BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 PerspektifParadigma Kajian II.1.1 Perspektif Dalam Komunikasi - Peranan Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar (Studi Kasus Pada LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin)”

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Perspektif/Paradigma Kajian II.1.1 Perspektif Dalam Komunikasi Perubahan terjadi dari masa ke masa secara terus menerus sama seperti objek

  pemikiran manusia yang selalu mengalami perubahan mengikuti perubahan zaman. Hal ini tentunya memberi pengaruh terhadap apa yang difikirkan oleh manusia terhadap objek tertentu sehingga timbullah persepsi dan paradigma dalam menanggapi objek ataupun non materi. Cara manusia menanggapi suatu masalah dan objek ilmu juga senantiasa mengalami perubahan sebab tidak ada yang mutlak di dunia ini, begitupun ilmu pengetahuan.

  Perspektif merupakan sudut pandang atau cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Perspektif selalu mendahului observasi kita, kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran kita yang terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan melakukannya dengan cara tertentu. Nilai persepektif kita tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan realitas, walaupun setiap persepektif ada tahap tertentu kurang lengkap serta distorsi. Jadi yang menjadi inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi pencarian tujuan kita.

  Menurutdalam blognya (2010), persepktif memiliki dua ciri utama:

  1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari kehidupan manusia.

  2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan sebab akibat. Perspektif memiliki tujuh unsur dimana masing-masing mempunyai penekanaan yang berbeda dalam pengamatanya diantaranya:

  1. Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan

2. Mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan 3.

  Menitikberatkan perhatiannya pada aturan yang menentukan tingkah laku 4. Mengamati aturan – aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku 5. Memfokuskan pengamatannya pada aturan yang mengikuti tingkah laku 6. Mengikuti atuaran – aturan yang menerapkan tingkah laku 7. Memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan

II.1.2 Paradigma Dalam Komunikasi

  Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan berperilaku (konatif). Paradigma adalah sikap mental. Sikap mental ini dilahirkan dari sudut pandang atau posisi dimana kita berdiri/berada.

  Usaha untuk mengelompokkan teori–teori dan pendekatan kedalam sejumlah paradigma yang dilakukan sejauh ini telah menghasilkan pengelompokan yang sangat bervariasi. Burrel dan Morgan (1979), telah mengelompokkan teori–teori dan pendekatan dalam ilmu–ilmu sosial ke dalam 4 paradigma : Radical Humanist

  

Paradigm, Radical Structuralis Paradigm, Interpretive Paradigm, dan

Functionalist Paradigm . Namun bahasan mereka tidak secara jelas menunjukkan

  implikasi metodologi dari masing – masing paradigma. Sementara itu Guba dan Lincoln (1994) mengajukan tipologi yang mencakup 4 paradigma : Positivism,

  Postpositivism, Critical Theories et al , dan Constructivism, masig – masing dengan implikasi metodologi tersendiri ( Saduarsa, 2011 ).

  Menurut Saduarsa dalam blognya (2011), untuk mempermudah kepentingan bahasan tentang implikasi metodologi dari suatu paradigma, maka teori – teori dan penelitian ilmiah komunikasi cukup dikelompokkan ke dalam 3 paradigma, yakni:

  1. Paradigma Klasik (yang mencakup positivism dan postpositivism) Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam dan fisika, dan sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductivelogic dengan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan – atau memperoleh konfirmasi tentang – hukum sebab akibat yang bisa digunakan memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.

  2. Paradigma Konstruktisvisme Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially

  meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku

  sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan mengelola serta memelihara dunia sosial mereka.

  3. Paradigma Teori – Teori Kritis Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap ”the real structures” dibalik ilusi, false needs, yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia

II.1.3 Persepektif - Paradigma dalam Ilmu Komunikasi

  Perspektif adalah cara pandang untuk melihat sesuatu objek, sedangkan paradigma adalah suatu spirit d ari prinsip-prinsip yang dianut dalam suatu sistem. Paradigma adalah model atau pola pikir menghadapi suatu hal atau masalah. Dalam konteks keyakinan, paradigma sangat memungkinkan untuk dipersepektifkan, tergantung cara pandang dan kedalaman informasi yang dimiliki.

