BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Kelompok II.1.1 Pengertian Komunikasi Kelompok - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri pada Mahasiswa UKM Sepak Bola

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Kelompok II.1.1 Pengertian Komunikasi Kelompok Menurut Shaw, kelompok adalah kumpulan dua atau lebih orang yang

  berinteraksi satu sama lain sedemikian rupa sehingga perilaku dan atau kinerja dari seseorang dipengaruhi oleh perilaku/kinerja anggota lain (Ardana, 2008:43). Kelompok ini misalnya adalah kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Komunikasi merupakan hal yang penting bagi kegiatan kelompok, apakah itu suatu pembicaraan tanpa akhir dalam rapat panitia, percakapan akrab antara dua teman, atau pertemuan keluarga untuk merencanakan liburan akhir minggu (Sears, 1985:109).

  Komunikasi dalam kelompok yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung diantara kelompok. Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang disampaikan juga menyangkut seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya ngobrol-ngobrol antara ayah, ibu, dan anak dalam keluarga, diskusi guru dan murid di kelas tentang topik bahasan dan sebagainya.

  Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut (Fajar, 2009, 65). Contoh: tetangga, keluarga, kawan-kawan dekat, kelompok diskusi, kelompok pemecah masalah, atau suatu komite untuk mengambil suatu keputusan, komunikasi ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi antarpribadi.

  Dimana, komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang tetapi dalam jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga dikalangan terbatas, khusus bagi anggota kelompok tersebut. Adapun karakteristik dari komunikasi kelompok, antara lain (Fajar, 2009:66) :

1) Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogeny.

  2) Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga.

  3) Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

  4) Pesan yang diterima komunikan bersifat rasional (terjadi pada komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikasi kelompok besar).

  5) Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan tersebut tidak erat seperti yang terjalin pada komunikasi interpersonal.

  6) Komunikasi akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi Penelitian dan penerapan yang tidak menitik beratkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil (Goldberg, 1985:6). Michael Burgoon (Fajar, 2009:66) juga mendefenisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua defenisi komunikasi kelompok diatas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

II.1.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya

  Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul diterminal bus, yang antri didepan loket bioskop, yang berbelanja dipasar, semuanya disebut agregat bukan kelompok. Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di anggota-anggotanya. Jadi, dengan perkataan lain, menurut Baron & Byrne (1979) kelompok mempunyai dua tanda psikologi. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok, ada sense of belonging yang tidak dimiliki orang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait cara tertentu dengan hasil yang lain (Rakhmat, 2005:141-142).

  Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini hanya tiga klasifikasi kelompok antara lain sebagai berikut:

  1) Kelompok Primer dan Sekunder

  Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (Rakhmat, 2005:142) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati kita. (Rakhmat, 2005:142-145) membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut: a.

  Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.

  Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rintangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

  b.

  Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan sifat sekunder bersifat nonpersonal.

  c.

  Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menganggap isi tidak penting.

  d.

  Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder bersifat instrumental.

  e.

  Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan sekunder bersifat formal.

  2) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan

  Theodore Newcomb pada tahun 1930-an melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggota secara administrative dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk membentuk diri sendiri atau menentukan sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normative, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma- norma dan sejumlah sikap menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normativ). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini, cara mendefenisikan situasi, mengorganisasikan pengalama, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, disamping menjadi kelompok keanggotaan saya. Adapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi (Rakhmat, 2005:145-146).

  3) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Perspektif

  John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan perspektif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukkannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga (Fajar, 2009:69): a.

  Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. b.

  Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan.

  c.

  Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru, kelompok revolusioner radikal: (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

  Kelompok perspektif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright (Rakhmat, 2005:179) mengkategorikan enam format kelompok perspektif, yaitu diskusi meja bundar, symposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

  Berikut uraian format diskusi kelompok atas susunan tempat duduk, urutan siapa yang bicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan untuk berbicara sebagai berikut (Rakhmat, 2005:18-183) : a.

