BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

   

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada jaringan keras gigi,

  2

  yaitu email, dentin dan sementum. Karies adalah suatu proses kerusakan yang berlaku disebabkan oleh aktivitas jasad renik terutama bakteri yang ada dalam suatu

  2,7

  karbohidrat yang diragikan. Interaksi antara bakteri dan karbohidrat pada permukaan gigi menghasilkan keadaan yang bersifat asam di rongga mulut sehingga

  12 menyebabkan terjadinya demineralisasi email dan mengakibatkan terjadinya karies.

  Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan pada bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi

  2

  ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Demineralisasi email merupakan suatu proses patologis yang merusak struktur jaringan keras gigi yang kemudian

  10 diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.

  Karies dapat mengenai gigi sulung dan gigi permanen, tetapi gigi sulung lebih rentan terhadap karies karena struktur dan morfologi gigi sulung yang berbeda dari

  2

  gigi permanen, meliputi bentuk anatomis dan juga komposisinya. Karies khusus yang terjadi di kalangan bayi dan anak usia pra-sekolah lebih dikenal sebagai Early

  Childhood Caries

  (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (S-ECC). Kemunculan ECC dan S-ECC seringkali dihubungkan dengan konsumsi nutrisi yang inadekuat, namun mekanisme awal terjadi dan perkembangan penyakit ini adalah sangat

  6 kompleks.

2.1 Pengertian ECC dan S-ECC

  ECC dan S-ECC merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita dan anak usia pra-sekolah. Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau Nursing Bottle Caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi

   

  sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk

  1,5 karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang.

  American Academy of Pediatric Dentistry

  (AAPD) mendefinisikan ECC sebagai kerusakan yang terjadi pada satu atau lebih gigi berupa lesi kavitas atau non- kavitas, gigi yang dicabut karena karies atau tambalan pada permukaan gigi sulung

  1,3-6

  pada anak di bawah usia 71 bulan. Sedangkan S-ECC didefinisikan sebagai pola kerusakan pada permukaan gigi berupa lesi kavitas atau non-kavitas pada anak di

  1,3-5

  bawah usia 3 tahun. Seorang anak di antara usia 3-5 tahun juga dikatakan mengalami S-ECC jika skor dmf-t (decayed, missed, and filled teeth index) > 4 untuk anak usia 3 tahun, > 5 untuk anak usia 4 tahun dan > 6 untuk anak usia 5 tahun pada

  3,5,13,14

  gigi sulung anterior maksila. Lesi S-ECC biasanya muncul secara tiba-tiba,

  13,14 menyebar dengan luas dan cepat mengenai pulpa. et al

  Menurut Drury (cit. Cvetkovic), banyak ahli menerima definisi ECC dan S-ECC sebagai jenis karies gigi sulung yang paling sering terjadi pada bayi dan anak

  6

  usia pra-sekolah. ECC dan S-ECC dikenal juga sebagai gabungan penyakit dan kebiasaan, karena sering terjadi pada anak kecil yang menggunakan botol berisi

  15 cairan yang mengandung gula agar bayi menjadi tenang dan mudah tidur.

  2.2 Gambaran Klinis

  ECC dapat berkembang dengan cepat dan biasanya terjadi segera setelah gigi

  6,16

  erupsi. ECC sering dimulai pada gigi insisivus maksila dan menyebar dengan

  6 cepat ke gigi sulung maksila yang lain, sebelum berlanjut ke gigi mandibula.

  Gambaran klinis ECC terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1.

  Tahap satu/inisial Tahap inisial terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau lebih muda. Gambaran klinisnya berupa lesi berbentuk garis berwarna putih seperti kapur, opak

  (white spot)

  pada permukaan gigi insisivus maksila, yaitu gigi yang pertama erupsi di

  14,16

  rahang atas dan merupakan gigi yang paling sedikit dilindungi oleh saliva. Pada

  5

  tahap ini, hanya email yang mengalami demineralisasi. Lesi berupa garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan vestibular dan palatal gigi insisivus

   

  maksila. Biasanya pada tahap ini, orang tua tidak menyadarinya karena tiadanya

  14

  keluhan dari anak. Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat

  16 menjadi kavitas kuning-coklat dan menyebar ke gigi posterior.

