Perceraian dan Pemenuhan Hak-hak Anak di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara

pria dan wanita di dalam masyarakat di bawah suatu peraturan khusus atau khas dan
hal ini sangat menjadi perhatian oleh Agama, Negara maupun Adat, dalam arti
bahwa peraturan tersebut bertujuan untuk mengumumkan status baru kepada orang
lain. Sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah baik
menurut hukum, agama, negara maupun adat dengan sederetan hak dan kewajiban untuk
dijalankan oleh keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hak dan kewajiban yang
harus dijalankan baik itu sebagai suami dan isteri, begitu pula dengan pemenuhan hak dan
kewajiban antara suami isteri sebagai orang tua dengan anak yang berada dalam kehidupan
keluarga tersebut.

Pergaulan yang sangat erat dan rapat di antara pergaulan di dunia ini adalah
pergaulan antara suami dan istri. Hari-hari untuk bertemu tidaklah tertentu, bahkan
setiap siang dan malam, berbulan dan bertahun, mereka bergaul dan berkumpul di

dalam ataupun di luar rumah tangga. Suami dan isteri bergaul dan berkumpul tidak
hanya serumah tetapi juga sebilik dan sepembaringan. Selama dan sepanjang
pergaulan itu saling mengkehendaki, membutuhkan serta memerlukan kasih sayang,
persesuaian pendapat dan pandangan hidup yang sama, seia dan sekata, seiring dan
bersatu tujuan, beriman dan berlapang dada. Tetapi, karena suami dan isteri itu tidak
seibu dan sebapak, mungkin pula tidak sekeluarga, tidak sekampung atau tidak pula
sesuku, tidak menutup kemungkinan apabila suami dan isteri terdapat berbedaan
mengenai sifat, watak, pembawaan, pendidikan dan pandangan hidup yang terkadang
dapat menimbulkan sebuah kerenggangan.
13
Universitas Sumatera Utara

Perkembangan yang diharapkan adalah menuju suatu bentuk keluarga yang
saling menghargai dan menghormati sehingga terbentuklah sebuah keluarga yang
harmonis. Bermacam-macam masalah dapat menimbulkan perubahan dalam
kehidupan keluarga yang mana dapat mempengaruhi stabilitas keluarga. Kebahagian
harus didukung oleh rasa cinta kepada pasangannya karena cinta yang sebenarnya
menuntut agar seseorang tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan
kasih sayang merupakan jembatan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan
adalah memberikan kebahagiaan. Namun pada kenyataannya, dalam menjalani

kehidupan perkawinan pasti selalu ada permasalahan-permasalahan yang muncul
tidak hanya mengenai status ekonomi, tetapi juga pada hubungan keluarga yang tidak
harmonis, masalah hubungan seks dan perselingkuhan.
Suatu negara atau bangsa seperti Indonesia mutlak adanya Undang-undang
Perkawinan Nasional yang memiliki prinsip-prinsip dan memberikan landasan
hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi setiap
masyarakat. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk
dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di
bawah umur (Sudarsono: 6-8)
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), menyebutkan bahwa perempuan muda di Indonesia dengan usia 10- 14
tahun telah menikah dengan persentase 0,2% atau sama dengan 22.000 wanita muda
di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan berusia 15-19 tahun yang
menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki- laki muda dengan usia yang

14
Universitas Sumatera Utara


sama

atau

sama

dengan

11,7%

perempuan

dan

1,6%

laki-

laki


(www.bkkbn.go.id/infoprogram/Document/2012 diakses pada tanggal 31 Maret 2016
pukul 7:48 WIB)
Undang-undang Perkawinan menjadi suatu hukum positif terhadap perkawinan
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, termasuk perceraian dan
berlaku untuk semua warga negara Indonesia. Oleh karena itu, Undang-undang
perkawinan ini merupakan hukum yang bermaksud untuk mengatur tingkah laku
manusia secara jasmani, lahir dan batin dengan tujuan agar manusia selalu berbuat
baik dan menghindarkan perbuatan buruk, terutama dalam melakukan perceraian.
Kasus perceraian rumah tangga semakin meningkat di Indonesia. Data
Direktoral Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA).
Pada tahun 2012 ada sebanyak 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian di
Pengadilan Agama se-Indonesia. Dari angka perceraian tersebut dapat diketahui
bahwa masih banyak keluarga yang dengan mudah melakukan keputusan untuk
bercerai tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Data tersebut juga
menunjukkan bahwa permasalahan di dalam keluarga tidak dapat diselesaikan
dengan baik oleh pasangan suami isteri, sehingga mereka memutuskan untuk
bercerai. Sedangkan tahun 2014, angka perceraian sudah mencapai 354.000 kasus
perceraian. Angka ini sudah melewati angka 10% dari peristiwa pernikahan setiap
tahunnya dan 80% kasus perceraian yang ada, sebahagian besar merupakan kasus

perceraian pasangan muda yang baru berumah tangga selama 2 sampai 5 tahun
(http://m.bisnis.com/kabar24/read/20140814/79/249947/data-perceraian-di-Indonesia
diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 13:34 WIB).
Angka perceraian juga meningkat di Kota Medan. Pada tahun 2012, jumlah
perceraian yang diputuskan oleh Pengadilan Agama Medan sebanyak 1.518 perkara.

