Perceraian dan Pemenuhan Hak-hak Anak di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

(1)

DRAF WAWANCARA PENELITIAN

PERCERAIAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK ANAK DI DESA SEI SEMAYANG KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

1. INFORMAN UTAMA I (orang tua yang bercerai) Profil Informan

a. Nama :

b. Tempat/Tanggal Lahir :

c. Usia :

d. Pekerjaan :

e. Alamat :

f. Agama :

1. Kenapa Anda memilih untuk bercerai?

2. Bagaimana hubungan Anda dengan pasangan Anda selama masa perkawinan?

3. Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga/saudara pasangan Anda selama masa perkawinan?

4. Apakah keluarga Anda mendukung Anda dalam melakukan perceraian? 5. Siapa yang paling mendu kung Anda dalam melakukan perceraian?

6. Bagaimana respon keluarga terhadap keputusan Anda dalam melakukan perceraian?

7. Bagaimana respon anak Anda terhadap keputusan tersebut?


(2)

9. Apa yang menjadi pertimbangan Anda dalam melakukan perceraian? 10.Apa yang Anda harapkan dari perceraian ini?

11.Bagaimana perasaan Anda setelah bercerai? 12.Siapa yang mendapatkan hak asuh anak?

13.Bagaimana kondisi ekonomi Anda setelah bercerai?

14.Bagaimana pemenuhan nafkah kepada anak pasca perceraian? 15.Bagaimana pemenuhan pendidikan anak pasca perceraian?

16. Apakah anak memperoleh kasih sayang dari orang tua pasca perceraian? 17.Berapa kali dalam seminggu mantan pasangan Anda mengunjungi anaknya? 18.Apa dampak yang Anda rasakan setelah bercerai?

INFORMAN UTAMA II (anak yang orang tuanya bercerai) Profil Informan

a. Nama :

b. Tempat/Tanggal Lahir :

c. Usia :

d. Pekerjaan :

e. Alamat :

f. Agama :

1. Bagaimana perasaan Anda saat mengetahui orang tua Anda akan bercerai? 2. Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda setelah bercerai? 3. Apa perbedaan yang Anda rasakan setelah orang tua Anda bercerai? 4. Apakah teman Anda mengetahui perceraian kedua orang tua Anda?


(3)

5. Jika iya, apa reaksi mereka setelah mengetahui perceraian kedua orang tua Anda?

6. Apakah ada respon negatif dari teman-teman Anda setelah mengetahui perceraian orang tua Anda?

7. Jika ada, bagaimana cara Anda menghadapinya? 8. Bagaimana perasaan Anda terhadap orang tua Anda?

9. Bagaimana cara Anda melampiaskan perasaan Anda tersebut? 10.Dampak apa yang Anda rasakan setelah orang tua Anda bercerai? 11.Apakah Anda memperoleh hak atas pendidikan dengan baik?

12.Apakah Anda memperoleh kasih sayang dari kedua orang tua setelah mereka bercerai?

13.Apakah orang tua Anda sering memberikan nafkah untuk kebutuhan Anda? 14.Apakah Anda merasa trauma terhadap perceraian setelah orang tua Anda

bercerai?

15.Bagaimana cara Anda dalam mengatasi perasaan trauma tersebut? 16.Apa yang Anda harapkan untuk kehidupan Anda selanjutnya?

2. INFORMAN KUNCI (keluarga dari orang yang bercerai) Profil Informan

a. Nama :

b. Tempat/Tanggal Lahir :

c. Usia :

d. Pekerjaan :


(4)

1. Bagaimana pandangan Anda terhadap perceraian?

2. Bagaimana perasaan Anda ketika mengetahui keluarga Anda akan bercerai? 3. Bagaimana keadaan anak setelah orang tuanya bercerai?

4. Menurut Anda bagaimana seharusnya pemberian hak asuh terhadap anak apabila terjadi perceraian pada orang tua mereka?

5. Menurut Anda apakah pemenuhan pendidikan anak sudah terpenuhi?

6. Menurut Anda apakah pemenuhan kasih sayang terhadap anak sudah terpenuhi?

7. Menurut Anda Apakah hak anak dalam memperoleh nafkah sudah terpenuhi? 8. Sebagai orang terdekat dengan pasangan yang bercerai apa dukungan yang

Anda berikan kepada keluarga mereka?

9. Usaha apa yang Anda lakukan untuk mendamaikan pihak yang bercerai? 10.Dukungan apa yang Anda berikan terhadap anak- anak korban perceraian di

keluarga Anda?

11.Apa dampak yang Anda rasakan setelah terjadinya perceraian di keluarga Anda?


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Huraerah, Abu (2007). Child Abuse (kekerasan terhadap anak). Bandung: NUANSA Joni, Muhammad, dan Tanamas, (1999). Aspek Hukum Perlindungan

Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Adya Bakti

Kertamuda, Fatchiah E. (2009). Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

Latif, Djamil (1981). Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Siagian, Matias. (2011). Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama Su’adah. (2005). Sosiologi Keluarga . Universitas Muhammadiah Malang

Sudarsono. (2005). Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta

Usman, Rachmadi. (2006). Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Keluarga di

Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Sumber Lain:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 13:34 WIB

diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 13:34 WIB

Maret 2016 pukul 2:32 WIB

pukul 7:48 WIB

www://m.gresnews.com/berita/tips/055210/hukum-kawin-kontrak-di-indonesia diakses pada tanggal 27 Maret 2016 pukul 16:43 WIB

tanggal 12 Maret 2016 pukul 12:41 WIB

pukul 12:53 WIB


(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang sedang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apapula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52)

Melalui penelitian ini, penulis ingin menggambarkan tentang masalah perceraian dan pemenuhan anak hak-hak anak yang orang tuanya bercerai di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Jalan Medan Binjai Km. 13,5 Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Penulis memilih lokasi ini dikarenakan lokasi penelitian tersebut dapat dijangkau oleh peneliti baik secara jarak dan waktu. Selain daripada itu, Desa Sei Semayang juga memiliki beberapa kasus perceraian yang membuat peneliti tertarik dalam melakukan penelitian khususnya terhadap percerian dan pemenuhan hak-hak anak yang orang tuanya bercerai.

1.3 Informan

Pada penelitian kualitatif tidak mengenal adanya sample dan populasi. Dalam penelitian subjek penelitiannya adalah informan. Informan adalah orang-orang yang


(7)

dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu guna memberikan informasi, data, maupun fakta dari fenomena yang ada. Informan yang dipilih adalah orang-orang yang memiliki pengalaman dan merasakan langsung dampak dari objek yang diteliti. Adapun informan dalam penelitian ini dibagi atas tiga bagian, yaitu:

3.3.1 Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dengan masalah atau objek yang diteliti. Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah 6 informan yang terdiri dari orang tua yang bercerai dan anak yang merasakan dampak dari perceraian.

3.3.2 Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok dalam penelitian. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah 6 orang yang hidup berdampingan dengan keluarga yang mengalami perceraian yaitu sanak saudara yang tinggal serumah dengan keluarga yang mengalami perceraian.

3.3.3 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat secara langsung dengan objek yang diteliti. Adapun informan tambahan dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Sei Semayang dan Pengadilan Agama Negeri Medan.


(8)

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian guna mengumpulkan data secara akurat adalah sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah proses dalam memperoleh data atau informasi yang mengangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaahan buku, jurnal, dan sumber tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Siagian, 2011: 206)

2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian secara langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diteliti (Siagian, 2011: 206) a. Observasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara mengamati dan

mencatatat segala informasi yang diperoleh.

b. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti kepada informan secara langsung atau bertatap muka sehingga informan memberikan informasi yang diperlukan kepada peneliti (Siagian, 2011: 207)

1.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber baik dari buku, jurnal, serta media tulis lainnya kemudian menelaahnya, mempelajarinya, dan menyusunnya dalam suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta


(9)

membuat analisis sesuai dengan kemampuan peneliti untuk membuat suatu kesimpulan penelitian (Moleong, 2004)

Setiap data atau informasi yang diperoleh dikumpulkan dalam penelitian berupa catatan lapangan, data utama dari hasil wawancara, maupun data penunjang lainnya dilakukan analisis data. Sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan suatu analisis data yang baik dan dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian ini.


(10)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Terbentuknya Desa Sei Semayang

Nama Sei Semayang Merupakan salah satu berasal dari nama sebuah pohon yang ada di dekat sungai. Pohon tersebut bernama pohon mayang. Kerena banyaknya aktivitas yang dilakukan di sungai tersebut, seperti mencuci, mandi, dan keperluan lainnya maka lama-kelamaan orang-orang menyebutnya sungai mayang. Seperti biasa kebanyakan orang suka mempersingkat penyebutan nama daerah, maka disebutlah daerah itu menjadi Sei Semayang

Selain itu, ada juga yang menyebutkan bahwa dahulu Sei Semayang adalah tempat persinggahan bagi orang-orang yang dalam perjalanan dari arah Medan menuju Langkat atau sebaliknya. Di Desa Sei Semayang ini ada sungai yang cukup besar dan biasanya dijadikan tempat untuk sembahyang. Orang-orang menyebut daerah itu dengan sebutan sungai Sembahyang dan berubah menjadi Sei Semayang.

Di zaman Belanda desa ini bernama Rofferdam-A. Setelah itu berubah menjadi desa sei semayang yang dipimpim oleh kepala kampung yang bernama Paiman pada tahun1946-1963. Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September, Desa Sei Semayang dipimpin oleh NG.Sembiring sebagai pejabat kepala kampung desa. Selanjutnya melalui pemilihan kepala desa Sei Semayang NG.Sembiring terpilih menjadi Kepala Desa Sei Semayang sampai tanggal 11 Mei 2001.

4.2 Letak dan Batas Wilayah Desa

Batas wilayah Desa Sei Semayang adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Raya Medan – Binjai;


(11)

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sei Mencirim, desa Krio; 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pujimulio; dan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tunggurono.

4.3 Orbitasi

Desa Sei Semayang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai orbitasi sebagai berikut:

1. Jarak ke Kota Binjai : 3 Km 2. Jarak ke arah Medan : 4 Km

4.4 Keadaan Demografi

Dilihat dari segi keadaan Demografi dapat kita uraikan keadaan Desa Sei Semayang berdasarkan luas dan wilayah penggunaan lahan, Pembagian wilayah dalam Desa Sei Semayang tersebut. Komposisi penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, agama yang dianut, etnis dan suku, dan yang terakhir dilihat berdasarkan mata pencaharian.

