Peranan Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar (Studi Kasus Pada LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin)”

(1)

PERAN KOMUNIKASI KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN

MINAT BELAJAR

(STUDI KUALITATIF TENTANG PROGRAM BANTUAN BELAJAR GRATIS LSM YAYASAN ABDI SATYA DI KECAMATAN PANTAI CERMIN)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatra Utara

ROSSA DAME HASIAN SARUMAHA 110922030

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FALKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerah dan kasih karuniaNya sehingga penulis dimampukan untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Peranan Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar (Studi Kasus Pada LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin)” yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatra Utara.

Dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan yang besar dari keluarga besar Sarumaha, terkhusus ibunda Rohim Farida br. Situmorang yang selalu memberi semangat dan doa, serta dukungan moril dari abang dan kakak penulis, baik yang di Medan maupun di luar kota Medan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – besar kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara. Terima Kasih atas segala bantuan dan dukungan beliau yang sangat bermanfaat bagi penulis

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara

4. Ibu Dewi Kurniawati MSi sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar yang relah mendidik dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswi di Depertemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

6. Sahabat dan rekan seperjuangan dalam memberikan masukan dan kritikan dalam penulisan skripsi ini.


(3)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Peran Komunikasi Kelompok dalam Meningkatkan Minat Belajar : Sebuah Studi Kualitatif tentang Program Bantuan Belajar Gratis LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin, adalah penelitian yang mengkaji bagaimana peranan komunikasi kelompok dalam meningkatkan minat belajar dikalangan anak dan remaja. Dimana penelitian ini memfokuskan pada hubungan persahabatan dengan batasan pada perhatian, perasaan dan motivasi yang terjalin dalam komunikasi kelompok mempengaruhi minat belajar anak dan remaja.

Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan interview, dan dengan menggunakan metode penelitian studi kualitatif. Melalui metode studi kualitatif ini, peneliti melihat fenomena – fenomena yang ditemukan dalam interaksi dan komunikasi para peserta kelompok belajar yang menjadi objek penelitian. Fenomena ini merupakan kasus yang menjadi objek penelitian. Melalui studi kualitatif ini, peneliti ingin memberi gambaran bagaimana interaksi dan komunikasi diantara sebuah kelompok kecil, baik itu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok kecil (groupthink), diantara sesama anggota kelompok belajar dan anggota kelompok belajar dengan staff pengajar YAS. Dengann mewawancarai dan mengobservasi aktifitas – aktifitas dari kelompok – kelompok belajar yang diteliti, kemudian menggambarkan bagaimana hubungan persahabatan yang terjalin melalui kedekatan sesama anggota, perhatian dan rasa kesetiakawanan dalam membantu teman sekelompoknya sehingga menimbulkan rasa kesenangan didalam kelompok dan meningkatnya tingkat minat belajar dikalangan peserta kelompok belajar. Pemilihan informan dilakukan dengan metode sampling random dan dibantu dengan beberapa rekomendasi dari pihak pengajar YAS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kesembilan informan utama (peserta kelompok belajar) dan dari ketiga informan tambahan (staff pengajar YAS) hubungan persahabatan yang melibatkan rasa perhatian dan perasaan senang dengan sesama anggot kelompok belajar dapat meningkatkan minat belajar anak dan remaja. Perubahan sikap dan motivasi dalam belajar ini terlihat dari kerajinan dan kehadiran anak – anak dalam mengikuti kelompok belajar dan seiring nilai prestasi belajar yang meningkat baik di dalam kelompok belajar mereka dan prestasi di sekolah. Minat belajar anak dan remaja juga terlihat tinggi dengan sikap antusias dari anak – anak dalam membiasakan diri untuk berdiskusi dan aktif dalam perlombaan pelajaran yang diadakan intern oleh YAS maupun di luar kelompok belajar YAS.


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...i

LEMBAR PENGESAHAN………....ii

KATA PENGHANTAR………....iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….…iv

ABSTRAK………..v

DAFTAR ISI………..vi

DAFTAR TABEL………viii

DAFTAR GAMBAR………...ix

DAFTAR LAMPIRAN………...x

BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah ... 9

I.2 Fokus Masalah ... 12

I.3 Tujuan Penelitian ... 13

I.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Perspektif/Paradigma Kajian ... 14

II.1.1 Perspektif Dalam Komunikasi ... 14

II.1.2 Paradigma Dalam Komunikasi ... 15

II.1.3 Persepektif - Paradigma dalam Ilmu Komunikasi ... 16

II.1.4. Pengertian Teori ... 17

II.1.5. TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI ... 19

II.2 Komunikasi ... 21

II.2.1 Pengertian Komunikasi ... 21

II.2.2. Komponen Komunikasi ... 22

II.2.3. Proses Komunikasi ... 23

II.2.4. Tujuan Komunikasi ... 24

II.2.5. Fungsi Komunikasi ... 24

II.3 Komunikasi Kelompok Kecil ... 25

II.3.1. Pengertian Komunikasi Kelompok Kecil ... 25

II.3.2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya. ... 27

II.3.3. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi ... 28

II.3.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok . 29 II.4 Groupthink ... 33

II.5 Komunikasi Antarpribadi ... 36

II.5.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 36

II.5.2. Bentuk Hubungan dalam Komunikasi Antarpribadi ... 37

II.5.3. Proses Komunikasi Antarpribadi ... 40

II.6 Teori AIDDA ... 41

II.7 Minat Belajar ... 43


(5)

II.7.2. Unsur – Unsur Minat ... 44

II.7.3. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi ... 45

II.8 Model Teoritik ... 46

II.8.1. Self Disclosure (Johari Window Model) ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Sejarah Lokasi ... 49

III.1.1. Batas Wilayah ... 49

III.1.2. Penduduk ... 49

III.1.3. Potensi Daerah ... 50

III.1.3. Profil Yayasan Abdi Satya (YAS) ... 53

III.1.4. Struktur Organisasi YAS ... 55

III.2 Metode Penelitian ... 55

III.3 Objek Penelitian ... 57

III.4 Subjek Penelitian ... 58

III.5 Kerangka Analisis ... 58

III.6 Teknik Pengumpulan Data ... 59

III.7 Teknik Analisa Data ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 61

IV.1 Hasil Penelitian ... 61

IV.1.1 Hasil Wawancara dengan Peserta Kelompok Belajar ... 63

IV.1.2 Hasil Wawancara dengan Staff Pengajar YAS ... 85

IV.2 Pembahasan ... 97

IV.2.1 Interaksi dalam Kelompok Kecil Melalui Persahabatan ... 97

IV.2.2 Interaksi dalam Kelompok Kecil dan Minat Belajar ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 100

V.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(6)

(7)

DAFTAR TABEL DAN FIGURE

Figure 1 Self Disclosure Matrix ... 47

Figure 2 Struktur Organisasi YAS………....47

Gambar Lapangan 1 ... 86

Gambar Lapangan 2 ... 86

Gambar Lapangan 3 ... 86

Table 1 Batas Wilayah Serdang Bedagai ... 49

Table 2 Pembagian Kecamatan Serdang Bedagai ... 50

Table 3 Pembagian Desa di Kec. Pantai Cermin ... 50


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

 Daftar Bimbingan Skripsi  Daftar Pertanyaan Acuan  Hasil Wawancara


(9)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Peran Komunikasi Kelompok dalam Meningkatkan Minat Belajar : Sebuah Studi Kualitatif tentang Program Bantuan Belajar Gratis LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin, adalah penelitian yang mengkaji bagaimana peranan komunikasi kelompok dalam meningkatkan minat belajar dikalangan anak dan remaja. Dimana penelitian ini memfokuskan pada hubungan persahabatan dengan batasan pada perhatian, perasaan dan motivasi yang terjalin dalam komunikasi kelompok mempengaruhi minat belajar anak dan remaja.

Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan interview, dan dengan menggunakan metode penelitian studi kualitatif. Melalui metode studi kualitatif ini, peneliti melihat fenomena – fenomena yang ditemukan dalam interaksi dan komunikasi para peserta kelompok belajar yang menjadi objek penelitian. Fenomena ini merupakan kasus yang menjadi objek penelitian. Melalui studi kualitatif ini, peneliti ingin memberi gambaran bagaimana interaksi dan komunikasi diantara sebuah kelompok kecil, baik itu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok kecil (groupthink), diantara sesama anggota kelompok belajar dan anggota kelompok belajar dengan staff pengajar YAS. Dengann mewawancarai dan mengobservasi aktifitas – aktifitas dari kelompok – kelompok belajar yang diteliti, kemudian menggambarkan bagaimana hubungan persahabatan yang terjalin melalui kedekatan sesama anggota, perhatian dan rasa kesetiakawanan dalam membantu teman sekelompoknya sehingga menimbulkan rasa kesenangan didalam kelompok dan meningkatnya tingkat minat belajar dikalangan peserta kelompok belajar. Pemilihan informan dilakukan dengan metode sampling random dan dibantu dengan beberapa rekomendasi dari pihak pengajar YAS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kesembilan informan utama (peserta kelompok belajar) dan dari ketiga informan tambahan (staff pengajar YAS) hubungan persahabatan yang melibatkan rasa perhatian dan perasaan senang dengan sesama anggot kelompok belajar dapat meningkatkan minat belajar anak dan remaja. Perubahan sikap dan motivasi dalam belajar ini terlihat dari kerajinan dan kehadiran anak – anak dalam mengikuti kelompok belajar dan seiring nilai prestasi belajar yang meningkat baik di dalam kelompok belajar mereka dan prestasi di sekolah. Minat belajar anak dan remaja juga terlihat tinggi dengan sikap antusias dari anak – anak dalam membiasakan diri untuk berdiskusi dan aktif dalam perlombaan pelajaran yang diadakan intern oleh YAS maupun di luar kelompok belajar YAS.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Konteks Masalah

Sebagai mahluk sosial manusia memiliki dorongan keinginan untuk saling berhubungan dengan individu lainnya. Dorongan sosial tersebut mengharuskan setiap individu untuk mampu berkomunikasi dengan orang lain. Manusia selalu berkeinginan untuk berbicara, tukar menukar gagasan, mengirim dan menerima informasi, berbagi pengalaman, bekerjasama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya (Suranto Aw, 2011: 1) Karakteristik kehidupan sosial yang dimiliki manusia mewajibkan setiap individu untuk membangun sebuah relasi dengan yang lain, sehingga terjalin sebuah ikatan persahabatan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itulah kebutuhan komunikasi dianggap sama pentingnya dengan kebutuhan dasar manusia. Kegiatan komunikasi sosial paling sederhana dimulai pertama sekali dari lingkungan keluarga. Melalui keluarga seorang anak belajar berinteraksi dengan orang tua, saudara, memberi dan menerima informasi serta terlibat dalam suatu prilaku kerjasama yang semua bertujuan untuk membentuk individu tersebut mampu menghadapi dunia luar. Seiring berjalannya waktu, anak-anak beranjak remaja dan dewasa, perubahan tahapan fisik dan psikologis mendorong individu untuk mencari kelompok-kelompok untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan mereka.

Dorongan untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah kelompok merupakan suatu bentuk realita kehidupan yang dapat kita temui baik di lingkungan sekolah maupun di tempat bekerja. Orang sering kali menghabiskan banyak waktu dan kegiatan mereka di dalam kelompok dimana mereka diterima. Irving Janis dalam bukunya Victims of Groupthink (1972) menjelaskan apa yang terjadi di kelompok kecil dimana anggota-anggotanya memiliki nasib yang sama, terdapat tekanan yang kuat untuk menuju pada ketaatan. Irving Janis menamai fenomena tersebut sebagai groupthink (West & Turner, 2008:274)

Michael Burgoon dan Michael Ruffiner memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna


(11)

memperoleh maksud dan tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri, atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menunjukan karakteristik pribadi dan karakteristik anggota lainnya (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994). Komunikasi kelompok terjadi pada sekumpulan kecil orang sehingga umpan balik dapat diamati langsung dan saat komunikasi berlangsung baik, komunikator maupun komunikan bisa bertukar pesan.

Penyesuaian diri merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia untuk mencapai kesuksesan baik dalam kehidupan kelompok sosial sehari-hari, dalam kelompok ditempat bekerja (kantor) maupun dalam bidang akedemik (sekolah maupun kampus). Disiplin, kreatifitas dan memiliki etos kerja yang tinggi menurut Indaryani dan Milwardani adalah indikator sumber daya manusia yang berkualitas dan fondasi yang amat menentukan (dalam

Sikap disiplin

merupakan sikap yang harus ditingkatkan karena memberi manfaat dan sumbangan yang besar apalagi pada negara yang masih berkembang seperti negara Indonesia. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan belajar mengajar yang efektif (Jalaludin Rahmat, 2007).

Kata “belajar” bukanlah sekedar kata yang tidak memiliki makna. Kata itu bagi sebagian besar anak menjadi bayangan yang begitu menyeramkan. Harus dipahami bahwa sesungguhnya dasar dari hal ini adalah merupakan persoalan motivasi dan minat, baik orangtua, guru dan anak memiliki andil yang mengakibatkan belajar menjadi sesuatu yang seram dan suram bagi kebanyakan anak-anak. Ada empat pengaruh utama dalam motivasi belajar seorang anak yaitu budaya, keluarga, lingkungan sekolah dan diri anak itu sendiri (Raymond J. Wlodkowski: 2004). Tentunya keempat bagian tersebut masing-masing memberikan pengaruhnya melalui perspektif yang melibatkan sudut pandang psikologis, sosiologis, dan komunikasi seorang anak.

Sesungguhnya setiap anak yang lahir memiliki minat dan motivasi belajar. Mereka secara alamiah adalah para penjelajah yang selalu ingin tahu. Mereka mengamati lingkungannya untuk membuatnya masuk akal. Mereka memiliki hasrat dan keinginan yang sangat kuat untuk belajar. Namun tiba pada masanya mereka memasuki lingkungan sekolah, tidak jarang motivasi belajar meraka


(12)

tampak semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia (Raymond dan Judith, 2004). Menurut Zakarilya (2002) anak-anak usia sekolah, dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU), cenderung lebih banyak mengisi waktunya dengan bermain dan menonton televisi dari pada belajar (dalam merupakan hambatan dalam menumbuhkan minat belajar anak adalah mahalnya biaya pendidikan (sekolah). Tingkat keluarga miskin yang masih tinggi menjadi salah satu permasalahan nasional bangsa Indonesia. Hambatan ini tentunya membuat anak-anak merasa pesimis untuk mendapat kesempatan melanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi, untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka.

Upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan minat belajar anak adalah langkah awal untuk menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dalam proses pembangunan Indonesia ke depannya. Minat belajar, disiplin dan kreatifitas modal utama setiap anak agar tumbuh menjadi manusia yang berkualitas. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab setiap lapisan masyarakat mulai dari keluarga, lingkungan tempat anak berinteraksi, sekolah, pemerintah bahkan termasuk organisasi prolaba (perusahaan) dan nirlaba (LSM dan Yayasan).