  Namun demikian suatu paradigma yang diyakini baik belum tentu akan diperspektifkan baik juga. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah upaya konsisten untuk melakukan interaksi dan komunikasi yang logis, sehingga perbedaan perspektif tersebut mencair dan fokus menuju targetnya. Pengukuran dan bebas nilai, yang khas pada persepektif positivisme, berarti mengukurkan teori pada realitas sambil menyatakan bahwa apa yang ditemukan adalah apa adanya, tanpa intervensi dari subjek pengamat. Dengan menggunakan perspektif berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamat.

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan interview dengang informan dan menyelaraskan pemahaman peneliti bedasarkan kejadian – kejadian yang diamati di lapangan, kemudian menganalisa data yang ditemukan semasa penelitian.

II.1.4. Pengertian Teori

  Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis. Sedangkan Little John and Foss (2005: 4) mengatakan “ A

  

Theory is a system of thought, a way of looking ”. Jadi dapat disimpulkan teori

  merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan penjelasan yang logis.

  Di dalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala tersebut disebut dengan data atau fakta. Dalam proses pembuatan teori, Little John dan Foss (2005) memberikan gambaran sederhana yang mencakup tiga hal sebagai berikut: 1.

  Mengembangkan pertanyaan.

  Ketika kita menemukan suatu fenomena dalam lingkungan sekitar kita, maka kita akan mulai mengembangkan pertanyaan tentang fenomena apa yang sedang terjadi.

2. Pengamatan.

  Pengamatan yaitu tahapan berikutnya setelah kita menemukan suatu fenomena yang sedang terjadi, kita juga mengamati dan mencari informasi lebih lanjut untuk mendapat kejelasan tentang penyebab fenomena tersebut dapat terjadi.

  3. Mengkonstruksi jawaban.

  Tahapan ini kita mulai menyusun jawaban – jawaban dari setiap pertanyaan secara sistematis dan logis. Tahapan - tahapan inilah yang disebut menyusun teori. Menurut Little John (2005) penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip keperluan (The Principal of Necessity) terbagi menjadi tiga macam yaitu:

  1. Causal Necessity (keperluan kausal), yaitu penjelasan yang menerangkan hubungan sebab akibat.

  2. Practical Necessity (keperluan praktis), yaitu penjelasn yang menunjukkan kondisi hubungan tindakan-konsekuensi.

  3. Logical Necessity (keperluan logis), yaitu x dan y secara konsisten akan selalu menghasilkan x.

  Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka sifatnya relatif, dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut di buat.

  Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan. Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori demikian dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur tersebut: 1.

  Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan 2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta diterapkan kedalam kehidupan nyata.

  Fungsi teori menurut Little John (dalam Jalaludin, 2000:6) ada sembilan: 1.

  Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal.

  2. Memfokuskan. Pada dasarnya teori hanya menjelaskan suatu hal bukan banyak hal.

  3. Menjelaskan. Maksudnya teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamati.

  4. Pengamatan. Teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana “cara” mengamatinya.

  5. Prediksi atau perkiraan. Fungsi ini penting sekali bagi bidang-bidang kajian ilmu komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.

  6. Heuristik. Fungsi ini harus mampu menstimuli penelitian selanjutnya, bila konsep-konsepnya jelas dan memiliki penjelasan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penellitian-penelitian selanjutnya.

  7. Komunikasi. Teori ini harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritik-kritik, sehingga penyempurnaan teori dapat dilakukan.

  8. Normatif. Mampu mengontrol kehidupan manusia atau masyarakat, karena teori ini sangat berpotensi berkembang menjadi norma-norma atau nilai- nilai yang dipegang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

  9. Generatif. Mampu menjadi sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan baru. Fungsi ini terutama menonjol dikalangan pendukung teori kritis.

II.1.5. TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI

  Untuk memahami konteks teori komunikasi dapat dilihat dari luas cakupan orang yang terlibat dalam suatu gejala komunikasi. Berikut ini merupakan tipologi atau pengelompokkan teori komunikasi, diantaranya:

1. Intrapersonal Communication

  Teori tentang bagaimana seseorang individu mengubah pesan atau gejala komunikasi atau peristiwa komunikasi dengan dirinya. Pada teori ini, model komunikasi yang digunakan adalah model komunikasi yang dibuat oleh Aristoteles. Dimana teori ini mencakup tiga hal, yakni unsur sumber, pesan dan penerima. Model ini dinilai sebagai model klasik atau model pemula komunikasi.

  2. Interpersonal Communication

  Komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mengolah pesan atau peristiwa komunikasi untuk meningkatkan atau menurunkan intensitas atau kualitas hubungan, yang biasanya bersifat pribadi. Salah satu model yang digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model sirkular yang dibuat oleh Osgood bersama Schramm. Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditrasmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah hubungan antar sumber dan penerima secara simultan dan mempengaruhi satu sama lain. Kemudian interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.

  3. Groups Communication

  Komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi kelompok mengamati interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Biasanya melibatkan lebih dari dua orang dan komunikasi dilakukan secara bergantian. Pada tipologi teori komunikasi ini, digunakan model komunikasi partisipasi yang dibuat oleh D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers. Model ini mngembangkan sebuah model komunikasi berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Dalam model komunikasi menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya dalam situasi dimana mereka berkomunikasi. Saling pengertian ini adalah kombinasi estimasi seseorang dengan orang lain terhadap pesan.

  4. Public Communication

  Komunikasi ini dilakukan antara satu orang (nara sumber) kepada sekelompok orang. Komunikasi dilakukan untuk suatu tujuan atau konteks tertentu sesuai kepentingan kelompok orang tersebut. Pesan ditujukan kepada sejumlah (atau sejumlah besar) orang. Khalayak terhimpun pada suatu tempat atau lokasi (atau dihimpun melalui media atau teknologi).

5. Mass communication

  Komunikasi massa ditujukan untuk menyampaikan informasi tertentu kepada sejumlah besar orang. Adapun karakteristik komunikasi massa melibatkan sejumlah besar khalayak, Khalayak tidak terhimpun, Khalayak heterogen, Khalayak anonim (tidak saling mengenal), komunikasi dilakukan dengan menggunakan media (media massa) seperti: televisi, surat kabar, radio film, musik dll.

  II.2 Komunikasi

  II.2.1 Pengertian Komunikasi

  Komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication dan berhubungan dengan bahasa latin communis, communico, communicare yang kesemuanya itu memiliki pengertian “membuat sama (to make common)”. Komunikasi menyatakan bahwa suatu pikiran, makna, atau pesan dianut secara sama. Jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Onong Effendy, 2000:9)

  Istilah komunikasi semula merupakan fenomena sosial yang kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri. Ilmu komunikasi dianggap penting sehubungan dengan dampak dan manfaat yang dibutuhkan masyarakat. Secara sederhana komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator (pengiriman pesan) kepada komunikan (penerima pesan) dimana penyampaian pesan ini memerlukan media.

  Menurut Carl I Hovland (dalam Dedy Mulyana, 2005:62) ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Defenisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting. Bahkan dalam defenisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

  Sedangkan menurut Gray Croonnkhite (dalam Ruslan, 2003: 86) untuk memahami proses komunikasi ini, ada empat pendekatan untuk membagi tahapan komunikasi yaitu: 1.

  Komunikasi merupakan suatu proses 2. Komunikasi adalah suatu pertukaran 3. Komunikasi merupakan interaksi yang bersifat multidimensi, yaitu berkaitan dengan karakter komunikator, pesan yang disampaikan, media yang akan dipergunakan, komunikan yang menjadi sasaran komunikasi, dan dampak yang akan ditimbulkan.

4. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan – tujuan atau maksud ganda.

  Komunikasi apabila diaplikasikan dengan benar akan mampu mencegah dan memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana ynag menyenangkan dan menciptakan hubungan yang harmonis baik antarpribadi, antar kelompok, dan antar bangsa dan sebagainya. Selanjutnya komunikasi juga berkaitan dengan komunitas (community) atau perkumpulan yang juga menekankan pada kebersamaan dan kesamaan. Dimana dalam sebuah komunitas tertentu tentu terbangun karena adanya kesamaa, baik itu kesamaan pendapat, agama, bangsa, ataupun tujuan. Dan mereka dapat terus-menerus berjalan bersama karena adanya komunikasi di antara mereka.

II.2.2. Komponen Komunikasi

  Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:

  1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

  2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

  3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.

  4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

  6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")

II.2.3. Proses Komunikasi

  Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut:

  1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.

  2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya. Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan.

  1. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

  2. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.

II.2.4. Tujuan Komunikasi

  Menurut Carl I. Hovland ilmu komunikasi didefinisikan sebagai upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat sikap. Adapun tujuan komunikasi adalah: 1.

  Perubahan Sikap (Attitude Change) Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai dengan keinginan kita.

  2. Perubahan Pendapat (Opinion Change) Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksudkan komunikator maka akan tercipta pendapat yang berbeda – beda bagi komunikan.

  3. Perubahan Prilaku (Behavior Change) Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan seseorang

  4. Perubahan Sosial (Sosial Change) Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan antarpribadi.

II.2.5. Fungsi Komunikasi

  Proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri menurut Effendy (2003:55) adalah sebagai berikut:

1. Menginformasikan (to inform)

  Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan, mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada komunikan. Informasi yang akurat diperkukan oleh beberapa bagian masyrakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan.

  2. Mendidik (to educate) Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau penganjuran suatu pengetahuan, memperluakan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah.

  3. Menghibur (to entertaint) Menyebarkan informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik, dan bunyi, maupun gambar dan bahasa, membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan.

  4. Mempengaruhi (to influence) Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk sumber motivasi, mendorong dan mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan nilai – nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku kearah yang baik dan modernisasi.

  Dalam keseluruhan komunikasi akan memberikan manfaat yang mendalam jika komunikasi berlangsung dengan baik. Dapat memberikan keuntungan dan mampu mencapai tujuan yang baik, dan komunikasi menjadi lebih efektif. Pentingnya komunikasi untuk membina hubungan yang baik, bahwa kebutuhan utama manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.

  II.3 Komunikasi Kelompok Kecil

  II.3.1. Pengertian Komunikasi Kelompok Kecil

  Kelompok kecil seperti kelompok diskusi atau belajar merupakan kelompok yang belum terorganisir misalnya, tiga atau empat orang berdiskusi atau, sepuluh orang yang mengadakan rapat juga merupakan kelompok kecil tetapi bukan organisasional (Ardial, 2007:28). Kelompok menentukan cara seseorang berbicara, berpakaian, bekerja dan juga mempengaruhi emosi seseorang suka dan duka. Komunikasi kelompok telah digunakan untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku, mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran (Jalaludin, 2010).

  Komunikasi kelompok kecil merupakan salah satu tipe komunikasi antarpribadi, dimana beberapa orang terlibat dalam suatu pembicaraan, percakapan, diskusi dan musyawarah dan sebagainya. Istilah “kelompok kecil” memiliki tiga makna: (1) jumlah anggota kelompok terdiri dari beberapa orang, (2) antar kelompok itu saling mengenal dengan baik dan (3) pesan yang dikomunikasikan bersifat unik, khusus dan terbatas bagi anggota sehingga tidak sembarangan orang bergabung dalam kelompok itu (Suranto AW, 2011). Sedangkan Jalalludin Rahmat (2010:141) menyatakan kelompok mempunyai dua tanda psikologi yaitu: (1) anggota – anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (2) nasib anggota –anggota kelompok saling bergantungan sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Kelompok kecil terdiri atas beberapa orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Anggota-anggota kelompok bekerjasama untuk mencapai dua tujuan yaitu: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi, misalnya kelompok belajar, maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok (Jalaludin, 2010).

  Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005) menjabarkan sifat- sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

  1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka.

  2. Kelompok memiliki sedikit partisipan 3.

  Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin (guru) 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

II.3.2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.

  Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi. Secara umum dapat terbagi tiga klasifikasi kelompok.

  1. Kelompok Primer dan Sekunder Charles Horton Cooley (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota- anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Berdasarkan karakteristik komunikasinya, kelompok dibagi sebagai berikut: a.

  Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana private saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

  b.

  Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

  c.

  Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

  d.

  Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

  e.

  Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

  2. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan.

  Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

3. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

  John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

II.3.3. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi 1.

  Konformitas Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan.

  Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Sebagai contoh: kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

  2. Fasilitasi sosial.

  Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Dijelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar, karena itu peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

  3. Polarisasi.

  Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

II.3.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok `Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.

  melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation).

  Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional karakteristik kelompok: a.

  Ukuran kelompok.

  Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

  Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. b.

  Jaringan komunikasi.

  Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

  c.

  Kohesi kelompok.

  Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara antarpribadi pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

  d.

  Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.

  Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok: a.

  Kebutuhan antarpribadi William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental

  Antarpribadi Relations Orientatation ), menurutnya orang menjadi

  anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

   Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

   Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

   yang lain.

  Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok

  b.

  Tindak komunikasi Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi.

  Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal).

  c.

  Peranan Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota- anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:

   masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas

  Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok. Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok

   berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

   kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.

  Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota

II.4 Groupthink

  Teori groupthink dikembangkan oleh Irvin L. Janis dan teman-temannya yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Irving Janis dalam bukunya Victims of

  Groupthink (1972) mejelaskan apa yang terjadi di kelompok kecil dimana anggota

  • – anggotanya memiliki hubungan baik satu sama lain. Janis menggunakan istilah

  

groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang

  sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota- anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.

  Groupthink didefenisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan

  kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis kelompok yang berlaku.

II.4.1. Asumsi – Asumsi dalam Groupthink

  Groupthink merupakan teori yang siasumsikan dengan komunikasi

  kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan Task-Oriented Group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting dalam teori groupthink (dalam West & Turner, 2008:276) : 1.

  Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi.

  2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu.

  3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks.

  Asumsi pertama dari groupthink berhubungan dengan karakteristik kehidupan kelompok yaitu kohensivitas. Kohensivitas merupakan rasa kebersamaan dari suatu kelompok. Ernest Boornmann (dalam West dan Turner, 2008:276) mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung untuk mempertahankan identitas kelompok.

  Asumsi kedua berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis Gouran (dalam West & Turner, 2008: 277) mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan masukan mereka daripada mengalami resiko ditolak. Sifat sementara asusmsi ketiga menggaris bawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok dalam pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tugas dimana orang biasanya tergabung bersifat kompleks.

  Asumsi ini melihat pada kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian pada keputusan yang muncul dari kelompok. Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari kelompok. Hal ini ditandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah kekebalan ilusi

  (illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimisme yang tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berasal dari luar kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang berlawanan. Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala ke enam yaitu sensor diri (self cencorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan menyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil posisi yang sama. Gejala yang ketujuh adalah adanya ilusi kesepakatan (ilusi

  

unanimity ) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul

  pemikiran waspada (mind guards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan. Janis (dalam blog mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis

  groupthink , yakni: 1.

  Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan.

  2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan.

  3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independent dan bebas dari pengaruh dominasi segelintir individu.

  4. Membagi dalam kelompok kecil 5.

  Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengumpulkan pendapat atau mendapatkan alternatif pemecahan masalah

  6. Mengundang pihak lain (akademisi, peniliti atau konsultan) untuk mendapatkan ide-ide baru

  7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota kelompok pada umumnya

  8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal 9.

  Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat, sebelum diambil keputusan akhir

  II.5 Komunikasi Antarpribadi

  II.5.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

  Selama manusia hidup akan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya, dengan komunikasi sebagai dasar dalam kegiatan tersebut. Dalam pergaulannya manusia melakukan interaksi kepada orang – orang sekitarnya demi memenuhi kebutuhan ataupun kepentingannya pribadi maupun kelompok. Sebagain besar aktifitas yang dilakukakn untuk berkomunikisi dan berinteraksi berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi (interpersonal). Situasi komunikasi antarpribadi ini dapat kita temui dalam konteks dua orang, keluarga, kelompok ataupun organisasi. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, mengetahui dan belajar tentang sekitar kita dan dunia luar. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna dan melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antarpribadi kita juga bisa mengubah nilai-nilai dan sikap hidup seseorang. Kesimpulannnya, komunikasi antarpribadi dapat mempunyai berbagai macam kegunaan.

  Trenholm dan Jansen mendefenisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah: (a) spontan dan informal; (b) saling menerima feedback secara maksimal; (c) partisipan berperan secara fleksibel. Hal senada juga dikemukan Deddy Mulyana (2008:85) bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, baik secara verbal maupun nonverbal.

  Menurut Joseph De Vito (1976) komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dari inti ungkapan itu De Vito berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial (Liliweri, 1991:12).

  Sedangkan menurut Willian C. Schultz (1958) orang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan antarpribadi:

1. Inclusion (ingin masuk menjadi bagian kelompok) 2.

   Control (ingin mengendalikan orang lain dalam suatu tatanan hierarkis)

3. Effection (ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

II.5.2. Bentuk Hubungan dalam Komunikasi Antarpribadi

  Menurut LaFollette (1996) hubungan – hubungan kita berbeda mengenai intensitasny dari yang tidak bersifat pribadi (impersonal) ke yang bersifat pribadi

  

(personal) . Hubungan yang tidak bersifat pribadi ialah dimana seseorang

  berhubungan dengan orang lain semata – mata karena orang itu dapat mengisi peran atau memenuhi kebutuhan segera. Dalam keadaan ini tidak satu pihak pun peduli siapa yang memegang peran atau memenuhi kebutuhan selama segala sesuatu berjalan baik. Sedangkan hubungan bersifat pribadi ialah dimana seseorang mengungkapkan informasi terhadap satu sama lain dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi satu sama lain. (Muhammad Budyatna dan Leila Mona, 2011: 36). Kita juga dapat menggolongkan orang dengan siapa kita berhubungan sebagai kenalan, teman, dan sahabat kental atau teman akrab (Verderber et al, 2007) 1.

  Kenalan Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. Banyak hubungan dengan kenalan tumbuh atau berkembang pada konteks khusus. Misalnya, tetangga di dekat rumah kita bila bertemu saling memberi hormat atau mengangguk tetapi tidak ada usaha untuk menyampaikan gagasan – gagasan pribadi atau untuk saling berkunjung 2. Teman Karena perjalanan waktu beberapa kenalan kita bisa menjadi teman kita.

  Teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengasakan hubungan yang lebih pribadi secara sukarela (Muhammad Budyatna dan Leila Mona, 2011:37). Agar persahabatan berkembang dan berkesinambungan, beberapa prilaku kunci harus. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting perlu untuk hubungan persahabatan: a.

  Inisiasi (initiation). Dimana seseorang harus berhubungan atau berkenalan dengan orang lain dan interaksi harus berjalan mulus, santai, dan menyenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalin antara dua orang yang jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan b.

  Sifat mau mendengarkan (responsiveness). Masing – masing harus mendengarkan kepada yang lain, fokus kepada mitranya, dan merespons pembicaraan mitranya. Adalah sulit untuk menjalin persahabatan kepada orang yang hanya fokus pada dirinya sendiri atau masalahnya sendiri.

  c.

  Pengungkapa diri (self-disclosure). Kedua belah pihak mampu mengungkapkan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain.

  Persahabatan tidak akan terjalin jika masing – masing hanya mendiskusikan hal – hal yang abstrak saja atau membicarakan masalah

  • – masalah yang dangkal sifatnya.

  d.

  Dukungan emosional (emotional support). Orang berharap mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari temannya. Kita berharap mendapatkan teman dengan sifat – sifat seperti ini.

  e.

Dokumen yang terkait

Peranan Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar (Studi Kasus Pada LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin)”

2 77 107

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asi

0 0 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

0 0 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma dan Perspektif Kajian II.1.1 Paradigma Konstruksionis - Representasi Citra Perempuan Dalam Fotojurnalistik (Analisis Semiotika Foto Headline di Harian Tribun Medan)

0 1 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Peran Komunikasi Antar Pribadi Pengajar Tari Dalam Meningkatkan Potensi Diri Anak (Studi Kasus Pada Sanggar Tari Sir Istana Maimun Medan)

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Komunikasi Pedagang Pakaian Bekas Dalam Menetapkan Harga Pada Pembeli (Studi Kasus Pada Pasar Tradisional Inpres Medan)

0 1 33

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Kelompok II.1.1 Pengertian Komunikasi Kelompok - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri pada Mahasiswa UKM Sepak Bola

0 1 45

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Peranan Komunikasi Antarpribadi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Di KFC Suzuya Binjai

0 1 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Peranan Pembimbimbing Kegiatan Public Speaking (Muhadoroh) Dan Kepercayaan Diri Siswi(Studi Deskriptif Tentang Peranan pembimbing Dalam Kegiatan Public Speaking (Muhadoroh) Dalam Meningkatkan Rasa Per

0 0 27