15
Universitas Sumatera Utara

Jumlah perceraian tersebut naik pada tahun 2013 yang mencapai 1.975 perkara.
Kemudian pada tahun 2014, angka perceraian mencapai 2.025 perkara. Dari semua
kasus perceraian yang telah dikemukan sekitar 60 % penggugat adalah pihak isteri
(www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=124&datc=2015-11-05

diakses

pada

tanggal 12 Maret 2016 pukul 12:41 WIB)
Banyak faktor yang yang menjadi penyebab perceraian dalam keluarga. Pada

tahun 2010, ada 285.184 kasus perceraian yaitu dengan alasan ketidakharmonisan
dalam rumah tangga sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggung jawab sebanyak
78.407 perkara dan masalah ekonomi sebanyak 67.891 perkara. Data Ditjen Badan
Peradilan Agama tahun 2012, kasus perceraian dibagi menjadi beberapa aspek yang
menjadi pemicu munculnya perceraian dalam rumah tangga. Misalnya, ada 10.029
kasus perceraian yang dipicu oleh perasaan cemburu. Tidak hanya itu, Ditjen badilag
juga mengungkapkan, pemicu perceraian adalah masalah politik yaitu sebanyak 334
perkara

(http://m.detik.com/news/berita/1696402/tingkat-perceraian-di-Indonesia-

meningkat diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 13:34 WIB)
Tingginya tingkat perceraian di suatu wilayah (negara atau kawasan) dapat
digunakan sebagai indikasi untuk mempertanyakan bagaimana eksistensi keluarga di
wilayah tersebut. Perubahan pada tingkat perceraian merupakan indikasi terjadinya
perubahan-perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Namun, perubahan tingkat
perceraian tersebut tidak dapat langsung menunjukkan bahwa masyarakat yang
bersangkutan mengalami disorganisasi (Su’adah, 2005: 225)
Disorganisasi dalam keluarga terjadi karena hilangnya keberfungsian status dan
peran sosial dari salah satu atau beberapa anggota keluarganya. Hal ini tidak hanya

terjadi dalam aspek sosial ekonomi saja, tetapi juga dalam aspek-aspek keluarga serta
psikologis dalam bentuk kasih sayang, perhatian, dan lain-lain.

16
Universitas Sumatera Utara

Umumnya orang tua yang bercerai lebih siap menghadapi perceraian
dibandingkan

dengan anak-anak. Anak di bawah umur yang menjadi korban

perceraian, pada usianya

merasa tidak memiliki siapapun untuk menolong dan

mendukung serta merasa tidak ada seorang pun yang memahami tekanan yang
mereka alami, karena pada sesungguhnya anak membutuhkan kasih sayang dari
orang tua dan anak lebih bergantung pada orang tua dalam hal perasaan aman dan
bahagia.
Keputusan orang tua untuk melakukan perceraian tidak lepas dari dampak yang

akan diterima oleh anak secara berkepanjangan karena dalam keluarga akan
membentuk tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat
dalam rangka perkembangan kepribadian anak melalui interaksi sosial. Perceraian
akan mempengaruhi pada status penentuan anak, salah satu dampak dari perceraian
orang tua adalah menurunnya kualitas hidup anak. Hal ini terjadi karena kualitas
anak bukan hanya diukur dari segi fisik dan mental saja melainkan juga dari segi
kesejahteraan ekonomi, konsumsi pangan, kesehatan, pendidikan, perolehan
informasi, kepedulian orang tua, interaksi sosial dan perilaku menyimpang. Dengan
kondisi orang tua yang tidak lengkap (sudah berpisah atau bercerai) dan kondisi anak
yang cenderung menghadapi banyak masalah sehingga perkembangan kehidupan
anak dapat terganggu.
Adapun studi yang pernah dilakukan mengenai perkembangan anak yang
mengalami perceraian. Anak usia 12 tahun akan mengalami masalah baik di dalam
ataupun di luar lingkungannya setelah mengalami perceraian orang tua. Begitu pula
dengan penelitian-penelitian yang lainnya dimana secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa dampak perceraian orang tua akan lebih nampak pada anak usia
pra-remaja dan remaja. Leslie (1967) mengemukakan bahwa anak-anak yang orang