4.4.1 Luas dan Wilayah Penggunaan Lahan

Luas wilayah Desa Sei Semayang adalah 1.200 Hektar, adapun potensi lahan yang dimiliki oleh Desa Sei Semayang adalah sebagai berikut:


(12)

Tabel 4.1

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 2 3 4 5 6 Persawahan

a. Tadah Hujan

b. Irigasi Setengah Teknis Perkebunan

a. Perladangan

b. Perkebunan Negara Perdagangan

a. Industri b. Pertokoan c. Pasar Desa Fasilitas Umum

a. Perkuburan

b. Lapangan Olah Raga c. Jalur Hijau

Fasilitas Perkantoran Pemerintah

a. Kantor Kepala Desa Sei Semayang b. Kantor Camat Sunggal

c. Kantor 01 Koramil Sunggal

Perumahan Penduduk/Kompleks Perumahan

102 Ha 95 Ha 188 Ha 700 Ha 35 Ha 6,8 Ha 0,5 Ha 5 Ha 2 Ha 1,4 Ha 0,06 Ha 0,1 Ha 0,07 Ha 64 Ha

Jumlah 1200 Ha


(13)

Sesuai dengan lokasi desa yang terletak di perkebunan, sebagian besar lahan yaitu sebanyak 700 Hektar dipergunakan untuk perkebunan yang mengahasilkan kelapa sawit, kopi, dan sebagainya. begitu juga dengan fasilitas perkantoran pemerintah bagi Desa Sei Semayang yaitu seluas 0,23 Hektar lainnya digunakan untuk perumahan penduduk warga Desa Sei Semayang.

4.4.2 Pembagian Wilayah

Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 18 dusun, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Dusun, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.2

No. Nama Nama Kepala Desa

1 Aman Damai Syafii

2 Sidodadi Ukurta Surbakti

3 Perum BTN Sukarmin

4 Diski/Mesjid Paimin

5 Kali Rejo S. Sukiman

6 Sridadi Ramli

7 Pule Rejo Suhartono

8 Karang Rejo Jumadi Kusuma

9 Pasar Besar Mhd. Iskhak Riduan

10 Pasar Kecil M. Sitepu

11 Gang Horas Appolo Mangunsong


(14)

14 Emplasmen S. Mulyono

15 Kelingan Amir

16 Pasar IV Suheri

17 Sempat Asih Masa Ginting

18 Telaga Dingin Ngarap Ginting

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Jumlah penduduk Desa Sei Semayang terdiri dari berbagai kelompok usia, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.3

No. Kelompok Usia Jumlah (orang)

1 2 3 4 5 6 7

0 – 6 Tahun 7 – 12 Tahun 13 – 18 Tahun 19 – 24 Tahun 25 – 55 Tahun 56 – 79 Tahun 80 Tahun ke Atas

4.554 2.248 3.266 2.980 10.530

1.722 279

Jumlah 24.628

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Berdasarkan tabel di atas, kelompok usia yang dominan di Desa Sei Semayang adalah usia 25 – 55 tahun yang berjumlah 10.530 orang. Sedangkan kelompok usia 80 tahun ke atas merupakan kelompok usia yang terkecil dengan jumlah 279 orang.


(15)

4.4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun Komposisi Penduduk Desa Sei Semayang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4

No. Nama Dusun Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Aman Damai Sidodadi Perum BTN Diski/Mesjid Kali Rejo Sridadi Pule Rejo Karang Rejo Pasar Besar Pasar Kecil Gang Horas Konggo Kongsi Pondok Miri Emplasmen Kelingan Pasar IV Sempat Arih Telaga Dingin 1.541 323 470 483 469 1.117 1.241 862 1.478 636 278 1.719 697 458 636 627 236 207 1.312 297 468 478 443 877 1.005 717 1.011 646 309 1.488 648 407 609 503 212 232 2.583 620 938 961 912 1.994 2.246 1.579 2.489 1.282 587 3.207 1.345 865 1.245 1.130 448 439


(16)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dusun yang memiliki proporsi terbesar dalam Desa Sei Semayang adalah Konggo Kongsi yang memiliki jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.719 Jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 3.207 Jiwa. Sedangkan dusun yang memiliki proporsi terkecil adalah Sempat Arih yang memiliki jumlah penduduk laki-laki sebanyak 236 Jiwa dan perempuan sebanyak 212 Jiwa.

4.4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

Di Desa Sei semayang, mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Namun, ada juga masyarakat yang menganut agama lain, yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.5

No. Agama Jumlah Persen

1. 2. 3. 4.

IslamKristen Protestan Kristen Katolik Hindu

16.514 6.637 2.089 2.089

86, 0% 6,4% 4,8% 1,8%

Jumlah 34.628 Jiwa 100%

Sumber: Profil data Sei Semayang 2010

4.4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku

Adapun Komposisi Penduduk Desa Sei Semayang berdasarkan Etnis atau Suku dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(17)

Tabel 4.6

No. Jenis Etnis/Suku Jumlah Persen

1. 2. 3. 4. 5.

Jawa Melayu Batak Tamil Lain-lain

6.732 4.432 610 234 13.632

16,13% 11,90% 6,71% 2,97% 20,67%

Jumlah 24.682 Jiwa 100%

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa suku Jawa merupakan suku mayoritas Penduduk Desa Sei Semayang yaitu sebanyak 6.732 jiwa. Adapun suku lain yang memiliki jumlah terkecil adalah suku Tamil yaitu sebanyak 234 jiwa. Namun, ada juga berbagai macam suku lain yang menjadi bagian dari masyarakat Desa Sei Semayang seperti suku Karo, Mandailing, Tionghoa, Minang, Aceh, Gayo, Nias, Pakpak, Banten, dan suku Bugis yaitu sebanyak 13.632 jiwa.

4.4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Seperti yang dijelaskan pada tabel sebelumnya bahwa jumlah penduduk Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal berjumlah 24.682 jiwa dan terdiri dari 5.062 Kk. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka mata pencaharian mereka pun bermacam-macam, diantaranya sebagai PNS, Karyawan Swasta, Pedagang, TNI, Polri, dan lain-lain. Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.


(18)

Tabel 4.7

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Pegawai Negeri S ipil Pegawai Swasta Wiraswasta/Pedagang TNI/Polri Jasa Pensiunan Karyawan Pabrik Buruh Bangunan

Pengusaha Industri Kecil Supir Buruh Perkebunan Petani 825 orang 1.195 orang 62 orang 17 orang 108 orang 98 orang 933 orang 2.334 orang 8 orang 218 orang 1.896 orang 65 orang

Jumlah 7.760 orang

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Berdasarkan tabel di atas, terlihat jelas bahwa Buruh Perkebunan dan Buruh Bangunan adalah profesi yang paling mendominan di Desa Sei Semayang dengan jumlah sebanyak 2.334 orang. Sedangkan proses yang sangat sedikit adalah pengusaha Industri Kecil yaitu sebanyak 8 orang.


(19)

4.4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berjumlah 24.628 jiwa dan dengan luas wilayah 1200 Ha, maka kepadatan penduduk Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP

Tamat SLTA/SMA Umum Tamat SLTA/SMK Kejuruan Tamat Akademik

Tamat Perguruan Tinggi SI ke atas

8.789 991 4.236 3.698 3.790 2.485 797 994 497

Jumlah 24.682 orang

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.5 Sarana dan Prasarana Desa Sei Semayang 4.5.1 Fasilitas Sarana dan Tempat Ibadah

Dalam melaksanakan segala kegiatan keagamaan di Desa Sei Semayang kecamatan Sunggal telah dibangun sarana ibadah, baik berupa mesjid atau mushola bagi masyarakat yang beraga Islam maupun sarana-sarana tempat ibadah lainnya


(20)

seperti gereja dan kuil. Untuk mengetahui data sarana ibadah tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.9

No. Jenis Sarana Ibadah Jumlah (Unit)

1. 2. 3. 4. Mesjid Mushola Gereja Kuil 8 6 4 3

Jumlah 21 unit

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.5.2 Fasilitas Kelayakan Jalan

Penjelasan terkait kelayakan jalan dan kondisi jalan yang telah dibangun dan yang menghubungkan antara Desa Sei Semayang dengan desa-desa lain, begitu juga dengan kota serta kabupaten lain dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10

No. Jalan Panjang (Km) Kondisi

1. 2. 3. 4. Propinsi Kabupaten Desa Gang 4 3 25 8

Baik dan beraspal Baik dan beraspal Baik dan beraspal Baik dan di cor semen

Jumlah 40 Km


(21)

4.5.3 Fasilitas Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan bagi masyarakat Desa Sei Semayang sudah cukup memadai, hal ini terlihat dengan adanya sekolah-sekolah seperti TK, SD Negri ataupun SD Swasta, dan SLTP Negeri ataupun Swasta dapat di lihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.11

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Unit Jumlah Murid Jumlah Pengajar

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. TK SD Negeri SD Impres SD Swasta SLTP Negeri SLTP Swasta SMA Swasta 1 4 2 2 1 3 2 86 1.423 425 1.698 859 1.735 485 7 53 34 65 38 78 36

Jumlah 15 orang 6.711 orang 311 orang

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.5.4 Fasilitas Sarana Transportasi Desa Sei Semayang

Adapun fasilitas dan sarana transportasi yang terdapat di Desa Sei Semayang dapat di lihat pada tabel di bawah ini.


(22)

Tabel 4.12

No. Sarana Transportasi Jumlah Unit

1. 2. 3. 4. 5.

Becak Becak Mesin Sepeda Motor

Angkutan Kota (Angkot) Truk

135 10 87 115

7

Jumlah 354 unit

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa becak merupakan sarana trasportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Desa Sei Semayang yaitu sebanyak 135 unit. Sedangkan truk adalah alat trasportasi yang paling sedikit digunakan oleh masyarakat yaitu sebanyak 7 unit.

4.5.5 Fasilitas Pengguna Sarana Komunikasi, Listrik dan Air Minum

Masyarakat Desa Sei Semayang telah mendapatkan fasilitas-fasilitas yang dapat mempermudah kelangsungan aktivitas kehidupan mereka seperti adanya sarana PLN, PDAM, dan juga kantor pos. Adapun pelanggan listrik PLN adalah sebanyak 7.425 Kk dan Air PDAM adalah sebanyak 896 Kk, dapat dilihat bahwa masih banyak rumah tangga yang belum menggunakan jasa air bersih milik perusahaan pemerintah tersebut.

4.5.6 Sarana Kesehatan

Di Desa Sei Semayang ada juga terdapat sarana dan prasarana kesehatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


(23)

Tabel 4.13

No. Sarana Kesehatan Jumlah Jumlah Tenaga Medis

1. 2. 3.

Puskesmas Poliklinik

Balai Pengobatan

1 2 4

8 3 4

Jumlah 7 unit 15 orang

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang paling banyak yang ada di Desa Sei Semayang adalah Balai Pengobatan yaitu sebanyak 4 unit dengan jumlah tenaga medis sebanyak 4 orang. Sedangkan yang paling seidkit adalah Puskesmas yaitu sebanyak 1 unit dengan jumlah tenaga medis sebanyak 8 orang.

4.6 Potensi Desa Sei Semayang

4.6.1 Potensi Jasa dan Usaha Perdagangan

Adapun potensi dan usaha yang terdapat di dalam lingkup wilayah Desa Sei Semayang yaitu ada beberapa jenis kegiatan dan usaha yang mendukung dan menolak kinerja pemerintahan dan juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakatnya. Hal tersebut bisa di lihat pada tabel di bawaha ini.