  Diskusi meja bundar : susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi yang bebas di antara anggota- anggota kelompok, memungkinkan individu berbicara kapan saja tanda ada agenda yang tetap, waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi.

  b.

  Simposium : serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya. Khalayak diatur dalam jejeran kursi didepan mimbar, setiap pembicara diberi waktu yang sama dan hanya boleh berbicara ketika dibuka forum.

  c.

  Diskusi panel : format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui sang mediator, di antara mereka sendiri dan dengan hadirin tentang masalah yang kontroversial. Susunan tempat duduk menghadap diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang menghadap khalayak. Suasana diskusi bersifat formal dan non informal.

  d.

  Forum: waktu Tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka, misalnya symposium. Jadi khalayak mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan.

  e.

  Kolokium: sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan pada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau beberapa orang) ahli, agak bersifat formal, dan diskusi diatur secara ketat oleh seorang moderator.

  f.

  Prosedur parlementer: format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi besar pada periode waktu tertentu ketika jumlah keputusan harus dibuat. Para peserta harus mengikutu peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit.

II.1.3) Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi

  Pengaruh kelompok pada perilaku manusia juga memiliki reaksi sejumlah orang yang menyaksikan perilaku komunikasi tersebut. Perubahan perilaku individu terjadi karena apa yang lazim disebut dalam psikologi sosial sebagai pengaruh sosial. Berikut pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi yaitu: 1.

  Konformitas.

  Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan mereka. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

  2. Fasilitas sosial.

  Fasilitasi menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965 dalam Arni) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energy pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energy yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk peerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar; karena itu, peneliti- peneliti melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

  3. Polarisasi.

  Polarisasi adalah kecenderungan posisi kearah yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menantang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menantang lebih keras (Rakhmat, 2005:149-158).

II.1.4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok Keefektifan kelompok juga memiliki pengaruh dalam komunikasi kelompok.

  Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimasukkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Menurut Rakhmat (2005:160-174), faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

  1.Faktor situasional karakteristik kelompok: a.

  Ukuran kelompok. Ukuran kelompok adalah jumlah anggota kelompok yang mempengaruhi alokasi sumber daya dalam aktivitas mencapai tujuan organisasi (Liliweri, 2004:131). Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok

  Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. b.Jaringan komunikasi. Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. c.

  Kohesi kelompok. Kohesi kelompok didefenisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Rakhmat, 2005:164) menyarankan bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain: ketertatikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok: sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. d.Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok.

2. Faktor personal karakteristik kelompok:

  a. Kebutuhan interpersonal William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut: 1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

  2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control). 3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain (affection).

  b. Tindak komunikasi Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi.

  Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).

  c.

  Peranan Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok).

  II.2 Komunikasi Kelompok Kecil

  II.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok Kecil

  Di dalam organisasi sering ditemui adanya komunikasi dalam kelompok- kelompok kecil, seperti dalam rapat-rapat, konferensi, dan komunikasi dalam kelompok kerja. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kebanyakan organisasi menggunakan kelompok-kelompok dalam pekerjaannya sehari-hari. Menurut Tilman kelompok adalah bagian integral dari semua organisasi (Muhammad, 2007: 181). Rata-rata anggota pimpinan tngkat menengah dan atas menghabiskan seperempat atau sepertiga dari waktu kerja mereka sehari-hari untuk berdiskusi. Ini tidak termasuk aktivitas sosial dan aktivitas lainnya dalam masyarakat. Rata-rata dari pimpinan tingkat atas menghabiskan 60% dari waktunya dengan berkomunikasi dan mayoritas dar kegiatan itu adalah berdiskusi. Karena diskusi kelompok kecil dan rapat-rapat dalam berbagai bentuk kelihatannya lazim dalam semua aspek masyarakat dan khususnya organisasi, adalah bermanfaat umtuk memeprlajari komunikasi kelompok kecil tersebut.

  Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika salah satu dari komponen ini hilang individu yang terikat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil (dalam Muhammad, 2007:182).

  II.2.2) Tujuan Komunikasi Kelompok Kecil

  Komunikasi kelompok kecil mungkin dapat digunakan untuk bermacam- macam tugas atau untuk memecahkan masalah. Tetapi dari semua tujuan itu dapat dikategorikan atas dua kategori yaitu untuk tujuan personal dan tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan :

  1) Tujuan Personal

  Alasan orang untuk mengikuti kelompok dapat dibedakan atas empat kategori utama yaitu hubungan sosial, penyaluran, kelompok terapi dan belajar. Berikut empat kategori utama tersebut, antara lain : a. Hubungan sosial. Hubungan sosial bertujuan untuk memperkuat hubungan interpersonal dan menaikkan kesejahteraan kita.

  b. Penyaluran. Penyaluran ini dilakukan dalam suasana yang mendukung adanya pertukaran pikiran atau pertengkaran sengit dalam diskusi keluarga, dimana keterbukaan diri adalah tepat.

  c. Kelompok terapi, biasanya digunakan untuk membantu orang menghilangkan sikap-sikap mereka, atau tingkah laku dalam beberapa aspek kehidupan mereka.

  d. Belajar. Alasan umum orang mengikuti kelompok kecil adalah belajar dari orang lain. Belajar terjadi dalam bermacam-macam setting. Asumsi nyang mendasari belajar kelompok adalah ide dari dua arah.

  2) Tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan

  Komunikasi kelompok kecil sering digunakan untuk menyelesaikan dua tugas utama yaitu pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.

  a.

  Pembuatan keputusan, biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berkumpul bersama-sama dalam kelompok untuik membuat keputusan mengenai sesuatu.

  Mendiskusikan alternatif dengan orang lain membantu orang memutuskan mana pilihan terbaik untuk kelompok.

  b.

  Pemecahan masalah yang mereka usahakan penyelesaiannya mencakup bagaimana menyempurnakan produksi, bagaimana menyempurnakan hubungan yang kurang baik (Muhammad, 2007:182-184) .

II.2.3 Karakteristik Kelompok Kecil

  Adapun beberapa dari karakteristik kelompok kecil yang membuatnya unik dari bermacam-macam konteks komunikasi lainnya. Berikut beberapa karakteristik kelompok kecil tersebut, yaitu: 1.

  Mempermudah pertemuan ramah tamah, dapat dilakukan untuk menyalurkan energi yang mungkin tidak dapat disalurkan bila orang itu sendiri.

  2. Personaliti kelompok adalah bila sekelompok orang datang bersama maka mereka membentuk identitas sendiri yang menjadikan personaliti kelompok.

  3. Kekompakan, yaitu daya tarikan anggota kelompok satu sama lain dan keinginan ereka untuk bersatu.

  4. Komitmen terhadap tugas. Aktivitas individu lainnya dalam kelompok yang dekat hubungannya dengan komitmen aalah motivasi.

  5. Besarnya kelompok kelihatannya cukup sederhana tapi besarnya kelompok itu mempunyai beberapa pencabangan penting dalam kelompok.

  6. Norma kelompok, adalah aturan dan pedoman yang digunakan oleh sekelompok itu sendiri, maupun beberapa faktor eksternal di luar kelompok.

  7. Saling bergantung satu sama lain. Yang paling penting adalah anggota kelompok tergantung satu sama lain untuk beberapa tingkatan tertentu, dan paling kurang pada seorang lainnya (Muhammad, 2007:185-188).

II.3 Komunikasi Organisasi

  Manusia merupakan makhluk sosial karena mereka hidup bersama-sama di dalam atau ditengah-tengah suatu masyarakat. Manusia hanya bisa bertahan hidup dalam masyarakat jika mereka menjalani kehidupan sebagai sebuah aktivitas interaksi dan kerjasama yang dinamis dalam suatu jaringan kedudukan dan perilaku. Aktivitas interaksi dan kerjasama itu terus berkembang secara teratur sehingga terbentuklah wadah yang menjadi tempat manusia berkumpul yang disebut organisasi (sosial).

