPU (hanya roda empat)

Sumber : SK Dirjen Perhubungan 687/2002

2.5 Penelitian Terdahulu yang Terkait

1. Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas Terminal Sambu Di Kota Medan

Kesimpulan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kecepatan perjalan, mendapatkan kerapatan, kecepatan, tundaan dan tingkat pelayanan dari angkutan Perkotaan.

2. Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya Malang oleh Khrisna Varian K. Hera Widyastuti, Ir., M.T., PhD, Intitut Teknologi Sepuluh November.

Kesimpulan dari penelitian ini dilihat dari waktu tempuh rata-rata untuk bus patas pada hari rabu ialah 308,5 dan hari sabtu ialah 315 menit, sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 325 menit dan hari sabtu 332,5 menit.


(24)

79 Sehingga diambil kesimpulan lebih besar volume lalu lintas pada hari sabtu dari pada hari rabu; dilihat dari load factor rata-rata untuk bus patas pada hari rabu ialah 0,27 dan hari sabtu 0,71 sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 0,41 dan hari sabtu 0,87. Sehingga diambil kesimpulan bahwasannya bus untuk jurusan Surabaya-Malang berlebih jumlah armadanya, dilihat dari nilai

load factor yang diperoleh karena dikatakan seimbang jika nilai load factor

kendaraan adalah 70%; dilihat dari delay/tundaan untuk bus patas pada hari rabu 44,5 menit dan hari sabtu 46 menit, sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 52 menit dan hari sabtu 51,5 menit; dilihat untuk kebutuhan lima tahun yang akan datang pembebanan untuk bus patas pada hari rabu 0,62 dan hari sabtu 0,64 sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 0,83 dan hari sabtu 0,86 sehingga dari data load factor diatas dapat disimpulkan kapasitas penumpang masih memenuhi dan armada masih mencukupi. Sehingga dari kesimpulan keseluruhan didapat bahwa bus tersebut berlebih dan untuk lima tahun kedepan jumlah bus masih mencukupi untuk memenuhi keinginan pengguna.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah menganalisis demand dan Load Factor.

3. Kajian Teknis kerja Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (Studi Kasus : Daerah Istimewa Yogyakarta)

Kesimpulan dari penelitian ini mengetahui kinerja pelayanan angkutan AKDP tersebut agar tetap stabil dan tidak terjadi penurunan baik kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kepastian pelayanan) dan membandingkan jalur trayek pada


(25)

80 tahun 2012 dengan cara mengetahui headway, jarak tempuh, load factor, waktu tempuh, kecepatan, waktu tunggu penumpang dan jumlah armada. 4. Evaluasi Jumlah Armada dan Kinerja Pelayanan Angkutan Umum

Lainnya Antar Kota Antar Provinsi.

(Studi Kasus : CV.LARIS Trayek Medan-Kuala Simpang )

Kesimpulan dari penelitian ini untuk memberikan evaluasi armda angkutan umum yang telah beroperasi pada trayek tersebut, guna mencapai angkutan umum yang efisien ditinjau dari jumlah armada dan tingkat operasional. Medan-Kuala Simpang dikatagorikan sebagai angkutan luar kota yang panjang perjalanannya 137 km dengan kecepatan perjalanan rata-rata untuk keberangkatan dari kuala simpang 12,756 m/detik (45,922 km/jam) dan untuk keberangkatan dari medan 12,859 m/detik (46,292 km/jam) tidad memenuhi standar sebesar 70 km/jam.

5. Evaluasi Pelayanan Dan Kelayakan Trayek Angkutan Umum Perkotaan Di Kota Semarang, oleh Alfa Narendra, Universitas Diponegoro.

Kesimpulan dari penelitian ini didapat perilaku operator yang selalu menyesuaikan jumlah kendaraan yang beroperasi dengan besarnya permintaan dan untuk memberikan pelayanan kepada pengguna maka frekuensi 1 kendaraan diatur 10 menit khusus kendaraan bis, trayek dengan rasio jumlah penumpang pada jam sibuk dan harian < 0,2 lebih menjamin pengoperasian trayek hal ini dapat terpenuhi bila proporsi perjalanan bukan untuk bekerja


(26)

81 melainkan untuk berbelanja dan bisnis, AUP lebih cocok melayani trayek dengan jumlah penumpang < 4.000 penumpang per hari, secara keseluruhan tarif yang dikenakan tidak mampu menutupi biaya operasional angkutan umum khususnya bis Damri dan semakin banyak kendaraan yang dioperasikan maka operator akan semakin merugi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah mengetahui kebutuhan angkutan aktual pada saat jam sibuk dan jam sunyi (peak dan off peak) sehingga operator dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.

6. Studi Kebutuhan Angkutan Umum Penumpang Perkotaan Di Kota Palu (Studi kasus: Trayek Mamboro-Manonda), oleh Ana Febrianti, Universitas Tadulako Palu

Kesimpulan dari penelitian ini dilihat dari waktu sirkulasi pada jam sibuk didapat nilai sebesar 140,30 menit; dilihat dari waktu antara diketahui bahwa waktu antara yang didapat pada jam sibuk di luar dalam rentang Hideal hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah armada yang dioperasikan pada trayek ini atau tidak adanya pengaturan keberangkatan armada di dalam terminal; dilihat dari jumlah armada perwaktu sirkulasi pada trayek ini didapat jumlah angkutan dari hasil perhitungan 160 unit maka disimpulkan terdapat kelebihan jumlah armada angkutan yang beroperasi sebesar 64%, persentasi kelebihan armada didasarkan pada jumlah armada angkutan kota dari dinas perhubungan dan informatikan kota Palu sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan ijin trayek ini sudah tidak dibutuhkan; dilihat dari kebutuhan


(27)

82 jumlah armada yang beroperasi pada periode sibuk sebesar 187 kendaraan sehingga untuk mencapai keseimbangan antara permintaan dan supply maka jumlah armada yang beroperasi selama jam sibuk harus diatur penjadwalan keberangkatan disetiap terminal sebagai awal dan akhir perjalananya; dilihat dari predeksi jumlah armada tahun 2015 untuk kebutuhan armada sebesar 245 kendaraan sedangkan jumlah armada yang didapat dari Dinas Perhubungan informatika kota Palu didapat 440 kendaraandan yang beroperasi hal ini meyimpulkan bahwa tahun 2015 tidak diperlukan penambahan armada angkutan pada trayek ini.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah untuk melihat keseimbangan supply dan demand pada suatu karakteristik angkutan umum pada saat jam sibuk.


(1)

77 keberangkatan

harus terpenuhi, baik ada maupun tidak ada

penumpang(tidak mengetem)  Lokasi terminal

harus terintegrasi dengan terminal jenis kendaraan umum lainnya  Tempat perhentian khusus keberangkatan harus terpenuhi, baik ada maupun tidak ada

penumpang (tidak mengetem)  Lokasi terminal

harus terintegrasi dengan terminal jenis kendaraan umum lainnya  Tempat pemhentian harus tepat penempatannya agar tidak menggangu lalulintas 4. Lintasan Pada lintasan utama kota,

trayek utama dan langsung

Pada lintasan utama kota, trayek cabang, ranting


(2)

78 tunggal

 Bus besar lantai ganda

 Bus

temple/artikulasi

tunggal

 Bus besar lantai ganda

 Bus

temple/artikulasi  Bus sedang  Bus kecil

 MPU (hanya roda empat)

Sumber : SK Dirjen Perhubungan 687/2002

2.5 Penelitian Terdahulu yang Terkait

1. Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas

Terminal Sambu Di Kota Medan

Kesimpulan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kecepatan perjalan, mendapatkan kerapatan, kecepatan, tundaan dan tingkat pelayanan dari angkutan Perkotaan.

2. Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan

Surabaya Malang oleh Khrisna Varian K. Hera Widyastuti, Ir., M.T., PhD, Intitut Teknologi Sepuluh November.

Kesimpulan dari penelitian ini dilihat dari waktu tempuh rata-rata untuk bus patas pada hari rabu ialah 308,5 dan hari sabtu ialah 315 menit, sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 325 menit dan hari sabtu 332,5 menit.


(3)

79 Sehingga diambil kesimpulan lebih besar volume lalu lintas pada hari sabtu dari pada hari rabu; dilihat dari load factor rata-rata untuk bus patas pada hari rabu ialah 0,27 dan hari sabtu 0,71 sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 0,41 dan hari sabtu 0,87. Sehingga diambil kesimpulan bahwasannya bus untuk jurusan Surabaya-Malang berlebih jumlah armadanya, dilihat dari nilai load factor yang diperoleh karena dikatakan seimbang jika nilai load factor kendaraan adalah 70%; dilihat dari delay/tundaan untuk bus patas pada hari rabu 44,5 menit dan hari sabtu 46 menit, sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 52 menit dan hari sabtu 51,5 menit; dilihat untuk kebutuhan lima tahun yang akan datang pembebanan untuk bus patas pada hari rabu 0,62 dan hari sabtu 0,64 sedangkan untuk bus ekonomi pada hari rabu 0,83 dan hari sabtu 0,86 sehingga dari data load factor diatas dapat disimpulkan kapasitas penumpang masih memenuhi dan armada masih mencukupi. Sehingga dari kesimpulan keseluruhan didapat bahwa bus tersebut berlebih dan untuk lima tahun kedepan jumlah bus masih mencukupi untuk memenuhi keinginan pengguna.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah menganalisis demand dan Load Factor.

3. Kajian Teknis kerja Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi

(Studi Kasus : Daerah Istimewa Yogyakarta)

Kesimpulan dari penelitian ini mengetahui kinerja pelayanan angkutan AKDP tersebut agar tetap stabil dan tidak terjadi penurunan baik kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kepastian pelayanan) dan membandingkan jalur trayek pada


(4)

80 tahun 2012 dengan cara mengetahui headway, jarak tempuh, load factor, waktu tempuh, kecepatan, waktu tunggu penumpang dan jumlah armada. 4. Evaluasi Jumlah Armada dan Kinerja Pelayanan Angkutan Umum

Lainnya Antar Kota Antar Provinsi.

(Studi Kasus : CV.LARIS Trayek Medan-Kuala Simpang )

Kesimpulan dari penelitian ini untuk memberikan evaluasi armda angkutan umum yang telah beroperasi pada trayek tersebut, guna mencapai angkutan umum yang efisien ditinjau dari jumlah armada dan tingkat operasional. Medan-Kuala Simpang dikatagorikan sebagai angkutan luar kota yang panjang perjalanannya 137 km dengan kecepatan perjalanan rata-rata untuk keberangkatan dari kuala simpang 12,756 m/detik (45,922 km/jam) dan untuk keberangkatan dari medan 12,859 m/detik (46,292 km/jam) tidad memenuhi standar sebesar 70 km/jam.

5. Evaluasi Pelayanan Dan Kelayakan Trayek Angkutan Umum Perkotaan Di Kota Semarang, oleh Alfa Narendra, Universitas Diponegoro.

Kesimpulan dari penelitian ini didapat perilaku operator yang selalu menyesuaikan jumlah kendaraan yang beroperasi dengan besarnya permintaan dan untuk memberikan pelayanan kepada pengguna maka frekuensi 1 kendaraan diatur 10 menit khusus kendaraan bis, trayek dengan rasio jumlah penumpang pada jam sibuk dan harian < 0,2 lebih menjamin pengoperasian trayek hal ini dapat terpenuhi bila proporsi perjalanan bukan untuk bekerja


(5)

81 melainkan untuk berbelanja dan bisnis, AUP lebih cocok melayani trayek dengan jumlah penumpang < 4.000 penumpang per hari, secara keseluruhan tarif yang dikenakan tidak mampu menutupi biaya operasional angkutan umum khususnya bis Damri dan semakin banyak kendaraan yang dioperasikan maka operator akan semakin merugi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah mengetahui kebutuhan angkutan aktual pada saat jam sibuk dan jam sunyi (peak dan off peak) sehingga operator dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.

6. Studi Kebutuhan Angkutan Umum Penumpang Perkotaan Di Kota Palu (Studi kasus: Trayek Mamboro-Manonda), oleh Ana Febrianti, Universitas Tadulako Palu

Kesimpulan dari penelitian ini dilihat dari waktu sirkulasi pada jam sibuk didapat nilai sebesar 140,30 menit; dilihat dari waktu antara diketahui bahwa waktu antara yang didapat pada jam sibuk di luar dalam rentang Hideal hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah armada yang dioperasikan pada trayek ini atau tidak adanya pengaturan keberangkatan armada di dalam terminal; dilihat dari jumlah armada perwaktu sirkulasi pada trayek ini didapat jumlah angkutan dari hasil perhitungan 160 unit maka disimpulkan terdapat kelebihan jumlah armada angkutan yang beroperasi sebesar 64%, persentasi kelebihan armada didasarkan pada jumlah armada angkutan kota dari dinas perhubungan dan informatikan kota Palu sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan ijin trayek ini sudah tidak dibutuhkan; dilihat dari kebutuhan


(6)

82 jumlah armada yang beroperasi pada periode sibuk sebesar 187 kendaraan sehingga untuk mencapai keseimbangan antara permintaan dan supply maka jumlah armada yang beroperasi selama jam sibuk harus diatur penjadwalan keberangkatan disetiap terminal sebagai awal dan akhir perjalananya; dilihat dari predeksi jumlah armada tahun 2015 untuk kebutuhan armada sebesar 245 kendaraan sedangkan jumlah armada yang didapat dari Dinas Perhubungan informatika kota Palu didapat 440 kendaraandan yang beroperasi hal ini meyimpulkan bahwa tahun 2015 tidak diperlukan penambahan armada angkutan pada trayek ini.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah untuk melihat keseimbangan supply dan demand pada suatu karakteristik angkutan umum pada saat jam sibuk.