Hubungan Konsumsi Susu Terhadap Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2011 – 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akne Vulgaris
2.1.1. Defenisi Akne Vulgaris
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel
pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri, menyerang dan mengenai appendages kulit yaitu kelenjar lemak
kulit sehingga daerah kulit yang lebih sering terkena adalah bagian kulit
yang banyak mengandung kelenjar lemak yaitu muka, leher, dada, bahu,
punggung, dan lengan atas bagian atas (Efendi, 2003; Wasitaatmadja, 2011).
Gambaran utamanya adalah terdapatnya berbagai tipe lesi pada saat yang
sama berupa komedo tertutup „kepala putih‟ dan terbuka „kepala hitam‟,
papula, pustula, nodul, kista, dan jaringan parut (Graham-Brown dan Burns,
2005). Kemudian lesi akne vulgaris tersebut dapat berkomplikasi menjadi
skar yang permanen (Fulton dan Harper, 2013).

2.1.2. Epidemiologi Akne Vulgaris
Akne vulgaris terjadi sedemikian sering sehingga dikatakan oleh
sebagian penulisan praktis mengenai semua orang pada suatu saat selama
kehidupan mereka (McCalmont, 2007). Akne vulgaris merupakan masalah

yang paling umum dialami remaja dengan kejadian mendekati 80% - 90%,
paling banyak terjadi di wajah, beberapa kasus terjadi di leher dan juga di
punggung bagian atas (Strasburger et al., 2006; Pampaniya dan Pandya,
2013). Insidensi tertinggi terdapat pada perempuan antara umur 14 – 17
tahun dan pada laki-laki antara umur 16 – 19 tahun dan pada masa itu lesi

Universitas Sumatera Utara

yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi
meradang (Wasitaatmadja, 2011).
Rendahnya tingkat kejadian akne vulgaris pada remaja di Jepang,
setengah dari remaja di Amerika pada tahun 1964, dapat dikaitkan dengan
genetika, tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa setelah pergantian
makanan tradisional Jepang menjadi makanan cepat saji, yang berasal dari
budaya Barat, tingkat kejadian akne vulgaris antara Jepang dan Amerika
kini sama (Treloar, 2012). Tidak ada bukti bahwa perbedaan etnis atau ras
mempengaruhi perkembangan akne vulgaris, meskipun kulit hitam memiliki
insidens yang lebih tinggi pada akne vulgaris (Collier, Freeman, dan
Dellavalle, 2008).


2.1.3. Etiologi Akne Vulgaris
Kausa akne vulgaris sendiri tidak diketahui tetapi banyak faktor yang
berpengaruh, antara lain (Ebling FJ, Rook A, 1972; Cunliffe, 1980; Siregar,
2005; Mohan, 2007; Collier, Freeman, dan Dellavalle, 2008; Zouboulis,
2009; Gurriannisha, 2010; Williams, Dellavalle, dan Garner, 2012; Kabau,
2012; Harahap, 2013) :
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne biasanya
terbatas pada wajah, dada dan punggung dan lengan atas, daerah dimana
kelenjar sebasea berkembang dengan baik. Keaktifan kelenjar sebasea
akan mempengaruhi banyak sedikitnya produksi sebum.

2. Bakteria
Dua spesies bakteri yang utama berpengaruh terhadap akne vulgaris adalah
Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes. Bakteri ini

berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah terjadinya akne

Universitas Sumatera Utara


dengan membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi
asam

lemak

bebas

yang

bersifat

komedogenik.

Selain

itu,

Corynebacterium acnes juga sering ditemukan di lesi akne. Dengan

pemeriksaan immunofluorescent, C.acnes ditemukan di folikel semua

pasien dengan akne berjenis papular atau pustular.

3. Herediter
Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
sebasea. Peningkatan sekresi sebum dijumpai pada mereka yang memiliki
kromosom yang abnormal, meliputi 46XYY, 46XY + (4p+; 14q-) dan
partial trisomi 13. Hal ini berkaitan dengan timbulnya akne nodulokistik.
Menurut Pindha (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya,
2004), penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45%
remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya
8% bila kedua orang tuanya tidak menderita akne.