  Organisasi juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai difrensiasi peranan, atau kelompok yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma-norma. Kata Pauce dan Faules (Liliweri, 2004:1) istilah organisasi sosial merujuk kepada pola-pola interaksi sosial (frekuensi dan lamanya kontak antara orang-orang, kecenderungan mengawali kontak; arah pengaruh antara orang-orang; derajat kerja sama; perasaan tertarik, tyang teramati dan perilaku sosial orang-orang yang disebabkan oleh situasi sosial mereka alih-alih oleh karakteristik fisiologi atau psikoogi mereka sebagai individu.

  Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Pentingnya komunikasi tidaklah dapat dipungkiri begitu juga dengan halnya organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau berantakan. Di dalam sebuah organisasi, komunikasi merupakan aktivitas yang menghubungkan antarmanusia dan antarkelompok dalam organisasi tersebut.

  Di dalam organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis), komunikasi ibarat aliran darah kehidupan, Tanpa adanya komunikasi maka organisasi tidak dapat bergerak dan melaksanakan aktivitasnya. Oleh karena itu komunikasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi agar memberikan manfaat optimal bagi organisasi (baik itu organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis).

  Komunikasi organisai sangat penting dan layak untuk dipelajari karena sekarang ini banyak orang yang tertarik dan memberikan perhatian kepadanya guna mengetahui prinsip dan keahlian komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan organisasi, baik organisasi kormersial seperti lembaga bisnis dan industri maupun organisasi-organisasi sosial seperti lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga- lembaga swasta.

  Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Jadi, komunikasi organisasi sebagai landasan kuat bagi karier dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia, dan komunikasi perusahaan, dan tugas-tugas lain yang berorientasikan manusia dalam organisasi (Mulyana, 2005 : 25).

  Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun juga, setidak- tidaknya ada satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan pesan (Pace dan Don F, 2005:31).

  Defenisi tradisional komunikasi organisasi cenderung menekankan komunikasi sebagai kegiatan penanganan pertukaran pesan yang tergantung “dalam” atau “untuk” menunjukkan batas-batas organisasional (organizational boundry) dari sebuah struktur organisasi. Mengapa? Karena dalam batas-batas itu terlihat hubungan antamanusia, manusia yang ditempatkan sebagai pemroses informasi, pemroses pesan, penafsir dan malah bertindak berdasarkan informasi. Jadi komunikasi di sini menekankan pada metode dan teknik yang memungkinkan orang untuk beradaptasi dengan lingkungan organisasi (Liliweri, 2004:59-60).

  Menurut Goldhaber (1986) komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang sering berubah-ubah. Komunikasi organisasi mempunyai peranan penting dalam memadukan fungsi-fungsi manajemen dalam suatu perusahaan yaitu: 1) Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan. 2) Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yamg telah ditetapkan. 3)

  Melakukkan pengorganisasian terhadap sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya dengan cara efektif. 4)

  Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan iklim yang menimbulkan keinginan orang untuk member kontribusi. 5) Mengendalikan prestasi (Purba, 2006:112-113).

II.3.1 Komunikasi Organisasi Internal

  Komunikasi Internal yang berkaitan dengan organisasi didefinisikan oleh Lawrence D. Brennan sebagai : “Interchange of ideas among the administrators and

  

its particular structure (organization) and interchange of ideas horizontally and

vertically within the firm which gets work done (operation and management )” (dalam

  Effendy, 2003:122). (Pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen).