Pemerintah sekarang ini telah mengambil inisiatif merangkul LSM (lembaga swadaya masyarakat) untuk membantu mengatasi tantangan-tantangan dalam pembangunan Indonesia, termasuk dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Kerjasama yang baik di antara pemerintah dan lembaga masyarakat (LSM) diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Globalisasi selama abad 20 memunculkan pentingnya peran LSM. LSM telah dikembangkan untuk menekankan masalah kemanusiaan, bantuan pembangunan dan pembangunan berkelanjuta disebut juga organisasi non-pemerintah dapat dipecah menjadi khusus organisasi sub-kelompok seperti kontraktor pelayanan publik, organisasi rakyat, organisasi-organisasi sukarela dan LSM pemerintah atau organisasi-organisasi pendukung keanggotaan

(dalam


(13)

mengejar kegiatan untuk mengurangi penderitaan, mempromosikan kepentingan kaum miskin, melindungi lingkungan, menyediakan layanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan komunitas. Meskipun sektor LSM telah menjadi semakin diprofesionalkan selama dua dekade terakhir, prinsip-prinsip altruisme dan voluntarisme tetap mendefinisikan karakteristik kunci (Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa

Yayasan Abdi Satya merupakan salah satu LSM yang memiliki visi dan misi meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat (keluarga) yang kurang mampu. Melalui program belajar gratis yang mereka lakukan, yayasan Abdi Satya menjadi perpanjangan tangan pemerintah bahkan lembaga pendidikan sekolah untuk menggali bakat dan minat belajar anak-anak yang mengikuti program belajar gratis ini. Yayasan Abdi Satya yang berlokasi di kecamatan Pantai Cermin dipilih berdasarkan adanya beberapa desa yang penduduknya masih belum begitu perduli pentingnya pendidikan oleh karena tingkat perekonomian masyarakat yang masih rendah. Lokasi sekolah yang juga cukup jauh dari pemukiman penduduk juga menjadi faktor penghambat untuk anak-anak di kecamatan Pantai Cermin untuk bersekolah.

, 2006).

Berdasar uraian penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan komunikasi kelompok dalam meningkatkan minat belajar anak yang menjadi peserta Program Belajar Gratis ini melalui dorongan kelompok kecil dan persahabatan yang terjalin dalam kelompok belajar mereka.

I.2 Fokus Masalah

Perumusan masalah ini bertujuan untuk membatasi pembahasan penelitian agar lebih terarah dan tidak terlalu luas dalam memfokuskan topik yang telah ditentukan. Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas maka fokus masalah penelitian ini adalah berikut:

1. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana peranan komunikasi kelompok dalam meningkatkan minat belajar anak dan remaja.

2. Minat belajar yang dimaksudkan dalam penelitiaan ini terbatas pada perhatian, perasaan dan motivasi.


(14)

3. Responden penelitian ini adalah kelompok-kelompok belajar yang terdaftar pada Program Belajar Gratis yang berorentasi pada hubungan persahabatan. 4. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai selesai.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana aktifitas komunikasi kelompok dalam kelompok belajar anak dan remaja di kecamatan Pantai Cermin.

2. Untuk mengetahui minat belajar anak-anak dan remaja yang mengikuti program belajar gratis tersebut.

3. Untuk mengetahui sejauhmana peranan komunikasi kelompok dapat meningkatkan minat belajar anak dan remaja di kecamatan Pantai Cermin.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas

keanekaragaman wacana penelitian di bidang LSM, khususnya tentang bantuan yang efektif dan tepat melalui komunikasi kelompok.

2. Secara teoritis, melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Departemen Ilmu Komunikasi, untuk menggali fenomena komunikasi khususnya dalam mengetahui pentingnya peran komunikasi kelompok sebagai pendorong untuk meningkatkan minat belajar dan kreatifitas anak-anak dan remaja 3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada Yayasan

Abdi Satya tentang masalah yang dibahas oleh peneliti dan untuk bahan penulisan selanjutnya teman-teman yang tertarik membahas perkembangan dan aktifitas LSM yang bergerak dalam bidang bantuan kemanusian


(15)

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Perspektif/Paradigma Kajian

II.1.1 Perspektif Dalam Komunikasi

Perubahan terjadi dari masa ke masa secara terus menerus sama seperti objek pemikiran manusia yang selalu mengalami perubahan mengikuti perubahan zaman. Hal ini tentunya memberi pengaruh terhadap apa yang difikirkan oleh manusia terhadap objek tertentu sehingga timbullah persepsi dan paradigma dalam menanggapi objek ataupun non materi. Cara manusia menanggapi suatu masalah dan objek ilmu juga senantiasa mengalami perubahan sebab tidak ada yang mutlak di dunia ini, begitupun ilmu pengetahuan.

Perspektif merupakan sudut pandang atau cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Perspektif selalu mendahului observasi kita, kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran kita yang terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan melakukannya dengan cara tertentu. Nilai persepektif kita tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan realitas, walaupun setiap persepektif ada tahap tertentu kurang lengkap serta distorsi. Jadi yang menjadi inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi pencarian tujuan kita.

Menurut ciri utama:

1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari kehidupan manusia.

2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan sebab akibat.


(16)

Perspektif memiliki tujuh unsur dimana masing-masing mempunyai penekanaan yang berbeda dalam pengamatanya diantaranya:

1. Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan

2. Mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan

3. Menitikberatkan perhatiannya pada aturan yang menentukan tingkah laku 4. Mengamati aturan – aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku 5. Memfokuskan pengamatannya pada aturan yang mengikuti tingkah laku 6. Mengikuti atuaran – aturan yang menerapkan tingkah laku

7. Memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan

II.1.2 Paradigma Dalam Komunikasi

Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan berperilaku (konatif). Paradigma adalah sikap mental. Sikap mental ini dilahirkan dari sudut pandang atau posisi dimana kita berdiri/berada.

Usaha untuk mengelompokkan teori–teori dan pendekatan kedalam sejumlah paradigma yang dilakukan sejauh ini telah menghasilkan pengelompokan yang sangat bervariasi. Burrel dan Morgan (1979), telah mengelompokkan teori–teori dan pendekatan dalam ilmu–ilmu sosial ke dalam 4 paradigma : Radical Humanist Paradigm, Radical Structuralis Paradigm, Interpretive Paradigm, dan Functionalist Paradigm. Namun bahasan mereka tidak secara jelas menunjukkan implikasi metodologi dari masing – masing paradigma. Sementara itu Guba dan Lincoln (1994) mengajukan tipologi yang mencakup 4 paradigma : Positivism, Postpositivism, Critical Theories et al, dan Constructivism, masig – masing dengan implikasi metodologi tersendiri ( Saduarsa, 2011 ).

Menurut Saduarsa dalam blognya (2011), untuk mempermudah kepentingan bahasan tentang implikasi metodologi dari suatu paradigma, maka teori – teori dan penelitian ilmiah komunikasi cukup dikelompokkan ke dalam 3 paradigma, yakni:


(17)

1. Paradigma Klasik (yang mencakup positivism dan postpositivism)

Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam dan fisika, dan sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductivelogic dengan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan – atau memperoleh konfirmasi tentang – hukum sebab akibat yang bisa digunakan memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.

2. Paradigma Konstruktisvisme

Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan mengelola serta memelihara dunia sosial mereka.

3. Paradigma Teori – Teori Kritis

Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap ”the real structures” dibalik ilusi, false needs, yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia

II.1.3 Persepektif - Paradigma dalam Ilmu Komunikasi

Perspektif adalah cara pandang untuk melihat sesuatu objek, sedangkan paradigma adalah suatu spirit d

ari prinsip-prinsip yang dianut dalam suatu sistem. Paradigma adalah model atau pola pikir menghadapi suatu hal atau masalah. Dalam konteks keyakinan, paradigma sangat memungkinkan untuk dipersepektifkan, tergantung cara pandang dan kedalaman informasi yang dimiliki.