(24)

Tabel 4.14

No. Jenis Usaha Jumlah

(Unit)

Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Penginapan/wisma Rumah Makan Pertokoan Stasiun Bus/Angkot Reperasi Elektronik Tukang Jahit Bengkel Kerajinan Keramik Industri Rumah Tangga Koperasi Simpan Pinjam

3 8 16 4 3 6 5 2 4 1 60 23 29 11 7 12 19 15 17 5

Jumlah 52 198

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.6.2 Potensi Hasil Peternakan dan Perikanan

Berikut adalah beberapa hasil dari potensi peternakan dan perikanan yang dihasilkan oleh beberapa masyarakat yang ada di Desa Sei Semayang, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(25)

Tabel 4.15

No. Jenis Komoditi Jumlah (ekor)

1 2 3 4 5 6

Sapi Kambing Ayam Bebek Ikan Kolam Babi

26 85 6.151

186 259 43

Jumlah 6.750 ekor

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

4.7 Sistem Pemerintahan Desa Sai Semayang

Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Desa saat ini bernama Asli Sembiring juga dibantu oleh Sekretaris Desa dan juga kepala-kepala bagian yang menangani bidang masing-masing, seperti Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kesra, dan Kepala Urusan Perekonomian. Sedangkan posisi struktur pemerintahan Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal yang paling bawah adalah Kepala Dusun. Hla ini dapat dilihat dalam bagan struktur pemerintahan di bawah ini.


(26)

Kepala Desa Asli Sembiring Sekretaris Desa Risda Ka. Pembangunan Tri Suci Ka. Kesra

Hari Satria Utomo Ka. Umum

Abdul Razak

Ka. Perekonomian Hendra Budi Hartono

Amd. Kepala Dusun V Kepala Dusun VI Kepala Dusun VII Kepala Dusun VIII Kepala Dusun IX Kepala Dusun IV Kepala Dusun III Kepala Dusun II Kepala Dusun I Kepala Dusun X Kepala Dusun XI Kepala Dusun XII Kepala Dusun XII Kepala Dusun XIII Kepala Dusun XIV Kepala Dusun XV Kepala Dusun XVI Kepala Dusun XVII Kepala Dusun XVIII Gambar 4.2

Struktur Pemerintahan Desa Sei Semayang

Sumber: Profil Desa Sei Semayang 2010

Setiap Desa memiliki Sistem Pemerintahan yang diduduki oleh seorang Kepala Desa, dimana Kepala Desa bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas pemerintah guna memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakatnya. Untuk memperlancar tugasnya, maka Kepala Desa dibantu oleh Sekretasis Desa dan dibantu juga oleh beberapa orang staff kepala urusan masing-masing yang menangani bidang


(27)

urusannya seperti ada Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kesra, dan yang terakhir ada Kepala Urusan Perekonomian.

4.7.1 Aparat Ketertiban dan Ketentraman Desa

Untuk membantu perekonomian Sistem Pemerintahan Desa Sei Semayang yang kondusif, kama dibutuhkan sistem keamanan untuk menjaga ketertiban dan ketentraman desa tersebut. Adapun aparat ketertiban dan ketentraman desa terdiri dari nggota Hansip, anggota Kamra, dan Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Poskamling. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.16

No. Aparat Keamanan Jumlah (orang)

1. 2. 3.

Anggota Hansip Anggota Kamra Anggota Poskamling

10 10 18

Jumlah 38


(28)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitataif, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang. Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara dengan informan.

Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 orang, dengan komposisi 6 orang informan utama dan 6 orang informan kunci. Pada informan utama dan informan kunci dilakukan wawancara yang mendalam untuk memperoleh data mengenai perceraian dan pemenuhan hak-hak anak.

Infroman utama dalam penelitian ini adalah 6 orang yang terdiri dari 3 orang yang pernah mengalami perceraian dan 3 orang anak yang merasakan dampak dari perceraian orang tua. Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini adalah 6 orang yang hidup berdampingan dengan keluarga yang pernah mengalami perceraian seperti kakek, nenek, paman, bibi, saudara sekandung, ataupun saudara sepupu.

5.2 Hasil Temuan

5.2.1 Informan Utama I: Orang yang pernah bercerai

Nama : EJ

Tempat/Tanggal Lahir : 14 Juli 1983

Usia : 33 tahun


(29)

Alamat : Medan

Agama : Islam

EJ merupakan seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai seorang guru TK di salah satu Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) swasta di Desa Sei Semayang. EJ pernah mengalami masalah dalam rumah tangga yang mengakibatkan perceraian.

EJ memilih untuk bercerai alasannya karena adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dirasakan EJ yang dianggapnya sudah terlewat batas. Hal ini diakibatkan karena adanya kecemburuan dalam perolehan pendapatan karena EJ bekerja sebagai guru dan suaminya hanya seorang serabutan (kuli bangunan). Berikut penuturan EJ:

“Dia kalau lagi marah suka sekali manggil saya pakai kata-kata kotor, kadang mau dia maki-maki saya depan anak-anak. Pernah sekali itu dia mau pukul saya tapi karena anak-anak saya lihat, dia jadi tidak berani. Saya heran, kenapa harus mempermasalahkan saya bekerja, harusnya dia itu bersyukur karena saya bisa membantu dia dalam mencari nafkah. Jika saya juga menghasilkan uang, otomatis ekonomi keluarga sayakan juga ikut terbantu, kebutuhan anak pun juga bisa terpenuhi. Sekarang iya anak-anak masih kecil, kebutuhannya masih sedikit, tapi nanti kalau sudah besar, pendidikannya semakin tinggi, apa tidak membutuhkan uang banyak. Dia hanya memikirkan gengsinya saja. Mungkin karena penghasilan saya lebih besar daripada dia.”

Hubungan EJ dengan suaminya selama masa perkawinan sangat baik. Pola komunikasinya berjalan lancar. Hal ini ditandai dari keseharian EJ dengan suami


(30)

yang selalu berbagi cerita pada saat berada di rumah setelah pulang bekerja. Berikut penuturan EJ:

“Saya menikah sudah hampir 8 tahun. Dan lima tahun di awal pernikahah semua baik-baik saja. Hubungan saya dan suami baik. Komunikasi juga lancar. Di rumah pun kami sering cerita tentang bagaimana pekerjaan hari ini.”

Hubungan EJ dengan keluarga besar juga berjalan dengan baik. Selama masa pernikahan masih berjalan, hubungan EJ dan anak-anaknya dengan keluarga besar pihak suami sangat erat. Hal ini ditandai dari keseharian EJ dimana EJ tidak merasa sungkan untuk bercerita dan meminta pendapat jika EJ sedang mengalami masalah di rumah. Pada saat-saat tertentu, EJ dan keluarga besarnya tersebut baik ibu dari suami, kakak dari suami, ataupun adik dari suami sering berbelanja bersama baik itu untuk kebutuhan rumah tangga ataupun untuk kebetuhan pribadi. Berikut penuturan EJ:

“Saya dengan keluarga suami saya juga hubungannya baik. Bahkan kami sering janjian untuk belanja keperluan dapur sama-sama ke pasar. Kadang juga kalau mau belanja baju atau mau beli yang lain-lain juga sering sama-sama. Kalau ada masalah di rumah juga ceritanya ke mertua, tapi seringnya ke kakak ipar. Sama anak-anak juga hubungannya baik, bahkan sering dikasih uang jajan sama neneknya (orang tua suami).”

Keinginan EJ yang ingin bercerai mendapat pertentangan dari kedua orang tua EJ. Alasannya adalah karena anak. Anak-anak EJ masih kecil saat ini yaitu usia 6


(31)

dan 9 tahun, sehingga orang tua EJ perpendapat bahwa jika EJ bercerai maka perkembangan anak-anaknya akan terganggu dikemudian hari. Berikut penuturan EJ:

“Sebenarnya tidak ada yang setuju jika saya bercerai, termasuk orang tua saya karena mikirin anak. Jika bercerai nanti bagaimana dengan anak-anak, kan mereka masih kecil. Jadi ada rasa kasihan.”

Dukungan yang EJ terima dari keluarga adalah nasihat. Berikut penuturan EJ:

“Keluarga hanya kasih nasihat aja. Nasihati soal anak-anak nantinya bagaimana kalau saya bercerai.”

Pendapat keluarga tentang keputusan perceraian yang diambil oleh EJ, keluarga memberikan respon netral. Artinya, keluarga tidak mendukung ataupun melarang keputusan EJ tersebut alasannya karena keluarga sepenuhnya menyerahkan keputusan tersebut ke tangan EJ dan apapun keputusan tersebut keluarga berpendapat bahwa keputusan itu adalah yang terbaik. Berikut penuturan EJ:

“Keluarga tidak ada yang berani ikut campur dalam keputusan bercerai. Karena dalam masalah ini kan saya yang tau kenapa dan saya yang merasakan. Saya udah tidak tahan sama sikapnya makanya saya minta cerai. Orang tua saya memang tidak mendukung saya bercerai, tapi orang tua saya menghargai keputusan saya itu karena mereka beranggapan apapun keputusannya itu yang terbaik buat saya dan anak-anak kedepannya.”

Respon anak setelah mengetahui keputusan EJ untuk bercerai adalah kaget, tapi mereka menerima karena mereka masih kecil. Anak-anak EJ pernah bertanya


(32)

ini dianggap EJ biasa saja karena anak-anak EJ belum mengerti tentang apa yang dialami oleh kedua orang tuanya. Berikut penuturan EJ:

“Anak-anak pernah bertanya, kenapa ibu tidak berbaikan dengan ayah? Saya hanya bisa bilang ke mereka bahwa kalian masih kecil dan belum mengerti. Nanti kalau kalian sudah besar, pasti kalian akan mengerti.”

Hambatan yang dirasakan oleh EJ ketika berkeinginan untuk bercerai adalah masalah biaya. Biaya untuk melakukan gugatan perceraian ke pengadilan agama membutuhkan biaya yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 3.500.000,-. Hal itulah yang membuat EJ sampai sekarang belum sah bercerai secara hukum. Akan tetapi, EJ dan suami telah sah bercerai secara agama karena EJ dan suami sudah berbisah sejak lebih 1 tahun yang lalu tanpa memberikan nafkah. Berikut penuturan EJ:

“Sudah hampir setahun inilah dia pergi dari rumah, tanpa memberi nafkah dan perhatian sama anak-anak. Jika seperti ini, secara agama saya dengan dia sudah resmi bercerai. Tapi secara hukum belum saya urus gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Biarin dia aja yang urus. Mengajukan gugatanke pengadilankan butuh biaya, kalau tidak salah sekitar Rp 3.500.000 sekali ngajukan gugatan, daripada uangnya untuk itu mending uangnya saya pakai untuk kebutuhan anak-anak.”

Hal yang menjadi pertimbangan EJ dalam mengambil keputusan untuk bercerai adalah kondisi mental anak-anak. EJ dan suami memang sering bertengkar dan terkadang melakukan kontak fisik (memukul). Pada saat pertengkaran terjadi, anak-anak EJ selalu melihat dan mendengar yang mengakibatkan adanya perasaan takut. Berikut penuturan EJ:


(33)

“Daripada anak-anak saya terus-terusan melihat ayahnya kasar sama saya takutnya udah besar nanti mereka malah merasa benci sama ayahnya. Kadang mereka nangis kalau udah lihat saya dipukul dan kalau ada ayahnya dirumah kadang mereka tidak mau keluar kamar. Lagi pula saya tidak mau kalau anak-anak saya juga ikut mendapat perlakuan kasar dari dia.”

