Hubungan Antara Work-Family Conflict Dengan Happiness At Work

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan dalam bidang ekonomi mendorong organisasi untuk berbenah
diri dalam menghadapi persaingan yang ada. Pembenahan diri perusahaan dapat
dilakukan dengan mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga
dicapailah performa kerja yang baik yang akan meningkatkan produktivitas
perusahaan (Mufunda, 2006).
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang sangat
penting dalam siklus hidup perusahaan untuk mencapai produktivitasnya. Sumber
daya manusia dianggap sebagai investasi yang berharga bagi perusahaan karena
kinerja mereka memberikan hasil yang nyata bagi perusahaan (Zhang & Jin,
2006). Dengan kata lain, sumber daya manusia berperan penting dalam
menyukseskan suatu organisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Beig, Karbasian dan Ghorbanzad (2012) bahwa penerapan sumber daya manusia
yang berkualitas akan berhubungan positif dengan kemajuan operasional
organisasi.
Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditandai dengan karyawan
yang bahagia di tempat kerjanya (Keyes, Hysom & Lupo, 2000). Kebahagiaan
(happiness) tidak hanya terbatas pada aspek fisik saja, namun lebih kepada aspek
psikologis. Hal ini berarti bahwa happiness akan membantu individu untuk

mengontrol aspek kehidupannya secara sadar.

1
Universitas Sumatera Utara

Happiness merupakan gambaran kualitas kehidupan yang ingin dicapai

seseorang melalui aktualisasi kemampuan mereka (Emerson, 1985; Hird, 2003).
Happiness melibatkan berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek

pekerjaan. Menurut Harter, Schmidt & Keyes (2002) rata-rata orang dewasa
mengisi sepertiga waktu hidupnya dengan bekerja. Bagi mereka, happiness at
work tentu sangat penting karena hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap

aspek lain dalam kehidupannya.
Karyawan yang bekerja dengan bahagia akan memiliki performa kerja
yang baik (Spector, 1997; Wright, Cropanzano & Bonett, 2007). Sejalan dengan
itu, Harter, Schmidt & Keyes (2002) menjelaskan bahwa karyawan yang bahagia
dalam bekerja akan memiliki loyalitas, kepuasan kerja, daya tahan dan
produktivitas yang tinggi. Happiness yang dimiliki karyawan tersebut yang

kemudian akan menuntun organisasi dalam mencapai tujuannya.
Sementara itu, Wright, Cropanzano & Bonett (2007) menjelaskan bahwa
karyawan yang bahagia akan merasa puas dan lebih menikmati pekerjaannya.
Mereka tidak menganggap pekerjaan sebagai suatu beban melainkan suatu
tantangan dan terdorong untuk melakukan pekerjaan lebih banyak lagi (Anoraga,
2001). Secara khusus, karyawan yang bahagia lebih mampu dan terampil
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaannya sehingga
kinerjanya meningkat (Wright, Cropanzano & Bonett, 2007). Hal ini dapat
menjadi bukti bahwa happiness karyawan sangat bermanfaat bagi perusahaan.
Individu yang bahagia adalah individu yang dapat membangun hubungan
positif dengan orang lain, yaitu hubungan interpersonal yang didasari oleh

2
Universitas Sumatera Utara

kepercayaan, empati dan kasih sayang yang kuat (Ryff, 1989). Hal tersebut dapat
diperoleh dari orang-orang terdekat, misalnya rekan kerja, kerabat, terutama
keluarga (Keyes, Hysom & Lupo, 2000). Demikian halnya dalam konteks
pekerjaan, karyawan yang bahagia adalah karyawan yang memiliki hubungan
positif dengan orang lain, termasuk keluarganya.

Amstad, dkk (2011) menjelaskan bahwa kepuasan dalam kehidupan
keluarga berkontribusi terhadap kepuasan dalam kehidupan pekerjaan, sehingga
dengan demikian keduanya saling mempengaruhi. Kepuasan dalam kehidupan
keluarga dapat diperoleh dengan cara membangun hubungan positif dengan
anggota keluarga (Schaefer & Olson, 1981; Ryff & Singer, 2000). Huppert (2009)
menyatakan bahwa individu yang dapat membangun hubungan positif dengan
orang lain, termasuk hubungan dengan keluarga, dapat memberikan efek positif
pada organisasi tempat ia bekerja. Hal ini yang kemudian menuntut individu
untuk selalu mengupayakan kepuasan di dalam kehidupan keluarganya agar
kepuasan di tempat kerjanya pun tercapai.
Ketika individu tidak dapat mengupayakan kepuasan dalam keluarganya,
maka

kepuasan

dalam

pekerjaan

tidak


tercapai

sehingga

terjadi

ketidakseimbangan antara keluarga dan pekerjaan. Ketidakseimbangan yang
terjadi antara keluarga dan pekerjaan akan membawa dampak buruk bagi
happiness karyawan (Kinnunen, Feldt, Geurts dan Pulkkinen, 2006; Jimenez, dkk,

2008). Greenhaus dan Beutell (1985) menjelaskan ketidakseimbangan tersebut
sebagai work-family conflict.