Namun demikian suatu paradigma yang diyakini baik belum tentu akan diperspektifkan baik juga. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah upaya konsisten untuk melakukan interaksi dan komunikasi yang logis, sehingga perbedaan perspektif tersebut mencair dan fokus menuju targetnya. Pengukuran dan bebas nilai, yang khas pada persepektif positivisme, berarti mengukurkan


(18)

teori pada realitas sambil menyatakan bahwa apa yang ditemukan adalah apa adanya, tanpa intervensi dari subjek pengamat. Dengan menggunakan perspektif berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamat.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan interview dengang informan dan menyelaraskan pemahaman peneliti bedasarkan kejadian – kejadian yang diamati di lapangan, kemudian menganalisa data yang ditemukan semasa penelitian.

II.1.4. Pengertian Teori

Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis. Sedangkan Little John and Foss (2005: 4) mengatakan “ A Theory is a system of thought, a way of looking”. Jadi dapat disimpulkan teori merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan penjelasan yang logis.

Di dalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala tersebut disebut dengan data atau fakta. Dalam proses pembuatan teori, Little John dan Foss (2005) memberikan gambaran sederhana yang mencakup tiga hal sebagai berikut:

1. Mengembangkan pertanyaan.

Ketika kita menemukan suatu fenomena dalam lingkungan sekitar kita, maka kita akan mulai mengembangkan pertanyaan tentang fenomena apa yang sedang terjadi.

2. Pengamatan.

Pengamatan yaitu tahapan berikutnya setelah kita menemukan suatu fenomena yang sedang terjadi, kita juga mengamati dan mencari informasi lebih lanjut untuk mendapat kejelasan tentang penyebab fenomena tersebut dapat terjadi.


(19)

3. Mengkonstruksi jawaban.

Tahapan ini kita mulai menyusun jawaban – jawaban dari setiap pertanyaan secara sistematis dan logis. Tahapan - tahapan inilah yang disebut menyusun teori.

Menurut Little John (2005) penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip keperluan (The Principal of Necessity) terbagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Causal Necessity (keperluan kausal), yaitu penjelasan yang menerangkan hubungan sebab akibat.

2. Practical Necessity (keperluan praktis), yaitu penjelasn yang menunjukkan kondisi hubungan tindakan-konsekuensi.

3. Logical Necessity (keperluan logis), yaitu x dan y secara konsisten akan selalu menghasilkan x.

Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka sifatnya relatif, dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut di buat.

Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan. Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori demikian dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur tersebut:

1. Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan

2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta diterapkan kedalam kehidupan nyata.

Fungsi teori menurut Little John (dalam Jalaludin, 2000:6) ada sembilan: 1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. 2. Memfokuskan. Pada dasarnya teori hanya menjelaskan suatu hal bukan


(20)

3. Menjelaskan. Maksudnya teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamati.

4. Pengamatan. Teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana “cara” mengamatinya. 5. Prediksi atau perkiraan. Fungsi ini penting sekali bagi bidang-bidang kajian

ilmu komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.

6. Heuristik. Fungsi ini harus mampu menstimuli penelitian selanjutnya, bila konsep-konsepnya jelas dan memiliki penjelasan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penellitian-penelitian selanjutnya.

7. Komunikasi. Teori ini harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritik-kritik, sehingga penyempurnaan teori dapat dilakukan.

8. Normatif. Mampu mengontrol kehidupan manusia atau masyarakat, karena teori ini sangat berpotensi berkembang menjadi norma-norma atau nilai-nilai yang dipegang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

9. Generatif. Mampu menjadi sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan baru. Fungsi ini terutama menonjol dikalangan pendukung teori kritis.

II.1.5. TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI

Untuk memahami konteks teori komunikasi dapat dilihat dari luas cakupan orang yang terlibat dalam suatu gejala komunikasi. Berikut ini merupakan tipologi atau pengelompokkan teori komunikasi, diantaranya:

1. Intrapersonal Communication

Teori tentang bagaimana seseorang individu mengubah pesan atau gejala komunikasi atau peristiwa komunikasi dengan dirinya. Pada teori ini, model komunikasi yang digunakan adalah model komunikasi yang dibuat oleh Aristoteles. Dimana teori ini mencakup tiga hal, yakni unsur sumber, pesan dan penerima. Model ini dinilai sebagai model klasik atau model pemula komunikasi.


(21)

2. Interpersonal Communication

Komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mengolah pesan atau peristiwa komunikasi untuk meningkatkan atau menurunkan intensitas atau kualitas hubungan, yang biasanya bersifat pribadi. Salah satu model yang digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model sirkular yang dibuat oleh Osgood bersama Schramm. Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditrasmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah hubungan antar sumber dan penerima secara simultan dan mempengaruhi satu sama lain. Kemudian interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.

3. Groups Communication

Komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi kelompok mengamati interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Biasanya melibatkan lebih dari dua orang dan komunikasi dilakukan secara bergantian. Pada tipologi teori komunikasi ini, digunakan model komunikasi partisipasi yang dibuat oleh D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers. Model ini mngembangkan sebuah model komunikasi berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Dalam model komunikasi menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya dalam situasi dimana mereka berkomunikasi. Saling pengertian ini adalah kombinasi estimasi seseorang dengan orang lain terhadap pesan.

4. Public Communication

Komunikasi ini dilakukan antara satu orang (nara sumber) kepada sekelompok orang. Komunikasi dilakukan untuk suatu tujuan atau konteks tertentu sesuai kepentingan kelompok orang tersebut. Pesan ditujukan kepada sejumlah (atau sejumlah besar) orang. Khalayak terhimpun pada suatu tempat atau lokasi (atau dihimpun melalui media atau teknologi).


(22)

5. Mass communication

Komunikasi massa ditujukan untuk menyampaikan informasi tertentu kepada sejumlah besar orang. Adapun karakteristik komunikasi massa melibatkan sejumlah besar khalayak, Khalayak tidak terhimpun, Khalayak heterogen, Khalayak anonim (tidak saling mengenal), komunikasi dilakukan dengan menggunakan media (media massa) seperti: televisi, surat kabar, radio film, musik dll.

II.2 Komunikasi

II.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication dan berhubungan dengan bahasa latin communis, communico, communicare yang kesemuanya itu memiliki pengertian “membuat sama (to make common)”. Komunikasi menyatakan bahwa suatu pikiran, makna, atau pesan dianut secara sama. Jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Onong Effendy, 2000:9)

Istilah komunikasi semula merupakan fenomena sosial yang kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri. Ilmu komunikasi dianggap penting sehubungan dengan dampak dan manfaat yang dibutuhkan masyarakat. Secara sederhana komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator (pengiriman pesan) kepada komunikan (penerima pesan) dimana penyampaian pesan ini memerlukan media.

Menurut Carl I Hovland (dalam Dedy Mulyana, 2005:62) ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Defenisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang sangat penting. Bahkan dalam


(23)

defenisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

Sedangkan menurut Gray Croonnkhite (dalam Ruslan, 2003: 86) untuk memahami proses komunikasi ini, ada empat pendekatan untuk membagi tahapan komunikasi yaitu:

1. Komunikasi merupakan suatu proses 2. Komunikasi adalah suatu pertukaran

3. Komunikasi merupakan interaksi yang bersifat multidimensi, yaitu berkaitan dengan karakter komunikator, pesan yang disampaikan, media yang akan dipergunakan, komunikan yang menjadi sasaran komunikasi, dan dampak yang akan ditimbulkan.

4. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan – tujuan atau maksud ganda.

Komunikasi apabila diaplikasikan dengan benar akan mampu mencegah dan memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana ynag menyenangkan dan menciptakan hubungan yang harmonis baik antarpribadi, antar kelompok, dan antar bangsa dan sebagainya. Selanjutnya komunikasi juga berkaitan dengan komunitas (community) atau perkumpulan yang juga menekankan pada kebersamaan dan kesamaan. Dimana dalam sebuah komunitas tertentu tentu terbangun karena adanya kesamaa, baik itu kesamaan pendapat, agama, bangsa, ataupun tujuan. Dan mereka dapat terus-menerus berjalan bersama karena adanya komunikasi di antara mereka.