EJ berharap dari perceraian ini agar bisa hidup tenang dan bahagia tanpa adanya tekanan dari suami dan berharap kedepannya EJ mampu membesarkan anak-anaknya tanpa kekurangan apapun. Berikut Penuturan EJ:

“Setelah bercerai harapannya kedepan bisa lebih baik, bisa lebih tenang, dan biarpun tidak ada suami, saya bisa besarkan anak dengan baik.”

Setelah bercerai, perasaan EJ menjadi lebih tenang karena Ej tidak lagi merasa tertekan dengan sikap suaminya yang selalu kasar. EJ juga merasa lebih bahagia dalam menjalani kehidupannya bersama anak-anaknya saat ini. Berikut penuturan EJ:

“Kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dan bahagia sekarang. Anak-anak saya pun kelihatannya lebih tenang.”

Hak asuh anak berada di tangan EJ, karena anak-anaknya masih kecil jadi EJ mempertahankan anak-anaknya berada di rumah bersama EJ. Meskipun suami EJ berusaha membawa anaknya tapi EJ tetap berusaha agar anak-anaknya tetap bersama EJ karena EJ takut anak-anaknya tersebut terpengaruh oleh perilaku kasar suaminya itu, sehingga pada saat itu EJ dan suami sempat bertengkar dan saling tarik menarik


(34)

“Anak-anak semua ikut saya. Kalau sama bapaknya tidak ada yang mau ikut. Kemaren waktu bapaknya mau pergi, itu anak saya yang besar mau dibawanya. Tapi anaknya nangis terus saya pegang aja tangannya jadi sempat tarik-tarikkan sama bapaknya.”

Kondisi ekonomi EJ setelah bercerai tidak mengalami kesulitan karena EJ adalah seorang pekerja yang memiliki pendapatan cukup. Selain bekerja sebagai seorang guru TK, EJ juga bekerja sambilan sebagai pedagang dan dari penghasilan itulah EJ berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan ana-anaknya. Berikut penuturan EJ:

“Setelah berpisah, perekonomian keluarga memang melemah dan kebutuhan anak-anak lama terpepenuhi karena harus nunggu gajian dulu baru bisa. Tapi semua baik-baik aja, alhamdulillah kebutuhan anak tidak pernah kekurangan. Karena saya pun juga berdagang, jadi bisa terus putar modal untuk dapat penghasilan.”

Hak anak secara nafkah belum terpenuhi. Hal ini terbukti sejak bercerai mantan suaminya tidak pernah rutin memberikan nafkah untuk anak-anaknya kecuali pada saat anak-anaknya meminta secara langsung untuk uang jajan ataupun untuk kebutuhan lainnya. Berikut penuturan EJ:

“Kalau untuk nafkah suami saya itu sejak pisah tidak pernah ngasih nafkah. Jangankan ngasih perbulan, untuk uang jajan anak-anak saja kadang kalau tidak diminta dia tidak ngasih. Diminta pun kadang-kadang dia menghindar.”


(35)

Hak anak untuk memperoleh pendidikan juga telah terpenuhi. Meskipun mantan suami EJ tidak memberikan nafkah secara utuh namun EJ tetap berusaha untuk memberikan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Sekarang anak sulung EJ sudah duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) dan anak bungsu EJ masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK). Berikut penuturan EJ:

“Kalau untuk pendidikan anak-anak saya tidak ada masalah. Paling besar udah kelas 5 SD, yang paling kecil masih TK. Biaya pendidikan saya masih mampu buat anak-anak, apalagi saya ngajar TK, gajinya lumayan buat kebutuhan anak-anak. Di tempat saya ngajar, anak yang orang tuanya bekerja di sekolah dikasih keringanan biaya selama setahun uang sekolanya gratis. Jadi dari situ saya udah terbantu juga.”

Pemenuhan akan kasih sayang menurut EJ anak-anaknya sudah mendapatkan yang terbaik karena EJ selalu ada untuk anak-anaknya, EJ juga selalu memperhatikan setiap kebutuhan anak-anaknya baik itu kebutuhan sekolah ataupun kebutuhan sehari-hari di rumah. Akan tetapi, kasih sayang dari seorang ayah belum bisa terpenuhi secara utuh oleh anak-anaknya. Alasannya, mantan suami EJ sekarang sudah mulai menutup diri dengan anak-anaknya dan susah untuk saling berkomunikasi.

“Saya kasihan sama anak-anak saya. Mereka masih punya Ayah tapi serasa tidak punya. Jangankan ngasih uang jajan, menelpon saya untuk menanyakan kabar anak-anak saja dia tidak pernah.”


(36)

Mantan suami EJ jarang berkunjung untuk melihat anak-anaknya. Bahkan untuk sekali seminggu saja belum tentu. Jangankan sekali seminggu, untuk hari-hari besar seperti hari raya saja mantan suami EJ juga jarang ada bersama anak-anaknya.

“Saya tidak pernah membatasi dia untuk berjumpa dengan anak-anak, tapi ya mungkin karena dia sudah punya kehidupan baru jadi anak-anaknya jadi dilupakan. Kalaupun dia datang mau jumpai anak-anak ya itu paling hanya sebentar. Seperti saat lebaran atau hari libur, palingan hanya sebulan sekali dia datang, itupun juga tidak tentu, terkadang datang dan terkadang tidak.”

Dampak yang EJ rasakan setelah bercerai adalah hubungan antara EJ dan anak-anaknya dengan mantan suami dan keluarga besar dari pihak mantan suami berubah. Jika dulu hubungan mereka baik dan akrab maka setelah bercerai, mereka seperti orang asing tidak saling mengenal. Bahan anak-anak EJ juga sudah tidak dianggap sebagai keluarga. Hal ini ditandai dengan sikap mereka yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap EJ dan anak-anaknya.

“Keluarga dari suami saya sepertinya menjauhkan diri dari anak-anak. Nanti kalau ketemu atau jumpa di jalan mereka tidak mau menegur, malah buang muka dan pura-pura tidak kenal.”

5.2.2 Informan Utama II: Orang yang pernah bercerai

Nama : YH

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Morawa, 30 November 1973

Usia : 43 tahun

Pekerjaan : Pedagang


(37)

Agama : Islam

YH merupakan seorang ibu rumah tangga yang pernah mengalami perceraian. Dengan usia pernikahan selama 11 tahun dan telah dikaruniai 3 orang anak, pada tahun 2004 YH akhirnya memilih untuk bercerai.

YH memilih bercerai karena YH merasa tertekan dengan prilaku penyimpang suaminya yang berujung pada tindak kekerasan dalam rumah tangga. Suami YH adalah seorang pecandu minum-minuman keras dan seorang penjudi. Setiap kali pulang kerumah suami YH selalu marah-marah dan apabila tersinggung suami YH sering sekali memukul ataupun melempar sesuatu ke arah YH. Berikut penuturan YH:

“Saya tau sikap dan kebiasaan suami saya yang suka mabuk-mabukan dan main judi itu tidak benar. Tapi saya terima apa adanya karena cinta. Tapi setahun belakangan sikap dan kebiasaannya buat saya tidak tahan. Dia pulang sering mabuk-mabukan, kalau sudah di rumah bawaannya di selalu marah dan sering main pukul, ngomongnya pun kasar, saat saya tegur justru saya yang di maki-maki.”

Selama masa perkawinan, hubungan YH dengan suami berjalan dengan baik. Bukan hanya dalam hubugan komunikasi. Hubungan dalam membesarkan anak YH dan suami juga saling bekerja sama. Berikut penuturan YH:

“Hubungan kami selama menikah baik-baik saja. Semua selalu dikomunikasikan secara baik, tidak pernah ribut, sama anak-anak dia pun sayang.”


(38)

Hubungan YH dengan keluarga besar dari pihak suami juga berjalan dengan baik. Bahkan kakak dari suami YH selalu membantu YH jika ada kesulitan. Berikut penuturan YH:

“Saya dengan keluarga suami saya pun gak pernah ribut. Mereka semua baik. Mereka juga sering bantu kami kalau lagi susah.”

Keinginan YH untuk melakukan perceraian mendapatkan dukungan penuh dari keluarga dan saudara termasuk anak-anak. Berikut penuturan YH:

“Orang tua ngasih nasihat, kalau bercerai nanti bagaimana, siap apa belum. Anak-anak juga sama juga seperti itu.”

Orang tua saya adalah orang yang paling mendukung keputusan saya untuk bercerai karena pada dasarnya mereka memang sudah tidak menyetujui hubungan YH dengan suami karena mereka menganggap bahwa suami YH adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Berikut penuturan YH:

“Keluarga sangat dukung saya kalau mau cerai. Terutama orang tua saya. Katanya saya memang lebih bagus pisah daripada mempertahankan rumah tangga yang udah tidak sehat seperti itu. Sakit hati, sakit badan, dan sakit otak kalau terus dipertahankan. Mamak bilang gitu karena mamak yang lihat saya gimana tertekannya dengan perilaku suami saya dirumah”.

Saat keluarga YH baru mengetahui keputusan YH untuk bercerai, keluarga merasa kecewa, dan sedih. Berikut penuturan YH:

“Orang tua saya merasa kecewa karena saya dulu tidak pernah mendengar nasihatorang tua. Padahal dulu sebelum menikah saya udah dinasihati.


(39)

Sekarang udah kejadian baru tau rasa. Sedih juga iya, karena mikirin anak-anak gimana nanti ini kedepannya.”

Sedangkan anak-anak YH saat mengetahui orang tuanya akan bercerai adalah merasa sedih. Tapi mereka memahami bahwa keputusan untuk bercerai adalah keputusan yang terbaik. Berikut penuturan YH:

“Kalau anak-anak mendukung saya juga. Mereka kasih semangat buat saya dan mereka peluk saya waktu itu. Saya tau hidup tanpa suami memang sulit, apalagi lihat anak-anak nanti kalau tidak punya ayah.”

Hambatan yang dirasakan YH ketika berkeinginan untuk bercerai adalah masalah biaya. YH merasa biaya untuk melakukan gugatan perceraian ke pengadilan itu sangat mahal. Sehingga YH tidak melakukan gugatan ke pengadilan. Berikut penuturan YH:

“Cerainya di atas hitam putih ajalah, tidak sampai ke pengadilan karena gurusnya repot dan biayanya juga mahal. Daripada uangnya untuk bayar ke pengadilan mending uangnya untuk anak.”

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbang YH dalam mengambil keputusan untuk bercerai pada saat itu, yaitu masalah ekonomi, status sosial anak, dan masa depan anak-anaknya. Berikut penuturan YH:

“Kalau saya bercerai nanti penghasilan rumah tangga jadi berkurang, yang mau biayai sekolah anak-anak siapa? Iya kalau tiap bulan tetap di kasih nafkah, kalau tidak mau bagaimana. Pengahasilan saya sebagai pedagang kan


(40)

lah jadinya. Tapi kalau saya tetap bertahan dengan kondisi yang seperti itu pasti anak-anak juga akan merasa tertekan karena tiap hari ayahnya pulang mabuk-mabukan, ngomongnya pun selalu kasar, takutnya udah besar nanti ditiru pula yang seperti itu”.

YH berharap setelah bercerai kehidupannya dan anak-anaknya bisa hidup lebih baik tanpa adanya perasaan tertekan dan bisa mandiri untuk bisa memenuhi kebutuhan anak dan biaya sekolahnya. Berikut penuturan YH:

“Mudah-mudahan kedepannya bisa lebih baik. Bisa mandiri cari uang sendiri biar bisa buat kebutuhan anak-anak. Itu aja yang saya inginkan.”