3
Universitas Sumatera Utara

Work-family conflict adalah konflik yang mengacu pada sejauh mana

hubungan antara pekerjaan dan keluarga saling terganggu (Greenhaus dan Beutell,

1985). Konflik ini terjadi karena tuntutan peran yang berasal dari satu domain
(pekerjaan atau keluarga) tidak sesuai dengan tuntutan peran yang berasal dari
domain yang lain (keluarga atau pekerjaan).
Tuntutan pekerjaan misalnya berhubungan dengan tugas-tugas di tempat
kerja yang harus segera diselsaikan dan berbagai tekanan yang muncul dalam
dunia kerja, sedangkan tuntutan keluarga misalnya berhubungan dengan tugastugas rumah tangga, mengurus anak, menjaga komunikasi dengan pasangan dan
juga mengatur keuangan rumah tangga (Nicole, 2003; Aslam, Shumaila, Azhar &
Sadaqat, 2011).
Menurut sumber lembaga penelitian (Kahn, 1964; Vallone & Donaldson,
2001), 30% karyawan laki-laki khawatir dengan kehidupan pekerjaan mereka
yang akan mengganggu kehidupan keluarga mereka. Selain itu, hasil penelitian
Galinsky, Bond, dan Friedman (1996) menyatakan bahwa 58% karyawan yang
telah berumah tangga serta memiliki anak (orang tua) dan 42% karyawan yang
telah berumah tangga namun belum memiliki anak cemas dengan tuntutan
pekerjaannya yang akan mengganggu kehidupan keluarganya; 17% karyawan
yang telah memiliki anak dan 12% karyawan yang telah berumah tangga namun
belum memiliki anak melaporkan bahwa work-family conflict cukup banyak
terjadi pada mereka.
Tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga sangat menguras energi,
waktu, psikis dan mental seseorang (Grzywacz, Arcury, Marin, Carrillo, Burke,


4
Universitas Sumatera Utara

Coates & Quandt, 2007). Penelitian telah membuktikan bahwa tuntutan-tuntutan
tersebut berkontribusi terhadap peningkatan terjadinya work-family conflict
(Frone, 2000). Dengan demikian, dibutuhkan usaha yang lebih dari individu
dalam mengatur tuntutan perannya agar work-family conflict dapat terminimalisir.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu hal yang
mempengaruhi happiness individu adalah hubungan positif dengan orang lain
yang didalamnya terdapat dukungan dan kasih sayang dari orang-orang terdekat,
khususnya keluarga. Bagi individu yang bekerja, salah satu hal yang
mempengaruhi happinessnya di tempat kerja adalah happinessnya dalam
keluarga. Happiness dalam keluarga diperoleh ketika individu dapat membangun
hubungan positif dengan anggota keluarganya.
Ketika terjadi ketidakseimbangan dalam memenuhi tuntutan peran
keluarga dan pekerjaannya, maka akan muncul work-family conflict sehingga
dapat disimpulkan bahwa work-family conflict ada kaitannya dengan happiness at
work. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan


antara work-family conflict dengan happiness at work.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat hubungan antara work-family conflict dengan happiness
at work?

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :

5
Universitas Sumatera Utara

1. Mengetahui hubungan antara work-family conflict dengan happiness at
work.

2. Untuk mengetahui tingkat work-family conflict pada karyawan.
3. Untuk mengetahui tingkat kebahagian pada karyawan.
4. Untuk mengetahui dimensi work-family conflict yang paling berkontribusi
terhadap happiness at work.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
disiplin ilmu Psikologi khususnya bidang Industri dan Organisasi mengenai
happiness at work.

2. Manfaat Praktis
Bagi karyawan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan penambah
wawasan bahwa happiness at work adalah sesuatu hal yang penting dicapai agar
kemunculan work-family conflict dapat diminimalisir.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya
pengetahuan mengenai work-family conflict yang terjadi pada karyawan yang
telah berumah tangga dan happiness karyawan di tempat kerja.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

6
Universitas Sumatera Utara

Bab I. Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penelitian. Dalam bab ini dijabarkan berbagai literatur

serta beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai organisasi, kemajuan
organisasi, pengelolaan sumber daya manusia, karyawan yang bahagia dan workfamily conflict bagi karyawan yang telah berumah tangga.

Bab II. Landasan Teori
Bab ini menjelaskan landasan teori yang mendasari masalah objek
penelitian. Memuat landasan teori mengenai work-family conflict, happiness at
work serta hipotesa sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan

hubungan antara work-family conflict dengan happiness at work.
Bab III. Metode Penelitian
Bab ini berisikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel,
metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan
reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah
hasil data penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah work-family
conflict dan variabel tergantungnya adalah happiness at work.

Bab IV. Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang berkaitan dengan analisa
terhadap data dan berisi pembahasan mengenai hipotesis penelitian apakah
diterima atau ditolak.


7
Universitas Sumatera Utara

Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas kesimpulan penelitian dan saran penelitian berupa saran
metodologis dan saran praktis.

8
Universitas Sumatera Utara