II.2.2. Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:

1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.


(24)

3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.

4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")

II.2.3. Proses Komunikasi

Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut:

1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.

2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya. Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan.

1. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

2. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.


(25)

II.2.4. Tujuan Komunikasi

Menurut Carl I. Hovland ilmu komunikasi didefinisikan sebagai upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat sikap. Adapun tujuan komunikasi adalah:

1. Perubahan Sikap (Attitude Change)

Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai dengan keinginan kita.

2. Perubahan Pendapat (Opinion Change)

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksudkan komunikator maka akan tercipta pendapat yang berbeda – beda bagi komunikan.

3. Perubahan Prilaku (Behavior Change)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan seseorang

4. Perubahan Sosial (Sosial Change)

Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan antarpribadi.

II.2.5. Fungsi Komunikasi

Proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri menurut Effendy (2003:55) adalah sebagai berikut:

1. Menginformasikan (to inform)

Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan, mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada


(26)

komunikan. Informasi yang akurat diperkukan oleh beberapa bagian masyrakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan.

2. Mendidik (to educate)

Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau penganjuran suatu pengetahuan, memperluakan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah.

3. Menghibur (to entertaint)

Menyebarkan informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik, dan bunyi, maupun gambar dan bahasa, membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan.

4. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk sumber motivasi, mendorong dan mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan nilai – nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku kearah yang baik dan modernisasi.

Dalam keseluruhan komunikasi akan memberikan manfaat yang mendalam jika komunikasi berlangsung dengan baik. Dapat memberikan keuntungan dan mampu mencapai tujuan yang baik, dan komunikasi menjadi lebih efektif. Pentingnya komunikasi untuk membina hubungan yang baik, bahwa kebutuhan utama manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.

II.3 Komunikasi Kelompok Kecil

II.3.1. Pengertian Komunikasi Kelompok Kecil

Kelompok kecil seperti kelompok diskusi atau belajar merupakan kelompok yang belum terorganisir misalnya, tiga atau empat orang berdiskusi atau, sepuluh orang yang mengadakan rapat juga merupakan kelompok kecil tetapi bukan organisasional (Ardial, 2007:28). Kelompok menentukan cara seseorang


(27)

berbicara, berpakaian, bekerja dan juga mempengaruhi emosi seseorang suka dan duka. Komunikasi kelompok telah digunakan untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku, mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran (Jalaludin, 2010).

Komunikasi kelompok kecil merupakan salah satu tipe komunikasi antarpribadi, dimana beberapa orang terlibat dalam suatu pembicaraan, percakapan, diskusi dan musyawarah dan sebagainya. Istilah “kelompok kecil” memiliki tiga makna: (1) jumlah anggota kelompok terdiri dari beberapa orang, (2) antar kelompok itu saling mengenal dengan baik dan (3) pesan yang dikomunikasikan bersifat unik, khusus dan terbatas bagi anggota sehingga tidak sembarangan orang bergabung dalam kelompok itu (Suranto AW, 2011). Sedangkan Jalalludin Rahmat (2010:141) menyatakan kelompok mempunyai dua tanda psikologi yaitu: (1) anggota – anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (2) nasib anggota –anggota kelompok saling bergantungan sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Kelompok kecil terdiri atas beberapa orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Anggota-anggota kelompok bekerjasama untuk mencapai dua tujuan yaitu: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance). Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi, misalnya kelompok belajar, maka keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok (Jalaludin, 2010).

Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005) menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka. 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin (guru) 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama


(28)

II.3.2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi. Secara umum dapat terbagi tiga klasifikasi kelompok.

1. Kelompok Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Berdasarkan karakteristik komunikasinya, kelompok dibagi sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana private saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

2. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.


(29)

3. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

II.3.3. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi

1. Konformitas

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Sebagai contoh: kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.


(30)

2. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Dijelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar, karena itu peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

3. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

II.3.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

`Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:


(31)

1. Faktor situasional karakteristik kelompok: a. Ukuran kelompok.

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.


(32)

b. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara antarpribadi pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan


(33)

demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok: a. Kebutuhan antarpribadi

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Antarpribadi Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

 Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

 Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

 Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak komunikasi

Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal).

c. Peranan

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:

 Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas


(34)

berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.

 Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

 Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.

II.4 Groupthink

Teori groupthink dikembangkan oleh Irvin L. Janis dan teman-temannya yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Irving Janis dalam bukunya Victims of Groupthink (1972) mejelaskan apa yang terjadi di kelompok kecil dimana anggota – anggotanya memiliki hubungan baik satu sama lain. Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.

Groupthink didefenisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis kelompok yang berlaku.


(35)

II.4.1. Asumsi – Asumsi dalam Groupthink

Groupthink merupakan teori yang siasumsikan dengan komunikasi kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan Task-Oriented Group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting dalam teori groupthink (dalam West & Turner, 2008:276) :

1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi.

2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu.

3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks.

Asumsi pertama dari groupthink berhubungan dengan karakteristik kehidupan kelompok yaitu kohensivitas. Kohensivitas merupakan rasa kebersamaan dari suatu kelompok. Ernest Boornmann (dalam West dan Turner, 2008:276) mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung untuk mempertahankan identitas kelompok.

Asumsi kedua berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis Gouran (dalam West & Turner, 2008: 277) mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan masukan mereka daripada mengalami resiko ditolak. Sifat sementara asusmsi ketiga menggaris bawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok dalam pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tugas dimana orang biasanya tergabung bersifat kompleks.

Asumsi ini melihat pada kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian pada keputusan yang muncul dari kelompok.

Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari kelompok. Hal ini ditandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah kekebalan ilusi


(36)

(illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimisme yang tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berasal dari luar kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang berlawanan. Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala ke enam yaitu sensor diri (self cencorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan menyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil posisi yang sama. Gejala yang ketujuh adalah adanya ilusi kesepakatan (ilusi unanimity) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul pemikiran waspada (mind guards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan. Janis (dalam

blog

1. Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan.

mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis groupthink, yakni:

2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan.

3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independent dan bebas dari pengaruh dominasi segelintir individu.

4. Membagi dalam kelompok kecil

5. Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengumpulkan pendapat atau mendapatkan alternatif pemecahan masalah

6. Mengundang pihak lain (akademisi, peniliti atau konsultan) untuk mendapatkan ide-ide baru

7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota kelompok pada umumnya

8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal 9. Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat,


(37)

II.5 Komunikasi Antarpribadi

II.5.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Selama manusia hidup akan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya, dengan komunikasi sebagai dasar dalam kegiatan tersebut. Dalam pergaulannya manusia melakukan interaksi kepada orang – orang sekitarnya demi memenuhi kebutuhan ataupun kepentingannya pribadi maupun kelompok. Sebagain besar aktifitas yang dilakukakn untuk berkomunikisi dan berinteraksi berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi (interpersonal). Situasi komunikasi antarpribadi ini dapat kita temui dalam konteks dua orang, keluarga, kelompok ataupun organisasi. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain, mengetahui dan belajar tentang sekitar kita dan dunia luar. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna dan melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antarpribadi kita juga bisa mengubah nilai-nilai dan sikap hidup seseorang. Kesimpulannnya, komunikasi antarpribadi dapat mempunyai berbagai macam kegunaan.

Trenholm dan Jansen mendefenisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah: (a) spontan dan informal; (b) saling menerima feedback secara maksimal; (c) partisipan berperan secara fleksibel. Hal senada juga dikemukan Deddy Mulyana (2008:85) bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, baik secara verbal maupun nonverbal.

Menurut Joseph De Vito (1976) komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dari inti ungkapan itu De Vito berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial (Liliweri, 1991:12).

Sedangkan menurut Willian C. Schultz (1958) orang memasuki kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan antarpribadi:

1. Inclusion (ingin masuk menjadi bagian kelompok)


(38)

3. Effection (ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

II.5.2. Bentuk Hubungan dalam Komunikasi Antarpribadi

Menurut LaFollette (1996) hubungan – hubungan kita berbeda mengenai intensitasny dari yang tidak bersifat pribadi (impersonal) ke yang bersifat pribadi (personal). Hubungan yang tidak bersifat pribadi ialah dimana seseorang berhubungan dengan orang lain semata – mata karena orang itu dapat mengisi peran atau memenuhi kebutuhan segera. Dalam keadaan ini tidak satu pihak pun peduli siapa yang memegang peran atau memenuhi kebutuhan selama segala sesuatu berjalan baik. Sedangkan hubungan bersifat pribadi ialah dimana seseorang mengungkapkan informasi terhadap satu sama lain dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi satu sama lain. (Muhammad Budyatna dan Leila Mona, 2011: 36). Kita juga dapat menggolongkan orang dengan siapa kita berhubungan sebagai kenalan, teman, dan sahabat kental atau teman akrab (Verderber et al, 2007)

1. Kenalan

Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. Banyak hubungan dengan kenalan tumbuh atau berkembang pada konteks khusus. Misalnya, tetangga di dekat rumah kita bila bertemu saling memberi hormat atau mengangguk tetapi tidak ada usaha untuk menyampaikan gagasan – gagasan pribadi atau untuk saling berkunjung

2. Teman

Karena perjalanan waktu beberapa kenalan kita bisa menjadi teman kita. Teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengasakan hubungan yang lebih pribadi secara sukarela (Muhammad Budyatna dan Leila Mona, 2011:37). Agar persahabatan berkembang dan berkesinambungan, beberapa prilaku kunci harus. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting perlu untuk hubungan persahabatan:

a. Inisiasi (initiation). Dimana seseorang harus berhubungan atau berkenalan dengan orang lain dan interaksi harus berjalan mulus, santai,


(39)

dan menyenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalin antara dua orang yang jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan b. Sifat mau mendengarkan (responsiveness). Masing – masing harus

mendengarkan kepada yang lain, fokus kepada mitranya, dan merespons pembicaraan mitranya. Adalah sulit untuk menjalin persahabatan kepada orang yang hanya fokus pada dirinya sendiri atau masalahnya sendiri.

c. Pengungkapa diri (self-disclosure). Kedua belah pihak mampu mengungkapkan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain. Persahabatan tidak akan terjalin jika masing – masing hanya mendiskusikan hal – hal yang abstrak saja atau membicarakan masalah – masalah yang dangkal sifatnya.

d. Dukungan emosional (emotional support). Orang berharap mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari temannya. Kita berharap mendapatkan teman dengan sifat – sifat seperti ini.

e. Pengolaan Konflik (conflict management). Suatu hal yang tak terelakkan bahwa teman – teman akan tidak setuju mengenai gagasan atau prilaku kita. Persahabatan bergantung pada keberhasilan menangani hal – hal yang tidak disetujui ini. Pada kenyataannya, dengan mengelola konflik secara kompeten, maka orang dapat mempererat persahabatannya.

3. Sahabat Kental atau Teman Akrab

Sahabat kental atau teman akrab adalah mereka yang jumlahnya sedikit dengan siapa seseorang secara bersama – sama mempunyai komitmen tingkat tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan, kesenangan di dalam persahabatan. Walaupun hubungan dengan kenalan dapat menyenangkan, kebanyakan orang mengalami kesenangan dan kegembiraan terbesar dari hubungan sahabat kental dan teman karib.


(40)

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam komunikasi antar manusia (1997:259) ialah:

1. Keterbukaan (openness)

Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

2. Positif (positiveness)

Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka curiga yang dapat mengganggu komunikasi.

3. Kesamaan (Equality)

Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan lebih kuat.

4. Empati (Empathy)

Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik, ada kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain. Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif.

5. Dukungan (Supportiviness)

Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan


(41)

begitu keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan.

II.5.3. Proses Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi Antar Pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Apabila kita perhatikan batasan Komunikasi Antar Pribadi dari Devito, maka kita dapat melihat elemen-elemen apa saja yang terkandung di dalamnya. Dengan menguraikan elemen-elemen yang ada itu, dapatlah diuraikan proses-proses Komunikasi Antar Pribadi, yaitu:

1. Adanya Pesan

Yang dimaksud dengan pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal. Bentuk pesan dapat bersifat:

a. Informatif: Memberi keterangan dan komunikan membuat persepsi sendiri.

b. Persuasif: Bujukan untuk membangkitkan pengertian, kesadaran, sehingga terjadi perubahan pada perdapat atau sikap.

c. Koersif: Memaksa dengan ancaman sanksi, biasanya berbentuk perintah.

2. Adanya Orang-Orang atau Sekelompok Kecil Orang-Orang

Yang dimaksud disini adalah bahwa apabila seseorang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.

3. Adanya Penerimaan Pesan (komunikan)

Yang dimaksud dengan penerimaan ialah bahwa dalam suatu Komunikasi Antar Pribadi, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus dapat diterima oleh orang lain. Misalnya kita berbicara dengan seseorang yang sedang memakai telepon dan mendengarkan musik tertentu, sudah tentu komunikasi kita akan sukar atau tidak dapar diterima oleh orang tersebut. Dengan demikian Komunikasi Antar Pribadi tidak akan terjadi.


(42)

4. Adanya Efek

Dalam suatu komunikasi tentu akan terjadi beberapa efek. Efek mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidak setujuan mutlak, atau mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidak-mengertian mutlak pula. Dengan demikian sipenerima tentu akan terpengaruh pula oleh pengiriman pesan oleh komunikator.

5. Adanya Umpan Balik

Yang dimaksud dengan umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Apabila komunikasi itu tatap muka, maka umpan balik bisa berupa kata-kata, kalimat, gerakan mata, senyum, anggukan kepala atau gelengan kepala. Konsep umpan balik ini dalam proses Komunikasi Antar Pribadi amat penting, karena dengan terjadinya umpan balik, komunikator mengetahui apakah komunikasinya berhasil atau gagal, dengan kata lain apakah umpan baliknya itu positif atau negatif.

Kelima hal diatas saling berhubungan dan bila salah satu diantaranya terlupakan, maka dapat mengakibatkan komunikasi berjalan lambat. Dengan begitu, tujuan pesan terhambat atau bahkan dapat mengakibatkan tidak tercapainya sasaran seperti yang diharapkan komunikator.

Jalaludin Rahmat (2010) dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi antarpribadi, konsep diri, atraksi antarpribadi dan hubungan antarpribadi. Komunikasi antarpribadi yang effektif yang terjalin diantara anggota kelompok akan membantu menghantarkan proses belajar yang lebih hidup dan menarik. Satu anggota yang ingin mentransfer pengetahuan, ide atau gagasannya kepada teman sekelompoknya dapat ditentukan dengan bagaimana dia berkomunikasi dengan teman-teman kelompoknya. Demikian juga sebaliknya yang terjadi terhadap guru dan anak didiknya.

II.6 Teori AIDDA

Onong Uchajana Effendi (2003: 304) mengatakan bahwa pendekatan yang disebut A-A Procedure atau From Attention to Action Procedure, merupakan sebuah penyederhanaan dari proses yang disingkat AIDDA. Konsep ini menjelaskan mengenai suatu proses psikologi yang terjadi pada khalayak dalam menerima pesan komunikasi. Adapun singkatan AIDDA yaitu:


(43)

I Interest (Minat)

D Desire (Hasrat atau Keinginan) D Decision (Keputusan)

A Action (Tindakan)

Konsep AIDDA sering dipadankan dengan rumusan think  fell  do, yaitu tahap “tahu” ke tahap “merasakan” dan akhirnya ke tahap “melakukan”. Tahapan proses ini dapat dilihat terhadap proses dimana seorang anak yang mulai tertarik pada suatu kelompok. Ketika seseorang mulai memberi perhatian cukup besar kepada suatu kelompok maka timbul keinginan untuk mencari tahu apa dan bagaimana kelompok tersebut, yang pada akhirnya terjadi tahapan pengambilan keputusan dan tindakan untuk bergabung dalam kelompok tersebut. Ketertarikan akan semakin kuat ketika anak tersebut menjalin komunikasi dan berinteraksi di dalam kelompok itu.

Konsep AIDDA ini juga merupakan suatu proses psikolog pada diri komunikan. Komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata yang merangsang tetapi

juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi komunikan, tentu saja

dalam hal ini perhatian anak – anak yang tergabung dalam kelompok belajar. Membangkitkan perhatian tersebut bisa saja dengan mimik wajah, gerakan tubuh atau hal lainnya yang dapat menarik perhatian anak - anak. Apabila perhatian sudah berhasil dibangkitkan maka menyusul upaya membangkitkan minat dalam belajar.

Berhasil atau tidaknya menarik perhatian tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Kemampuan komunikator dalam menguasai pesan

2. Mampu berempati

3. Komunikator adalah orang yang ahli dibidangnya

Apabila ditinjau dari segi psikologisnya maka komponen perubahan yang terjadi pada model AIDDA juga bisa ditinjau dari komponen perubahan sikap yang terjadi pada diri manusia akibat terpaan pesan (Rakhmat, 2002) yaitu:

1. Cognitive : Pesan yang disampaikan ditujukan pada pikiran komunikan. Hal ini dilakukan agar komunikan tahu dan paham akan pesan yang disampaikan. Hal ini sama dengan attention pada model AIDDA.


(44)

2. Affektive : Pada tahap ini tujuan komunikator tidak hanya supaya komunikan tergerak hatinya sehingga timbul perasaan tertentu seperti minat yang muncul akibat adanya perhatian.

3. Behavioral : Dampak yang timbul adalah berupa tindakan atau kegiatan. Hal ini sudah mulai bisa dilihat pada proses pengambilan keputusan.

II.7 Minat Belajar

II.7.1. Pengertian Minat Belajar

Kata minat mengandung pengertian yaitu kecendrungan jiwa yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas atau kegiatan (Nasution, 1995: 23). Artinya bahwa seseorang yang berminat terhadap suatu aktvitas dan memperhatikan itu secara konsisten dengan rasa senang. Dalam Kamus Besar Indonesia (KBBI) (2007: 744), minat adalah kecendrungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri yang disebabkan dalam diri seseorang melalui perubahan tingkah laku. Minat belajar dapat diingatkan melalui latihan konsentrasi. Konsentrasi merupakan aktivitas jiwa untuk memperhatikan suatu objek secara mendalam. Dapat dikatakan bahwa konsentrasi itu muncul jika seseorang yang menaruh minat pada suatu objek. Demikian pula sebaliknya merupakan kondisi psikologi yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi tersebut amat penting sehingga konsentrasi yang baik akan melahirkan sikap.

Guna memperoleh prestasi, selain kecerdasaan dan perhatian juga terdapat minat. pemusatan perhatian yang tinggi pada objek yang sedang dipelajari. Minat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, siswa yang berminat terhadap pelajaran yang disenangi akan mempelajari dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar. Apabila segala kegiatan dilakukan tanpa minat, maka kurang efektif dan efisien. Minat seperti yang dipahami dan dipakai orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pencapaian hasil belajr siswa dalam bidang – bidang studi tertentu (Syah, 2003: 151).


(45)

II.7.2. Unsur – Unsur Minat

Adapun unsur – unsur minat (dalam adalah sebagai berikut:

1. Perhatian

Perhatian sangat penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat belajar anak (siswa). Menurut Gazali (dalam Slameto, 2010: 56) perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perhatian merupkan kegiatan yang dilakukan seseorang dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya (Slameto, 2010: 105) Ada beberapa prinsip penting yang berkaitan dengan perhatian:

a. Perhatian seseorang tertuju pada hal yang baru, hal –hal yang berlawanan dengan pengalaman yang baru saja diperoleh dan pengalaman yang didapat selama hidupnya.

b. Perhatian seseorang tertuju dan tetap berada dan diarahkan pada hal – hal yang dianggap rumit, selama kerumitan tersebut tidak melampaui batas kemampuan orang tersebut

c. Orang mengarahkan perhatiaannya pasa hal yang dikehendakinya, yaitu hal – hal yang sesuai dengan minat, pengalaman, dan kebutuhannya (Slameto, 2010: 106)

2. Perasan

Setiap kegiatan dan pengalaman yang dilakukan akan selalu diliputi oleh perasaan, baik perasaan senang maupun perasaan tidak senang. Pada umumnya perasaan bersangkutan dengan fungsi mengenal, maksudnya bahwa perasaan dapat timbul karena mengamati, menganggap, mengingat – ingat atau memikirkan sesuatu. Yang dimaksud dengan perasaan di sini adalah perasaan tertarik, suka/senang, bangga dan puas. Perasaan merupakan aktivitas psikis yang didalamnya subjek menghayati nilai – nilai dari suatu objek (Winkell, 1983: 30)

3. Motivasi

Menurut Mohibin Syah (2003: 151) motivasi adalah keadaan internal organism baik manusia atau hewan yang mendorongnya berbuat sesuatu. Motivasi merupakan dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang sehingga ia berminat terhadap sesuatu objek, karena minat


(46)

aladalah alat motivasi dalam belajar. Motivasi terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu:

a. Dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk mengetahui, untuk mengerti, dan untuk memecahkan masalah.

b. Harga diri adalah ketekunan melaksanakan tugas – tugas bukan hanya karena untuk memperoleh pengetahuan atau kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dari orang lain.

c. Kebutuhan berafiliasi yaitu suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan dari teman – teman atau orang lain yang memberi status kepadanya (Slameto, 2010: 26) Apeace dalam blognya mengartikan penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah sebagai berikut:

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. 2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi. 3. Minat mencegah gangguan dari luar.

4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan. 5. Minat memperkecil

6. kebosanan belajar diri sendiri

II.7.3. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi

Komunikasi dan pendidikan merupakan unsur terpenting karena komunikasi menentukan keberhasilan pendidikan. Orang sering berkata tinggi rendahnya suatu pencapaian unsur pendidikan dipengaruhi oleh faktor komunikasi khususnya komunikasi pendidikan dan pencapaian komunikasi pendidikan dirasionalkan melaui komunikasi antarpribadi. Apabila ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. Secara sederhan pendidikan menurut Pawit M. Yusuf (1990) dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Dengan demikian, komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau informasi yang merambah bidang pendidikan atau peristiwa pendidikan. Dalam


(1)

diataas terlihat dari kelompok – kelompok belajar yang diamati oleh peneliti seperti kasus pada kelompok belajar di Ujung Rambung group III, Wawan berusaha menyatukan teman – temannya untuk bergabung dan bersama – sama belajar di kelompok mereka.

 Terciptanya suatu pengaruh yang kuat di kelompok yang diterlihat dalam perubahan prilaku diantara peserta anggota – anggota kelompok. Dalam hal ini adalah staff pengajar dan siapa saja dari anggota dapat memberikan suatu pesan kepada anggota kelompok yang lainnya. Contohnya yang didapat oleh peneliti adalah perubahan sikap anak – anak seperti Nurlela dan Anis yang pada awalnya termasuk anak yang pemalu dan pasif dalam kelompok baru mereka. Karena adanya rasa penerimaan dan kesenangan dengan anggota lainnya, mereka pun menjadi lebih aktif dalam bertanya dan memberanikan diri berkomunikasi dengan yang lain dalam mendiskusikan materi pelajaran mereka. Hal ini tentu menciptakan kondisi yang nyaman untuk mereka semakin ingin terus belajar dan menimbulkan minat belajar anak. Seperti yang diungkapkan oleh miss Juita bahwa “Belajar dapat menjadi kebiasaan dari hidup” Dalam bukunya Jalalludin Rahmat (2002) menjelaskan perubahan sikap yang terjadi dalam diri individu akibat terpaan pesan baik yang bersifat kognitif, afektif, dan tingkah laku, yang tentu pada akhirnya diharapkan menjadi suatu tindakan nyata dalam hal ini pencapaian akan minat belajar anak/remaja.

 Ketertarikan dalam diri anak – anak dapat berasal dari berbagai bentuk atau unsur. Anak – anak dapat menyukai sesuatu karena sesuatu itu unik dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri mereka. Dua orang anak dapat menjadi teman akrab yang kemudian membentuk satu kelompok ketika mereka memiliki rasa kesenangan yang sama dan mempunyai komitmen yang tinggi. Karena itulah salah satu strategi YAS dalam meningkatkan minat dan ketertarikan anak – anak dalam belajar dengan memberi ruang kepada anak – anak menjalin persahabatan yang akrab dan menimbulkan rasa kebersamaan yang tinggi. Strategi komunikasi kelompok kecil sangat berperan penting


(2)

dalam menciptakan rasa kesengan dan kenyamanan dalam diri setiap anggota kelompok. Hal yang dilakukan YAS untuk menciptakan komunikasi kelopok kecil sebagai langkah praktis adalah dengan membiasakan anak – anak belajar dalam bentuk diskusi kelompok, membagi tanggung jawab maupun dalam kelompok yang lebih kecil misalnya dua hingga tiga orang, menciptakan kebiasaan untuk bertanya dan juga untuk maju ke depan kelas dalam memberikan pendapat atau jawaban peserta kelompok bahkan dalam bermain bersama. Semua ini untuk menimbulkan rasa kecintaan mereka dalam berbagi dan berkomunikasi dengan teman sekelompoknya sebagai suatu daya tarik bagi mereka untuk terus belajar.

 Hal yang paling signifikan untuk mengukur meningkat atau tidak meningkatnya minat belajar anak – anak peserta kelompok belajar YAS, dapat diukur dari tingkat kehadiran setiap peserta dalam hal ini dapat digambarkan dari kesembilan informan yang telah diwawancarai oleh peneliti. Dan sebagai tambahannya adalah nilai prestasi yang mereka terima dalam bentuk rapot per triwulan yang diberikan YAS kepada orang tua anak – anak peserta kelompok belajar YAS. Dari kesembilan informan telihat bahwa nilai rapot mereka sangat memuaskan dan kehadiran mereka yang tidak atau jarang sekali absen.


(3)

V.2 Saran

Selama melakukan penelitian terhadap topik peranan komunikasi kelompok kecil dalam meningkatakan minat belajar anak, ada beberapa hambatan – hambatan yang peneliti amati. Hambatan – hambatan tersebut peneliti jadikan sebagai saran untuk penelitian selanjutnya dan/atau yayasan Abdi Satya dimana peneliti mekukan observasi ini bahkan untuk diri peneliti sendiri di masa depan, antara lain:

 Dari pengalaman pribadi peneliti ketika menjalani proses belajar di sekolah hingga perguruan tinggi, ketertarikan belajar bukanlah suatu yang penting yang ditanamkan baik oleh keluarga, maupun lingkungan pendidikan. Hal yang paling penting seolah – olah tergantikan oleh “kamu harus jadi juara” atau dengan kata lain nilai rapot harus baik dan memiliki prestasi. Rasa keterpaksaan “harus” telah menjadi beban tersendiri bagi seorang anak ketika memasuki lingkungan pendidikan sekolah. Ketertarikan akan hal – hal baru, seperti memulai dari “dasar  kreatifitas  Innovasi” terlupakan karena seorang anak harus “terpaksa” mendapatkan prestasi belajar tanpa adanya minat untuk menjadi pembelajar itu sendiri.

 Guru, shadow teacher dalam hal ini adalah staff pengajar YAS, dan orang tua adalah suatu kesatuan yang saling melengkapi dan mendukung dalam perkembangan anak – anak untuk mencintai pelajaran mereka. Dalam hal ini, pelajaran yang peneliti harapkan bukanlah sekedar materi dari sekolah tetapi kecintaan anak – anak untuk menggali bakat dan minat mereka terhadap hal – hal baru disekitar mereka. Dengan adanya komunikasi yang baik dan penuh perhatian, maka anak – anak dapat menemukan minat belajar mereka. Anak – anak adalah pengeksplor dunia yang paling kuat namun juga paling rentan akan resiko yang nantinya akan berakibat buruk bagi pertumbuhannya. Untuk menolong mereka, diperlukan kesabaran, rasa cinta yang tulus dan perhatian yang konstant agar mereka dapat terus tumbuh dan berkembang menjadi manusia pembelajar yang berkualitas.


(4)

 Untuk meningkatkan penyesuaian diri anak terhadap lingkungan barunya perlu meniciptakan situasi yang kondusif antara pendidik dengan anak dan yang anggota lainnya, sehingga memudahkan dalam merealisasikan kondisi-kondisi psikologis untuk meningkatkan kecerdasan melalui peningkatan proses pembelajaran yang optimal.

 Pihak pendidik (staff pengajar YAS) dalam proses pembelajarannya harus mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan sifat pesan yang disampaikan serta kemampuan masing-masing anak – anak yang mengikuti proses belajar. Dengan strategi yang tepat anak akan terdorong dan bersemangat dalam pembelajaran, sehingga motivasi berprestasi akan meningkat sejalan dengan penyesuaian diri yang positif.

 Belajar dan bermain, itu hal yang sudah biasa kita dengar dan tidak asing lagi . Diperlukan suatu pengukur yang tepat, baik berupa evaluasi belajar atau test (ujian) agar antara belajar dan bermain tetap seimbang. Adakalanya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain akan menimbulkan pergeseran akan minat belajar atau bahkan sebaliknya bila terlalu banyak belajar akan menimbulkan kebosanan terhadap apa yang dipelajari. Seperti yang dilakukan oleh YAS, sangatlah inovatif. Belajar dengan bermain merupakan ide yang baik untuk anak – anak menimbulkan minat belajar mereka bahkan mengasah kreatifitas mereka.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Arifin, Anwar. 1998. Ilmu Komunikasi Suatu Penghantar Ringkas. Jakarta: Rajawali Pers.

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta : Graha Ilmu A.Supratiknya. 1995. Komunikasi Antarpribadi. Kanisius

Bungin, Burhan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif . Jakarta: Kencana

Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2012. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian. Medan : Grasindo Monoratama

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Jakarta: Profisional Books

Effendy, Onong uchjana .2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditiya Bakti.

Harefa, Andrias. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta : Harian Kompas Liliaweri, Alo 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya

Moleong, Alex. 1995. Metode penelitian Survey Kuantitatif. Jakarta LP3ES

Mulyana, Dedy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Penghantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nawawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Rakhmat, Djalaluddin . 2005 Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

---. 2007. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Raymond J dan Judith H. 2004. Hasrat Untuk Belajar. Pustaka Pelajar

Suryanto, Bagong. 2008. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Pendekatan Alternatif

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Studi Kasus Pendampingan LSM di Bagian Pesisir Aceh Pasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami, Saharani. Jurnal


(6)

Situs Internet: