BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latarbelakang - Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RS. ST Elisabeth Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latarbelakang

  Perawat dalam pelayanan kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak jumlahnya dan paling banyak berinteraksi dengan klien. Pelayanan keperawatan menjadi salah satu tolok ukur pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena perawat yang melaksanakan tugas perawatan terhadap klien secara langsung (Rudyanto, 2010). Rosalina (2008) menyatakan bahwa kenyataan yang ada dalam layanan jasa kesehatan pada klien belum memuaskan. Hal ini terbukti dengan masih banyak keluhan klien dan keluarganya terhadap perilaku perawat dalam memberikan layanan kesehatan. Ketidakpuasan yang disampaikan oleh klien antara lain adalah perawat yang kurang ramah dan kurang tanggap terhadap keluhan klien dan keluarganya, padahal 90% layanan kesehatan di rumah sakit terhadap klien adalah layanan keperawatan. Disinilah perawat harus memahami dan menyadari perannya dalam memberikan perawatan.

  Perawat harus dapat melayani klien dengan sepenuh hati dan memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Dwidiyanti, 2010). Benner (1989 dalam Potter dan Perry, 2009) menggambarkan inti dari praktik keperawatan yang baik adalah caring. Disamping itu, inti keperawatan adalah komitmen tentang mengasihi (caring). Mengasihi seseorang dengan merawat adalah suatu proses interaktif yang bersifat individual dan proses tersebut individu menolong satu sama lain dan menjadi teraktualisasi (Clark, 1991 dalam Potter dan Perry, 2009).

  Suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas adalah menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya (Potter dan Perry, 2005 ). Caring adalah fokus pemersatu dalam praktik keperawatan (Blais, 2007).

  Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk perilaku dan kinerja perawat dalam merawat klien.

  Perilaku caring dengan mengacu pada pengembangan dari carative factor Watson (1979 dalam Poter dan Perry, 2009) yang mencakup membentuk sistem nilai humanistic-altruistic, menanamkan keyakinan dan harapan, mengembangkan sensitifitas untuk diri sendiri dan orang lain, membina hubungan saling percaya dan saling bantu, meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif, menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan keputusan, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, memperbaiki mental dan sosiokultural, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta mengembangkan faktor eksistensial-fenomenologis dan dimensi spiritual.

  Telah banyak penelitian diantaranya penelitian Sobirin (2006), Juliani (2007), dan Amelia (2009) yang melihat bahwa faktor motivasi baik internal dan eksternal mempengaruhi perilaku caring seorang perawat. Namun, dalam perkembangan pengetahuan, ditemukan bahwa perilaku caring perawat tidak hanya dipengaruhi oleh motivasi, namun juga dipengaruhi oleh kecerdasan dasar yang dimiliki setiap manusia. Setiap manusia memiliki kecerdasan otak (intelligence quotient), kecerdasan emosional (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient). IQ berupa keahlian (skill) dan pengetahuan yang memiliki aspek-aspek diantaranya kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, dan lain sebagainya. EQ merupakan kemampuan untuk merasa, yang berpusat pada kejujuran suara hati sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan orang lain, mengendalikan emosi serta kemampuan berhubungan dengan orang lain. SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, kecerdasan untuk menilai tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna (Zohar dan Marshall,2000).

  Kecerdasan yang menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupan dan yang tertinggi adalah kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) (Malini, 2009). Kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan dimana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif intelligence quotient (IQ) maupun emotional intelligence (EI) (Gunawan, 2004).

  Hal yang senada dikemukakan oleh Yosef (2005) bahwa hasil penelitian para psikolog USA (United States of America) menyimpulkan bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupan sangat didukung oleh kecerdasan emotional (EQ), yaitu sekitar 80%, sedangkan peranan kecerdasan intelektual (IQ) hanya 20% saja. Dimana ternyata pusatnya IQ dan EQ adalah kecerdasan spiritual (SQ), sehingga diyakini bahwa SQ yang menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang. Perawat yang memiliki taraf kecerdasan spiritual tinggi mampu menjadi lebih bahagia dalam menjalani hidup dibandingkan mereka yang taraf kecerdasan spiritualnya rendah.

  Kecerdasan spiritual berkaitan dengan masalah makna, nilai, dan tujuan hidup manusia. Dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak diharapkan, kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna dan juga dapat menuntun manusia dalam meraih cita-citanya. Manusia dapat memberi makna melalui berbagai macam keyakinan. Pencarian makna bagi perawat seharusnya mampu mengaitkan pemberian pelayanan keperawatan atas dasar ibadah kepada Tuhan (Yosef, 2005). Sehingga kemungkinan perawat yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja, tetapi ia menghubungkannya dengan makna spiritual sehingga ia juga akan berupaya memaknai bahwa mencari karunia Tuhan dengan memperhatikan klien dan meringankan beban klien (Yosef, 2005). Dengan demikian, seiring perkembangan pengetahuan dalam memaknai karunia Tuhan, maka perilaku dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual.

  Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan serta mampu menyinergikan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara komprehensif (Suyanto, 2006) .

  Kecerdasan spiritual yang sejati merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, tidak saja terhadap manusia tetapi juga di hadapan Tuhan (Suyanto, 2006). Jika dihubungkan dengan

  caring menurut Watson (2005 dalam Alligood dan Tomey, 2006) menyatakan

  bahwa caring merupakan suatu sikap moral yang ideal yang harus dimiliki perawat dalam membina hubungan interpersonal dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga caring menjadi inti kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya. Suyanto, (2006) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasaan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat (Soemanto, 1983). Demikian pula seperti yang dikemukakan oleh Zuhri (Yosef, 2005) bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan.

  Asumsinya adalah jika seseorang memiliki hubungan dengan Tuhannya baik maka bisa dipastikan hubungan dengan sesama manusia pun akan baik pula.

  Pengukuran kecerdasan spiritual mengungkap berbagai aspek yang mengacu pada teori Emmons (dikutip dari Saifullah, 2005) yang menjelaskan bahwa karakteristik orang yang cerdas secara spiritual adalah yang memiliki kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material, kemampuan untuk mengalami tingkatan kesadaran yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan menggunakan sumber-sumber spiritual dalam menyelesaikan masalah untuk berbuat baik dan memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan. Sehingga kecedasan spiritual mempunyai hubungan dengan perilaku caring perawat. Berdasarkan hasil beberapa peneliti sebelumnya, di RS Dr.

  M.Jamil Padang ditemukan bahwa perilaku caring perawat masih kurang (Efitra, 2004). Selanjutnya berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa perawat masih kurang ramah dalam melayani pertanyaan klien, berperilaku tidak bersahabat dan jarang tersenyum. Ini menunjukkan bahwa perilaku caring

   masih kurang ditunjukkan oleh perawat yang bekerja di rumah sakit.

  Akan tetapi berbeda dengan RS ST Elisabeth Medan yang merupakan salah satu rumah sakit yang menganut nilai-nilai spiritual dan berdiri pada tanggal 23 Desember 1960 berlokasi di Jl. Haji Misbah No. 7. RS ST Elisabeth Medan menyatakan bahwa mereka mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan atas dasar cinta kasih dan persaudaraan sejati di era globalisasi dengan moto “ Ketika Aku Sakit, Engkau Melawat Aku” (Matius 25:36).

  Moto dari “Ketika Aku Sakit, Engkau Melawat Aku” mengandung pengertian bagi peneliti sendiri yakni mengasihi atau caring dengan memperhatikan serta merawat klien agar sembuh dari sakitnya. Moto ini diambil dari salah satu ayat Kitab Suci yaitu Alkitab dan dijadikan dasar pelayanan kasih umat nasrani terhadap sesama makhluk Tuhan. Demikian juga RS ST Elisabeth Medan memiliki misi yaitu meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia yang professional, sarana, prasarana yang memadai dengan memperhatikan masyarakat lemah dengan semangat cinta kasih sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam menuju masyarakat sehat. Sumber daya manusia yang professional di RS ST Elsabeth Medan diantaranya adalah perawat.

  Perawat dalam pelayanan kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak jumlahnya dan paling banyak berinteraksi dengan klien, yang diantaranya adalah perawat di ruang rawat inap. Maka, peneliti tertarik untuk memilih perawat di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan sebagai tempat peneltian bagi peneliti.

  Sehingga peneliti berasumsi apakah setiap perawat di ruang rawat inap memiliki moto tersebut sehingga peneliti dapat mengidentifikasi adakah kecerdasan spiritual dan perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan dan peneliti kemudian menghubungkan kedua hal untuk mencari hipotesa penelitian yang sebenarnya yaitu apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat.

2. Pertanyaan Penelitian

  2.1 Bagaimana kecerdasan spiritual perawat di ruang rawat inap R.S ST Elisabeth Medan.

  2.2 Bagaimana perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan ?

  2.3 Apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan ?

3. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  3.1. Tujuan Umum

  Mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan.

  3.2. Tujuan Khusus

3.2.1 Mengetahui kecerdasan spiritual perawat di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan.

  3.2.2 Mengetahui perilaku caring perawat berdasarkan sepuluh carative factor dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RS ST Elisabeth Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Praktek Keperawatan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perawat mengenai pentingnya kecerdasan spiritual dalam meningkatkan perilaku caring perawat. Bagi pengelola rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk memberikan pembekalan serta pembinaan bagi para perawat tentang pentingnya kecerdasan spiritual dalam mendorong munculnya perilaku caring pada perawat.

  4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat pendidik untuk mengintegrasikannya dalam pembelajaran terkait dengan kecerdasan spiritual dan perilaku caring.

  4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan dan pertimbangan maupun perbandingan bagi penelitian selanjutnya.