  Organisasi sebagai kerangka kekaryaan (frame work) menunjukkan adanya pembagian tugas antara orang-orang di dalam organisasi itu dapat diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan tenaga dipimpin. Untuk menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tujuan yang akan dicapai manajer dan administrator mengadakan peraturan sedemikian rupa sehingga ia tidak perlu berkomunikasi langsung dengan seluruh karyawan. Ia membuat kelompok-kelompok menurut jenis pekerjaannya dan mengangkat seorang sebagai penanggung jawab atas kelompoknya. Dengan demikian pimpinan cukup berkomunikasi dengan para penanggung jawab kelompok. Dan jumlah kelompok serta besarnya kelompok tergantung pada besar kecilnya organisasi.

II.3.2 Jaringan Komunikasi Formal

  Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Diantara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan, pertukaran pesan itu melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga di antara keseluruhan orang dalam organisasi. Bentuk struktur dan jaringan itupun juga akan berbeda-beda (Muhammad, 2007:102).

  Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan komunikasi formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal. Ada tiga bentuk utama dari arus pesan pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi yaitu: a) “Downward communication” atau komunikasi kepada bawahan.

  b) “Upward communication” atau komunikasi kepada atasan.

  c) “Horizontal communication” atau komunikasi horizontal (Muhammad, 2007:108).

a) Komunikasi ke Bawah

  Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengantugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum.

  Menurut Lewis (1987) komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan (dalam Muhammad, 2007:108).

  Secara umum, Muhammad (2007:108-109) menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe yaitu : 1)

  Instruksi Tugas Instruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu bervariasi bisa berupa perintah langsung, diskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat – alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan – pesan tugas dan sebagainya. 2)

  Rasional Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan menganggap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksamaka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi bila pimpinan mengganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.

  3) Ideologi Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan raisonal.

  Pada pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan-pesan ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi. 4)

  Informasi Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan, dan data lain yang tidak berhubungan dengan intruksi dan rasional. Misalnya buku handbook dari karyawan adalah contoh dari pesan informasi.

  5) Balikan

  Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaanya karyawan kurang baik balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan tersebut.

  Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur hierarki dalam organisasi. Pesan kebawah cenderung bertambah karena pesan itu bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut turut. Yang perlu diperhatikan oleh juga ketika pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah, pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.

  Katz dan Kahn (1966) menambahkan, ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan kepada bawahan yaitu : 1) Informasi bagaimana melakukan pekerjaan 2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi 4) Informasi mengenai kinerja pegawai, dan 5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). (dalam Pace dan Don F, 2005:185)

  Menurut Liliweri (2004:86) dalam hal informasi yang dikomunikasikan ke bawah ada beberapa hal masalah yang harus diperhatikan kebawah antara lain yaitu : 1)

  Kekurangsadaran beberapa manajer tidak tahu persis tentang tipe komunikasi atas-bawah itu lalu memberikan instruksi secara alamiah saja, banyak fungsi tidak dijelaskan dengan rinci, umpan balik yang tidak dikehendaki terjadi namun acapkali didiamkan saja. 2) Pesan yang tidak lengkap dan tidak jelas. 3) Kelebihan pesan sehingga membuat orang bingung. 4)

  Transmisi serial, pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki persepsi yang sama terhadap pesan.

  Karena adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada bawahan maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesanyang efektif. Davis (1976) memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:

  1) Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya.

2) Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh karyawan.

  Pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi. 3)

  Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga, karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang mempengaruhi mereka. 4)

  Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan diperlukan antara bawahan dan atasan (dalam Muhammad, 2007:112).

b) Komunikasi ke Atas

  Yang dimaksud dengan komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Semua karyawan dalam suatu organisasi kecuali yang berada pada tingkatan yang paling atas mungkin berkomunikasi ke atas. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi pembaharuan.

  Pentingnya komunikasi ke atas disebabkan beberapa alasan, menurut Sharma (1979) aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembaharuan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang- orang lainnya. Sedangkan menurut Planty dan Machaver (1952) komunikasi ke atas menambahkan apresiasi dan loyalitas kepadaorganisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran- saran mengenai operasi organisasi (dalam Pace dan Don F, 2005: 190).

  Menurut Pace (1989) komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau nilai tertentu, fungsinya sebagai berikut: 1)

  Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.

  2) Arus komunikasi ke atas memberi informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.

  3) Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan ide-ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.

  4) Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorongdesas desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.

  5) Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah bawahan menangkap arti seperti yang dimaksudkan dari arus informasi yang ke bawah.

  6) Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya dan organisasi (dalam Muhammad, 2007:117).

  Smith (1986), mengatakan komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan departemennya atau organisasinya (dalam Muhammad, 2007:117).

  Kebanyakan dari hasil-hasil analisis penelitian mengenai komunikasi ke atas mengatakan bahwa supervisor dan pimpinan haruslah mendapatkan informasi dari bawahannya mengenai hal-hal berikut:

  1) Apa yang dilakukan bawahan, pekerjaannya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang.

  2) Menjelaskan maslah-maslah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

  3) Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya masing- masing atau organisasi secara keseluruhan.

  4) Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjaannya, teman sekerjanya dan organisasi (Muhammad, 2007:118).

  Adapun hal-hal yang seharusnya disampaikan oleh karyawan kepada atasannya seperti yang disebutkan di atas tidaklah selalu menjadi kenyataan. Banyak kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut. Sharma mengatakan bahwa kesulitan itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut:

  1) Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya. Hasil studi memperlihatkan bahwa karyawan merasa bahwa mereka akan mendapat kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya menurut pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti saja apa yang disampaikan supervisornya. 2)

  Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik kepada masalah mereka. Karyawan sering melaporkan bahwa pimpinan mereka tidak prihatin terhadap masalah-masalah mereka. Pimpinan dapat saja tidak berespons terhadap masalah karyawan dan bahkan menahan beberapa komunikasi ke atas, karena akan membuat pimpinan kurang baik menurut pandangan atasan yang lebih tinggi. 3)

  Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas. Seringkali supervisor pimpinan tidak memberikan penghargaan yang nyata kepada karyawan untuk memelihara keterbukaan komunikasi ke atas. 4)

  Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima dan berespons terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan. Supervisors terlalu sibuk untuk mendengarkan atau karyawan susah untuk mendengarkan atau karyawan susah menemuinya (dalam Muhammad, 2007:118).

  Kombinasi dari perasaan-perasaan dan kepercayaan karyawan tersebut menjadikan penghalang yang kuat untuk menyaakan ide-ide, pendapat-pendapat atau informasi oleh bawahan kepada atasan. Disamping sulitnya mendapatkan komunikasi ke atas, komunikasi yang disampaikan itupun belum tentu efektif, karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Muhammad (2007:119) menyebutkan di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

  1) Komunikasi ke atas lebih mungkin digunakan oleh pembuat keputusan pengelolaan, apabila pesan itu disampaikan tepat pada waktunya.

  2) Komunikasi ke atas yang bersifat positif, lebih mungkin digunakan oleh pembuat komunikasi yang bersifat negatif.

  3) Komunikasi ke atas lebih mungkin diterima, jika pesan itu mendukung kebijaksanaan yang baru.

  4) Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif, jika komunikasi itu langsung kepada penerima yang dapat berbuat mengenai hal itu.

  5) Komunikasi ke atas akan lebih efektif, apabila komunikasi itu mempunyai daya tarik secara intuitif bagi penerima. Pesan dari bawahan lebih siap diterima jika mereka setuju.

  Komunikasi ke atas merupakan sumber informasi yang penting dalam membuat keputusan, karena dengan adanya komunikasi ini pimpinan dapat mengetahui bagaimana pendapat bawahan mengenai atasan, mengenai pekerjaan mereka, mengenai teman-temannya yang sama berkerja dan mengenai organisasi. Karena pentingnya komunikasi tersebut maka organisasi perlu memprogramnya.

  Seperti telah dikatakan di atas bahwa komunikasi k etas ini penting untuk pembuatan keputusan maka agar komunikasi ini berjalan lancer dan memberikan informasi seperti yang diharapkan mak perlu diprogramkan secara khusus. Untuk menyusun program ini ada prinsip-prinsip yang perlu dipedomani oleh pimpinan. Prinsip-prinsip tersebut menurut Planty dan Mchaver (Pace, 1989) adalah sebagai berikut:

  1) Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan. 2) Program komunikasi ke atas berlangsung terus menerus. 3) Program ke atas yang efektif menggunakan saluran yang rutin. 4)

  Program komunikasi ke atas yang efektif, menekankan kesensitifan dan penerimaan ide-ide yang menyenangkan dari level yang lebih rendah. 5)

  Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pendengar yang obejektif. 6)

  Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pengambilan tindakan berespons terhadap masalah. 7)

  Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan bermacam-macam media dan metode untuk memajukan arus informasi (Muhammad, 2007:120- 121).

c) Komunikasi Horizontal

  Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan di antara orang orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Muhammad (2007:121-122) menyebutkan bahwa komunikasi horizontal mempunyai tujuan sebagai berikut:

  1) Mengkoordinasikan tugas-tugas. Kepala-kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat atau pertemuan, untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi.

  2) Saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik dari pada ide satu orang. Oleh karena itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program dengan masyarakat, anggota-anggota dari bagian perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan mereka lakukan. 3)

  Memecahkan masalah yang timbul di antara orang-orang yang berada dalam tingkat yang sama. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dari moral karyawan. 4)

  Menyelesaikan konflik di antara anggota yang ada dalam bagian organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya. Penyelesaian konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan emosional dari anggota dan juga akan menciptakan iklim organisasi yang baik. 5)

  Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk itu mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut. 6)

  Mengembangkan sokongan interpersonal. Karena sebagian besar dari waktu kerja karyawan berinteraksi dengan temannya maka mereka memperoleh sokongan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat hubungan di antara sesama karyawan dan akan membantu kekompakkan dalam kerja kelompok. Interaksi ini akan mengembangkan rasa sosial dan emosional karyawan.

  Bentuk yang paling umum dari komunikasi horizontal adalah kontak interpersonal yang mungkin terjadi dalam berbagai tipe. Di antaranya bentuk yangseringkali terjadi adalah rapat-rapat komite, interaksi informal pada waktu jam istirahat, percakapan telepon, memo dan nota, aktivitas sosial, dan kelompok mutu.

  Setiap anggota organisasi, termasuk karyawan harus dapat memiliki kepribadian yang dewasa mental, sehat, orientasi dirinya tertuju dan terarah untuk kepentingan organisasi dan orang banyak, memiliki sikap objektif dan mawas diri, memiliki falsafah dan pedoman hidup yang jelas berdasarkan kitab suci agama yang diyakininya, sehingga individu tersebut mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi situasi apapun dalam organisasinya. Individu karyawan tersebut tidak hanya menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja organisasinya, tetapi ia berusaha keras menciptakan situasi lingkungan yang kondusif agar ia mampu berinovasi dan berkreatifitas agar menjadi karyawan yang sangat bermanfaat bagi kepentingan organisasinya. Oleh karena itu, setiap pimpinan organisasi perlu melakukan program pembinaan mental agar setiap karyawan dalam organisasinya memiliki kepribadian dewasa mental, sehingga hubungan interpersonal dalam organisasi dapat dilakukan secara efektif.

  Hubungan sesama karyawan di tempat kerja perlu diciptakan agar iklim kerja dalam organisasi menjadi kondusif. Pimpinan, manajer, ataupun karyawan perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam menciptakan situasi yang penuh dengan pengelolaan emosi secara efekfif. Memiliki keterampilan dan cara berkomunikasi yang baik dan efektif fan produktif dapat menciptakan hubungan yang baik pula dan akan mudah dalam mencapai tujuan organisasi.

  Agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis dalam organisasi, maka dapat dilakukan hal-hal, seperti menciptakan lingkungan kerja yang mendukungsinergi dan partisipasi karyawan, menyusun kebijaksanaan yang layak dan adil yang tidak menimbulkan pertentangan antarkaryawan, menghilangkan bias prasangka terhadap karyawan satu sama lain, meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosional karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dalam kerjasama perkerjaan, memilih orang yang sesuai untuk peran dalam tim yang memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan emosional baik, memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, membersihkan perusahaan dari pengaruh negatif, menyusun nilai inti dan standar perilaku yang bisa diterima oleh karyawan satu sama lain, menciptakan suasana saling memperhatikan dan memotivasi kreativitas, dan pengembangan mentalitas dan pelayanan sepenuh hati dalam hubungan karyawan satu sama lain dan dengan konsumen.

  Setiap karyawan harus dapat membangun dan mengelola hubungan kerja yang baik satu sama lain, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan karyawan dalam sebuah organisasi dalam mengelola hubungan yang baik, seperti pengaturan waktu, tahu posisi diri, adanya kecocokan, menjaga keharmonisan, pengendalian desakan dalam diri, memahami dampak kata-kata atau tindakan diri pada diri orang lain, jangan mengatur orang lain sampai diri sendiri dapat diatur dengan baik, tidak mengubar kemarahan kepada yang lain, dan bersikap bijak dan bijaksana.

II.3.3 Bentuk Jaringan Komunikasi

  Di bawah ini dikemukan 4 (empat) bentuk jaringan komunikasi sebagai mana terlihat dalam peraga 9 yaitu jaringan komunikasi berbentuk roda, rantai lingkaran, dan bintang:

  1) Peraga 9a – jaringan komunikasi berbentuk roda menggambarkan bagaimana aliran informasi itu bersumber dari sentral A (sentralisasi). Dari A informasi itu dialihkan kepada B atau C, D dan E lalu masing-masing merespon kembali informasi it kepada A, inilah jaringan komunikasi yang formal. Jika terjadi hubungan di antara B,C,D dan E maka hubungan itu bersifat informal.

  2) Peraga 9b – jaringan komunikasi berbentuk rantai menggambarkan bagaiman aliran informasi itu bersumber dari tingkat atas “kepala dinas” kepada seorang

  “kepala subdinas” dan diteruskan kepada “kepala seksi”. 3)

Dokumen yang terkait

Komunikasi Kelompok Kecil Dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

2 70 103

Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

0 28 102

Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Aktualisasi Diri pada Mahasiswa UKM Sepak Bola Universitas Sumatera Utara)

6 58 123

Komunikasi Kelompok Dan Motivasi Pengembangan Diri (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Motivasi Pengembangan Diri pada Member MLM CNI di PO DC-369 Kota Pematang Siantar)

5 141 126

Komunikasi Kelompok Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Kelompok Terhadap Pembentukan Konsep Diri di Komunitas games online “Perang Kaum” )

6 66 116

Komunikasi Dalam Kelompok Indigo Di Kota Jakarta (Studi Etnografi Komunikasi Tentang Komunikasi Dalam Kelompok Indigo)

3 20 102

Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Kelompok terhadap Kohesivitas Kelompok pada Supporter Persebaya Korwil Suramadu

0 0 21

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Pengertian Komunikasi - Tabloid Aplaus Dan Kepuasan Mahasiswa (Studi Korelasional tentang Tabloid Aplaus Terhadap Kepuasan Lifestyle Mahasiswa FISIP USU)

0 0 21

BAB II URAIAN TEORITIS - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

0 0 22

Komunikasi Kelompok Kecil Dan Motivasi Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok Kecil terhadap Motivasi kerja Karyawan PT Tupperware Indonesia Cabang Medan Maimun)

0 1 11