4. Bangsa/ras
Ras-ras tertentu, seperti kaukasian, memiliki akne vulgaris yang lebih
parah dibandingkan ras yang lain. Orang kulit hitam pun lebih banyak
terkena dibanding dengan orang kulit putih.

5. Hormon
Hormon androgen memegang peranan penting karena kelenjar sebasea
sangat sensitif terhadap hormon ini dan menyebabkan kelenjar sebasea

bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Progesteron, dalam
jumlah fisiologik, tak mempunyai efek terhadap aktivitas kelenjar lemak.
Produksi sebum tetap selama siklus mestruasi, akan tetapi kadang –
kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual dan menetap
sampai seminggu setelah menstruasi.

Universitas Sumatera Utara

6. Diet
Makanan yang banyak mengandung lemak dapat mempermudah
timbulnya akne. Beberapa pihak yakin bahwa di beberapa individu,
makanan yang mengandung lemak, terutama gorengan, coklat, kacang –
kacangan, keju, daging berlemak, susu, dan es krim, dapat memicu
eksaserbasi karena lemak di dalam makanan dapat mengubah komposisi
sebum dan menaikkan produksi kelenjar sebasea.

7. Iklim
Akne vulgaris biasanya bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya
kebanyakan membaik pada musim panas. Menurut Cunliffe, pada musim
panas didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan 20%

bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas bukan
disebabkan oleh sinar u.v., melainkan oleh banyaknya keringat pada
keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut. Hidrasi pada stratum
korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne.

8. Psikis
Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan
eksaserbasi akne. Faktor ini tampak jika seseorang susah tidur dan
menghadapi pekerjaan yang memerlukan konsentrasi, maka akne akan
kambuh. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui.
Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara
mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi
radang yang baru.

9. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika yang bersifat komedogenik secara
terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne
ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan berbagai lesi
papulopustular pada pipi dan dagu.


Universitas Sumatera Utara

10. Bahan-bahan kimia.
Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip
dengan akne (acneiform-eruption), seperti yodida, kortikosteroid, I.N.H,
obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion),
tetrasiklin, dan vitamin B12.

2.1.4. Patogenesis Akne Vulgaris
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne
(Tahir, 2010; McCalmont, 2011; Harahap, 2013; Ray, Trivedi, dan Sharma,
2013; Selak, 2013) :
1. Kenaikan ekskresi sebum
Sebum

yang

berlebihan

merupakan


faktor

kunci

dalam

perkembangan akne vulgaris. Produksi sebum dan ekskresinya diatur oleh
sejumlah hormon dan mediator yang berbeda, khususnya hormon androgen.
Hormon ini dapat meningkatkan produksi sebum dan ekskresinya. Hipotesis
menunjukkan bahwa ada respon organ yang berlebih terhadap hormon
androgen meskipun sebagian besar pria dan wanita degan akne vulgaris
memiliki tingkat sirkulasi hormon androgen yang normal. Hormon androgen
bukanlah satu-satunya regulator kelenjar sebasea. Banyak agen lain,
termasuk hormon pertumbuhan dan insulin like growth factor juga mengatur
kelenjar sebasea dan dapat berkontribusi dalam perkembangan akne
vulgaris.

2. Adanya keratinisasi folikel
Obstruksi saluran pilosebasea mendahului perkembangan lesi akne

vulgaris yang dihasilkan oleh akumulasi sel-sel keratin yang melekat dalam
kanal dan membentuk penggumpalan yang menghalangi aliran sebum.
Penyebabnya tidak diketahui tetapi prosesnya mungkin berada di bawah
pengaruh hormon androgen. Hal ini juga dikarenakan kelainan pada jaringan

Universitas Sumatera Utara

lemak pada kelenjar sebasea menghasilkan proliferasi yang berlebih pada
korneosit. Pembentukan komedo disebabkan kekurangan lokal dari asam
linoleat dalam saluran pilosebasea. Asam linoleat dimasukkan melalui
plasma ke dalam sel kelenjar sebasea, di mana ia diencerkan karena volume
sebum yang besar dan korneosit secara efektif bermandikan asam linoleat
dengan tingkat yang tidak cukup rendah.
Karena lumen folikel menjadi terhalang oleh sel sel folikel yang
telah terdeskuamasi, sebum terjebak dibelakang plak hiperkeratotik tersebut,
dan menyebabkan folikel berdilatasi. Struktur folikel normal hilang dan
menjadi komedo (komedo terbuka = blackhead dan komedo tertutup =
whitehead). Secara mikroskopis, lesi kelenjar sebasea yang berdilatasi ini

mengandung campuran folikel yang telah berkeratinisasi, sebum, dan

bakteri.
2

1

Gambar 2.1. Gambaran folikel sebasea
(1) folikel sebasea yang normal (2) lesi inflamasi akne vulgaris disertai
ruptur dari dinding folikel dan inflamasi sekunder
(Williams, Dellavalle, dan Garner, 2012)

3. Bakteri
Akne vulgaris mempengaruhi >85% remaja dan >10% orang dewasa
dan dewasa ini didefinisikan sebagai penyakit kronis yang kompleks yang
berhubungan dengan Propionibacterium acnes.

Universitas Sumatera Utara

Peran P.acnes dalam patogenesis akne vulgaris :
a. Sekresi sebum dan pori-pori yang tersumbat membatasi akses
oksigen

b. Kadar lemak yang tinggi dan konsentrasi oksigen yang rendah
menciptakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan P.acnes
c. P.acnes yang berada pada permukaan kulit suka dengan
kandungannya yang kaya akan lemak, lingkungan yang optimal di
dalam folikel rambut. Di sini, bakteri ini berkembang biak dengan
cepat dan merangsang respon inflamasi lokal. Jika sistem
kekebalan tubuh tidak mampu membunuh dan mengeluarkan
bakteri, reaksi inflamasi tetap mengarah pada pembentukan kista
dan pustula, dan akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan
parut.

4. Peradangan (Inflamasi)
Peradangan dapat menjadi fenomena yang pertama atau fenomena
yang kedua. Kebanyakan penelitian menyatakan peradangan menjadi proses
yang terjadi setelah infeksi P.acnes. Enzim-enzim yang dikeluarkan oleh
neutrofil melemahkan dinding folikel sehingga folikel ruptur dan
menyebabkan pembebasan sejumlah besar reaktan inflamatorik ke dalam
dermis. Limfosit, makrofag, dan neutrofil berespons, dan lesi komedo
berubah menjadi papul yang meradang, pustul, atau nodul akne. Pecahnya
folikel dan reaksi peradangan sekunder yang intens pada akhirnya dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut yang mencolok pada sebagian
pasien.

Universitas Sumatera Utara

Seluruh patogenesis akne tersebut dapat digambarkan secara
singkat seperti Gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2. Etiopatogenesis Akne
(Wasitaatmadja, 2011)

2.1.5. Gambaran Klinis Akne Vulgaris
Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada bagian tubuh yang
memiliki kelenjar sebasea yang terbesar dan terbanyak, yaitu pada wajah,
bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas (Feldman, Careccia,
Barham, dan Hancox, 2004). Lokasi kulit lainnya seperti leher, lengan atas,
dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi kulit berupa komedo, papul,
pustula, nodus, atau kista. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya
keluhan

pederita

adalah

keluhan

estetik.

Komedo

adalah

gejala

patognomonik bagi akne yang berupa papul miliar yang ditengahnya

Universitas Sumatera Utara

mengandung sumbatan sebum. Bila berwarna hitam akibat mengandung
unsure melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo,
open comedo). Bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga

tidak mengandung unsur melanin disebut sebagi komedo putih atau komedo
tertutup (white comedo, closed comedo) (Wasitaatmadja, 2011).
Tabel 2.1. Bentuk lesi akne (Graham-Brown dan Burns, 2005; Mohan,
2007; Lubis, 2008; Purnamasari, Indarastiti, dan Ratnaningrum, 2012)
Bentuk Lesi
Komedo

Gambaran Klinis

terbuka Lesi berwarna hitam, berdiameter 0.1 – 0.3 mm, dan

(Open comedones / biasanya
black heads)

berkembang

dalam

beberapa

minggu.

Puncaknya berwarna hitam disebabkan permukaan
lemaknya mengalami oksidasi dan akibat pengaruh
melamin.

Komedo

tertutup Lesi kecil dan jelas berdiameter 0.1 – 3.0 mm,

(Closed comedones mengalami perbaikan dalam waktu 3 – 4 hari
/ white heads)

sebanyak 25% dan akan berkembang menjadi lesi
inflamasi sebanyak 75%.

Papula

Papula dikenal sebagai bintik-bintik kecil berwarna
merah dan gatal. Papula cepat sekali timbul, sering
hanya dalam beberapa jam, dan kemudian biasanya
berkembang menjadi pustula.

Pustula

Papul dengan puncak berupa pus. Letak pustula bisa
dalam atau superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai
dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering
dijumpai pada akne vulgaris yang parah.

Nodul

Letaknya lebih dalam dan dapat bertahan selama 8
minggu dan kemudian mengecil, tetapi tidak semua
nodul menghilang, sebagian akan menjadi parut

Universitas Sumatera Utara

Kista

Kista merupakan lesi yang sering sangat mengganggu
dan dapat bertahan jauh lebih lama dibandingkan
dengan kebanyakan kelainan kulit superfisial yang
lain. Beberapa lesi menjadi kronis, dengan akibat bisa
terbentuk kista yang permanen. Jika timbul dalam
jumlah yang sangat banyak dapat disebut dengan
istilah „akne konglobata‟.

Parut

Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan
dermis yang sudah hilang. Sering disebut dengan lesi
nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar.
Beberapa bentuk jaringan parut :


Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi



dengan bentuk ireguler terutama pada wajah



kuning disekita folikel

Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin

Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering
terdapat di dada, punggung, garis rahang (jaw
line) dan telinga, lebih sering ditemukan pada

orang berkulit gelap.

2.1.6. Derajat Keparahan Akne Vulgaris
Selama ini tidak terdapat standar internasional untuk pengelompokan
dan sistem grading acne. Hal ini tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam
pengelompokan akne. Saat ini, terdapat lebih dari 20 metode berbeda yang
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan akne (Sutanto,
2013). Carmen Thomas dari Philadelphia diduga sebagai orang pertama
yang menggunakan sistem penilaian pada akne vulgaris. Dia menghitung
lesi yang ada pada catatannya sejak tahun 1930.

Universitas Sumatera Utara

Sistem penilaian yang paling awal diketahui yaitu sistem yang
diterbitkan oleh Pillsburry, Shelley dan Kligman pada tahun 1956. Grading
tersebut meliputi:


Grade 1 : Komedo dan kista dalam jumlah sedikit terbatas pada



wajah



pada wajah



berukuran kecil dan besar, lebih luas, tetapi terbatas pada wajah

Grade 2 : Komedo, kista, dan pustula dalam jumlah sedikit terbatas

Grade 3 : Komedo dalam jumlah banyak, papul dan pustula yang

Grade 4 : Komedo dalam jumlah banyak dan lesi yang mendalam
cenderung menyatu dan melibatkan wajah dan punggung bagian
atas
Beberapa sistem untuk menentukan gradasi akne vulgaris terus

dilanjutkan hingga gradasi yang terakhir ditentukan oleh Hayashi et al. pada
tahun 2008. Mereka menghitung jumlah lesi akne vulgaris dan
mengklasifikasikannya dalam empat kelompok, yaitu (Adityan, Kumari, dan
Thappa, 2009):




0-5

: Ringan

6-20

: Sedang



21-50

: Berat



Lebih dari 50 : Sangat berat
Di Indonesia sendiri, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris
sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2011):
a. Ringan, bila :
- Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

Universitas Sumatera Utara

b. Sedang, bila :
- Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
c. Berat, bila :
- Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi
Catatan :
- sedikit < 5, beberapa 5 – 10, banyak >10 lesi
- tak beradang

: komedo putih, komedo hitam, papul

- beradang : pustula, nodul, kista.

2.1.7. Diagnosis Akne Vulgaris
Walaupun satu macam lesi lebih dominan daripada lesi yang lain,
umumnya diagnosis akne vulgaris didasarkan pada campuran lesi berbentuk
komedo, papula, nodul pada muka, punggung, dan dada (Harahap, 2013).
Pemeriksaan ekskohleasi sebum juga dapat dilakukan, yaitu dengan
pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna).
Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin
atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam
(Wasitaatmadja, 2011). Pemeriksaan penunjang/laboratorium lain yang
dapat dilakukan yaitu dengan melakukan analisis komposisi asam lemak di
kulit dan pemeriksaan terhadap mikroorganisme Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale (Siregar, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Diagnosa Banding Akne Vulgaris
Menurut Siregar (2005), Wasitaatmadja (2011) dan Harahap
(2013), diagnosa banding akne vulgaris sebagai berikut :
1. Erupsi akneiformis, erupsi yang menyerupai akne, disebabkan oleh induksi
obat, misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil
hidantoin, trimetadion, ACTH, vitamin (B1, B6, B12), dan lainnya. Klinis
berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir
seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua
usia.

2. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.

3. Rosasea (dulu: akne rosasea), merupakan penyakit peradangan kronik di
daerah muka dengan gejala eritema, pustula, telangiektasi dan kadangkadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali
bila kombinasi dengan akne.

4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papula, pustula, di sekitar mulut yang terasa gatal.

5. Folikulitis yang biasanya nyeri, tidak ada komedo tetapi terlihat pustula
miliar.

2.1.9. Penatalaksanaan Akne Vulgaris
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin untuk meminimalkan
resiko jaringan parut atau efek psikologis yang merugikan. Tujuan
penatalaksanaan ini untuk mengurangi lesi non-inflamasi, memperbaiki lesi

Universitas Sumatera Utara

inflamasi yang ada, dan menekan jumlah P.acnes (Ayer dan Burrows,
2006). Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat
topikal, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara-cara tersebut
(Wasitaatmadja, 2011).
1. Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo,
menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi, tediri atas:


Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (sulfur, benzoil



peroksida, retinoid, dll)



folikel (oksitetrasiklin, eritomisin, klindamisin fosfat)



sedang (hidrokortison 1-2,5%)

Antibiotika topikal untuk mengurangi jumlah mikroba dalam

Antiperadangan topikal, salap atau krim kortikosteroid ringan atau

Lainnya misalnya etil laktat yang dapat menghambat pertumbuhan
jasad renik.

2. Pengobatan sistemik untuk menekan aktivitas jasad renik, mengurangi
reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan
hormonal, terdiri atas:




Antibakteri sistemik (tetrasiklin, azitromisin, klindamisin, dll)
Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea,
misalnya

estrogen

atau

antiandrogen

siproteron

asetat.

Kortikosteroid sistemik diberikan untuk menekan peradangan dan
menekan sekresi kelenjar adrenal, misalnya prednison atau




deksametason
Vitamin A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi
Antiinflamasi non-steroid (ibuprofen,dapson,dll).

Universitas Sumatera Utara

3. Bedah kulit diperlukan untuk memperbaiki jaringan parut. Tindakan
dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh. Jenis-jenis bedah kulit adalah
bedah skalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, dermabrasi.

4. Terapi terbaru dengan spironolakton untuk menambah efikasi terapi
kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne apabila
akne disertai gejala sebore dan hipertrikosis.

5. Terapi sinar




Terapi Sinar Biru (Blue Light Therapy): membasmi P.acnes
dengan cara merusak porfirin dalam sel bakteri.
Photodynamic Therapy (PDT)

2.2. Susu
2.2.1. Defenisi Susu
Susu adalah cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu pada
mamalia betina dan diolah menjadi berbagai produk, seperti mentega,
yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk, serta lain-lainnya
guna dikonsumsi oleh manusia, dan dinilai oleh banyak pakar nutrisi
sebagai salah satu jenis makanan yang mengandung semua komponen gizi,
yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. (Oski, 2013; Putra,
2013).

2.2.2. Komposisi Susu
Menurut Hadiwiyoto (1994) dalam Wijayanti (2009), dan menurut
Putra (2013), komposisi susu secara umum:

Universitas Sumatera Utara

1. Air (water )
Komponen terbanyak susu adalah air, jumlahnya mencapai 64,89%.

2. Lemak susu (milk fat)
Lemak merupakan komponen susu yang penting. Lemak dapat
memberikan energi lebih besar daripada protein maupun karbohidrat
karena lemak mempunyai nilai gizi yang tinggi.

3. Bahan kering tanpa lemak (solids nonfat) yang terbagi atas:


Protein
Protein susu terdiri atas kasein, laktaalbumin (protein albumin) dan
laktaglobulin (jenis protein susu yang larut dalam alkohol). Protein
susu yang jumlahnya terbanyak adalah kasein. Kasein merupakan
jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk



kalsium kasenat.
Laktosa
Dalam susu, hidrat arang paling banyak terdapat dalam bentuk



disakarida, yaitu laktosa.
Mineral
Susu mengandung berbagai macam mineral, seperti garam kalsium,





kalium, dan fosfat
Asam (sitrat, format, asetat, laktat, dan oksalat)
Enzim (peroksidase, katalase, pospatase, dan lipase)
Enzim merupakan katalisator biologik yang dapat mempercepat





reaksi kimiawi.
Gas (oksigen dan nitrogen)
Vitamin (vitamin A, C, D, tiamin, dan riboflavin)
Susu mengandung berbagai macam vitamin baik yang larut dalam
lemak maupun yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam
lemak adalah vitamin A, D, E, dan vitamin K. Sedangkan vitamin
yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Manfaat Susu
Selain mengandung kalsium dan protein hewani yang dibutuhkan
oleh manusia, susu sapi mengandung banyak manfaat lain. Susu yang
banyak digemari oleh anak-anak ini juga disebut “darah putih bagi tubuh”
karena mengandung banyak vitamin serta berbagai asam amino yang baik
bagi kesehatan. Dalam segelas susu terdapat manfaat yang begitu besar,
antara lain (Putra, 2013):
1. Potasium, yang menggerakkan dinding pembuluh darah agar tetap stabil,
sehingga terhindar dari penyakit darah tinggi dan jantung
2. Zat besi, yang berfungsi mempertahankan kulit agar tetap bersinar
3. Tirosin, mendorong hormone kegembiraan dan membuat tidur lebih
nyenyak
4. Kalsium, menguatkan tulang
5. Magnesium, menguatkan jantung dan sistem saraf, sehingga tidak mudah
lelah
6. Yodium, meningkatkan kerja otak besar
7. Seng, menyembuhkan luka dengan cepat
8. Vitamin B2, meningkatkan ketajaman penglihatan

2.2.4. Jenis-Jenis Susu
Beberapa jenis susu adalah sebagai berikut (Rizki, 2012;
Simangunsong, 2012; Tambunan, 2012):
 Susu segar
Susu segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah
zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis
dan mengandung protein kira-kira tiga kali konsentrasinya dalam ASI.

Universitas Sumatera Utara

 Susu asam
Susu asam adalah susu segar yang diasamkan dengan menggunakan
bakteri Laktobacillus spp. Ada pendapat bahwa kondisi asam ini
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk didalam rongga usus
sehingga produk pembusukan yang lebih merugikan konsumen (terutama
bayi) dapat dihindarkan atau setidaknya dihambat. Untuk orang dewasa
susu asam ini terdapat dalam bentuk yoghurt.
 Susu skim
Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu
tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi
lebih rendah karena diambil lemaknya hingga kandungan lemaknya kurang
dari 1%. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein,
yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat
dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah
kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D.
 Susu bubuk
Susu bubuk dibuat dengan mengeringkan susu sehingga komponen
terpadat dari susu tersebut tertinggal. Komponen padat ini merupakan
sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi
perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya,
diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena
itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau
berkurang itu.
 Susu kental manis (full cream)
Susu kental manis dihasilkan dengan menguapkan sebagian airnya dari
susu segar. Susu ini tidak baik diberikan pada bayi tetapi masih dapat
dikonsumsi oleh orang dewasa. Karena sangat manis, biasannya susu
kental manis dipakai sebagai campuran dalam air kopi, air teh, air cokelat,

Universitas Sumatera Utara

atau air hangat. Susu kental manis mengandung 4% lemak dan umumnya
banyak mengandung vitamin A dan vitamin D, dan juga lebih tahan bila
dibuka kalengnya karena mengandung gula dengan kadar yang tinggi.
Namun demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi
pembusukkan.
 Susu kaleng tanpa perubahan atau penambahan zat lain (Susu pasteurisasi)
Susu ini sama dengan susu segar komposisinya, hanya mengalami proses
penstrelilan (pasteurisasi) sebelum dikemas. Proses pasteurisasi termasuk
proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu 62oC
selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72oC selama 15 detik, yang
segera diikuti dengan proses pendinginan.
Tujuan Pasteurisasi:
a. Untuk membunuh bakteri patogen yang dapat menyebabkan
penyakit.
b. Untuk mempertinggi atau memperpanjang daya simpan bahan.
c. Dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik
konsumen.
d. Pada pasteurisasi susu, proses ini dapat menginaktifkan fosfatase
dan katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak.
 Susu Kedelai
Susu kedelai adalah minuman yang terbuat dari kacang kedelai.
Kandungan yang terdapat pada susu kedelai adalah protein, lemak, dan
karbohidrat. Kadar protein dan asam amino yang dimiliki susu kedelai
hampir sama dengan susu sapi. Keunggulan lain dari susu kedelai
ketimbang susu sapi adalah sama sekali tidak mengandung kolesterol.
Namum umumnya susu kedelai mempunyai aroma yang kurang disukai
yaitu beany flavor atau bau lungu. Bau ini disebabkan enzim
lipooksigenase yang terdapat dalam kacang kedelai.

Universitas Sumatera Utara

 Susu evaporasi
Susu evaporasi adalah susu yang telah diuapkan sebagian airnya sehingga
menjadi kental. Mirip dengan susu kental manis, tetap susu jenis ini
rasanya tawar.
 Low fat
Susu rendah lemak, karena kandungan lemaknya hanya setengah dari susu
full cream.

 Flavoured
Susu flavoured sebenarnya adalah susu full cream yang ditambahkan rasa
tertentu sebagai variasi. Misalnya susu coklat, strawberry, pisang dan rasa
lainnya. Umumnya memiliki kandungan gula yang lebih banyak karena
penambahan rasa.
 Calcium enriched
Susu ini adalah susu yang ditambah dengan kandungan kalsium dan
kandungan lemaknya telah dikurangi.
 UHT
UHT merupakan singkatan dari Ultra High Temperature-Treated. Susu
jenis ini adalah susu yang dipanaskan dalam suhu tinggi (140˚C) selam 2
detik, kemudian dimasukkan dalam karton kedap udara. Susu ini dapat
disimpan dalam waktu lama.
 CLA
Susu ini bermanfaat bagi yang ingin merampingkan tubuh. Kepanjangan
dari CLA adalah Conjugated Linoleic Acid yang akan membantu dalam
pembentukan otot dan memperpanjang lemak.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Hubungan Susu Terhadap Timbulnya Akne Vulgaris
Apakah akne vulgaris berhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang berbahan dasar susu? Hal ini merupakan hal yang tidak baru lagi.
Makalah-makalah dari Harvard School of Public Health menyatakan ada
hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi susu dengan akne vulgaris. Karena
minum susu dan mengkonsumsi produk olahan susu dari sapi hamil memaparkan
kita pada hormon-hormon yang diproduksi pada saat kehamilan sapi, hormon
yang seharusnya tidak kita konsumsi pada remaja dan dewasa kita (Danby, 2005).
Sebuah penelitian di Amerika mengatakan bahwa kebanyakan susu dan produkproduk berbahan dasar susu yang dipasarkan di negara tersebut berasal dari sapi
yang sedang hamil (Pappas, 2009).
Salah satu hormon yang terkandung dalam susu pada sapi yang sedang hamil
adalah hormon progesteron. Sebagaimana ditunjukkan oleh Dr. Jerome Fisher,
“Sekitar 80 persen sapi yang menghasilkan susu sedang mengandung dan
mengeluarkan hormon terus-menerus”. Progesteron akan pecah menjadi androgen,
yang merupakan faktor penyebab timbulnya akne vulgaris. Dr. Fisher mengamati
bahwa pasien remajanya yang menderita akne vulgaris minum susu lebih banyak
daripada populasi pada umumnya. Hal yang lebih penting lagi, akne vulgaris
berkurang setelah berhenti minum susu (Oski, 2013).
Hormon lain dari susu yang berpengaruh dalam komedogenesis adalah
estrogen,

prekursor

androgen,

dehidroepiandrostenedion-sulfat,

dan

seperti
5α-reduced

androstenedion

dan

steroid,

5α-

seperti

androstenedion, 5α-pregnanedion, dan dihidrotestosteron. Selain hormon-hormon
tersebut, susu juga memiliki molekul-molekul bioaktif yang mempengaruhi
kelenjar pilosebasea seperti glukokortikoid, IGF-1, transforming growth factor-ß
(TGF-ß), peptida-peptida mirip neutral thyrotropin-releasing hormone, dan zatzat mirip opiat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya kadar IGF-1
serum dan androgen pada pasien akne vulgaris menyebabkan meningkatnya
produksi sebum (Rezaković, Mokos, dan Basta-Juzbašić, 2012). Kurokawa et al.

Universitas Sumatera Utara

juga mengatakan bahwa susu dan makanan dengan indeks glikemik yang tinggi
berpengaruh dalam eksaserbasi akne vulgaris dengan meningkatkan konsentrasi
5α-dihidrotestosteron (Bergler-Czop dan Brzezińska-Wcisto, 2013).
Sebuah penelitian dilakukan untuk menganalisa kandungan makanan orangorang yang berasal dari negar barat. Pada penelitian ini dikatakan makanan
masyarakat tersebut ditandai dengan penyerapan kalori tinggi, beban glikemik
tinggi, konsumsi lemak dan daging yang tinggi, serta peningkatan konsumsi
protein susu yang mengandung IGF-1. Hal yang penting di sini adalah susu dan
daging mengandung mammalian target of rapamycin complex 1 (mTORC1), yang
mengintegrasikan faktor-faktor pertumbuhan (insulin, IGF-1) dan leusin, dalam
jumlah banyak. mTORC1 mengaktifkan SREBP, faktor utama transkripsi
lipogenesis, dan selanjutnya sebosit mengkonversi leusin menjadi asam lemak dan
sterol untuk sintesis kelenjar sebasea. Aktivasi mTORC1 yang berlebih dapat
meningkatkan sekresi hormon androgen dan kemungkinan menguatkan respon
folikel sebasea terhadap androgen. Disamping itu, testosteron juga secara
langsung dapat mngaktifkan mTORC1. Penelitian ini memberi dasar yang
rasional untuk menatalaksana akne vulgaris dengan pelemahan sinyal mTORC1
dengan mengurangi penyerapan energi total, mencegah hiperglikemi, mengurangi
konsumsi protein insulinotropik yang terdapat pada produk olahan susu, dan yang
terakhir mengurangi konsumsi daging susu yang kaya akan leusin. Pelemahan
sinyal mTORC1 juga dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi sayur dan
buah (Melnik, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Sinyal mTORC1 pada akne vulgaris.
(Melnik, 2012)

Universitas Sumatera Utara