    16 Gambar 1. Gambaran tahap inisial ECC 2.

  Tahap dua Tahap dua terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada gigi insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi email sehingga mengenai dan terbukanya dentin. Ketika lesi berkembang, lesi putih pada email tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, dan pada

  14

  kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Perubahan warna email disebabkan oleh pigmen yang berasal dari saliva (coklat dan hitam), makanan

  6

  serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila pula mulai terkena tahap inisial pada regio servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai mengeluh karena sensitif terhadap rasa dingin dan orang tua juga sudah mulai

  14 menyadari perubahan warna pada gigi anaknya.

    6 Gambar 2. Gambaran tahap kedua ECC

    3.

  Tahap tiga Tahap tiga terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan. Pada tahap ini, lesi sudah meluas hingga terjadi iritasi pulpa. Lesi pada gigi molar pertama maksila sudah berada pada tahap dua, sedangkan pada gigi molar pertama mandibula dan kaninus mandibula berada pada tahap inisial. Gejala yang timbul pada tahap tiga ini adalah anak mengeluh sakit ketika mengunyah makanan dan ketika menyikat gigi, serta sakit

  14 spontan pada waktu malam. 16   Gambar 3. Gambaran tahap ketiga ECC

          

4. Tahap empat

  Tahap empat terjadi ketika anak berusia 30-48 bulan. Tahap ini ditandai dengan lesi yang meluas dengan cepat ke seluruh permukaan email, mengelilingi regio servikal dan mengenai dentin dalam waktu yang singkat, serta terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang

  6,14

  tersisa. Pada tahap ini gigi insisivus maksila biasanya mengalami nekrosis dan gigi molar pertama maksila berada pada tahap tiga, sedang gigi molar dua maksila, gigi kaninus maksila dan molar pertama mandibula berada pada tahap dua. Biasanya anak-anak menderita namun tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, selain

  14 mengalami kesukaran tidur dan menolak untuk makan.

      16 Gambar 4. Gambaran tahap keempat ECC  

   

  17 ECC memiliki pola yang khas. Proses ECC selalu dimulai pada gigi

  insisivus lateral maksila, menyebar dengan cepat ke gigi lain di rahang atas sebelum

  6,17

  menyebar ke gigi geligi di rahang bawah. ECC jarang mengenai gigi insisivus sentral dan lateral serta kaninus mandibula, karena pada saat pemberian susu ibu atau susu botol, puting susu akan bersandar pada palatum selama waktu penghisapan, sedangkan gigi anterior mandibula akan terlindung oleh lidah. Susu ataupun cairan lainnya kemudian akan tergenang di sekitar gigi insisivus maksila, mengalir ke sekitar bagian tengah lidah dan membasahi permukaan oklusal dan lingual gigi

  15 posterior.

  ECC yang tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan dini gigi sulung dan mempengaruhi pertumbuhan serta pematangan gigi permanen, di samping mempengaruhi artikulasi berbicara, praktek diet dan pertumbuhan. Pada kasus yang lebih ekstrim, ECC dapat menyebabkan rampant decay, infeksi, nyeri, abses, masalah pengunyahan, malnutrisi, gangguan pencernaan dan mempengaruhi rasa rendah diri anak. Selain itu, anak-anak dengan ECC juga memiliki peningkatan risiko untuk mendapat lesi baru ketika usia mereka bertambah, baik ketika fase gigi sulung

  5,14,15 maupun gigi permanen.

2.3 Faktor Etiologi

  18 Etiologi karies adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Banyak faktor

  yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak, diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies. Etiologi ECC

   

  adalah sama seperti etiologi karies lainnya secara umum. ECC terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan oleh serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Pintauli), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab

  2 terbentuknya karies.

  Ada empat faktor utama yang saling mempengaruhi untuk terjadinya karies, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang-tindih dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung dan berinteraksi yang digambarkan sebagai lingkaran pertama yaitu tuan rumah atau host yang rentan meliputi gigi dan saliva, lingkaran kedua yaitu substrat yang bersifat kariogenik, lingkaran ketiga yaitu

  2,7 mikroorganisme penyebab karies dan lingkaran keempat yaitu waktu yang lama.

2.3.1 Host (Gigi dan Saliva)

  Komposisi gigi sulung terdiri dari email di bagian luar dan dentin di bagian dalam. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan di bawahnya, karena lebih keras dan lebih padat. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugusan kristal, yang terpenting adalah hidroksil apatit dengan rumus kimia Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 dan struktur ini sangat menentukan dalam proses

  7 terjadinya karies. Kepadatan kristal email sangat menentukan kelarutan email.

  Semakin banyak email mengandung mineral maka kristal email semakin padat dan email akan menjadi semakin resisten terhadap karies. Namun bagi email gigi sulung, komposisinya lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen. Selain itu, secara kristalografisnya, susunan kristal- kristal gigi sulung tidak sepadat gigi permanen. Hal inilah yang menyebabkan gigi

  2 sulung lebih rentan karies dibandingkan gigi permanen.

  Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Struktur pit dan fisur yang dalam pada gigi dapat menjadi tempat penumpukan sisa-

  2 sisa makanan dan bakteri menjadikan daerah tersebut paling rentan terhadap karies.

   

  Saliva sangat penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut dan merupakan

  

4

  sistem pertahanan utama terhadap karies. Kapasitas aliran, pengenceran, buffering dan remineralisasi saliva diakui menjadi faktor penting yang mempengaruhi, dan

  1

  dalam beberapa hal mengatur perkembangan dan regresi karies. Saliva membentuk sistem buffer dengan bertindak mengimbangi keasaman plak di rongga mulut yang disebabkan oleh fermentasi karbohidrat oleh bakteri dan mempertahankan pH supaya

  4,19

  tetap konstan pada pH 6-7. Jika lingkungan rongga mulut seimbang dan menguntungkan, saliva dapat berkontribusi pada proses remineralisasi gigi dengan menyediakan beberapa komponen untuk membantu membangunkan struktur apatit

  1

  yang kuat. Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan rongga mulut dari debris-debris dan sisa makanan sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Pada anak yang berkurang kuantitas dan fungsi salivanya akibat kelainan pada kelenjar saliva atau disebabkan faktor lainnya, maka aktivitas karies

  2 akan meningkat secara signifikan.

2.3.2 Substrat Bersifat Kariogenik

  Karies gigi telah dijelaskan sebagai akibat adanya interaksi antara substrat dan

  20

  bakteri. Faktor substrat atau diet ini dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu pembiakan dan kolonisasi bakteri yang ada pada permukaan email gigi. Selain itu, substrat juga dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan

  2 lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi makanan berkarbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau tidak sama sekali mempunyai karies gigi. Nutrisi yang kaya dengan karbohidrat memungkinkan pengembangan plak dalam jumlah yang besar

  6

  pada permukaan gigi serta merendahkan pH saliva. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat sebagai substrat yang memegang peranan penting

  2 dalam proses terjadinya karies.

   

  2.3.3 Mikroorganisme Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.

  Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada

  2

  permukaan gigi yang tidak dibersihkan dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa komposisi plak didominasi oleh Streptococcus mutans yang merupakan salah satu

  1,14 mikroorganisme penyebab karies yang paling virulen di kalangan anak-anak.

  Streptococcus mutans

  ini menguraikan gula yang terdapat dalam makanan terutamanya monosakarida dan disakarida untuk menghasilkan tenaga, dan lingkungan rongga mulut yang asam sehingga menyebabkan demineralisasi email

  

12,16

gigi yang menjadi penyebab utama karies.

  Diet dengan kandungan karbohidrat yang tinggi pada anak membantu kolonisasi Streptococcus mutans, yang mengarah pada perkembangan awal dari plak

  6

  pada permukaan gigi. Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan

  2 karies akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.

  2.3.4 Waktu

  Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Waktu mempengaruhi kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk karies berkembang menjadi

  2 suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan sekitar 6-48 bulan.

   

  21 Gambar 5. Model lingkaran faktor etiologi karies        

2.4 Perilaku Diet Sebagai Faktor Predisposisi ECC

  Selain faktor langsung di dalam mulut yang berhubungan dengan karies gigi, terdapat juga faktor-faktor tidak langsung yang disebut sebagai faktor risiko luar,

  7

  yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar tersebut antara lain adalah usia, jenis kelamin, keadaan penduduk dan lingkungan, genetik, tingkat pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan penjagaan kesehatan gigi; yang mempengaruhi pemilihan makanan dan

  7,19 kebiasaan makan makanan yang berisiko menyebabkan terjadinya karies.

  Pola diet merupakan salah satu faktor predisposisi utama terjadinya karies gigi pada anak. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan konsumsi makanan akibat globalisasi pada makanan tersebut ditandai dengan adanya bermacam-macam jenis

  10

  makanan dan minuman yang menjadi substrat bagi mikroflora plak. Diet meliputi

  22

  makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari. Pola diet pula

  10 mencakup dari bahan makanan dan juga kebiasaan makan.

2.4.1 Bentuk dan Kariogenitas Makanan

  Diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme terutamanya bakteri yang ada pada permukaan email gigi. Kecepatan pembentukan plak ini tergantung dari konsistensi dan jenis makanan

  23 yang dimakan.

   

  Makanan yang siap untuk diurai oleh bakteri dalam plak dental disebut sebagai makanan kariogenik. Dalam hal ini, karbohidrat merupakan satu-satunya makanan yang bersifat kariogenik. Maupun protein dan juga lemak, kedua-duanya

  24 tidak menjadi substrat kepada bakteri di rongga mulut.

  Dari hasil penelitian diketahui bahwa makanan yang bersifat manis dan

  10

  lengket lebih mempengaruhi terjadinya karies gigi pada anak-anak. Hal ini dihubungkan dengan sifat gula yang terdapat dalam makanan yang berfungsi sebagai pemanis dan bahan pengawet serta memberikan aroma yang harum; hal ini akan menimbulkan daya tarik baik rasa, bau maupun bentuk makanan itu sendiri, sehingga ada kecenderungan anak-anak untuk memilih makanan yang tinggi kandungan

  7 gulanya.

  Sifat fisik makanan yang mengandung karbohidrat memainkan peranan yang penting dalam pembentukan karies. Makanan yang keras dan lengket lebih bersifat

  24

  kariogenik dibanding makanan yang lunak dan cair. Hal ini karena semakin lama sesuatu makanan yang mengandung karbohidrat itu berkontak dengan permukaan email gigi, semakin besar pula kemungkinan untuk waktu lamanya produksi asam di rongga mulut. Akibatnya, tingkat demineralisasi asam dari email dapat langsung berhubungan dengan jumlah waktu makanan tersebut melekat pada permukaan

  19,24

  gigi. Sebagai contoh, konsumsi biskuit dan permen lainnya yang diketahui mempunyai sifat fisik yang keras dan lengket terkait dengan prevalensi karies yang

  25 tinggi pada anak-anak.

  Selain sifat fisik, level kariogenitas makanan berkarbohidrat juga turut berperan penting dalam terjadinya karies. Level kariogenitas suatu jenis karbohidrat

  

24

  tidak sama dengan karbohidrat yang lain. Karbohidrat sederhana yang kadang- kadang disebut juga sebagai karbohidrat difermentasi, adalah lebih kariogenik dibandingkan karbohidrat yang lebih kompleks. Hal ini karena karbohidrat yang sederhana adalah lebih mudah difermentasi oleh plak dental dibandingkan karbohidrat kompleks yang harus diurai terlebih dahulu menjadi bentuk yang lebih

  24 ringkas sebelum dapat difermentasi oleh bakteri di dalam plak.

   

  Berdasarkan level kariogenitasnya, gula dapat dibagi atas beberapa kelompok (Tabel 1).

  Tabel 1. Level kariogenitas bermacam jenis gula 24 Tipe gula Level kariogenitas

  Sukrosa Tinggi Laktosa Sederhana

  Glukosa Sederhana Maltosa Sederhana/rendah

  Fruktosa Sederhana Sorbitol Rendah

  Mannitol Rendah Xylitol Rendah

  

Starch Rendah

  Berdasarkan potensi penyebab karies, makanan dapat dibedakan atas makanan yang berpotensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi menyebabkan karies dan makanan yang mampu menghambat karies (Tabel 2).

  Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan potensi menyebabkan karies 26 Potensi Jenis makanan

  Tinggi Buah kering, permen, coklat, kek, kue, biskut (crackers) dan kerupuk (chips)

  Sedang Jus buah, sirup buah, manisan, buah kalengan, minuman ringan dan roti Rendah Sayur, buah dan susu Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak dan minyak Mampu menghambat Keju, xylitol dan kacang

  Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti di Eastman Dental Center (EDC), New York membagikan beberapa jenis makanan berdasarkan tingkat kariogenitasnya (Tabel 3).

    24 Tabel 3. Tingkat kariogenitas beberapa jenis makanan Tingkat Jenis makanan kariogenitas

  Cakes

  Tinggi , kentang goreng, donut,

  cupcakes

  , manisan dan kismis Sedang Biskut asin, keripik kentang, tepung

  pretzel,

  jagung, kerupuk, coklat, kerupuk gandum dan roti. Rendah Kacang, gelatin, keripik jagung, yoghurt dan bologna.

2.4.2 Frekuensi Konsumsi Makanan Tinggi Karbohidrat

  Terdapat hubungan erat antara frekuensi makan makanan yang mengandung

  5

  karbohidrat terutamanya sukrosa dengan pengalaman karies. Frekuensi mengonsumsi sukrosa yang tinggi meningkatkan keasaman plak dan mempertinggi

  16

  potensi pembentukan plak serta pertumbuhan bakteri di rongga mulut. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-40 menit setelah

  2,12,16 makan.

  Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi gigi melalui sistem buffer. Namun apabila makanan dan minuman berkarbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka rongga mulut akan sentiasa berada dalam kondisi asam, sehingga email gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan proses remineralisasi dengan sempurna, yang akhirnya

  2 menyebabkan terjadinya karies pada gigi.

  Sejumlah penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan antara risiko karies dengan frekuensi makan pada anak yang terbiasa mengonsumsi banyak gula. Frekuensi asupan gula yang lebih sering terbukti menimbulkan karies lebih cepat dibandingkan dengan asupan gula yang lebih banyak tetapi jarang karena dengan semakin seringnya asupan gula akan menyebabkan semakin sering terjadinya kondisi pH yang asam di rongga mulut.

   

  Menurut studi Vipeholm (cit. Naylor), individu yang makan makanan yang tinggi kandungan gula pada waktu makan utama dan diikuti dengan mengemil di antara jam makan utama mempunyai potensi yang tinggi untuk mendapat karies gigi dibandingkan individu yang hanya makan makanan yang tinggi kandungan gula

  9,27 hanya pada waktu makan utama tanpa mengemil di antara jam makan.

  Henkin et al (cit. Moynihan) pula melaporkan bahwa adanya korelasi positif antara pola diet dan prevalensi karies pada anak-anak di Hawaii apabila frekuensi konsumsi

  19 makanan adalah antara 3-8 kali per hari.

  Penjelasan tentang korelasi positif antara peningkatan karies dan frekuensi makan per hari juga dijelaskan oleh studi pH plak yang dilakukan oleh Stephen

  19

  (cit. Moynihan). Studi ini menunjukkan bahwa setelah mengonsumsi sukrosa, pH plak dental akan menurun dari 6,5 kepada 5,0 yaitu pH kritikal yang mengakibatkan terjadinya demineralisasi email dan berlangsung selama 20-30 menit, oleh karena itu salah satu penyebab terjadinya karies adalah karena kontak yang berulang-ulang oleh plak dental terhadap gula pada periode waktu 30 menit, yang mengakibatkan email gigi terpapar kepada lingkungan asam dalam waktu yang lama disebabkan oleh pola

  19.27

  diet dengan frekuensi yang tinggi. Jadi, jika gula dikonsumsi dengan frekuensi yang tinggi per hari, maka potensi gigi untuk mengalami demineralisasi semakin

  1,16 tinggi, dan potensi untuk terjadinya karies juga semakin besar.

  Gambar 6. Kurva Stephan menunjukkan penurunan pH menjadi 5,5

ketika berkumur dengan larutan 10% glukosa yang

28 menyebabkan demineralisasi email

   

  Seperti yang disarankan oleh Graf (cit Moynihan), gigi memerlukan kira-kira 3 jam untuk pulih dari setiap paparan kariogenik. Jika interval waktu antara makan diperpendek dengan paparan cuma sekali mengemil, maka karies sudah dapat berkembang secara signifikan. Jadi, konsumsi gula antara waktu makan utama dapat menyebabkan pH plak dental berada di bawah tingkat kritikal selama 8 jam yang

  19 akan mengganggu proses remineralisasi gigi.

  Penelitian menunjukkan jika seseorang makan cuma 3 kali sehari, tanpa mengemil di antara waktu makan kecuali minum air putih, gigi-geliginya hanya terpapar kepada risiko serangan karies selama 20 menit setiap kali makan. Walau bagaimanapun, mengemil tidak berbahaya bagi gigi jika makanan yang dimakan saat

  24 mengemil merupakan makanan yang tidak bersifat kariogenik.

  2.4.3 Durasi Makan

  Ketika mempertimbangkan kariogenitas dari suatu makanan atau minuman, penting untuk turut mempertimbangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

  24

  makan makanan atau minuman tersebut. Hal ini karena salah satu penyebab utama terjadinya karies adalah berhubungan dengan lamanya waktu pemaparan gula terhadap gigi. Telah diketahui bahwa asam yang dihasilkan oleh bakteri setelah

  12

  asupan gula bertahan selama 20 sampai 40 menit di dalam rongga mulut. Email gigi sangat rentan terhadap asam dan akan terjadinya demineralisasi dari gigi yang akan mengakibatkan karies jika gigi terpapar dengan lingkungan asam untuk tempoh yang

  17 lama.

  2.4.4 Konsentrasi dan Jumlah Gula Tambahan dalam Makanan dan Minuman

  Konsentrasi dan jumlah gula tambahan yang digunakan di dalam makanan dan minuman turut memiliki hubungan yang signifikan dalam proses terjadinya karies pada gigi anak. Makanan yang mengandung lebih banyak gula tidak berarti bahwa makanan tersebut bersifat kariogenik secara signifikan. Faktor terpenting

   

  adalah konsentrasi gula di dalam makanan tersebut; semakin tinggi konsentrasi gula, semakin besar kemungkinan gula tersebut dapat menembus masuk ke dalam plak dental secara cepat dan dimetabolisme oleh bakteri dalam plak dental untuk menghasilkan asam laktat yang menjadi faktor utama penyebab karies pada gigi

  19 sebelum dapat dinetralisir secara efektif oleh saliva melalui sistem buffer.

2.4.5 Pemberian Susu yang Inadekuat

  Susu mengandung hampir semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh manusia, seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan hampir semua vitamin. Anak yang mendapat diet yang seimbang, meskipun tidak mengonsumsi susu, akan mendapat gizi yang cukup baik, kecuali kalsium atau zat kapur. Susu merupakan satu-satunya nutrisi yang mengandung kalsium dalam jumlah yang besar. Itulah sebabnya

  29 mengapa anak dianjurkan untuk minum paling minimal dua gelas susu setiap hari.

  Pertukaran susu dari ASI menuju botol (dengan susu formula) sering menimbulkan kendala tersendiri, karena anak enggan minum susu dengan menggunakan botol. Salah satu cara orang tua untuk mengatasi kendala ini adalah dengan menambahkan gula ke dalam susu formula sebagai pengganti rasa manis laktosa yang terdapat di dalam ASI dan susu sapi. Penambahan gula akan

  29

  menyebabkan anak-anak mulai tertarik untuk meminum susu botolnya. Walau bagaimanapun, tindakan ini menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mulut anak karena pemaparan gigi terhadap gula yang ditambahkan ke dalam susu dapat meningkatkan risiko karies jika dikonsumsi dalam waktu yang lama dan frekuensi yang tinggi.

  Pendapat terdahulu mengatakan bahwa pemberian susu botol yang inadekuat dianggap sebagai penyebab yang paling berperan untuk terjadinya ECC, namun kenyataannya tidak semua anak yang minum dengan menggunakan botol mendapatkan ECC. Pendapat sekarang mengatakan bahwa pemberian makanan atau minuman yang banyak mengandung gula pada bayi dan balita adalah sebagai

  6,16 penyebabnya.

   

  Tingkat pengetahuan orang tua yang rendah menyebabkan mereka membiarkan anak mengonsumsi susu botol atau minuman yang ditambah bahan pemanis selain air putih, tanpa membersihkan atau menyikat gigi anak mereka setelah

  17

  itu, turut menjadi penyebab terjadinya ECC pada anak. Hal ini karena, sewaktu anak tidur, aliran saliva menjadi perlahan, frekuensi penelanan berkurang dan pembersihan sisa cairan susu di rongga mulut akan menjadi perlahan sehingga memudahkan terjadinya karies pada gigi. Di samping itu, selama anak tidur, pH saliva akan menurun sehingga mengakibatkan daya buffer saliva dalam menetralkan asam

  1,12,17 berkurang menyebabkan proses terjadinya karies dapat berlaku.

  Pada anak yang menyusu dengan menggunakan botol, biasanya akan terdapat karies pada gigi rahang atas depan dan umumnya terjadi infeksi bakteri terutama

  

Streptococcus mutans . Dot botol yang letaknya menempel pada langit-langit mulut

  menyebabkan cairan susu membasahi semua gigi di rahang atas kecuali gigi depan bawah. Bila anak-anak tertidur dengan dot botol di dalam mulut, cairan susu akan memenuhi dan bergenang sampai ke gigi depan di rahang atas. Pada saat demikian, bakteri pada permukaan gigi akan memfermentasikan substrat yaitu gula di dalam susu. Bila susu mengandung sukrosa selain daripada laktosa, maka kolonisasi

  7 Streptococcus mutans akan bertambah banyak.

  Selain daripada susu, pemberian minuman lain yang ditambah bahan pemanis seperti jus buah, teh manis dan minuman bersoda di dalam botol juga dapat

  1,5,15,16

  meningkatkan risiko karies pada anak. Hal ini karena, gula yang terkandung dalam minuman tersebut yang terdiri dari sukrosa, glukosa dan fruktosa akan dihidrolisa oleh enzim amilase yang terdapat dalam saliva menjadi bentuk yang lebih ringkas. Seterusnya gula tersebut akan difermentasi oleh bakteri yang terdapat pada permukaan gigi dan menghasilkan produk yang bersifat asam menyebabkan penurunan pH di rongga mulut. Lingkungan rongga mulut yang bersifat asam ini mendorong terjadinya demineralisasi gigi sehingga akhirnya meningkatkan risiko

  12,15

  karies pada anak. Seow melaporkan bahwa penambahan sukrosa dalam minuman akan meningkatkan keasaman plak dan menyebabkan dominasi Streptococcus mutans

   

  di rongga mulut. Walau bagaimanapun, bukti bahwa kariogenitas dari susu sapi, ASI

  15 dan susu formula masih bervariasi dan belum dapat dipastikan.

2.4.6 Konsumsi Makanan Sehat

  Makanan empat sehat lima sempurna merupakan makanan yang tepat untuk anak. Makanan alamiah merupakan pilihan utama untuk memperoleh gigi yang sehat. Makanan alamiah yang diolah sendiri akan lebih mudah diawasi, terutama dalam penambahan bahan-bahan kimia. Zat-zat kimia ini termasuk didalamnya zat pewarna, pengawet dan zat perasa yang secara umum dapat merusak fungsi saliva yang sangat berperan dalam melindungi gigi dan mulut. Apabila menyikat gigi tidak dapat dilakukan pada anak dengan sempurna, protein dalam saliva yang akan berfungsi melawan bakteri. Saliva juga dapat menetralkan asam dengan kemampuan

  29 dasarnya.

  Apabila anak menolak untuk makan sayur, maka buah-buahan dapat dijadikan sebagai pengganti, sehingga serat dan vitaminnya dapat memenuhi kebutuhan anak. Makanan yang kaya dengan serat dapat membantu merangsang dan mempercepatkan keluarnya saliva serta mempercepat aliran saliva di rongga mulut melalui proses

  29

  pengunyahan. Aliran saliva yang baik membantu dalam proses self cleansing di rongga mulut sehingga sisa-sisa makanan yang lengket di permukaan gigi sewaktu makan dapat dibersihkan dan mengurangi risiko terjadinya karies pada anak.

  Makanan yang baik lainnya untuk kesehatan gigi anak adalah keju. Keju yang merupakan bentukan lain dari susu, banyak mengandung kalsium dan fosfat yang mampu mengurangi kelarutan email. Keju ini jika dikunyah setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat, dapat membentuk senyawa yang bersifat basa, sehingga dapat menghentikan terjadinya suasana asam di rongga mulut yang dapat mengakibatkan terjadinya proses penghancuran email (demineralisasi) sebagai proses awal dari karies gigi, oleh karena itu keju juga disebut sebagai makanan yang mempunyai efek kariostatik, yang artinya mampu mengurangi atau menghambat

  29 berlangsungnya proses karies.

   

2.5 Kerangka Teori

  Host Mikrooganisme Substrat Waktu

  Early Childhood Caries (ECC)

  Pencegahan Anjuran dan Analisis Diet

  Pola Diet Anak :

   Pola makan utama  Pola makan selingan  Pola minum minuman manis  Pola minum susu

   

2.6 Kerangka Konsep

  Analisis Perilaku Pola Diet Anak:

   Pola makan utama

   Pola makan selingan

   Pola minum minuman manis

   Pola minum susu

  Pengalaman Early Childhood Caries (ECC)

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

2 56 77

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 62 109

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 41 103

Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

2 63 94

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Selayang

0 42 120

Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Barat

3 61 98

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Petisah

6 66 65

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) - Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 36-71 Bulan di Kecamatan Medan Baru

0 2 10