Setelah bercerai, YH merasakan lebih tenang dan bahagia karena YH merasa semua beban dan masalah yang selama ini dirasakannya menghilang dan serasa bebas dari tekanan yang selama ini dia rasakan dari perilaku buruk suaminya itu. Berikut penuturan YH:

“Sekarang udah terasa kali bedanya. Lebih tenang aja karena tidak ada berantem-berantem di rumah. Tenang aja jadinya kalau di rumah. Senanglah.”

YH mendapat tanggung jawab penuh dari keluarga untuk mengasuh anak secara utuh dan hal tersebut juga sudah disetujui oleh mantan suami. Berikut penuturan YH:

“Mantan suami saya mungkin sadar kalau dirinya kurang baik kalau ngurus anak. Kanya anak-anak sama saya. Dia juga pesan sama saya untuk jaga anak-anak.”


(41)

Kondisi ekonomi YH setelah bercerai sempat mengalami kesulitan, karena pada waktu itu YH tidak bekerja dan masih bergantung pada orang tua. Kemudian YH mendapat modal dari keluarga untuk membangun usaha. Hasilnya, usaha YH maju dan sekarang mampu memperoleh pendapatan untuk menafkahi anak-anaknya.

“Awal-awal pisah memang perekonomian saya sangat sulit. Pernah uang sekolah anak sampai nunggak 2 bulan. Tapi saya usaha terus cari pinjaman ke bank untuk nambah modal usaha saya dan hasilnya alhamdulillah berhasil. Kalau dulu penghasilan saya sebulan hanya sekitar Rp 700.000 – Rp 800.000 sekarang bisa sampai Rp 1.200.000 – Rp 2.000.000 per bulan”.

Dalam pemberian nafkah kepada anak, mantan suami YH bertanggung jawab. Mantan suami YH sering memberikan uang untuk biaya sekolah dan terkadang memberikan uang untuk kebutuhan-kebutuhan lain bagi anaknya. Berikut penuturan YH:

“Secara nafkah masih dibiayai sama bapaknya. Kayak uang sekolah sama uang jajan anak-anak saya suruh minta ke bapaknya. Kalau diminta bapaknya rajin ngasih. Tapi kadang kalau tidak diminta dia tidak ngasih.”

Dari segi pendidikan, YH selalu mengutamakan yang terbaik. Sekarang dua anak YH sudah melanjutkan sampai ke Universitas dan dua anak yang lain masih bersekolah. Berikut penuturan YH:

“Kalau untuk pendidikan saya tidak main-main. Apapun saya usahakan kalau itu untuk pendidikan. Sekarang anak saya dua udah kuliah, dua lagi masih


(42)

Meskipun telah bercerai, mantan suami YH masih memberikan kasih sayangnya kepada anaknya dalam bentuk perhatian dan memberikan motivasi agar anak-anaknya rajin bersekolah. Berikut penuturan YH:

“Tapi kalau menelpon dia sering, nanyak kabar anak-anak, nanyak udah makan apa belum, nanyak udah belajar apa belum, gimana di sekolah hari ini, ya gitu-gitu lah.”

Mantan suami YH sering bertemu dengan anak-anaknya. Karena jarak tempat tinggal YH dengan mantan suami tidak terlalu jauh sehingga anak-anak YH bisa kapan saja bertemu dengan ayahnya. Berikut penuturan YH:

“Anak-anak masih sering ketemu sama bapaknya. Rumahnya kan dekat. Jadi bisa main kapan aja.”

Dampak yang dirasakan YH setelah bercerai adalah YH bisa lebih mandiri secara finansial dan tidak perlu lagi bergantung pada orang tua YH. Selain itu YH merasa dirinya lebih dewasa dalam memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Berikut penuturan YH:

“Kalau dulu masih bergantung sama orang tua. Biaya makan pun masih numpang sama orang tua. Sekarang karena udah punya usaha sendiri dan udah berpenghasilan jadinya bisa lebih mandiri dan belajar dari pengalaman saya jadinya bisa lebih hati-hati kalau dekat dengan orang”.

Sekarang YH sudah membangun hubungan rumah tangga yang baru dan dikaruniai seorang anak perempuan yang sekarang sudah berusia 7 tahun. YH


(43)

berharap, anak-anaknya kelak tetap dapat hidup rukun dan saling membantu dalam setiap kesulitan. YH juga berharap bahwa perceraian yang terjadi dalam keluarganya bisa menjadi pelajaran untuk anak-anaknya dalam mencari pasangan.

5.2.3 Informan Utama III: Orang yang pernah bercerai

Nama : IH

Tempat/Tanggal Lahir : 7 September 1985

Usia : 31 tahun

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Medan

Agama : Islam

IH merupakan seorang pedagang yang sehari-harinya berjualan kartu paket internet yang berada di jalan binjai. IH adalah seorang pria yang sudah menikah dan telah memiliki anak dua orang laki-laki yang masih berusia 5 dan 4 tahun. Masalah ekonomi yang dianggapnya pas-pasan memicu pertengkaran dan menyebabkan IH berpisah dengan isterinya.

IH tidak pernah menginginkan adanya perceraian. Tapi IH terpaksa berpisah karena IH ditinggal oleh isteri sejak setahun yang lalu karena faktor ekonomi dan adanya pihak orang ketiga dalam rumah tangganya. Berikut penuturan IH:

“Memang sering berantem karena masalah uang. Dia maunya selalu lebih. Kalau sama dia, uang berapun yang saya kasih tidak pernah cukup. Dengar-dengar dia udah punya pasangan baru yang lebih mapan dari saya dan mau menikah.”


(44)

Hubungan IH dengan isteri selama masa perkawinan kurang harmonis dan sering sekali terjadi pertengkaran karena masalah uang. Berikut penuturan IH:

Hubungna saya dengan isteri dari awal menikah memang kurang harmonis, sering ribut karena dia selalu menanyakan soal uang kalau saya pulang kerja.”

Hubungan dengan keluarga dari pihak isteri selama masa perkawinan berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan hubungan komunikasi yang lancar antara IH dengan ibu mertuanya serta keluarga besarnya. Berikut penuturan IH:

“Kalau hubungan saya dengan keluarga besar dari isteri baik-baik aja. Bahkan masih sering komunikasi sampai sekarang dan selalu tanya soal anak.”

Tidak ada yang mendukung terjadinya perpisahan yang dialami oleh IH. Bahkan keluarga dari pihak IH maupun keluarga dari pihak isteri sangat menyayangkan dan merasa kecewa atas tindakan isteri IH yang memilih untuk berpisah. Berikut penuturan IH:

“Kalau untuk berpisah tidak ada yang mendukung. Tapi kalau memang sudah seperti ini mau tidak mau ya harus berpisah biarpun kecewa tetap harus ikhlas.”

Respon keluarga setelah mengetahui keputusan isteri IH untuk bercerai adalah kecewa, sedih, dan marah. Hal yang membuat keluarga IH kecewa adalah sifat isterinya yang terlalu matrialistis (lebih mencintai harta dan kemewahan), dan hal yang membuat keluarga sedih karena memikirkan anak-anak IH yang masih kecil


(45)

ditinggalkan oleh ibunya. Sedangkan hal yang membuat keluarga IH marah adalah cara isterinya yang pergi begitu saja tanpa ada kepastian yang jelas dan tidak memperdulikan perasaan anak-anaknya. Berikut penuturan IH:

“Yang pastinya kecewa. Karena dia perempuan tapi dia tega ninggalin keluarganya kayak gini. Sedih iya juga karena kasihan sama anak-anak kan masih kecil.”

Saat isteri IH pergi dari rumah, anak-anak hanya menanyakan kemana ibunya dan dimana ibunya. Kedua anak IH masih kecil, yaitu usia 5 dan 3 tahun. Sehingga wajar jika mereka selalu menanyakan keberadaan ibunya karena mereka belum mengerti permasalahan yang diamali oleh IH. Berikut penuturan IH:

“Anak-anak sering nanya tentang ibunya sama saya. Sama nenek dan bibinya juga mereka sering tanya. Karena anak-anak masih kecil jadi mereka belum tau masalah dalam rumah tangga itu gimana jadi orang tua saya bilang kalau ibunya pergi kerja.”

Hambatan yang dirasakan oleh IH ketika berkeinginan untuk bercerai adalah biaya dan komunikasi. Biaya yang mahal membuat IH mempertimbangkan kembali keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Selain itu isteri IH yang sudah memutuskan komunikasi juga menjadi penghambat apabila IH melakukan gugatan karena dianggap membuang-buang waktu. Berikut penuturan IH:

“Kalau cerai secara hukum memang belum saya urus, soalnya biayanya mahal, belum lagi biaya transport kesana kemari kan lumayan jugak, bagusan uangnya untuk kebutuhan anak sama ngasih uang belanja buat orang tua saya.


(46)

Tidak ada yang menjadi pertimbangan IH untuk melakukan perceraian. IH hanya menginginkan status hubungan antara IH dengan isteri menjadi lebih jelas. Berikut penuturan IH:

“Pertimbangan untuk cerai tidak ada. Saya hanya mau hubungan ini jelas. Itu saja.”

IH berharap dari keputusannya untuk bercerai ini bisa membuat kehidupan IH dan anak-anaknya menjadi lebih baik. Berikut penuturan IH:

“Harapan saya setelah berpisah ini bisa hidup lebih baik sama anak-anak dan keluarga saya.”

Secara hukum IH belum bercerai dengan isterinya, tetapi secara agama IH telah bercerai dan perasaan IH pada saat terjadinya perpisahan itu adalah sedih. Karena IH tidak pernah membayangkan jika dirinya ditinggalkan oleh isteri karena keterbatasannya dalam menafkahi keluarga. Berikut penuturan IH:

“Perasaan saya setelah pisah pastinya ya sedih. Kadang mikir juga kok bisa sampai seperti ini. Dan masalahnya itu karena materi.”

Hak asuh anak berada di bawah pengasuhan IH tetapi IH sering menitipkan anak-anaknya ke orang tuanya karena harus bekerja. Berikut penuturan IH:

“Anak-anak tinggal sama saya, tapi jika saya bekerja saya lebih sering titipin anak-anak ke sama neneknya.”


(47)

Kondisi ekonomi IH setelah bercerai tidak ada masalah. Semua kebutuhan bisa terpenuhi oleh IH dari hasil kerja kerasnya sehari-hari. Berikut penuturan IH:

“Soal ekonomi saya masih stabil. Semua kebutuhan masih bisa saya penuhi dengan baik. Apalagi anak-anak masih kecil jadinya belum butuh biaya besar.”

Pemenuhan nafkah kepada anak IH merasa lancar. Secara finansial IH merasa tidak ada masalah dan anak-anaknya tidak merasa kekurangan apapun baik itu dari segi uang jajan, mainan, dan kebutuhan sehari-harinya. Berikut penuturan IH:

“Semua kebutuhan anak masih bisa saya penuhi karena anak-anak masih kecil sehingga belum membutuhkan biaya yang besar.”

Kebutuhan anak dari segi pendidikan terpenuhi dengan baik. Anak sulung IH yang berusia 5 tahun sekarang sudah bersekolah di bangku Taman Kanak-kanak (TK) sedangkan anak bungsu IH belum bersekolah karena masih kecil. Berikut penuturan IH:

“Anak saya yang paling besar sekarang masih TK dan yang paling kecil belum sekolah. Kalau untuk pendidikan anak, saya tidak pernah main-main. Semua saya berikan dengan sebaik-baiknya.”

Kebutuhan anak akan kasih sayang dirasa IH belum diperoleh secara utuh. IH merasa anak-anaknya kurang kasih sayang dari sosok seorang ibu dan karena IH bekerja jadi IH juga merasa waktunya bersama anak juga kurang sehingga kasih sayang yang diberikan IH juga kurang. Berikut penuturan IH:


(48)

“Setelah berpisah, anak-anak jadi kurang kasih sayang terutama kasih sayang dari ibunya. Sedangkan saya dari pagi dan kadang sampai malam kerja. Waktu untuk anak jadinya kurang.”

Mantan isteri IH tidak pernah berkunjung untuk melihat anak-anaknya setelah berpisah. Selain itu mantan isteri IH juga tidak pernah menghubungi IH ataupun anak-anaknya walaupun hanya untuk menanyakan kabar kedua anaknya itu. Berikut penuturan IH:

“Setelah berpisah, anak-anak tidak pernah bertemu dengan ibunya. Jangankan untuk bertemu seminggu sekali, hanya sekedar berbicara di telepon dan menanyakan kabar anak saja juga tidak pernah.”

Dampak yang dirasakan oleh IH setelah berpisah adalah IH jauh dari anak karena IH lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Berikut penuturan IH:

“Saya jarang di rumah. Pergi pagi pulang malam kadang anak udah tidur. Jadinya serasa jauh dari anak padahal tinggal serumah. Palingan hari minggu kalau libur baru main-main sama.”

5.2.4 Informan Utama IV: Anak yang orang tuanya bercerai

Nama : WH

Tempat/Tanggal Lahir : 10 Oktober 1992

Usia : 23 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa dan Buruh pabrik kompor


(49)

Agama : Islam

WH merupakan seorang anak yang orang tuanya dulu pernah bercerai. Perceraian orang tuanya terjadi pada saat WH berusia 14 tahun. Sekarang WH adalah seorang mahasiswa di salah satu Universitas Swasta yang ada di Medan. Sehari-harinya WH bekerja sebagai buruh di pabrik kompor dekat rumahnya dan malam harinya WH kuliah.

Perasaan WH saat mengetahui orang tuanya akan bercerai adalah merasa seolah-olah hidupnya tidak berguna, merasa marah, dan sempat membenci orang tuanya atas perceraian tersebut. Berikut penuturan WH:

“Orang tua saya bercerai tahun 2006, waktu itu saya masih umur 14 tahun, masih SMP. Saya tau orang tua saya mau cerai rasanya sedih lah, marah, dan benci. Kalau ingat-ingat itu rasanya gak karuanlah”.

Hubungan WH dengan ibunya setelah bercerai baik dan hubungan WH dengan ayahnya juga baik. Meskipun WH tidak tinggal bersama ayahnya, tetapi hubungan komunikasi WH dengan ayahnya selalu baik dan setiap hari selalu menanyakan kabar tentang saudara-saudaranya. Berikut penuturan WH:

“Setelah orang tua saya cerai, saya tinggal dengan mamak. Hubungan kami baik. Sama bapak juga baik. Biarpun tidak tinggal barengan tapi dia selalu nanya kabar saya bagaimana dan adik-adik saya gimana.”

Setelah orang tuanya bercerai, WH merasa ada perbedaan dalam kehidupan sehari-harinya. Sebelum orang tuanya bercerai, WH terbiasa dengan ayahnya yang


(50)

kehilangan karena WH terbiasa dengan ayahnya yang selalu mengajarinya belajar di rumah. Berikut penuturan WH:

“Kalau dulu belajar selalu diajari sama bapak. Setelah cerai ngerasa kehilangan karena di rumah tidak ada bapak yang ngajari belajar.”

Perceraian yang dialami oleh kedua orang tua WH diketahui oleh teman-temannya dikarenakan teman-teman sekolah WH rata-rata adalah anak-anak yang tinggal di lingkungan tempat tinggal WH. Berikut penuturan WH:

“Teman sekolah dulu banyak yang tau. Soalnya kebanyakan teman sekolah saya dulu tetangga saya.”

Ketika teman-teman WH mengetahui perceraian yang dialami oleh kedua orang tua WH maka reaksi mereka adalah kaget. Berikut penuturan WH:

“Kebanyakan pada kaget. Mereka nanyak kenapa bisa cerai.”

Tidak ada respon negatif yang diterima WH setelah teman-temannya mengetahui bahwa orang tua WH bercerai. Kebanyakan dari mereka hanya bertanya tentang penyebab terjadinya perceraian tersebut. Berikut penuturan WH:

“Kalau respon yang negatif tidak ada. Seperti yang ngejek atau segainya itu tidak ada. mereka hanya tanya kenapa bisa cerai. Gitu aja.”

Saat teman-teman WH mempertanyakan tentang masalah orang tuanya maka WH hanya bisa menjawab jika kedua orang tuanya sudah tidak ada kecocokan. Berikut penuturan WH:


(51)

“Kalau ada yang tanya ya di jawab aja udah tidak cocok.”

Perasaan WH terhadap orang tuanya setelah bercerai adalah merasa sedih, marah, dan kecewa.WH merasa sedih karena WH memikirkan tentang bagaimana pendapat orang tentang dirinya yang tidak memiliki seorang ayah. WH juga merasa kecewa karena WH sangat menyayangkan perilaku ayahnya yang hingga akhirnya mereka bercerai. Berikut penuturan WH:

“Kadang ngerasa sedih karena tidak punya bapak dan apa kata orang nanti. Kalau kecewa ya pasti ada. Apalagi kalau ingat perilaku dia waktu dulu. Kecewa kali lah. Kalau tidak kan, mana mungkin sampai cerai.”

Setiap perasaan yang WH alami dilampiaskannya dengan cara menyendiri dan sering sekali marah atau berperilaku kasar seperti bersuara dengan nada tinggi. Berikut penuturan WH:

“Saya keseringan di kamar. Malas-malasan. Kadang sering marah-marah juga kalau lagi teringat masalah itu. Tapi itu dulu waktu masih zaman-zamannya sekolah.”

Dampak yang sangat dirasakan oleh WH setelah orang tuanya bercerai adalah perubahan sikap dan perilaku WH yang berubah menjadi kasar dan arogan serta WH juga sering melawan perintah ibunya jika sedang disuruh sesuatu. Selain itu, kualitas belajar WH juga menurun karena malas belajar. Berikut penuturan WH:

“Karena adanya perasaan marah itu jadi keseringan saya marah-marah. Bicara pun jadi sering kasar. Kadang mau juga saya tidak nurut kalau


(52)

WH selalu mendapatkan pendidikan dengan baik dari kedua orang tuanya. Bahkan sampai orang tuanya berceraipun WH selalu memperoleh pendidikan dengan baik sampai sekarang. Berikut penuturan WH:

“Kalau kami tidak boleh kalau gak sekolah. Kalau udah malas-malasan mau sekolah pasti kenak marah. Orang tua dua-duanya selalu dukung kalau soal pendidikan. Orang tua sering bilang kalau gak mau sekolah nanti mau jadi apa.”

Setelah orang tua WH bercerai, WH tidak pernah kekurangan kasih sayang karena hubungan WH dengan kedua orang tuanya baik dan komunikasi tetap berjalan lancar. Berikut penuturan WH:

“Kalau kasih sayang juga sama. Saya tidak pernah merasa kekurangan. Semua baik karena biarpun saya tidak tinggal serumah tapi bapak sering nelepon nanyakin kabar dan masih peduli sama anak-anaknya.”

Setelah orang tua WH bercerai, WH selalu mendapatkan apa yang dibutuhkan seperti kebutuhan sekolah ataupun kebutuhan pribadinya. Berikut penuturan WH:

“Kalau bicarain soal nafkah, itu semua mamak yang biayai. Mau itu biaya sekolah, seragam, uang jajan, sama uang-uang yang lain semua dari mamak. Kalau bapak tidak pernah ngasih.”

WH tidak pernah merasa trauma terhadap perceraian karena WH berpendapat bahwa perceraian yang terjadi pada kedua orang tuanya adalah perlajaran yang paling berharga di masa yang akan datang. Beriktu penuturan WH:


(53)

“Trauma tidak. Tapi masalah perceraian itu biar jadi pelaran untuk saya kedepannya bagaimana.”

Tidak ada cara yang dilakukan WH dalam mengatasi trauma terhadap perceraian karena WH tidak merasa trauma terhadap perceraian yang terjadi pada kedua orang tuanya.

“Tidak ada cara yang saya lakukan buat menghilangkan trauma terhadap perceraia karena saya sendiri juga tidak merasa trauma.”

WH berharap dari perceraian yang dialami oleh orang tuanya menjadi pelajaran dalam hidupnya tentang bagaimana menyikapi dan mengatasi masalah dalam rumah tangga. Sehingga pada suatu saat nanti jika WH sudah berumah tangga, WH bisa menyelesaikan permasalahan tanpa adanya perceraian. Berikut penuturan WH:

“Perceraian bisa jadi pelajar buat saya untuk bisa lebih bersikap dewasa dan bijak dalam mengambil keputusan dan mampu memecahkan masalah dalam rumah tangga dengan baik supaya bisa terhindar dari perceraian.”

Sekarang WH sudah mulai belajar mandiri. Selain kuliah, WH bekerja sebagai buruh pabrik di pabrik kompor dekat rumahnya. Pendapatan yang diperolehnya dipergunakanya untuk membantu ibunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sisanya ditabung WH untuk tabungan masa depannya.

5.2.5 Informan Utama V: Anak yang orang tuanya bercerai


(54)

Usia : 19 tahun Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Medan

Agama : Islam

SNM merupakan seorang mahasiswi di salah satu Universitas Swasta yang ada di Medan. SNM adalah seorang anak yang orang tuanya pernah bercerai. Perceraian antara kedua orang tuanya terjadi ketika SNM masih kecil yaitu ketika SNM masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Pada saat orang tua SNM bercerai, SNM masih sangat kecil dan belum mengerti tentang perceraian. Jadi perasaan SNM ketika mengetahui orang tuanya akan bercerai adalah biasa saja. Berikut penuturan SNM:

“Waktu cerai, aku masih kecil kak, jadi belum ngerti apa-apa. jadi waktu itu aku biasa aja.”

Setelah orang tuanya bercerai, hubungan SNM dengan ibunya baik. Sedangkan hubungan SNM dengan ayahnya tidak baik. Hingga SNM dewasa hubungan mereka juga tidak harmonis, hal ini dikarenakan setalah dewasa SNM mengerti dan menaruh kebencian pada ayahnya. Berikut penuturan SNM:

“Sama mamak aku baik-baik aja. Tiap hari saling komunikasi bahkan aku sering bantui mamak jualan. Tapi kalau sama bapak nggak, yang ada bawaannya mau marah aja kalau dia udah nelpon.”

Perbedaan yang dirasakan SNM setelah orang tuanya berceraian adalah kurangnya kasih sayang. Meskipun SNM masih belum mengerti tentang perceraian,


(55)

tetapi pada saat itu SNM sangat merasakan kurangnya kasih sayang dari seorang ayah. Berikut penuturan SNM:

“Dulu masih kecil jadi nggak tau perbedaannya gimana. Tapi yang pasti ya kurang kasih sayang dari bapak. Dulu aku liat kawan-kawanku ada bapaknya kalau aku nggak ada.”

Orang tua SNM bercerai pada saat SNM duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Pada saat itu teman-teman SNM belum mengetahui tentang perceraian yang terjadi pada orang tuanya. Setelah SNM duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), barulah teman-teman SNM mengetahui bahwa orang tua SNM pernah bercerai. Berikut penuturan SNM:

“Teman-teman aku tau, tapi pas waktu SMP. Waktu mamak nikah lagi. kalau teman-teman SD dulu nggak ada yang tau karena waktu itu bapakku masih sering datang ke sekolah.”

Ketika teman-teman SNM mengetahui bahwa orang tua SNM pernah bercerai, mereka hanya bertanya dan terheran karena SNM mempunyai dua oang bapak. Berikut penuturan SNM:

“Kawan-kawan aku taunya pas mamak nikah lagi. Mereka nggak ada yang berkomentar negatif. Palingan orang itu cuma bilang “oh jadi mamakmu nikah dua kali ya”, “berarti bapakmu dua lah ya”, ya seperti itu aja responnya.”


(56)

Teman- teman SNM tidak ada yang memberikan respon yang negatif atau respon yang membuat SNM tersinggung karena kebanyakan dari mereka hanya bertanya tentang SNM yang memiliki dua orang ayah. Berikut penuturan SNM:

“Komentar teman-teman aku nggak ada yang negatif. Semua baik dan nggak pernah buat aku tersinggung karena mereka hanya bilang aku punya dua ayah.”

Ketika teman-teman SNM bertanya, SNM hanya menjawab santai dan bilang bahwa ibunya dulu pernah bercerai dan sekarang SNM punya dua ayah. Berikut penuturan SNM:

“Kalau dulu ada yang nanyak ya aku bilang iya dulu mamakku pernah cerai dan sekarang aku punya dua bapak. Tanggapinnya harus biasa aja supaya nggak kepikiran.”

Perasaan SNM terhadap orang tuanya saat ini adalah benci. Alasannya karena ayahnya selalu berperilaku kasar dan tidak bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Berikut penuturan SNM:

“Benci. Benci kali aku kak. Karena dia itu kasar. Cakapnya itu yang kasar kali. Kemarin pernah berantam gara-gara dia minta uang sama mamakku buat uang makan dia di penjara. Tapi aku bilang sama mamak nggak usah kasih, bilang aja nggak ada duit. Setelah itu dimaki-makinya sampai ngancam mau bunuh aku kalau dia keluar nanti. Masalah rumah pun ribut jugak. Masak dia nyuruh jual rumah buat ngeluarin dia dari penjara. Ngapai dia minta-minta sama kami sedangkan dia aja nggak pernah ngasih kami sepeserpun.”


(57)

Dalam setiap perasaan bencinya, SNM melampiaskannya dengan cara bersikap kasar juga terhadap ayahnya dan selalu bersikap tidak perduli. Berikut penuturan SNM:

“Kasar jugalah aku kak sama dia. Dia aja sama kami bisa kasar kenapa kami nggak bisa. Kami dulu kalau minta uang sama dia, dia selalu bilang nggak ada uang. Sekarang waktu dia minta uang sama kami, ya kami bilang aja nggak ada uang.”

Dampak perceraian orang tua yang dirasakan SNM adalah hilangnya kasih sayang dari seorang ayah, kualitas belajar yang menurun, dan lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah dengan bermain dengan teman-temannya. Berikut penuturan SNM:

“Pasti jadi kurang kasih sayang karena nggak ada bapak karena kurang kasih sayang itu jadinya aku lebih senang main di luar rumah sama teman-temanku. Belajarpun aku jadi malas-malasan makanya dulu waktu SMP aku pernah tinggal kelas.”

Hak SNM dalam memperoleh pendidikan dan sepenuhnya ditanggung oleh ibunya. Semua biaya dan keperluan sekolah ayahnya sama sekali tidak ada menafkahi. Berikut penuturan SNM:

“Kalau pendidikanku semua mamak yang biayai. Sampai sekarang aku kuliah pun mamak yang biayai. Bapak sejak cerai mana pernah dia ngasih uang sekolah atau ngurus sekolah ku lagi.”


(58)

Setahun setelah orang tuanya bercerai, SNM tidak lagi mendapatkan kasih sayang dari ayahnya karena ayahnya menikah lagi. berikut penuturan SNM:

“Setelah cerai dulu bapak masih perhatian, masih mau nelepon nanyak kabar, masih sering main-main kerumah, masih sering datang kesekolah. Terus setahun kemudian nggak pernah lagi karena dia udah nikah lagi. Sampai sekarang juga nggak pernah”

SNM tidak pernah merasakan trauma dari perceraian orang tuanya. Berikut penuturan SNM:

“Trauma tidak pernah kak.”

Tidak ada cara yang dilakukan oleh SNM dalam mengatasi perasaan trauma karena SNM tidak merasa trauma terhadap perceraian orang tuanya. Berikut penuturan SNM:

“Kayak mana mau ngatasi perasaan trauma. Saya aja tidak pernah merasa trauma.”

SNM berharap untuk kedepannya dia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan dapat membantu ibunya mencari nafkah dan SNM berharap agar ayahnya tidak pernah bebas dari penjara. Berikut penuturan SNM:

“Mudah-mudahan nanti selesai kuliah aku bisa bantu mamak nyari uang. Kalau buat bapak mudah-mudahan dia nggak pernah keluar dari penjara karena dia selalu ganggu orang.”


(59)

Ayah SNM berada di dalam penjara karena kasus narkoba dan perempuan. Ayah SNM menggunkan narkoba jenis ganja, karena itulah sikap ayah SNM menjadi kasar karena pada dasarnya orang yang menggunakan narkoba akan kehilangan kesadarannya dan selalu marah tidak terkendali. Ayah SNM juga terlibat kasus perempuan, tepatnya ayahnya melakukan pelecehan seksual dan tidak bertanggung jawab. Karena hal itulah ayah SNM di penjara. Harapan SNM untuk saat ini adalah ayahnya tidak pernah bebas dan menginginkan ayahnya untuk pergi selamanya. Harapan itu terucap oleh SNM sebagai tanda rasa kebencian yang mendalam terhadap ayahnya dan sebagai bentuk rasa kekecewaan SNM terhadap ayahnya.

5.2.6 Informan Utama VI: Anak yang orang tuanya bercerai

Nama : SP

Tempat/Tanggal Lahir : Siantar, 17 Oktober 1993

Usia : 22 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Medan

Agama : Islam

SP merupakan seorang mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di medan. SP adalah seseorang yang pernah merasakan masalah perceraian yang dialami oleh orang tuanya. Sejak umur 5 tahun, kedua orang tua SP sudah bercerai dan pada saat itu SP sama sekali belum mengerti apa-apa mengenai permasalahan yang terjadi di antara kedua orang tuanya.


(60)

Ketika orang tua SP bercerai, SP masih kecil dan belum mengerti tentang perceraian. Tetapi pada saat itu yang dirasakan oleh SP adalah sedih. Berikut penuturan SP:

“Cerainya waktu aku umur 5 tahun, jadi belum ngerti apa-apa. Tapi ngerasa sedih juga kalau liat anak-anak seumuranku bisa main-main sama ayahnya”.

Hubungan SP dengan ibunya sangat baik, mereka sering berkomunikasi walaupun SP tidak tinggal bersama ibunya. Sedangkan dengan ayahnya SP jarang berkomunikasi karena faktor jarak yang cukup jauh dan baru bisa bertemu pada saat hari lebaran saja. Berikut penuturan SP:

“Saya tinggal bersama nenek dan keluarga ibu saya di Medan. Setiap hari kami sering berkomunikasi dan sering teleponan. Kalau sama bapak, ya nggak sering juga, karena kan bapak tinggalnya di pekanbaru dan udah berkeluarga lagi jadi jarang komunikasi, palingan kalau ketemu hanya pas lebaran aja itupun sesekali”.

Perbedaan yang SP rasakan setelah orang tuanya bercerai adalah hilangnya kasih sayang dari seorang ayah. Tetapi karena SP sudah terbiasa dengan keadaan tanpa seorang ayah jadi walaupun SP merasa rindu, SP tetap bersikap biasa saja. Berikut penuturan SP:

“Dulu masih kecil, dan udah lama, jadi biasa aja. Walaupun kadang-kadang ada rasa rindu juga. Tapi karena udah terbiasa, jadi tidak begitu berpengaruh dalam kehidupan”.


(61)

Tidak banyak teman SP yang mengetahui tentang perceraian kedua orang tua SP. Hanya sebahagian teman yang mengetahui dan itu adalah teman terdekat SP. Berikut penuturan SP:

“Justru teman-teman sekolah nggak ada yang tau. Pas kuliah itulah baru ada yang tau, tapi sedikit lah yang tau itupun beberapa karena udah akrab kali.”

Respon mereka pada saat mengetahui bahwa orang tua SP pernah bercerai adalah kaget. Kebanyakan dari mereka hanya bertanya, mengapa perceraian itu bisa terjadi. Berikut penuturan SP:

“Waktu mereka tau kalau orang tuaku pernah cerai ya kagetlah. Kebanyakan nanyak tentang kenapa bisa cerai. Tapi ada juga yang responnya biasa aja, nggak ada komentar apa-apa.”

SP tidak pernah mendapat respon yang negatif dari teman sekolah ataupun lingkungannya karena SP selalu bersikap positif. SP tidak pernah merasa terbebani tentang masalah perceraian orang tuanya karena selama ini SP selalu menggap keluarganya baik-baik saja. Selain itu, dukungan dan pola asuh keluarga SP yang baik membuat SP menjadi pribadi yang positif dalam bertindak dan berfikir. Berikut penuturan SP:

“Sejak sekolah sampai selesai SMA, belum ada yang berani kasih komentar apa-apa tentang orang tua aku. Kalau SD karena tinggal di kampung, jadi mereka sudah tau semua. SMP sampai SMA aku di Medan, orang-orang sudah pada tau tapi karena perilaku ku saat itu tidak negatif dan bisa di bilang lebih baik dari anak-anak yang keluarganya lengkap, jadi tidak ada yang


(62)

Cara SP menghadapi pertanyaan teman-temannya mengenai perceraian orang tuanya adalah mengatakan bahwa perceraian itu adalah yang terbaik dan selama SP tidak melakukan hal negatif semua baik-baik saja. berikut penuturan SP:

“Kalau ada yang nanyak ya bilang aja karena memang udah nggak cocok lagi. kalau udah gitu pasti nggak ada yang nanyak lagi.”

Perasaan SP terhadap orang tuanya setelah bercerai adalah biasa saja. Hanya sewaktu-waktu SP dapat merasakan rindu atas kasih sayang seorang ayah. Berikut penuturan SP:

“Sejak kecil udah ditinggal jadinya biasa aja, tapi kadang kalau liat kawan main sama bapaknya ya rindu juga.”

Setiap perasaan rindu yang dirasakan SP dilampiaskannya dengan cara bergaul dan berorganisasi. Maksudnya adalah SP selalu mencari kesibukan secara positif untuk menghilangkan rasa rindunya terhadap ayahnya. Berikut penuturan SP:

“Percuma kalau rindu tapi nggak bisa jumpa orangnya. Jadi dulu waktu sekolah saya sering ngikuti oraganisasi sekolah kayak OSIS atau yang lainnya. Tujuannya ya supaya nggak terjerumus ke hal yang negatif. jadikan kegiatannya lebih bermanfaat.

Dampak yang dirasakan oleh SP setelah perceraian orang tuanya adalah hilangnya kasih sayang dari kedua orang tua. Bukan hanya ayah, SP juga merasa kehilangan kasih sayang dari seorang ibu karena setelah bercerai, sang ibu pergi keluar kota untuk bekerja mencari nafkah. Berikut penuturan PF:


(63)

“Setelah orang tua saya cerai, saya tinggal bersama nenek dan bibi saya. Ayah saya pergi ke Pekanbaru dan sudah menikah lagi. Sedangkan ibu saya harus pergi bekerja di luar kota dan yang pasti saya kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua.”

Pemenuhan hak atas pendidikan diterima oleh SP dengan baik. Hingga saat ini, SP selalu menerima bekal pendidikan dengan sebaik-baiknya. Berikut penuturan SP:

“Saya sekolah dibiayai sama ibu saya. Sampai saya kuliah pun semua dibiayai sama ibu saya. Kalau ayah tidak pernah mau ikut campur karena ayah saya juga tidak pernah ngasih nafkah buat biaya pendidikan.”

Pemenuhan hak akan kasih sayang dirasakan SP sangat kurang. Hal ini terjadi karena setelah bercerai, SP tinggal bersama dengan nenek dan bibinya sedangkan ayah SP pergi dan tinggal di luar kota. Sedangkan ibu SP harus pergi ke luar kota untuk mencari nafkah. Berikut penuturan SP:

“Sejak kecil saya kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua karena sejak kecil saya tinggal sama nenek dan bibi saya di Medan. Setelah cerai ayah saya pindah ke Pekanbaru, dan ibu saya bekerja ke Jawa.”

Pemenuhan hak akan nafkah juga terpenuhi dan hak tersebut diperoleh SP sepenuhnya dari sang ibu. Sedangkan dari ayahnya, SP sama sekali tidak pernah menerima. Berikut penuturan SP:

“Semua kebutuhan saya mau itu pendidikan, maupun kebutuhan lainnya seperti uang jajan itu dibiayai sama ibu saya. Kalau bapak saya sama sekali


(64)

SP tidak pernah merasa trauma terhadap pernikahan dan perceraian yang pernah dialami oleh orang tuanya. Berikut penuturan SP:

“Saya tidak pernah merasa trauma karena perceraian orang tua saya.”

Tidak ada cara yang dilakukan oleh SP dalam menghilangkan perasaan trauma, karena SP sama sekali tidak pernah merasa trauma terhadap perceraian. Berikut penuturan SP:

“Tidak ada cara yang dilakukan SP dalam mengatasi rasa trauma terhadap perceraian, karena SP tidak mengalami perasaan trauma.”

Harapan SP untuk kedepannya adalah berharap agar bisa hidup bahagia berasama keluarga dan ibunya. SP juga menginginkan ibunya segera kembali dan bisa tinggal bersama dengan SP di Medan. Berikut penuturan SP:

“Saya berharap kedepannya bisa baik-baik saya. Saya dan ibu saya sama keluarga besar bisa tinggal sama-sama.”

Berdasarkan masalah perceraian yang dialami oleh SP, membuat SP menjadi lebih dewasa dan mandiri. Sejak SP masih sekolah, SP lebih sering mencari kegiatan yang lebih positif seperti ikut dalam kegiatan sekolah serta mengikuti organisasi-organisasi di sekolah. Karena hal itulah yang membuat SP menjadi lebih dewasa dan mandiri.


(65)

5.2.7 Informan Kunci I: Orang hidup berdampingan denga orang yang bercerai

Nama : M

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 7 Januari 1965

Usia : 51 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Medan

Agama : Islam

M merupakan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang memiliki tiga orang anak dan dua diantaranya sudah menikah. Pernikahan dari salah satu anaknya itu harus mengalami perceraian karena adanya perbedaan pendapat sehingga mereka sering bertengkar dan akhirnya memutuskan untuk bercerai.

Pandangan M terhadap perceraian itu tidak baik karena di dalam Agama juga tidak membenarkan adanya perceraian. Tetapi jika terjadi suatu permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara baik, baru perceraian tersebut diperbolehka. Berikut penuturan M:

“Dalam agama memang perceraian itu tidak diperbolehkan. Tapi kalau memang hubungan suami istri itu tidak bisa dipertahankan lagi ya perceraian solusinya”.

M merasa kecewa ketika mengetahui anaknya akan bercerai. Menurut M, perceraian yang dialami oleh anaknya itu hanya membuat keluarga malu karena M merasa anaknya mengalami kegagalan dalam membina rumah tangga. Selain itu, M


(66)

merasa kecewa karena kegagalan yang dialami oleh anaknya itu tidak bisa menjadi contoh yang baik buat adik-adiknya. Berikut penuturan M:

“Kecewa dan malu. Kecewanya itu karena dia ini gak bisa jadi contoh yang baik buat adik-adiknya”.

Menurut M, setelah orang tuanya bercerai, anaknya dalam keadaan yang baik dan tidak terpengaruh pada perceraian orang tuanya. Berikut penuturan M:

“Anak-anaknya biasa aja. Mereka tau kalau orang tuanya cerai, tapi ya biasa aja.”

M merasa hak asuh anak lebih baik jatuh kepada seorang ibu karena seorang anak lebih membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu dari pada ayah. Berikut penuturan M:

“Anak itu bagusnya sama ibunya karena anak itu lebih membutukan kasih sayang dari seorang ibu.”

Menurut M, kebutuhan akan pendidikan anak sudah terpenuhi. Berikut penuturan M:

“Anaknya dua-dua sekolah, ibunya juga selalu ngajari belajar kalau ada waktu.”

Menurut M, pemenuhan akan kasih sayang terhadap anak belum terpenuhi. berikut penuturan M:

“Saya rasa anak-anak ini kurang kasih sayang. Pertama karena ibunya sibuk kerja, pulang kerja ibunya jualan. Kedua bapaknya juga tidak perduli, tidak


(67)

pernah ngasih kabar dari sejak cerai sampai sekarang tidak pernah nelepon nanyak kabar anak-anak ini.”

Hak anak dalam memperoleh nafkah juga belum terpenuhi karena ayahnya tidak pernah memberikan nafkah kepada isteri dan juga anak-anaknya. Berikut penuturan M:

“Bapaknya tidak pernah ngasih uang buat sekolah anaknya, buat uang jajan juga tidak pernah. Makanya ibunya kerja buat nafkahi anaknya.”

Dukungan yang M berikan kepada pihak yang akan bercerai adalah nasihat. Berikut penuturan M:

“Sebelum bercerai saya kasih nasihat. Saya tanya apa memang sudah siap bercerai apa belum. Saya nasihati juga soal anak-anaknya. Kalau cerai orang itu yang kasihan.”

Tidak ada usaha yang dilakukan M untuk mendamaikan kedua belah pihak karena M menghargai keputusan tersebut karena dianggap sebagai sebagai keputusan yang terbaik. Berikut penuturan M:

“Usaha buat mendamaikan tidak pernah karena kan itu udah keputusannya. Mungkin itu yang terbaik, jadi saya sebagai orang tua juga harus mendukung dan menghargai.”

Dukungan yang M berikan kepada anak korban perceraian adalah memberikan pengertian dan kasih sayang agar anak tersebut tidak merasa kehilangan dan


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkawinan ... 12

2.1.1 Pengertian Perkawinan ... 12

2.1.2 Syarat-syarat Perkawinan ... 13

2.1.3 Tujuan Perkawinan ... 14

2.1.4 Jenis-jenis Perkawinan ... 16

2.1.5 Asas-asas Perkawinan ... 18

2.1.6 Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 20

2.2 Anak ... 21


(2)

2.2.2 Kebutuhan Anak ... 23

2.2.3 Hak-hak Anak ... 25

2.3 Perceraian ... 28

2.3.1 Pengertian Perceraian ... 28

2.3.2 Faktor Penyebab Perceraian ... 30

2.3.3 Dampak Perceraian ... 33

2.3.3.1 Dampak terhadap Mantan Pasangan ... 33

2.3.3.2 Dampak terhadap Anak ... 34

2.4 Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 39

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Informan ... 39

3.3.1 Informan Utama ... 40

3.3.2 Informan Kunci ... 40

3.3.3 Informan Tambahan ... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5 Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Terbentuknya Desa Sei Semayang ... 43

4.2 Letak dan Batas Wilayah Desa ... 43

4.3 Orbitrasi ... 44

4.4 Keadaan Demografi ... 44

4.4.1 Luas dan Wilayah Pengguna Lahan ... 44


(3)

4.4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan

Kelompok Usia ... 47

4.4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

4.4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang di anut ... 49

4.4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku ... ... 49

4.4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 50

4.4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52

4.5 Sarana dan Prasarana Desa Sei Semayang ... 52

4.5.1 Fasilitas Sarana dan Tempat Ibadah ... 52

4.5.2 Fasilitas Kelayakan jalan ... 53

4.5.3 Fasilitas Sarana Pendidikan ... 54

4.5.4 Fasilitas Sarana Transportasi Desa Sei Semayang ... 54

4.5.5 Fasilitas Penggunaan Sarana Komunikasi, Listrik Dan Air Minum ... 55

4.5.6 Sarana Kesehatan ... 55

4.6 Potensi Desa Sei Semayang ... 56

4.6.1 Potensi Jasa dan Usaha Perdagangan ... 56

4.6.2 Potensi Hasil Peternakan dan Perikanan ... 57

4.7 Sistem Pemerintahan Desa Sei Semayang ... 58


(4)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar ... 61

5.2 Hasil Temuan ... 61

5.2.1 Informan Utama I ... 61

5.2.2 Informan Utama II ... 69

5.2.3 Informan Utama III ... 76

5.2.4 Informan Utama IV ... 81

5.2.5 Informan Utama V ... 87

5.2.6 Informan Utama VI ... 92

5.2.7 Informan Kunci I ... 98

5.2.8 Informan Kunci II ... 101

5.2.9 Informan Kunci III ... 105

5.2.10 Informan Kunci IV ... 108

5.2.11 Informan Kunci V ... 112

5.2.12 Informan Kunci VI ... 116

5.3 Analisis Data ... 119

5.3.1 Faktor-faktor Penyebab Perceraian ... 121

5.3.2 Hak-hak Anak ... 126

5.3.3 Dampak Perceraian terhadap Anak ... 130

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 134

6.2 Saran ... 137


(5)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 38 Bagan 4.2 Stuktur Kepemerintahan ... 59


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Draf Wawancara Penelitian

2. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian