BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Kualitas Hidup Wanita Yang Menderita Penyakit Kanker Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori dan tinjauan pustaka yang

  mendasari penelitian ini. Pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai kualitas hidup dan kanker. Dalam pembahasan mengenai kualitas hidup akan dibicarakan mengenai pendekatan dalam menjelaskan kualitas hidup termasuk definisi kualitas hidup, dimensi kualitas hidup, pengukuran kualitas hidup dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Pembahasan mengenai kanker menjelaskan mengenai definisi kanker, faktor penyebab kanker, proses terjadi kenker,penatalaksanaan medik, komplikasi, perubahan pada penderita kanker.

1. Konsep Kualitas hidup

1.1. Pengertian Kualitas Hidup

  Kualitas hidup sulit didefenisikan karena mencakup banyak keadaan mulai dari kehidupan fisik dan kemampuan kognitif untuk menentukan kepuasan suatu hubungan, pendidikan yang diminati dan kecukupan pendapatan yang dibutuhkan sebagai dasar biologis (Trbojevic,1998).

  Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya. Kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karateristik dan kemungkinan – kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal dan lingkungan (Chang dan Weissman, 2004).

  Menurut Coons dan Kaplan dalam Sarafino (1994) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Fayers & Machin dalam Kreitler & Ben (2004) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan.

  Menurut WHOQOL (dalam Power, 2003) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu hidup dalam konteks budaya dan system nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Dalam defenisi ini WHO juga mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur kualitas hidup selain kesehatan fisik dan psikologis. Dalam hal ini peneliti menyimpulkan bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai kondisi kehidupannya saat ini yang mencakup aspek kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

1.2. Pengukuran Kualitas Hidup

  Skevington, Lotfy, dan O’Connell (2004) dalam Sekarwiri (2008) mengatakan bahwa pengukuran mengenai kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seorang individu) (Skevington, Lotfy, dan O’Connell, 2004).

  Schipper, Clinch dan Olweny (dalam Post, Witte, dan Scrijvers, 1999) menyatakan bahwa kualitas hidup dapat diukur dari aspek fungsi fisik dan okupasi, keadaan psikologi, interaksi sosial dan sensasi somatic. (Post, Witte dan Scrijvers, 1999) juga membuat empat aspek untuk mengukur kualitas hidup yaitu keadaan fisik dan kemampuan fungsional, keadaan psikologis, dan kesejahteraan, interaksi sosial, dan keadaan ekonomi. Walaupun pembagian mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas hidup individu tertulis dalam persamaan yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek tersebut saling berinteraksi untuk memberikan gambaran kualitas hidup individu.

  Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF kualitas hidup dapat diukur dari aspek kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan Power dalam Lopez dan Snyder, 2004, dalam (Noftri, 2009). Dimensi kesehatan fisik terdiri dari aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, dan kapasitas kerja. Aktivitas sehari-hari yaitu menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu pada saat melakukan kegiatan sehari-hari. Ketergantungan kecenderungan individu dalam menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan yaitu menggambarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari- harinya. Mobilitas yaitu menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat. Tidur dan istirahat yaitu menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu, dan kapasitas kerja yaitu menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh individu (Power dalam Lopez dan Snyder, 2004).

  Dimensi kesejahteraan psikologi terdiri dari body image dan apprearance, perasaan negatif, perasaan positif, self- estem dan berpikir, belajar, memori, konsentrasi. body image dan apprearance yaitu menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negatif yaitu menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif yaitu menggambarkan perasaan menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self- estem yaitu menggambarkan bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berpikir, belajar, memori dan motivasi yaitu menggambarkan keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar, dan menjalankan fungsi kognitif lainnya (Power dalam Lopez dan Snyder, 2004).

  Dimensi hubungan sosial terdiri dari relasi personal, dukungan sosial, dan aktivitas seksual. Relasi personal yaitu menggambarkan hubungan individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan adanaya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Aktivitas seksual yaitu menggambarkan kegiatan seksual yang dilakukan individu (Power dalam Lopez dan Snyder, 2004).

  Dimensi lingkungan terdiri dari sumber finansial, freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan dan perawatan sosial, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan barbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi, lingkungan fisik, dan transportasi.

  Sumber finansial yaitu menggambarkan keadaan keuangan individu. freedom, physical safety dan security yaitu menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya. Perawatan kesehatan dan perawatan sosial yaitu menggambarkan ketersediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu. Lingkungan rumah yaitu menggambarkan keadaan tempat tinggal individu. Kesempatan untuk mendapatkan informasi baru dan keterampilan yaitu menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk memperoleh hal-hal baru yang berguna bagi individu. Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi yaitu menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Lingkungan fisik yaitu menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal individu seperti keadaan air, saluran udara, iklim, polusi. Transportasi yaitu menggambarkan sarana

1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

  Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Menurut para peneliti, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah:

1.3.1. Gender atau Jenis Kelamin

  Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Fadda dan Jiron (1999) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal- hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Bain, dkk (2003) dalam (Noftri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki- laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik dari pada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan Singer (1998) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

  1.3.2. Usia Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam Papalia, dkk (2007) individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu.

  1.3.3. Pendidikan Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  1.3.4. Pekerjaan Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

  1.3.5. Status pernikahan Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Zapf et al (1987) dalam Lee (1998) menemukan bahwa status pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas hidup secara keseluruhan. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam dalam (Noftri, 2009).

  Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

  1.3.6. Penghasilan Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Noftri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  1.3.7. Hubungan dengan orang lain Baxter, dkk (1998) dalam (Noftri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

1.3.8. Standard referensi

  O’Connor (1993) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL (Power, 2003) dalam (Noftri, 2009), bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (1987) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Jadi, individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya.

2. Konsep Kanker

2.1. Pengertian Kanker

  Kanker adalah pertumbuhan sel tidak normal (yaitu: tumbuh sangat cepat tidak terkontrol dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2007).

  Kanker adalah mutasi gen – gen sel yang berakibat tumbuhnya sel – sel abnormal secara tidak beraturan. Sel –sel kanker tumbuh dengan pola yang tidak terkendali dan tidak dapat diramalkan (Anderson, 1996)

  Jong (2005) menguraikan kanker sebagai penyakit keganasan yaitu perkembangan dan pertumbuhan sel abnormal yang berlangsung lama, otonom, tidak dapat diramalkan dan tersembunyi. Kanker dicirikan dengan periode tanpa keluhan Menurut penyebarannya kanker dibedakan menjadi dua yaitu: a.

  Stadium dini yaitu kanker mulai tumbuh dan belum menyusup jauh kedalam jaringan sekitarnya dan belum mengadakan anak sebar.

  b.

  Stadium lanjut yaitu kanker sudah besar dan sudah menyusup jauh kedalam jaringan sekitarnya, masuk kedalam pembuluh darah dan getah bening (Koosnadi, dkk, 2005).

2.2. Faktor Penyebab Kanker

  Kanker disebabkan adanya gen abnormal, yang terjadi karena ada kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan difrensiasi sel. Adanya gen abnormal ini menimbulkan salah atur, lebih atau kurang aturan. Gen yang mengatur pertumbuhan dan difrensiasi sel itu disebut protoonkogen dan suppressor gen. terdapat pada semua cromosom dan banyak jumlahnya. Protoonkogen yang telah mengalami perrubahan sehingga dapat menimbulkan kanker disebut onkogen (Sukardja,2000) Beberapa hal penyebab kanker antara lain: 2.2.1.

  Riwayat keluarga Riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling penting mengingat kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika. Beberapa keluarga bisa jadi memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Misalnya resiko wanita untuk menderita kanker payudara meningkat 1,5 – 3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker payudara.

  Kelainan Kromosom Misalnya seseorang dengan sindroma down, yang memiliki 3 buah kromosom 21, memiliki resiko 12 – 20 kali lebih tinggi untuk menderita leukimia akut.

2.2.3. Faktor lingkungan

  Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, salah satunya yang paling penting adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru – paru, mulut, laring ( pita suara), dan kandung kemih. faktor lingkungan lain, misalnya pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama dari sinar matahari, menyebabkan kanker kulit.

  Selain itu, radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) yang digunakan dalam sinar x, dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atlain, misalnya pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama dari sinar matahari, menyebabkan kanker kulit.

  Selain itu, radiasi ionisasi ( yang merupakan karsinogenik) yang digunakan dalam sinar x, dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom dan bisa menjangkau jarak yang sangat jauh, juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker. Misalnya pemaparan uranium pada pekerja tambang juga meningkatkan resiko terjadinya kanker paru – paru 10 – 20 tahun kemudian, dan resiko tersebut akan semakin tinggi jika para penambang merokok.

  2.2.4. Makanan Makanan adalah faktor resiko penting lainnya untuk kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Misalnya makan makanan yang banyak mengandung terjadinya kanker lambung. Peminum alkohol juga memiliki resiko yang lebih tinggi tehadap terjadinya kanker kerongkongan.

  2.2.5. Bahan kimia Banyak bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker dan banyak pula yang dicurigai sebagai faktor penyebab kanker. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker setelah beberapa tahun kemudian, misalnya pemaparan asbes bisa menyebabkan kanker paru – paru dan kanker pleura. Dan kanker kulit banyak ditemukan pada pekerja cat dan pekerja yang membersihkan cerobong asap karena adanyakandungan senyawa hidrokarbon.

  2.2.6. Tempat tinggal Resiko terjadinya kanker juga bervariasi berdasarkan tempat tinggal seseorang. Variasi geografik dalam resiko kanker ini agaknya melibatkan banyak faktor, yaitu gabungan dari genetik, makanan dan lingkungan.

  2.2.7. Virus Beberapa virus diketahui menyebabkan kanker pada manusia dan virus lainnya dicurigai sebagai penyebab kanker. Virus penyebab kanker ini disebut juga virus onkogenik. Misalnya virus papilloma yang menyebabkan kutil genetalis agaknya merupakan salah satu penyebab kanker leher rahim pada wanita. Virus sitomegalo menyebabkan sarkoma kaposi, virus hepatitis B dan hepatitis C bisa menyebakan kanker hati meskipun karsinogen ataupun promotornya tidak diketahui.

  2.2.8. Infeksi kemih karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. Tetapi penyebab iritasi menahun lainnya tidak menyebabkan kanker. Infeksi oleh clonorchis, yang terutama banyak ditemukan di timur jauh, bisa menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu.

2.2.9. Hormon

  Hormon adalah zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh yang berfungsi mengatur kegiatan alat – alat tubuh. Diethyl stilbestrol, suatu hormon seks buatan yang umumnya digunakan untuk menggemukkan hewan ternak, terbukti sebagai penyebab timbulnya kanker rahim, payudara, dan alat reproduksi lainnya.

  Pada beberapa penelitian, diketahui bahan pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menimbulkan kanker pada organ tubuh yang dipengaruhinya, seperti payudara, rahim, indung telur, dan prostat. Pengaruh hormon sehingga dapat menyebabkan kanker belum dapat diketahui dengan pasti.

2.3. Proses terjadinya kanker

  Salah satu faktor terbentuknya kanker karena adanya sel epitel yang terus berkembang (berpoliferasi). Saat berpoloferasi, genetik sel bisa berubah akibat adanya pengaruh agen karsinogen yang menyebabkan hilangnya penekanan (supresi) terhadap proses poliferasi sel. Perubahan sel menjadi ganas juga melibatkan gen – gen yang mengatur pertumbuhan sel. Akibatnya, sel berkembang tidak terkendali.

  Menurut Junaidi (2007) perkembangan sel normal menjadi sel kanker melalui Tahap 1 ( tahap insisi)

  Pada tahap ini terjadi perubahan genetik yang menetap akibat ransangan bahan atau agen inisiator yang menimbulkan proses insisi. Perubahan yang terjadi irreversibel. Tahap 2 ( tahap promosi)

  Pada tahap ini terjadi perubahan kearah pra – kanker akibat bahan – bahan promotor. Perubahan terjadi akibat pengaruh promotor yang berulang ulang dan dalam jangka waktu lama. Tahap ini reversibel, artinya resiko timbulnya kanker akan hilang bila promotornya dihilangkan.

  Tahap 3 ( tahap progresif) Telah terjadi pertumbuhan kanker, sudah meluas ( invasif), dan beranak sebar ketempat yang jauh (metastasis).

2.4. Penatalaksanaan Medik

  Otto (2005) menjelaskan empat metode primer untuk terapi kanker adalah pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi dan lain – lain.

2.4.1. Pembedahan Penangana primer melibatkan pengangkatan kanker ganas dan batas jaringan normal.

  Eksisi lokal merupakan eksisi yang paling sederhana dari sebuah kanker dan sedikit batas jaringan normal. Eksisi luas atau diseksi en bloc melibatkan pengangkatan kanker primer, kelenjar getah bening regional, jalur limfatik yang brhubungan dan struktur berdekatan yang terkena. Eksisi luas diperlebar, yang mengangkat infiltrasi dengan beberapa teknik pembedahan khusus.

  Terapi adjuvan melibatkan pengangkatan jaringan untuk mengurangi resiko insidensi kanker, progresivitas, atau kekambuhan. Terapi penyelamatan melibatkan penggunaan pendekatan primer lebih sempit. Terapi paliatif digunakan untuk mengurangi penyakit atau sebagian terapi gejala yang berhubungan tanpa mencoba untuk mengobati kanker secara pembedahan. Terapi kombinasi melibatkan penggunaan pembedahan dengan terapi lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan reseksi tumor, mengurangi perluasan tumor yang diangkat, membatasi perubahan penampakan fisik dan kemampuan fisik, dan meningkatkan hasil terapi.

  Teknik pembedahan khusus meliputi elektrosurgery, cryosurgery, chemosurgery,dan laser.

2.4.2. Terapi radiasi

  Terapi radiasi menggunakan energi pancaran atau partikel – partikel terionisaso tinggi umtuk mengobati kanker. Terapi ini merupakan terapi lokal yang digunakan sendiri maupun secara kombinasi dengan terapi lainnya, seperti pembedahan, kemoterapi, atau terapi keduanya. Hampir 60 % kanker akan mendapat terapi radiasi pada suatu saat dalam perjalanan penyakitnya.

2.4.3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat – obatan sitotoksi dalam terapi kanker.

  Kemoterapi dikenal sebagai salah satu dari empat modalitas: pembedahan, terapi pengontrolan, dan peringanan sebagai tujuan terapi. Kemoterapi dapat digunakan terpisah atau bersama – sama dengan modalitas lain. (Otto,2005).

2.5. Komplikasi

  Komplikasi akibat penyakit kanker bisa terjadi karena: 2.5.1.

  Akibat pertumbuhan tumor ganas yang invasif. Pertumbuhan sel kanker dapat menekan (kompresi) organ – organ tubuh disekitarnya sehingga menyebabkan luka (erosi). Bahkan luka tembus (perforasi).

  2.5.2. Akibat tidak langsung kanker Secara tidak langsung kanker menyebabkan banyak gangguan seperti demam, berat badan menurun, tidak nafsu makan, kurang darah( anaemia), terasa lemas, maupun daya tahan tubuh menurun.

  2.5.3. Akibat pengobatan Pengobatan dengan sitostatika bisa menimbulkan demam hingga menggigil, pada beberapa obat tertentu efek tersebut dimulai 6 jam setelah pamberian obat. Selain itu pengobatan dengan sitostatika dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sum – sum tulang hingga jumlah sel darah putih menurun (leukopenia). Keadaan ini menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, alopesia,dll (Dalimarta,1999).

2.6. Perubahan Pada Penderita Kanker

  Keliat (1998) Pada wanita yang menderita kanker akan mengalami berbagai pergeseran dan perubahan dalam hidupnya, baik mengalami perubahan citra tubuh, ataupun lainnya dan jika perubahan ini tidak dapat diterima maka kualitas hidup akan menurun secara drastis. Adapun pergeseran dan perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

  2.6.1. Perubahan Fisik Proses perubahan yang terjadi pada klien kanker dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal perubahan yang terjadi setelah diagnosa, operasi dan terapi sedangkan tahap kedua terjadi pada saat proses integrasi dari perubahan pada struktur konsep diri. Perubahan yang terjadi secara fisik pada klien seperti nyeri, sengsara, kematian, biaya perubahan struktur tubuh karena pembedahan ataupun efek dari kemoterapi serta perubahan yang diakibatkan karena proses penyakit itu sendiri, yang akan membawa klien ke konsep diri negatif seperti malu, menarik diri, rendah diri, kontrol diri kurang, takut, pasif, asing terhadap diri dan frustasi (Keliat, 1998).

  Nyeri merupakan suatu masalah subjektif yang sangat mengganggu penderita disamping badan lemas, tidak ada nafsu makan, dsb. Sedangkan masalah objektif yang mengganggu ialah ulkus yang berbau,sesak nafas, dsb. Rasa nyeri itu sangat menurunkan kualita hidup penderita. (Sukardja, 2000).

2.6.2. Perubahan Psikologis

  Sukardja(2000) Wanita yang mengetahui dirinya mengidap kanker dapat menjadi stres dan merasa dirinya akan cepat mati, dalam keadaan yang menyedihkan dengan meninggalkan suami, anak, keluarga, atau teman tercinta, yang belum rela ia perubahan emosi, perubahan kognitif, kecemasan, mudah tersinggung, motivasi, perilaku gelisah, cemas, stres dan depresi.

  Penderita kanker sering kali mengingkari (menolak) bahwa penyakitnya adalah penyakit yang serius, ia mengharapkan dokter salah mendiagnosa. Terkadang respon ini menimbulkan respon buruk terhadap penderita kanker seperti: ketidakmampuan membedakan gejala yang serius, terlambat mencari informasi, tidak mengikuti program terapi, tidak menggunakan sumber daya yang tersedia, menyalahkan orang lain, penyesuaian diri yang panjang dan buruk.

  Selain itu setelah ia mengetahui penyakitnya tidak ada harapan lagi untuk disembuhkan penderita sering marah – marah terhadap kenyataan yang dihadapi dan bertanya kenapa ia menderita kanker, kenapa ia mesti mati, kenapa ia mesti begini, apa salahnya, dsb. Penderita kanker mudah tersinggung. Apa saja yang dilakukan orang padanya semua serba salah, ia menjadi benci dan memusuhi dokter yang tidak mampu menolongnya dan menganggap dokter tidak mampu mengobatinya dengan sungguh – sungguh, dan respon ini dapat menimbulkan frustasi pada penderita kanker.

  Setelah menyadari bahwa penyakitnya semakin parah, penderita kanker sering sekali melakukan tawar – menawar dalam hidupnya supaya ia dapat hidup dan sehat.

  Ia berjanji hal - hal yang tidak masuk akal bila sembuh nanti. misalnya ia akan tertentu, dsb.

  Menghadapi penyakitnya yang semakin memburuk penderita kanker sering menjadi depresif, menjadi murung, pendiam, tidak mau makan, mudah menangis, merasa dirinya tidak berguna lagi untuk hidup yang hanya memberikan beban bagi keluarganya. Banyak hal – hal yang tidak logis mengganggu pikirannya. Yang dapat menimbulkan penderita merasa takut. Perasaan takut yaitu takut akan menghadapi kenyataan yang ada, takut akan operasi, takut akan biaya pengobatan yang mahal, takut akan penyakitnya diketahui orang lain, takut meninggalkan keluarga, takut dicerai suaminya,dsb.

  Depresi mental yang dihadapi penderita kanker umumnya terjadi karena kurang pengetahuannya terhadap kanker atau salah presepsi akan penyakit kanker ini.

2.6.3. Perubahan Hubungan Sosial

  Keliat (1998) menyebutkan keadaan sosial yang dirasakan penderita kanker yaitu takut akan kehilangan peran dan fungsi seksual,yang dapat mempengaruhi gangguan citra diri,harga diri rendah, perubahan peran, sikap, keyakinan, dan konsep yang salah, kecemasan, atau depresi.

  Citra diri merupakan komponen yang mempengaruhi harga diri. Kanker akan mengakibatkan perubahan citra diri sehingga mempengaruhi harga diri yang mengakibatkan perasaan tidak adekuat dalam fungsi seksual. Kecemasan dan depresi sering menguasai klien kanker, cemas akan masa yang akan datang terutama terjadi pada saat diagnosa, kambuh, dan timbul efek dari terapi. Kecemasan dan depresi perubahan keinginan untuk berhubungan seksual dapat berubah pada saat ini karena merasa tidak pantas untuk melakukan hubungan seksual karena masih sakit. Sebagian pasangan takut akan efek terapi karena perasaan wanita terhadap perubahan bentuk tubuh.

  Penderita kanker menganggap dirinya tidak dapat lagi berperan seperti peran biasanya sebagai istri, orang tua, pekerja, yang terganggu oleh kanker dan terapi.

  Penderita merasa tidak berarti karena tidak dapat berperan seperti sediakala.

2.6.4. Perubahan Lingkungan

  Peran diri merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Tarwoto & Wartonah, 2003). Hal ini dipengaruhi oleh citra diri, identitas diri berupa jenis kelamin dan konsep diri. Sebagai komponen dari konsep diri, peran seseorang berubah-ubah baik pada masa sekolah, ataupun dalam berkarir. Peran yang umumnya bersifat menetap adalah menjadi seorang wanita dan kemungkinan menjadi ibu atau istri, (Berger & Williams, 1992).

  Setiap wanita mempunyai berbagai peran yang penting dalam kehidupannya baik sebagai istri, orangtua, ataupun pekerja. Namun, apabila wanita tersebut menderita kanker maka penyakit tersebut akan mempengaruhi peran klien seperti sediakala karena klien mengalami gejala yang sangat kompleks dan proses penatalaksanaan penyakit dapat mempengaruhi pola aktivitasnya sehari-hari ( Keliat, 1998). merasa kurang berfungsi, dan kurang di terima di masyarakat, dan sulit kembali hidup normal di keluarga dan masyarakat. Wanita yang menderita kanker biasanya merasa mendapatkan tekanan dari orang di sekelilingnya, menganggap penyakit kanker penyakit yang menular, atau penyakit keturunan, atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.(Sukardja,2000)

3. Kualitas Hidup Pada Wanita Yang Menderita Penyakit Kanker

  Wanita yang menderita penyakit kanker dapat dipengaruhi beberapa faktor: riwayat keluarga,kelainan kromosom,faktor lingkungan, makanan,bahan kimia, tempat tinggal,virus, infeksi, hormon. Wanita yang menderita penyakit kanker akan mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan yang menimbulkan berbagai keluhan baik fisik maupun psikis yang akan mempengaruhi kualitas hidup. Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup itu adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, hubungan dengan orang lain, dan standar referensi.

  Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF kualitas hidup terdiri dari empat aspek yang dapat dijadikan untuk mengukur kualitas hidup, yaitu dimensi kesehatan fisik, kesejahteraan psikologi, hubungan sosial dan lingkungan. Dari keempat aspek kualitas hidup ini akan dapat diketahui, apakah kualitas hidup seseorang tersebut baik, atau buruk. Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah bagaimana kualitas hidup wanita yang menderita penyakit kanker, apakah kualitas hidupnya baik,atau sosial dan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan penghasilan dijadikan untuk data karakteristik responden. Data berdasarkan karakteristik responden tidak diteliti, tetapi hanya sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

Dokumen yang terkait

Kualitas Hidup Wanita Yang Menderita Penyakit Kanker Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

7 43 78

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Sikap dan Keterampilan Perawat dalam Penerapan Tindakan Triage di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 2 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kanker Payudara - Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Dirawat Inap Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-2013

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Pengertian - Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Penilaian Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard

0 0 38

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi OA. - Gambaran Gaya Hidup Pada Penderita Osteoartritis Yang Berobat Jalan Di Poliklinik Reumatologi Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks - Hubungan Perilaku Seksual Dan Riwayat IMS Pada Wanita Dengan Terjadinya Kanker Serviks, Pada Pasien Yang Datang Berobat Dan Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. A. Kualitas Hidup II. A. 1. Pengertian Kualitas Hidup - Gambaran Kualitas Hidup pada Wanita Dewasa Awal Penderita Kanker Payudara

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit Hirschsprung - Karakteristik Bayi Yang Menderita Penyakit Hircshsprung Di RSUP H. ADAM MALIK Kota Medan Tahun 2010-2012

0 0 18