17
Universitas Sumatera Utara


tuanya bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal ekonomi atau keuangan
serta secara emosional kehilangan rasa aman. Sedangkan menurut Bumpass dan
Rindfuss (1979), dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
berasal dari keluarga yang bercerai cenderung mengalami pencapaian tingkat
pendidikan dan kondisi ekonomi yang rendah serta mengalami ketidakstabilan dalam
perkawinan mereka sendiri. (Su’adah, 2005: 240)
Kasus perceraian di masyarakat memang cenderung terus meningkat, dengan
demikian akan semakin banyak anak yang mengalami perubahan hidup akibat dari
perceraian orang tua. Kebanyakan anak akan menghabiskan waktu di luar lingkungan
rumah, mereka akan cenderung menghabiskan waktunya bermain dengan teman dan
berada di jalanan. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang rapuh akan mengalami
tekanan batin dan mencari pelarian yang cenderung menuju kepada hal-hal yang
negatif, misalnya anak mulai belajar meminum-minuman keras, menggunakan obatobatan terlarang (narkotika), mengikuti pergaulan bebas, serta ada pula anak yang
melampiaskan amarahnya dengan bertindak arogansi (kasar) di jalanan, di sekolah
ataupun di

lingkungan tempat tinggal sebagai bentuk luapan amarahnya terhadap

perceraian yang terjadi pada orang tuanya. Permasalahan dalam disorganisasi

keluarga merupakan kontrol sosial terhadap anggota-anggota keluarga, terutama pada
anak-anaknya. Mereka mencari identitas dan kepuasan sendiri di luar lingkungan
keluarga. Kemungkinan terjadinya perilaku menyimpang sangatlah besar, seperti
terjadinya kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang

(http://m.detik.com/news/berita/1696402/tingkat-perceraian-di-Indonesia-

meningkat diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 13:34 WIB).
Dalam kurun waktu satu tahun di Indonesia sedikitnya terdapat 100.000 anak
yang mengalami dampak perceraian orang tua. Selain itu, selama tahun 2011 Komisi

18
Universitas Sumatera Utara

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan data sebanyak 2.239 kasus
penelantaran anak akibat dari perceraian dan kondisi orang tua yang disharmonis.
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) pada tahun 2012, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan seks bebas
atau seks diluar nikah mencapai 4,38%, sedangkan pada usia 14-19 tahun sebanyak

41,8% telah melakukan seks bebas. Data lain juga menyebutkan bahwa tidak kurang
dari 700.000 perempuan melakukan aborsi setiap tahunnya. Selain itu, kasus
penyalahgunaan narkoba pada pelajar juga meningkat, yaitu sebanyak 921.695 orang
(4,7%)

pelajar

dan

mahasiswa

di

Indonesia

adalah

pengguna

narkoba

(www.bkkn.go.id/infoprogram/Document/2012 Diakses Pada Tanggal 31 Maret
2016 Pukul 7:48 WIB)
Harapan seorang anak yang begitu rindu untuk pulang ke rumah guna
mendapati ibu dan ayahnya bagaikan air pelepas dahaga, namun harapan itu sirna
lantaran ayah dan ibu tak lagi berada dalam kebersamaan. Keluarga yang diharapkan
sebagai sumber energi dan sumber semangat pun luntur. Tidak ada lagi untaian
nasihat yang mengalir tenang, tidak ada lagi aktivitas saling memperbaiki, dan tidak
ada lagi aktivitas saling berbagi kebahagian. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh
anak ketika orang tuanya bercerai adalah rasa tidak aman, tidak diinginkan atau
ditolak oleh orang tuanya yang pergi, sedih dan kesepian, marah, kehilangan, merasa
bersalah, serta menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab orang tuanya bercerai.
Perasaan-perasaan itu dapat tercermin dalam bentuk perilaku kasar dan tindakan
agresif lainnya, menjadi pendiam, tidak lagi terbuka, tidak suka bergaul, sulit
berkonsentrasi, dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi di sekolah
cenderung menurun, bersikap bermusuhan, depresi, tidak bersemangatbdan dan tidak

19
Universitas Sumatera Utara

memiliki harapan dari keluarganya, hilangnya kepercayaan terhadap orang tua, serta
suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu kembali.
Kasus perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan
dalam kehidupan keluarga. Ketika orang tua memutuskan untuk bercerai, mereka
secara khususnya telah melewati serangkaian peristiwa yang membawa mereka ke
keputusan tersebut. Ketika anak mengalami kondisi yang tidak nyaman akibat
perceraian, maka harus tetap diusahakan agar hak pengasuhan dan pembinaan anak
pasca perceraian orang tua harus berada ditangan orang yang tepat dan dapat
melakukan pengasuhan yang terbaik kepada anak. Dalam hal ini telah disebutkan
dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 25 Juni 1974,
Nomor 906 K/Sip/1973 yang berbunyi: “Kepentingan anak harus dipergunakan
selaku patokan untuk menentukan siapa dari orang tuanya yang diserahkan
mengasuh anak” (www.repository.usu.ac.id/bitstream/1234.html Diakses Pada
Tanggal 19 Maret 2016 Pukul 12:53 WIB)
Anak yang merasa tertekan antara masalah orang tua mereka dan kebutuhan
untuk memisahkan diri, bukan hanya anak yang merasa demikian, orang tua juga
akan memiliki perasaan yang serba salah. Pada orang tua yang bercerai
menginginkan anaknya untuk mandiri. Tetapi dalam proses pembentukan
kemandirian tersebut akan menimbulkan konflik, yaitu ketika anak menyadari bahwa
peran dan fungsi keluarga tidak lagi seutuh yang diharapkan maka akan
menimbulkan suatu permasalahan dalam mengontrol perilaku dan komunikasi sang
anak. Hal ini dapat dilihat bahwa anak juga merupakan bagian dari keluarga dan
sangat membutuhkan dukungan keluarga dalam pengembangan dirinya. Meskipun
dari pengamatan terlihat sepertinya anak menjauhi keluarga terutama orang tua dan
sering terjadi selisih paham dengan orang tua, tapi di balik itu semua anak tetaplah

20
Universitas Sumatera Utara

membutuhkan orang tuanya terutama saat dia mengalami masa yang sulit dalam
kehidupannya.
Anak yang masih membutuhkan akan kasih sayang dan perhatian dari orang
tua akan menjadi tidak optimal ketika suatu keluarga memutuskna untuk melakukan
perceraian. Hal ini akan mempengaruhi pola asuh orang tua dalam memberikan hak
dan kewajiban mereka yang diberikan kepada anak-anak mereka ketika sebelum dan
sesudah terjadinya perceraian.
Permasalahan dalam perceraian secara umum yang telah di jelaskan
sebelumnya juga dialami oleh beberapa masyarakat yang ada di Desa Sei Semayang
Kecamatan Medan Sunggal. Berbagai permasalahan dalam perceraian dan
pemenuhan hak-hak anak baik secara sosial ekonomi maupun psikis merupakan
suatu hal yang menarik untuk diteliti. Munculnya berbagai permasalahan anak baik
secara sosial, ekonomi, emosional, serta psikisnya dapat menyebabkan terganggunya
perkembangan anak di masa yang akan datang. Pertumbuhan anak secara baik dan
sehat dapat terwujud apabila hak-hak yang dimiliki anak sejak lahir dapat tersalurkan
secara utuh. Meskipun terjadi perceraian, tetap kebutuhan akan hak-hak anak yang
menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi agar anak mendapatkan dan merasakan
kesejahteraannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perceraian dan Pemenuhan
Hak-Hak Anak di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli
Serdang”.

21
Universitas Sumatera Utara

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana permasalahan perceraian dan
pemenuhan hak-hak anak di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli
Serdang”.

1.3

Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah perceraian dalam penelitian ini meliputi:
1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari terjadinya perceraian?
3. Apakah hak-hak anak terpenuhi atau tidak pasca terjadinya perceraian?

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah perceraian

dan pemenuhan hak-hak anak di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten
Deli Serdang.

1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
rangka:
a. Pengembangan teori-teori tentang perceraian dan pemenuhan hak-hak anak.
b. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian
mengenai perceraian dan pemenuhan hak-hak anak yang orang tuanya telah
bercerai.

22
Universitas Sumatera Utara

1.5

Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini secara garis besar

dikelompokkan dalam enam bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I :

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II :

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian tentang teori dan konsep yang
berkaian dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka
pemikiran dan defenisi konsep.

BAB III :

METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
sumber data, teknik pengumpulan data, dan data teknik analisa
data.

BAB IV :

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian
yang ingin diteliti oleh peneliti.

BAB V :

ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta analisisnya.

BAB VI :

PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulandari hasil penelitian dan
saran yang bermanfaar sehubungan dengan penelitian yang
telah dilakukan.

23
Universitas Sumatera Utara