Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Petisah

(1)

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA,

PERILAKU DIET, PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI,

DAN INDEKS KEBERSIHAN RONGGA MULUT

DENGAN

EARLY CHILDHOOD CARIES

PADA ANAK

USIA 12-36 BULAN DI KECAMATAN

MEDAN PETISAH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AULIA ELSARITA NIM: 080600004

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2012

Aulia Elsarita

Hubungan sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut dengan Early Childhood Caries pada anak usai 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

xi + 48 halaman

Istilah Early Childhood Caries (ECC) digunakan untuk menggambarkan kondisi karies pada anak-anak usia kurang dari 71 bulan dan istilah Severe Early Childhood Caries (S-ECC) untuk kondisi yang lebih parah, dijumpai pada anak usia kurang dari 3 tahun. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan konsumsi karbohidrat yang bersifat kariogenik.Kondisi lingkungan mulut setelah gigi desidui erupsi yang mendukung perkembangan karies seperti nutrisi yang tidak memadai dan kebersihan mulut yang buruk merupakan awal terjadinya infeksi oleh Streptococcus mutans. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah


(3)

purposive sampling dengan jumlah sampel 160 orang. Pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan wawancara orang tua menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square, Mann Whitney dan Kruskal Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah 78,1% dan prevalensi S-ECC 40,0% dengan rerata pengalaman ECC 4,66 ± 4,125. Ada hubungan yang bermakna antara usia dan indeks kebersihan rongga mulut dengan ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, urutan kelahiran, jumlah bersaudara, sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, dan perilaku membersihkan gigi dengan ECC pada anak usia 12- 36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

Dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya usia maka prevalensi ECC dan S-ECC semakin meningkat. Prevalensi dan pengalaman ECC tertinggi pada kelompok anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk.


(4)

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA,

PERILAKU DIET, PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI,

DAN INDEKS KEBERSIHAN RONGGA MULUT

DENGAN

EARLY CHILDHOOD CARIES

PADA ANAK

USIA 12-36 BULAN DI KECAMATAN

MEDAN PETISAH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AULIA ELSARITA NIM: 080600004

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, September 2012

Pembimbing: Tanda tangan

1. Essie Octiara, drg.,Sp. KGA

………..…… NIP : 1972 1015 1999 03 2001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 13 September 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Yati Roesnawi, drg

ANGGOTA : 1. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA 2. Essie Octiara, drg., Sp.KGA


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Early Childhood Caries pada Anak Usai 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Petisah” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta Ayahanda Syahbudin Rifai Hrp, S.IP, Ibunda Eliati, kakak penulis Elrivde Rizka, SH dan Riveldi Alhafizh serta adik penulis Khairil Amri atas segala perhatian, motivasi dan doa serta dukungan yang telah diberikan baik moril maupun materil.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Prof. H Nazruddin, drg., C.ort Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing akademik penulis.

3. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., yang telah sudi meluangkan waktunya untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi USU.


(8)

6. Teman-teman skripsi penulis, Ayu Ambarwati, Dumalina, Nabila, Evi Ance, Lamser Efendi, Harnaldes, Astri Septiarini, Petra Gunardi, Nanthini dan Zhi Hou atas segala bantuan dan kerjasama selama penyelesaian skripsi.

7. Teman-teman penulis, Kurniati, Ira Apriani, Ria Prastyawati dan teman-teman stambuk 2008 lainnya atas saran dan motivasinya.

8. Teman-teman penulis Yusda Rahayu, Sri Maya, Novalina dan Yuni Astuti atas kebersamaannya, serta Reza Nugraha atas doa dan motivasi yang diberikan.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Medan, September 2012 Penulis,

Aulia Elsarita NIM: 080600004


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 ... L atar Belakang ... 1

1.2 ... R umusan Masalah ... 3

1.3 ... T ujuan Penelitian ... 3

1.4 ... H ipotesis ... 4

1.5 ... M anfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Early Childhood Caries ... 6

2.2 Gambaran Klinis Early Childhood Caries ... 6

2.3 Etiologi Early Childhood Caries ... 9

2.4 Faktor Risiko Early Childhood Caries ... 11

2.5 Pencegahan Early Childhood Caries ... 12

2.6 Kerangka Teori ... 15

2.7 Kerangka Konsep ... 16 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


(10)

3.1 Jenis Penelitian ... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Populasi dan Sampel ... 17

3.4 Variabel Penelitian ... 18

3.5 Defenisi Operasional ... 19

3.6 Cara Pengambilan Data ... 23

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 25

BAB 5 PEMBAHASAN ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional sosial ekonomi tua ……….. 20

2 Definisi operasional perilaku diet ……… 20

3 Definisi operasional perilaku membersihkan gigi ………... 22

4 Karakteristik responden anak ………... 25

5 Karakteristik responden orang tua………. 26

6 Prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah ……… 26

7 Hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC ……. 27

8 Hubungan usia anak dengan prevalensi ECC dan S-ECC ……….... 27

9 Hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC … 28 10 Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC .. 28

11 Hubungan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC …… 29

12 Hubungan perekonomian keluarga dengan prevalensi ECC dan S- ECC ……… 29

13 Hubungan kategori perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S- ECC ………... 29

14 Hubungan kategori perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC ……… 30


(12)

15 Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC

dan S-ECC ………. 30

16 Hubungan pendidikan ibu dengan rerata pengalaman ECC ……….. 31 17 Hubungan perekonomian keluarga dengan rerata pengalaman ECC 31 18 Hubungan perilaku diet dengan rerata pengalaman ECC …………. 32 19 Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan rerata pengalaman

ECC ………... 32

20 Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan rerata pengala-

man ECC ……… 33

21 Hubungan frekuensi dan durasi minum susu dengan prevalensi ECC

dan S-ECC ……… 34

22 Hubungan cara mengonsumsi susu dengan prevalensi ECC dan

S-ECC ………... 35

23 Hubungan konsumsi kariogenik lain dengan prevalensi ECC dan

S-ECC ……… 36

24 Hubungan item perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tahap inisial ECC ... 7

2 Tahap kedua ECC ... 8

3 Tahap ketiga ECC ... 8


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner orang tua

2 Lembar pemeriksaan gigi anak

3 Informasi kepada orang tua/wali subjek penelitian 4 Surat pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian

5 Surat persetujuan komisi etik tentang penelitian bidang kesehatan 6 Surat keterangan melakukan penelitian di Puskesmas Petisah 7 Output analisis perhitungan statistik


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan di masyarakat, karies tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat pula terjadi pada anak.1 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mendapatkan 60% dari 10 penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat adalah karies dan penyakit periodontal.2

Proses terjadinya karies dapat berkembang segera setelah gigi erupsi di dalam rongga mulut.3 Istilah Early Childhood Caries (ECC) digunakan untuk menggambarkan kondisi karies pada anak-anak usia kurang dari 71 bulan dan istilah

Severe Early Childhood Caries (S-ECC) untuk kondisi yang lebih parah, dijumpai pada anak usia kurang dari 3 tahun. 2 S-ECC adalah bentuk agresif dari karies gigi pada gigi geligi desidui yang terkait dengan pola pemberian asupan makanan pada anak-anak (AAPD, 2008).4 S-ECC merupakan bentuk karies rampan yang menyerang gigi desidui dengan proses demineralisasi dimulai pada gigi insisivus rahang atas diikuti dengan gigi molar pertama rahang atas dan rahang bawah.5

Prevalensi dan tingkat keparahan karies anak-anak usia dibawah 5 tahun pada beberapa negara di dunia sangat tinggi. Di Brasil, proyek kesehatan mulut pada tahun 2003 menunjukkan bahwa 27% dari anak usia antara 18- 36 bulan memiliki minimal satu gigi desidui yang mengalami karies. Rata-rata anak-anak di Brasil memiliki setidaknya satu gigi yang mengalami karies sampai usia tiga tahun.6


(16)

Di Inggris dan Amerika Serikat prevalensi ECC yang dilaporkan masing-masing adalah 6,8 -12% dan 11-53,1%. Di India prevalensi karies pada anak usia 8-48 bulan adalah 44%. T. Vachirarojpisan (2004) menunjukkan prevalensi karies di Thailand pada anak usia 11-14 bulan adalah 57,5% dan pada anak usia 15-19 bulan adalah 82,8%. Penelitian lain menunjukkan bahwa persentase prevalensi ECC di Srilanka pada anak usia 1-2 tahun adalah 23%.7

Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk. Usaha untuk mengatasinya belum memberikan hasil yang nyata bila diukur dengan indikator kesehatan gigi masyarakat.8 SKRT tahun 2001 menyatakan bahwa prevalensi karies gigi anak-anak Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 76,2% dan prevalensi karies pada kelompok balita mencapai angka 85%. 2

Prevalensi karies pada anak-anak usia 3-5 tahun di Indonesia terus meningkat. Prevalensi karies pada anak-anak usia 12-38 bulan di DKI Jakarta adalah 52,7% dengan rerata def-t 2,85. Prevalensi karies dan rerata def-t tertinggi (60%;3,49) di temukan di Jakarta Timur. Skor def-t ini lebih tinggi dibandingkan dengan skor rerata def-t di seluruh Jakarta. Prevalensi karies terendah ditemukan di Jakarta Utara (46,2%), sedangkan skor rerata def-t terendah ditemukan di Jakarta Selatan (2,41). Prevalensi ECC di Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi karies di beberapa negara di dunia.3

ECC adalah masalah kesehatan masyarakat yang terus mempengaruhi bayi dan anak prasekolah di seluruh dunia.9 Salah satu penyebabnya adalah peningkatan konsumsi karbohidrat yang bersifat kariogenik.3 Kondisi lingkungan mulut setelah gigi desidui erupsi yang mendukung perkembangan karies seperti nutrisi yang tidak memadai dan kebersihan mulut yang buruk merupakan awal terjadinya infeksi oleh

Streptococcus mutans.10

Data yang diperoleh dari berbagai penelitian menunjukkan prevalensi ECC yang cukup tinggi pada anak-anak. Data ECC dan S-ECC untuk daerah Kota Madya Medan belum ada, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


(17)

mengenai ECC dan S-ECC beserta faktor risikonya di Kota Madya Medan. Kecamatan yang menjadi lokasi penelitian diambil secara random, sedangkan sampel yang diambil adalah sampel yang paling mudah dijangkau oleh peneliti sehingga lokasi penelitian yang didapat adalah Kecamatan Medan Petisah.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

2. Menganalisis hubungan antara usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

3. Menganalisis hubungan antara urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

4. Menganalisis hubungan antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

5. Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.


(18)

6. Menganalisis hubungan antara perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

7. Menganalisis hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

8. Menganalisis hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

9. Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

10.Menganalisis hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

11.Menganalisis hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

12.Menganalisis hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

2. Ada hubungan antara usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

3. Ada hubungan antara urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

4. Ada hubungan antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

5. Ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

6. Ada hubungan antara perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.


(19)

7. Ada hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

8. Ada hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

9. Ada hubungan antara sosial ekonomi orang tua dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

10.Ada hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

11.Ada hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

12.Ada hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk masyarakat

Memberikan informasi kepada orang tua mengenai adanya hubungan antara kebersihan rongga mulut dengan terjadinya ECC pada anak dan memotivasi orang tua untuk memperhatikan, menjaga dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Disamping itu juga dapat memberikan informasi mengenai faktor risiko karies yang menyebabkan terjadinya ECC dan S-ECC pada orang tua.

2. Manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan

a. Untuk mendapatkan data mengenai prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC di Kecamatan Medan Petisah.

b. Sebagai penelitian pendahuluan pada bidang kedokteran gigi anak, khususnya pencegahan ECC.

c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini.


(20)

Dengan diketahuinya prevalensi ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah maka dapat direncanakan usaha pencegahan dan perawatan terhadap ECC.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Early Childhood Caries

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras di permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah.11 American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefenisikan Early Childhood Caries sebagai munculnya satu atau lebih kerusakan (berkavitas atau tidak berkavitas), kehilangan (akibat karies) atau permukaan gigi desidui yang ditambal pada anak-anak usia 71 bulan atau yang lebih muda.12

Severe Early Childhood Caries didefenisikan untuk anak-anak dengan gambaran klinis yang menunjukkan adanya kavitas pada permukaan halus gigi desidui. atau pengalaman karies yang lebih parah hingga 50% dibandingkan dengan anak-anak pada umur yang sama. Kriteria anak yang dianggap menderita S-ECC jika: (1) anak yang berusia dibawah 3 tahun dan memperlihatkan adanya pengalaman karies pada permukaan halus pada gigi apa saja, (2) anak yang berusia 3, 4, atau 5 tahun dan memperlihatkan adanya pengalaman karies pada permukaan halus gigi insisivus rahang atas, atau (3) jumlah permukaan gigi yang terinfeksi sama dengan atau lebih besar dari 4 permukaan pada usia 3 tahun, 5 permukaan pada usia 4 tahun, atau 6 permukaan pada usia 5 tahun.13

2.2 Gambaran Klinis Early Childhood Caries

ECC berbeda dengan bentuk karies yang biasa terjadi pada gigi desidui dan permanen, baik itu dari bentuk, waktu perkembangan, lokasi, jalan dan akibatnya.


(21)

Dengan diketahuinya prevalensi ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah maka dapat direncanakan usaha pencegahan dan perawatan terhadap ECC.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Early Childhood Caries

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras di permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah.11 American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefenisikan Early Childhood Caries sebagai munculnya satu atau lebih kerusakan (berkavitas atau tidak berkavitas), kehilangan (akibat karies) atau permukaan gigi desidui yang ditambal pada anak-anak usia 71 bulan atau yang lebih muda.12

Severe Early Childhood Caries didefenisikan untuk anak-anak dengan gambaran klinis yang menunjukkan adanya kavitas pada permukaan halus gigi desidui. atau pengalaman karies yang lebih parah hingga 50% dibandingkan dengan anak-anak pada umur yang sama. Kriteria anak yang dianggap menderita S-ECC jika: (1) anak yang berusia dibawah 3 tahun dan memperlihatkan adanya pengalaman karies pada permukaan halus pada gigi apa saja, (2) anak yang berusia 3, 4, atau 5 tahun dan memperlihatkan adanya pengalaman karies pada permukaan halus gigi insisivus rahang atas, atau (3) jumlah permukaan gigi yang terinfeksi sama dengan atau lebih besar dari 4 permukaan pada usia 3 tahun, 5 permukaan pada usia 4 tahun, atau 6 permukaan pada usia 5 tahun.13

2.2 Gambaran Klinis Early Childhood Caries

ECC berbeda dengan bentuk karies yang biasa terjadi pada gigi desidui dan permanen, baik itu dari bentuk, waktu perkembangan, lokasi, jalan dan akibatnya.


(22)

Proses ECC biasanya dimulai pada gigi insisivus rahang atas, dengan cepat menyebar ke gigi lain di rahang atas dan kemudian pada gigi-gigi di rahang bawah.10 Karies terutama berlokasi pada gigi insisivus rahang atas, kemudian gigi molar rahang atas dan rahang bawah, sedikit jarang pada gigi kaninus dan paling jarang pada gigi insisivus rahang bawah karena dilindungi oleh lidah dan saliva yang berasal dari kelenjar submandibula dan sublingual.5,10,14,15

Waktu perkembangan karies menyebar cepat di atas permukaan enamel, melingkar pada daerah servikal, segera menyebar pada dentin dan dalam waktu yang sangat singkat, terjadi kerusakan pada mahkota gigi sehingga hanya akar yang tinggal. Karies dapat menyebar sangat cepat sehingga hanya beberapa minggu setelah munculnya lesi putihdapatterjadi kerusakan gigi.10 Ada empat tahap perkembangan ECC:

2.2.1 Tahap inisial

Ditandai dengan adanya gambaran seperti kapur, terdapat lesi demineralisasi yang opak pada permukaan gigi insisivus rahang atas pada anak yang berusia 10-20 bulan atau bahkan kadang-kadang lebih muda. Secara khusus terlihat garis putih yang menonjol pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal dari gigi insisivus rahang atas. Pada tahap ini lesi bersifat reversible.16

Gambar 1. Tahap inisial ECC17


(23)

Terjadi pada anak usia 16-24 bulan. Dentin mengalami kerusakan apabila lesi putih pada gigi insisivus berkembang cepat, yang menyebabkan enamel mengalami kehancuran. Dentin terbuka dan terlihat lunak dan berwarna kuning. Pada gigi molar desidui rahang atas terjadi lesi inisial pada daerah servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai mengeluh terhadap rangsangan dingin. Orang tua kadang-kadang melihat perubahan warna pada gigi anak mereka.16

Gambar 2. Tahap kedua ECC16

2.2.3 Tahap ketiga

Terjadi pada anak usia 20-36 bulan, ditandai dengan lesi yang besar dan dalam pada gigi insisivus rahang atas desidui dan terjadi iritasi pulpa. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah dan menyikat gigi dan mengalami nyeri yang spontan di malam hari. Pada keadaan ini gigi molar rahang atas desidui berada pada tahap 2 dan gigi molar rahang bawah desidui serta gigi kaninus rahang atas berada pada tahap 1.16


(24)

2.2.4Tahap keempat

Terjadi pada anak usia 30-48 bulan, ditandai dengan fraktur mahkota gigi anterior rahang atas akibat destruksi amelodentinal. Pada tahap ini gigi insisivus rahang atas mengalami nekrosis dan gigi molar rahang atas desidui berada pada tahap 3. Gigi molar kedua rahang atas, kaninus rahang atas dan molar pertama rahang bawah berada pada tahap 2. Beberapa anak memiliki keluhan tetapi tidak dapat menyampaikan keluhannya. Mereka mengalami gangguan tidur dan tidak memiliki nafsu makan.16

Gambar 4. Tahap keempat ECC16

2.3 Etiologi Early Childhood Caries

Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, menular dan multifaktorial yang disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu: host (gigi), mikroorganisme, dan substrat.2,6 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam jangka waktu tertentu, menyebabkan ketidakseimbangan demineralisasi dan remineralisasi antara permukaan gigi dan plak (biofilm).6 Untuk terjadinya kavitas karies pada permukaan halus gigi yang dapat terlihat secara klinis dibutuhkan waktu 18 bulan ± 6 bulan.18

2.3.1 Host

Faktor risiko host untuk perkembangan karies antara lain adalah morfologi dan karakteristik genetik gigi seperti ukuran, permukaan, dan fossa dan fissur yang dalam serta gigi yang berjejal.6 Gigi yang mengalami hipoplasia enamel memiliki risiko yang tinggi terhadap perkembangan karies.19 Gangguan perkembangan


(25)

struktural pada enamel dapat meningkatkan risiko karies pada anak-anak prasekolah. Gangguan perkembangan struktural pada enamel dapat meningkatkan retensi plak, meningkatkan kolonisasi Streptococcus mutans, dan dalam kasus yang parah, memungkinkan hilangnya kerentanan enamel terhadap demineralisasi gigi.20

Saliva adalah sistem pertahanan utama host dalam melawan karies, karena berfungsi membersihkan sisa makanan dan bakteri, dan menyediakan buffer untuk melawan produksi asam. Saliva berfungsi sebagai penyimpan mineral kalsium dan phospat untuk keperluan remineralisasi enamel dan mengandung antibakteri. Individu yang aliran salivanya menurun, kerentanan gigi terhadap karies akan meningkat.6

2.3.2 Mikroorganisme

Streptococcus mutans adalah kelompok mikroorganisme yang sangat berhubungan dengan terjadinya karies gigi pada anak-anak. Streptococcus mutans

berkontribusi terhadap pembentukan karies dengan kemampuan mereka melekat pada permukaan gigi, menghasilkan jumlah asam yang berlebihan, dan mempertahankan metabolisme pada keadaan pH yang rendah.20 Selama lingkungan mulut dalam keadaan asam, mineral anorganik pada permukaan gigi akan terurai. Jika demineralisasi melebihi remineralisasi, akan terbentuk lesi karies inisial.21,22 Anak-anak dengan tingkat kolonisasi Streptococcus mutans yang tinggi memiliki prevalensi karies yang lebih besar, serta memiliki risiko yang lebih besar untuk terbentuknya lesi baru daripada anak-anak dengan tingkat Streptococcus mutans yang rendah.20

2.3.3 Substrat

The American Academy of Pediatric Dentistry mengatakan bahwa kebiasaan mengonsumsi cairan yang mengandung karbohidrat yang dapat berfermentasi (jus, susu formula, soda) dapat meningkatkan risiko karies sehubungan dengan kontak antara gula dalam cairan dengan bakteri kariogenik pada gigi.17,19 Minuman yang mengandung gula mudah dimetabolisme oleh Streptococcus mutans menjadi asam organik yang dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel dan dentin.9,14 Gula yang menyebabkan terjadinya infeksi antara lain sukrosa, glukosa dan fruktosa,


(26)

yang banyak terkandung dalam jus buah dan susu formula.9 Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan serta lamanya interval waktu makan.11

2.4 Faktor Risiko Early Childhood Caries

2.4.1 Kebersihan Mulut

Menurut hasil penelitian Stecksen-Blicks dan Holm (1995), anak yang melakukan penyikatan gigi secara teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali atau lebih dan dibantu oleh orang tua, lebih rendah terkena risiko karies.23 Keseimbangan antara konsumsi gula dengan kebersihan mulut sangat penting.24 Mengkonsumsi minuman yang manis secara terus menerus dengan kebersihan mulut yang buruk akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan gigi anak, terutama anak-anak usia dibawah 5 tahun.3Penelitian menemukan bahwa jika perilaku berisiko seperti memberikan seorang anak cairan yang manis ketika haus pada usia 1 tahun, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk bebas dari karies sampai usia 3 tahun jika kebersihan mulut dijaga dengan baik dan tidak terlihat adanya plak sampai usia 2 tahun.24

2.4.2 Pola Diet

Salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan tingginya prevalensi ECC adalah pola diet yang tidak sehat.7 Pola pemberian makan tertentu, seperti penggunaan botol pada waktu tidur, menyusui, dan seringnya memberi makanan ringan dan minuman yang mengandung gula berkontribusi terhadap perkembangan ECC.4 Makanan kariogenik seperti biskuit yang mudah didapat dan ekonomis bagi orang tua mungkin menjadi kontributor utama.7

Meskipun ECC adalah penyakit menular, namun peran diet dalam perjalanan infeksi dan perkembangan ECC sangat penting. ASI juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan gigi, khususnya apabila bayi menyusui sepanjang malam. Penggunaan botol susu dan memberikan dot yang dicelupkan ke dalam pemanis juga dapat menjadi penyebab terjadinya ECC.7


(27)

2.4.3 Status sosial ekonomi

Kasus ECC lebih sering dijumpai pada anak dengan status sosial ekonomi rendah, atau orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal tersebut berpengaruh dengan kemampuan untuk menyediakan nutrisi yang baik bagi anak.3 Menurut Suwelo (1992) bahwa tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran dan perilaku orang tua terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi desidui pada anak.23

Pengetahuan yang kurang mengenai pentingnya ASI untuk kesehatan anak, membuat semakin banyak ibu yang tidak menyusui bayi mereka. Sampai sekarang ini pemberian susu formula diharapkan dapat menggantikan peran ASI dalam memenuhi nutrisi untuk bayi. Status sosial ekonomi yang rendah dan mahalnya harga susu formula yang tidak dapat di jangkau, membuat susu kental manis menjadi pilihan sebagai pengganti atau pendamping ASI. Susu kental manis mengandung gula yang sangat tinggi dan rendah elemen nutrisinya, jika pemberiannya tidak tepat dapat menyebabkan karies. 3

2.5 Pencegahan Early Childhood Caries

Untuk mengurangi risiko perkembangan ECC dapat dilakukan pencegahan dengan cara antara lain melaksanakan tindakan kebersihan mulut sejak erupsinya gigi desidui pertama.19 Peran serta orang tua sangat diperlukan didalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar didalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak.25 Proses penyikatan gigi pada anak dengan frekuensi yang tidak optimal dapat disebabkan karena anak tidak dibiasakan melakukan penyikatan gigi sejak dini oleh orang tua, sehingga anak tidak mempunyai kesadaran dan motivasi untuk memelihara kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya. Keadaan tersebut memudahkan gigi anak terkena risiko penyakit gigi dan mulut, khususnya pada anak-anak dibawah usia 6 tahun.23


(28)

Menyikat gigi anak dilakukan oleh orang tua sebanyak dua kali sehari, dengan menggunakan sikat gigi yang lembut dan dengan ukuran yang tepat. Anak-anak dibawah usia 2 tahun yang memiliki risiko karies sedang atau tinggi, dapat digunakan olesan pasta gigi yang mengandung fluor. Pada semua anak-anak usia 2-5 tahun, dapat digunakan pasta gigi yang mengandung fluor seukuran kacang polong.19 Selain itu dapat pula dengan menggunakan jari telunjuk yang dibalut kain atau handuk basah kemudian digosokkan pada gigi yang sedang erupsi dan secara lembut melakukan pemijatan gingiva. Pemijatan gingiva bertujuan untuk melancarkan peredaran darah dan merangsang erupsi gigi.25 Untuk anak yang belum dapat menyikat gigi sendiri, orang tua terutama ibu dapat membantu dan melatih anak agar dapat melakukannya sendiri serta mendidik dan membiasakan anak untuk menyikat gigi secara teratur dengan frekuensi dan waktu yang tepat. Hal ini selain dimaksudkan untuk pembersihan giginya sendiri juga bertujuan agar anak terbiasa dengan adanya orang lain yang mengerjakan sesuatu di dalam mulutnya sehingga bila diperlukan perawatan gigi dikemudian hari anak tidak merasa asing lagi.23

Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula.11 Menghindari kebiasaan mengkonsumsi cairan atau makanan padat yang mengandung gula, khususnya minuman yang mengandung gula (jus, soft drink, teh manis, susu dengan tambahan gula) dengan menggunakan botol. Tidak membiarkan bayi tertidur dengan botol yang berisi susu atau cairan yang mengandung gula. Orang tua mulai menganjurkan anak untuk minum dengan menggunakan cangkir pada saat menjelang ulang tahun pertama mereka.19

Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnis. Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7–1,2 ppm. Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa fluoridasi air minum


(29)

dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi desidui. Bila air minum masyarakat tidak mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi.11

ECC juga dapat dicegah dengan melakukan konseling terhadap orang tua. Ini merupakan satu alasan untuk menyarankan agar anak-anak menerima pemeriksaan gigi mereka yang pertama pada saat mereka berusia 6-12 bulan.12 Pendidikan kesehatan gigi mengenai kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih ditekankan pada anak yang berisiko karies tinggi. Pemberian informasi ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak. Dalam pemberian informasi, latar belakang ibu baik tingkat ekonomi, sosial, budaya dan tingkat pendidikannya harus disesuaikan, sedangkan pada anak yang menjadi pertimbangan adalah usia dan daya intelegensi sertakemampuan fisik anak. Informasi ini harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk memeliharakesehatan mulutnya. Pendidikan kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek dokter gigi.11


(30)

2.6 Kerangka Teori

Etiologi

Host Mikroorganisme Substrat Waktu

ECC dan S-ECC

Faktor Risiko:

- Kebersihan rongga mulut

- Pola makan

- Status

sosial ekonomi

Pencegahan:

- Menjaga kebersihan rongga mulut

- Pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula

- Penggunaan fluor


(31)

2.7 Kerangka Konsep

Pencegahan:

- Menjaga kebersihan rongga mulut

- Pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula

- Penggunaan fluor Faktor Risiko:

- Kebersihan rongga mulut

- Perilaku diet

- Status sosial ekonomi

Prevalensi ECC Prevalensi S-ECC Pengalaman ECC


(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Medan Petisah yaitu di Puskesmas (Puskesmas Petisah), dan PAUD (Cemerlang, Fajar, dan Melati).

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 10 minggu yaitu Mei 2012 - Juli 2012. Pengumpulan data: 4 minggu. Pengolahan dan analisis data: 4 minggu. Penyusunan laporan: 2 minggu.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi diambil secara random pada kecamatan yang ada di Kota Medan, hasil random yang didapat adalah Kecamatan Medan Petisah sehingga populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang berusia 12-36 bulan beserta ibunya di Kecamatan Medan Petisah.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling ialah pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau


(33)

sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sampel yang paling mudah dijangkau oleh peneliti.

Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut:

Keterangan: d : Presisi absolut

Z : Skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) adalah 95 % P : Prakiraan proporsi populasi (P=52,7 % dari penelitian di Jakarta) n : Besarnya sampel

Besar sampel untuk mencari prevalensi populasi terbatas minimumnya adalah sebesar 96 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 160 orang untuk mendapatkan jumlah yang cukup untuk analisa data.

Sampel penelitian ini adalah 160 orang anak yang berusia 12-36 bulan beserta ibunya di Puskesmas dan PAUD di Kecamatan Medan Petisah. PAUD yang dipilih untuk pengambilan sampel yaitu PAUD Cemerlang, PAUD Fajar dan PAUD Melati, sedangkan untuk Puskesmas yaitu Puskesmas Petisah.

Kriteria Inklusi:

- Anak yang berusia 12-36 bulan

- Ibu kandung anak yang berusia 12-36 bulan

- Anak yang gigi pertamanya sudah erupsi sempurna minimal dua gigi - Keadaan umum anak baik

- Gigi tidak berjejal Kriteria Eksklusi:

- Anak yang tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua


(34)

3.4 Variabel Penelitian

a. Variabel terikat/dependen : prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, pengalaman ECC. b. Variabel faktor risiko : sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku

membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut.

3.5 Defenisi Operasional

a. Prevalensi ECC adalah jumlah anak usia 12-36 bulan yang memiliki kriteria terdapatnya satu atau lebih kerusakan ( berupa lesi kavitas maupun non kavitas), kehilangan gigi (karena kerusakan), atau adanya permukaan tambalan gigi pada gigi desidui dibagi jumlah anak yang diperiksa.

b. Prevalensi S-ECC adalah jumlah anak usia 12-36 bulan yang memiliki kriteria terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi kavitas, kehilangan gigi karena karies, atau adanya tambalan pada permukaan halus (vestibular/oral) pada gigi apa saja untuk anak usia dibawah 3 tahun. Untuk anak usia 3 tahun, S-ECC adalah pengalaman karies (defs) pada permukaan halus (labial/palatal) gigi insisivus maksila, pengalaman karies pada permukaan halus dengan skor dmfs ≥ 4 dibagi dengan jumlah anak yang diteliti.

c. Pengalaman ECC yaitu jumlah deft pada anak usia 12-36 bulan. d : decayed = gigi yang mengalami karies/ lesi karies (non kavitas)

e : extracted = gigi dengan lesi karies yang tidak dapat dirawat atau indikasi pencabutan. Gigi yang sudah dicabut sebelum diperiksa, tidak dihitung sebagai extracted

f : filling = gigi yang sudah ditambal karena rusak akibat karies t : tooth = merupakan satuan gigi sulung

d. Usia 12-36 bulan adalah usia sesuai penanggalan kelahiran yang berumur diantara 12-36 bulan yang dihitung sampai pengambilan data dan memiliki minimal dua gigi desidui yang sudah erupsi sempurna.

e. Ibu adalah orang tua yang melahirkan anak. f. Defenisi operasional faktor risiko:


(35)

- Cara ukur yang digunakan adalah wawancara - Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Tabel 1. Defenisi operasional sosial ekonomi orang tua

Variabel Defenisi operasional Hasil ukur Skala ukur Pendidikan

orang tua

Pendidikan formal terakhir tertinggi yang ditamatkan oleh orang tua (ibu) responden

- Pendidikan rendah

(tidak sekolah, tamat SD) (1) - Pendidikan sedang

(tamat SMP, tamat SMA) (2)

- Pendidikan tinggi

(tamat diploma, tamat sarjana) (3)

Ordinal

Perekonomian keluarga

Perbandingan total pendapatan orang tua perbulan dalam satuan rupiah dibagi jumlah anggota keluarga dengan pengeluaran

rata-rata per kapita sebulan (BPS September 2011)

- Perekonomian rendah < Rp 880.000

(perkapita) (1)

- Perekonomian tidak rendah

≥ Rp 880.000 (perkapita) (2)

Nominal

Tabel 2. Defenisi operasional perilaku diet

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur Jenis susu yang

dikonsumsi

Susu yang pernah atau sedang dikonsumsi anak

-Susu botol saja dan atau ASI < 6 bulan atau susu botol saja (1) - Susu botol + ASI ≥ 6

bulan. (2) - ASI saja (3)

Ordinal

Lama mengon-sumsi susu

Lamanya anak mengonsumsi susu sejak pertama sampai berhenti / sekarang

- ≥ 3 tahun (1) - 1 – 2 tahun (2) - < 1 tahun (3)

Ordinal

Frekuensi mengonsumsi susu sehari

Banyaknya anak meminum susu dalam satu hari

- ≥ 7 kali (1) - 3 – 6 kali (2) - 0-2 kali (3)

Ordinal

Durasi rata-rata menghabiskan susu botol sekali minum

Lamanya/durasi anak rata-rata menghabiskan susu botolnya sekali minum

- > 20 menit (1) -10–20 menit (2) - <10 menit (3)

Ordinal

Penggunaan susu sebagai pengantar tidur

Penggunaan/ memberikan anak minum susu sampai tertidur

- Selalu (1)

- Kadang-kadang (2)


(36)

-Tidak pernah (3) Melepaskan

botol susu setelah anak tertidur

Melepaskan botol susu setelah anak tertidur

- Tidak pernah (1) - Kadang-kadang (2) -Selalu (3)

Ordinal

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur Konsumsi susu

tengah malam

Mengonsumsi susu pada malam hari setelah anak tertidur

- Selalu (1)

- Kadang-kadang (2) -Jarang/tidak pernah (3)

Ordinal

Penambahan bahan pemanis

Penambahan gula, madu atau pemanis lainnya pada susu

- Selalu (1)

- Kadang-kadang (2) - Tidak pernah (3)

Ordinal

Membersihakan gigi anak setelah minum susu

Hal yang dilakukan orang tua setelah anaknya meminum susu seperti memberikan anak air putih, membersihkan rongga mulut anak dengan kasa atau kapas basah, dll.

-idak pernah (1) -adang-kadang (2) -elalu (3) Ordinal Frekuensi konsumsi minuman manis Banyaknya anak mengonsumsi minuman manis seperti teh manis, jus, sirup, dll yang dibuat di dalam botol

-≥ 4 kali (1) -1-3 kali(2)

-Kadang-kadang (tidak setiap hari/tidak pernah (3)

Ordinal

Frekuensi konsumsi makanan manis

Banyaknya anak

mengonsumsi makanan dan atau minuman bergula/manis seperti biskuit, kue-kue manis, coklat, permen, dll diantara jam makan

- ≥ 6-7 kali seminggu/ setiap hari (1) - 4-5 kali (2)

- 1-3 kali/ kadang-kadang (tidak setiap hari)/ tidak pernah (3)

Ordinal Mengonsumsi makanan padat dengan cara mengemut Kebiasaan anak

mengonsumsi makanan padat dengan cara mengemut

-Ya (1)

--Tidak (2)

Nilai Total Maksimum 35

Kriteria perilaku diet: A. Baik : nilai 28-35 B. Sedang : nilai 19-27 C. Jelek : nilai ≤ 18


(37)

Tabel 3. Defenisi operasional perilaku membersihkan gigi

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur Usia anak

mulai dibersihkan giginya

Usia anak ketika giginya mulai dibersihkan

- Tidak pernah (1) - 2-3 tahun (2)

- Sejak gigi pertama tumbuh sampai usia 1 tahun (3)

Ordinal

Pengawasan/ bantuan orang tua

Pengawasan/ bantuan orang tua ketika anaknya sikat gigi

-Tidak pernah (1) - Kadang-kadang (2) - Selalu (3)

Waktu sikat gigi

Waktu anak ketika menyikat gigi

- Tidak setiap hari/ tidak pernah (1) - bukan waktu yang tepat tapi setiap hari

(2)

- Setelah makan pagi dan sebelum tidur malam (3)

Ordinal

Penggunaan pasta gigi berfluor

Menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor

- Tidak pernah (1) - Kadang-kadang (2) - Selalu (3)

Ordinal

Nilai Total Maksimum 12

Kriteria perilaku membersihkan gigi: A. Baik : nilai 10-12

B. Sedang : nilai 7-9 C. Jelek : nilai 0-6


(38)

Pada anak juga akan dilakukan pemeriksaan untuk melihat tingkat kebersihan rongga mulut yang diukur dengan menggunakan indeks plak Green and Vermillion. Pengukuran dilakukan pada permukaan enam gigi yaitu 55, 51, 65, 75, 71, dan 85. Permukaan gigi yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi 55, permukaan labial gigi 51, permukaan bukal gigi 65, permukaan lingual gigi 75, permukaan labial gigi 71, dan permukaan lingual gigi 85. Pada penelitian ini pemilihan gigi indeks dimodifikasi, yaitu jika gigi indeks belum erupsi maka pengukuran dapat dilakukan pada semua gigi (pada anak yang berusia satu tahun dimana gigi yang tumbuh masih gigi anterior), atau jika gigi tersebut hilang, maka pengukuran dapat dilakukan pada gigi sebelahnya. Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.

Plak diberi skor sebagai berikut : - Skor 0 : tidak ada plak pada gigi - Skor 1 : plak menutupi 1/3 permukaan

- Skor 2 : plak menutupi lebih dari 1/3 namun kurang dari 2/3 permukaan gigi - Skor 3 : Plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Hasil pengukuran dinyatakan dengan skor yaitu jumlah skor dibagi jumlah gigi yang diperiksa. Kriteria kebersihan rongga mulut adalah:

- Indeks plak 0,1- <1 : kebersihan mulut baik - Indeks plak 1 – <2 : kebersihan mulut sedang - Indeks plak 2-3 : kebersihan mulut buruk

3.6 Cara Pengambilan Data

Meminta izin kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk pengambilan data di Puskesmas Petisah. Pengambilan data dilakukan pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah. Pengambilan data dilakukan di posyandu dan PAUD Kecamatan Medan Petisah, dengan terlebih dahulu memberikan informed consent

kepada Ibu, kemudian dilakukan pemeriksaan klinis dengan menggunakan sonde, kaca mulut, dan senter sebagai penerangan. Cara pemeriksaan yaitu memeriksa keadaan rongga mulut anak yang menjadi sampel apakah terdapat karies dan


(39)

kebersihan rongga mulut anak dengan pemeriksaan plak. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap ibu dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data mengenai kesehatan anak, pendidikan ibu, perekonomian keluarga, perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi.

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer.

- Editing (Pengeditan Data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi.

- Coding (Pengkodean Data). Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner.

- Entry Data (Pemasukan Data). Data yang selesai di coding selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi untuk dianalisis.

- Cleaning Data (Pembersihan Data). Tahap ini data yang ada ditandai diperiksa kembali untuk mengkoreksi kemungkinan suatu kesalahan yang ada.

3.7.2 Analisis Data

Analisa data dengan menggunakan uji Chi Square, Kruskal Wallis dan Mann Whitney karena data tidak terdistribusi normal dengan nilai kemaknaan p<0,05.

- Uji Chi Square digunakan untuk analisis hubungan jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, jumlah bersaudara, sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, indeks kebersihan rongga mulut, dan perincian item perilaku diet serta perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC.

- Uji Mann Whitney digunakan untuk analisis hubungan faktor risiko dengan pengalaman ECC yang memiliki dua variabel numerik yaitu perekonomian keluarga. - Uji Kruskal Wallis untuk data lebih dari dua variabel numerik yaitu pendidikan ibu, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan indeks kebersihan rongga mulut.


(40)

Sebelum dilakukan penelitian, akan dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan skor Cohen Kappa minimal 0,08.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitan ini dilakukan di lingkungan Puskesmas Petisah yaitu di posyandu, PAUD Cemerlang, PAUD Fajar dan PAUD Melati pada anak usia 12-36 bulan beserta ibunya masing-masing. Pengambilan data dilakukan selama 4 minggu: 7 – 31 Mei 2012.

4.1 Deskripsi Responden

Berdasarkan dari 160 pasang responden yang terdiri dari ibu dan anak, anak yang berusia 12-24 bulan sebesar 29,4% dan anak yang berusia 25-36 bulan sebesar 70,6%. Berdasarkan jenis kelamin, anak yang berjenis kelamin laki-laki 50,6% dan perempuan 49,4%. Berdasarkan urutan kelahiran, anak pertama 41,9%, anak kedua 32,5%, anak ketiga 18,1% dan anak keempat dan seterusnya 7,5%. Anak dengan jumlah bersaudara tidak lebih dari dua 66,3%, sedangkan anak yang bersaudara lebih dari dua orang 33,7% (Tabel 4).

Tabel 4. Karakteristik responden anak

Karakteristik Jumlah %

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

81 79

50,6 49,4


(41)

Usia 12-24 bulan 25-36 bulan 47 113 29,4 70,6 Urutan kelahiran Pertama Kedua Ketiga

Keempat dan seterusnya

67 52 29 12 41,9 32,5 18,1 7,5 Jumlah bersaudara 1-2 orang >2 orang 106 54 66,3 33,7

Data yang diperoleh menunjukkan pendidikan ibu terbanyak adalah pendidikan ibu sedang yaitu 56,2%, pendidikan ibu tinggi 41,9% dan pendidikan ibu rendah 1,9%. Responden dengan perekonomian keluarga rendah sebanyak 55% dan perekonomian keluarga tidak rendah 45% (Tabel 5).

Tabel 5. Karakteristik responden orang tua

Karakteristik Jumlah %

Pendidikan ibu Rendah Sedang Tinggi 3 90 67 1,9 56,2 41,9 Perekonomian keluarga Rendah Tidak rendah 88 72 55 45

Menurut kriteria AAPD (decayed adalah lesi kavitas dan non kavitas) anak yang menderita ECC sebesar 78,1%, sementara menurut WHO (decayed merupakan lesi kavitas) yang menderita ECC sebesar 59,4% dan prevalensi S-ECC sebesar 40,0% (Tabel 6).

Tabel 6. Prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah

Ya Tidak

N % n %

ECC menurut AAPD ECC menurut WHO

S-ECC 125 95 64 78,1 59,4 40,0 35 65 96 21,9 40,6 60,0


(42)

Rerata pengalaman ECC menurut AAPD sebesar 4,66 dengan SD 4,125. Sementara menurut WHO rerata pengalaman ECC sebesar 3,36 dengan SD 3,985.

4.2 Hubungan Jenis Kelamin, Usia Anak, Urutan Kelahiran dan Jumlah Bersaudara dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Anak laki-laki yang menderita ECC 81,5% dan yang menderita S-ECC 44,4%. Anak perempuan yang menderita ECC 74,7% dan yang menderita S-ECC 35,4%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC (p=2,98) maupun S-ECC (p=0,245) (Tabel 7).

Tabel 7. Hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak yang berusia 12-24 bulan yang menderita ECC 51,1% dan S-ECC 17,0%, sedangkan untuk usia 25-36 bulan yang menderita ECC 89,4% dan S-ECC 49,6%. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara usia dengan prevalensi ECC (p=0,001) maupun S-ECC (p=0,001) (Tabel 8).

Tabel 8. Hubungan usia anak dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak pertama yang menderita ECC 83,6% dan S-ECC 49,3%, anak kedua yang menderita ECC 69,2% dan S-ECC 26,9%, anak ketiga yang menderita ECC 79,3% dan S-ECC 41,4% dan anak keempat dan seterusnya yang menderita ECC

Jenis kelamin N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Laki-laki Perempuan 81 79 66 (81,5) 59 (74,7) 15 (18,5) 20 (25,3)

0,298 36 (44,4) 28 (35,4)

45 (55,6) 51 (64,6)

0,245

Usia anak N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) 12-24 bulan 25-36 bulan 47 113 24 (51,1) 101 (89,4) 23 (48,9) 12 (10,6)

0,001 8 (17,0) 56 (49,6)

39 (83,0) 57 (50,4)


(43)

83,3% dan S-ECC 41,7%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan prevalensi ECC (p= 0,713) dan S-ECC (p=0,269) (Tabel 9).

Tabel 9. Hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak dengan jumlah bersaudara tidak lebih dari dua yang menderita ECC 76,4% dan S-ECC 38,7%, sedangkan anak yang bersaudara lebih dari dua orang yang menderita ECC 81,5% dan S-ECC 42,6%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC (p=0,464) maupun S-ECC (p=0,633) (Tabel 10).

Tabel 10. Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC

4.3 Hubungan Pendidikan Ibu, Perekonomian Keluarga, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Urutan kelahiran N

ECC p S-ECC p Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Pertama Kedua Ketiga

Keempat dan seterusnya 67 52 29 12 56 (83,6) 36 (69,2) 23 (79,3) 10 (83,3) 11 (16,4) 16 (30,8) 6 (20,7) 2 (16,7)

0,713 33 (49,3) 14 (26,9) 12 (41,4) 5 (41,7) 34 (50,7) 38 (73,1) 17 (58,6) 7 (58,3) 0,269

Jumlah bersaudara N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) 1-2 orang >2 orang 106 54 81 (76,4) 44 (81,5) 25 (23,6) 10 (18,5)

0,464 41 (38,7) 23 (42,6)

65 (61,3) 31 (57,4)


(44)

Anak dengan ibu pendidikan rendah yang menderita ECC 100% dan S-ECC 33,3%, anak dengan ibu pendidikan sedang yang menderita ECC 81,1% dan S-ECC 42,2%, serta anak dengan ibu pendidikan tinggi yang menderita ECC 73,1% dan S-ECC 37,3%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan prevalensi ECC (p=0,808) dan S-ECC (p=1,000) (Tabel 11).

Tabel 11. Hubungan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah yang menderita ECC 83,0% dan S-ECC 43,2% dan anak dengan perekonomian keluarga tidak rendah yang menderita ECC 72,2% dan S-ECC 36,1%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengan prevalensi ECC (p=0,102) maupun S-ECC (p=0,364) (Tabel 12).

Tabel 12. Hubungan perekonomian keluarga dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak berperilaku diet sedang yang menderita ECC 78,2% dan S-ECC 43,7%, serta anak berperilaku baik yang menderita ECC 78,0% dan S-ECC 29,3%. Secara

Pendidikan ibu N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Rendah Sedang Tinggi 3 90 67 3 (100) 73 (81,1) 49 (73,1) 0 (0) 17 (18,9) 18 (26,9)

0,808 1 (33,3) 38 (42,2) 25 (37,3) 2 (66,7) 52 (57,8) 42 (62,7) 1,000 Perekonomian

keluarga N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Rendah Tidak rendah 88 72 73 (83,0) 52 (72,2) 15 (17,0) 20 (27,8)

0,102 38 (43,2) 26 (36,1)

50 (56,8) 46 (63,9)


(45)

statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet secara umum dengan prevalensi ECC (p=0,989) maupun S-ECC (p=0,104) (Tabel 13).

Tabel 13. Hubungan kategori perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak yang berperilaku buruk dalam membersihkan gigi menderita ECC 62,5% dan S-ECC 12,5%, anak berperilaku sedang yang menderita ECC 73,5% dan S-ECC 38,2%, serta anak berperilaku baik yang menderita ECC 83,3% dan S-ECC 44,0%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC (p=0,486) maupun S-ECC (p=0,924) (Tabel 14).

Tabel 14. Hubungan kategori perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk yang menderita ECC 94,2% dan S-ECC 69,2%, anak dengan indeks kebersihan rongga mulut sedang yang menderita ECC 78,2% dan S-ECC 31,0%, serta anak dengan indeks kebersihan rongga mulut baik yang menderita ECC 38,1% dan S-ECC 4,8%. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC (p=0,011) maupun S-ECC (p= 0,001) (Tabel 15).

Kategori perilaku

diet N

ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Buruk Sedang Baik 0 119 41 0 (0) 93 (78,2) 32 (78,0) 0 (0) 26 (21,8) 9 (22,0)

0,989 0 (0) 52 (43,7) 12 (29,3) 0 (0) 67 (56,3) 29 (70,7) 0,104 Kategori perilaku membersihkan gigi N ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Buruk Sedang Baik 8 68 84 5 (62,5) 50 (73,5) 70 (83,3) 3 (37,5) 18 (26,5) 14 (16,7)

0,486 1 (12,5) 26 (38,2) 37 (44,0) 7 (87,5) 42 (61,8) 47 (56,0) 0,924


(46)

Tabel 15. Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC

4.4 Hubungan Pendidikan Ibu, Perekonomian Keluarga, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Rerata Pengalaman ECC

Rerata pengalaman ECC lebih tinggi pada anak dengan ibu berpendidikan sedang yaitu 5,19 + 4,469, anak dengan ibu berpendidikan tinggi 3,99 + 3,609 dan anak dengan ibu berpendidikan rendah 3,67 + 2,517. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan rerata pengalaman ECC (p=0,209) (Tabel 16).

Tabel 16. Hubungan pendidikan ibu dengan rerata pengalaman ECC

Pendidikan ibu N ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman ECC P

Mean SD

Rendah Sedang Tinggi 3 90 67 3,66 5,04 3,76 - 0,26 0,22 - - - 3,67 5,19 3,99 2,517 4,469 3,603 0,209

Rerata pengalaman ECC lebih tinggi pada anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah yaitu 5,03 + 4,287 dan anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak rendah 4,19 + 3,899. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengan rerata pengalaman ECC (p=0,163) (Tabel 17).

Indeks kebersihan rongga mulut N ECC p S-ECC P Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Buruk Sedang Baik 52 87 21 49 (94,2) 68 (78,2) 8 (38,1) 3 (5,8) 19 (21,8) 13 (61,9)

0,011 36 (69,2) 27 (31,0) 1 (4,8) 16 (30,8) 60 (69,0) 20 (95,2) 0,001


(47)

Tabel 17. Hubungan perekonomian keluarga dengan rerata pengalaman ECC Perekonomian

keluarga

N ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman ECC P

Mean SD

Rendah Tidak rendah 88 72 4,89 3,99 0,26 0,21 - - 5,03 4,19 4,287 3,899 0,163

Anak beperilaku diet sedang memiliki rerata pengalaman ECC 4,73 + 4,176 sedangkan anak yang perilaku diet baik memiliki rerata pengalaman ECC 4,44 + 4,019. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan rerata pengalaman ECC (p=0,672) (Tabel 18).

Tabel 18. Hubungan perilaku diet dengan rerata pengalaman ECC Kategori

perilaku diet

N ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman ECC p

Mean SD

Buruk Sedang Baik 0 119 41 - 4,43 4,63 - 0,30 0,05 - - - - 4,73 4,44 - 4,176 4,019 0,672

Rerata pengalaman ECC lebih tinggi pada anak yang berperilaku baik dalam membersihkan gigi yaitu 5,05 ± 4,185, anak yang berperilaku sedang memiliki rerata pengalaman ECC 4,37 + 4,153, sedangkan anak yang berperilaku buruk memiliki rerata pengalaman ECC 3,00 + 2,828. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku membersihkan gigi dengan rerata pengalaman ECC (p=0,324) (Tabel 19).

Tabel 19. Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan rerata pengalaman ECC Kategori perilaku

membersihkan gigi

N ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman ECC P

Mean SD

Buruk Sedang Baik 8 68 84 3,01 4,33 4,75 - 0,19 0,30 - - - 3,00 4,37 5,05 2,828 4,153 4,185 0,324


(48)

Rerata pengalaman ECC lebih tinggi pada anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk yaitu 6,81 ± 4,107, anak dengan indeks kebersihan rongga mulut sedang memiliki rerata pengalaman ECC 4,08 ± 3,670 dan anak dengan indeks kebersihan rongga mulut baik memiliki rerata pengalaman ECC 1,71 ± 3,437. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan rerata pengalaman ECC (p=0,001) (Tabel 20).

Tabel 20. Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan rerata pengalaman ECC Indeks kebersihan

rongga mulut

N ∑ d ∑ e ∑f Pengalaman ECC P

Mean SD

Buruk Sedang

Baik

52 87 21

6,6 3,95 1,42

0,40 0,13 0,29

- - -

6,81 4,08 1,71

4,107 3,670 3,437

0,001

Untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan dilakukan analisis Mann Whitney (alternatif uji post hoc). Kelompok antara anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk dan sedang diperoleh nilai p= 0,001, kelompok antara anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk dan baik diperoleh nilai p= 0,001, kelompok antara anak dengan indeks kebersihan rongga mulut sedang dan baik diperoleh nilai p= 0,001. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara indeks kebersihan rongga mulut buruk, sedang dan baik dengan pengalaman ECC.

4.5 Hubungan Item Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan perincian item perilaku diet frekuensi dan durasi minum susu yaitu jenis susu, lama mengonsumsi susu, frekuensi mengonsumsi susu sehari, dan durasi rata-rata menghabiskan susu botol sekali minum, secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan prevalensi ECC. Begitu juga terhadap prevalensi S-ECC secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna (Tabel 21).


(49)

Tabel 21. Hubungan frekuensi dan durasi minum susu dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Kategori N

ECC p S-ECC p Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Jenis susu

Susu botol dan ASI < 6 bulan atau susu botol saja

Susu botol + ASI ≥ 6 bulan ASI saja 57 63 40 41 (71,9) 53 (84,1) 31 (77,5) 16 (28,1) 10 (15,9) 9 (22,5)

0,270 18 (31,6)

32 (50,8) 14 (35,0) 39 (68,4) 31 (49,2) 26 (65,0) 0,076 Lama mengonsumsi susu

≥ 3 tahun

1 – 2 tahun < 1 tahun

2 156 2 2 (100) 121 (77,6) 2 (100) 0 (0) 35 (22,4) 0 (0)

1,000 1 (50,0) 63 (40,4) 0 (0) 1 (50,0) 93 (59,6) 2 (100) 1,000 Frekuensi mengonsumsi susu sehari

≥ 7 kali

3 – 6 kali 0-2 kali 14 110 36 10 (71,4) 85 (77,3) 30 (83,3) 4 (28,6) 25 (22,7) 6 (16,7)

1,000 4 (28,6) 44 (40,0) 16 (44,4) 10 (71,4) 66 (60,0) 20 (55,6) 0,589 Durasi rata-rata menghabiskan susu botol sekali minum

> 20 menit 10–20 menit <10 menit 3 7 150 3 (100) 7 (100) 115 (76,7) 0 (0) 0 (0) 35 (23,3)

0,995 0 (0) 3 (42,9) 61 (40,7) 3 (100) 4 (57,1) 89 (59,3) 1,000


(50)

Berdasarkan perincian item perilaku diet cara mengonsumsi susu, yang memiliki hubungan bermakna yaitu mengonsumsi susu sebagai pengantar tidur terhadap terjadinya S-ECC (p=0,038) (Tabel 22). Prevalensi S-ECC pada anak yang selalu menggunakan susu sebagai pengantar tidur adalah 36,4%, anak yang kadang-kadang menggunakan susu sebagai pengantar tidur 42,9% dan anak yang tidak pernah menggunakan susu sebagai pengantar tidur 71,4%.

Tabel 22. Hubungan cara mengonsumsi susu dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Kategori N ECC p S-ECC p

Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Penggunaan susu

sebagai pengantar tidur Selalu Kadang-kadang Tidak pernah 132 14 14 99 (75,0) 13 (92,9) 13 (92,9) 33 (25,0) 1 (7,1) 1 (7,1)

0,562 48 (36,4) 6 (42,9) 10 (71,4) 84 (63,6) 8 (57,1) 4 (28,6) 0,038

Melepaskan botol susu dari mulut anak setelah tertidur Tidak pernah Kadang-kadang Selalu 13 78 69 13 (100) 61 (78,2) 51 (73,9) 0 (0) 17 (21,8) 18 (26,1)

0,917 7 (53,8) 30 (38,5) 27 (39,1) 6 (46,2) 48 (61,5) 42 (60,9) 0,566

Mengonsumi susu pada malam hari Selalu Kadang-kadang Tidak pernah 74 32 54 54 (73,0) 26 (81,2) 45 (83,3) 20 (27,0) 6 (18,8) 9 (16,7)

0,335 26 (35,1) 15 (46,9) 23 (42,6) 48 (64,9) 17 (53,1) 31 (57,4) 0,470 Penambahan bahan pemanis Salalu Kadang-kadang Tidak pernah 8 4 148 8 (100) 3 (75,0) 114 (77,0) 0 (0) 1 (25,0) 34 (23,0)

1,000 5 (62,5) 2 (50,0) 57 (38,5) 3 (37,5) 2 (50,0) 91 (61,5) 1,000


(51)

Berdasarkan perincian item perilaku diet konsumsi kariogenik lain yang memiliki hubungan bermakna yaitu frekuensi mengonsumsi makanan manis terhadap terjadinya ECC (p=0,001) dan S-ECC (p=0,047) (Tabel 23). Anak yang mengonsumsi makanan manis lebih dari 6-7 kali menderita ECC 96,3% dan S-ECC 59,3%, anak yang mengonsumsi makanan manis 4-5 kali menderita ECC 82,7% dan S-ECC 40,0% dan anak yang mengonsumsi makanan manis 1-3 kali (tidak setiap hari/tidak pernah) menderita ECC 63,8% dan S-ECC 31,0%.

Tabel 23. Hubungan konsumsi kariogenik lain dengan prevalensi ECC dan S-ECC Membersihkan gigi

anak setelah minum susu Tidak pernah Kadang-kadang Selalu 36 45 79 29 (80,6) 37 (82,2) 59 (74,7) 7 (19,4) 8 (17,8) 20 (25,3)

0,573 16 (44,4) 19 (42,2) 29 (36,7) 20 (55,6) 26 (57,8) 50 (63,3) 0,689

Kategori N ECC p S-ECC p

Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Frekuensi mengonsumsi minuman manis

≥ 4 kali

1-3 kali Kadang-kadang (tidak setiap hari)/tidak pernah 3 92 65 2 (66,7) 78 (84,8) 45 (69,2) 1 (33,3) 14 (15,2) 20 (30,8)

0,173 0 (0) 45 (48,9) 19 (29,2) 3 (100) 47 (51,1) 46 (70,8) 0,156 Frekuensi mengonsumsi makanan manis

≥ 6-7 kali 4-5 kali 1-3 kali/kadang-kadang(tidak setiap hari/tidak pernah )

27 75 58 26 (96,3) 62 (82,7) 37 (63,8) 1 (3,7) 13 (17,3) 21 (36,2)

0,001 16 (59,3) 30 (40,0) 18 (31,0) 11 (40,7) 45 (60,0) 40 (69,0) 0,047


(52)

4.6 Hubungan item perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan perincian item perilaku membersihkan gigi yang memiliki hubungan bermakna yaitu usia anak mulai membersihkan gigi dan penggunaan pasta gigi terhadap terjadinya ECC (p=0,008; p=0,001) (Tabel 24). Prevalensi ECC pada anak yang tidak pernah membersihkan gigi 60,0%, anak yang mulai membersihkan gigi pada usia 2-3 tahun 87,0% dan anak yang mulai membersihkan gigi sejak gigi pertama tumbuh samapai usia satu tahun 59,6%. Prevalensi ECC pada anak yang tidak pernah menggunakan pasta gigi 37,0%, anak yang kadang-kadang menggunakan pasta gigi 100% dan anak yang selalu menggunakan pasta gigi 86,0%.

Tabel 24. Hubungan item perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Kategori N ECC p S-ECC p

Ya n (%) Tidak n (%) Ya n (%) Tidak n (%) Usia anak mulai

dibersihkan giginya Tidak pernah 2-3 tahun

Sejak gigi pertama tumbuh sampai usia satu tahun 5 108 47 3 (60,0) 94 (87,0) 28 (59,6) 2 (40,0) 14 (13,0) 19 (40,4)

0,008 0 (0) 52 (48,1) 12 (25,5) 5 (100) 56 (51,9) 35 (74,5) 0,180 Pengawasan/bantuan orang tua ketika sikat gigi Tidak pernah Kadang-kadang Selalu 24 37 99 19 (79,2) 34 (91,9) 72 (72,7) 5 (20,8) 3 (8,1) 27 (27,3)

0,055 7 (29,2) 18 (48,6) 39 (39,4) 17 (70,8) 19 (51,4) 60 (60,6) 0,310 Mengonsumsi makanan

padat dengan cara mengemut Ya Tidak 19 141 13 (68,4) 112 (79,4) 6 (31,6) 29 (20,6)

1,000 6 (31,6) 58 (41,1)

13 (68,4) 83 (58,9)


(53)

Waktu menyikat gigi Tidak setiap hari/tidak pernah Bukan waktu yang tepat tapi setiap hari

Setelah makan pagi dan sebelum tidur

26 112 22 21 (80,8) 85 (75,9) 19 (86,4) 5 (19,2) 27 (24,1) 3 (13,6)

1,000 9 (34,6)

46 (41,1) 9 (40,9) 17 (65,4) 66 (58,9) 13 (59,1) 0,829

Penggunaan pasta gigi Tidak pernah Kadang-kadang Selalu 27 4 129 10 (37,0) 4 (100) 111 (86,0) 17 (63,0) 0 (0) 18 (14,0)

0,001 3 (11,1) 2 (50,0) 59 (45,7) 24 (88,9) 2 (50,0) 70 (54,3) 0,084 BAB 5 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi ECC menurut AAPD (decayed adalah lesi kavitas dan non kavitas) pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah sebesar 78,1%, sedangkan menurut WHO (decayed

merupakan lesi kavitas) sebesar 59,4%. Data penelitian ini tidak jauh berbeda dengan data yang diperoleh di Bandung oleh Eka Chemiawan pada anak usia 15-60 bulan, yang memperoleh prevalensi ECC sebesar 56,78% dan di DKI Jakarta pada anak usia 12-38 bulan sebesar 52,7%.3 Tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi ECC di Srilanka pada anak usia 12-24 tahun yaitu sebesar 32,19% dan lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi ECC di Thailand pada anak usia 15-19 bulan, yaitu sebesar 82,8%.7

Prevalensi S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah sebesar 40%. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi S-ECC di Srilanka


(54)

pada anak usia 12-24 bulan yaitu sebesar 32,19%7, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi S-ECC yang diperoleh di Lithuania yaitu sebesar 50,6%.5

Diperoleh nilai rerata pengalaman karies, menurut AAPD sebesar 4,66 dengan SD 4,125, sementara menurut WHO sebesar 3,36 dengan SD 3,985. Data tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan data yang diperoleh di DKI Jakarta dengan keparahan karies pada anak usia 12-38 bulan yang memiliki rerata sebesar 2,85 dan di Lhituania nilai rerata pengalaman karies sebesar 2,1 dengan SD 0,1.5

Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara usia anak dengan terjadinya ECC dan S-ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta yang menemukan bahwa usia memiliki hubungan dengan tingkat keparahan karies pada anak, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumarihamy et al. pada anak usia 12-24 bulan yang menemukan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak usia 18-24 bulan dibandingkan dengan anak-anak yang berusia 12-18 bulan. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan diet pada usia pertumbuhan dan semakin lamanya gigi terpapar makanan yang bersifat kariogenik. Frekuensi mengonsumsi makanan manis yang tinggi, meningkatnya konsumsi susu dengan tambahan pemanis dan minuman-minuman lainnya yang bersifat kariogenik merupakan perilaku diet buruk yang berkontribusi terhadap meningkatnya risiko karies. Seiring dengan pertumbuhan anak, risiko karies juga semakin meningkat.3,7 Hasil uji statistik menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan terjadinya ECC maupun S-ECC. Hal tersebut mungkin dikarenakan tidak adanya perbedaan kebiasaan diet, perilaku membersihkan gigi dan perlakuan orang tua terhadap kesehatan gigi pada anak perempuan dan laki-laki, dimana faktor kebiasaan diet dan kebersihan rongga mulut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya karies pada anak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallet et al. bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan prevalensi ECC.26 Tetapi tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustehsen yang menemukan bahwa pengalaman karies pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, dengan alasan erupsi gigi pada anak perempuan lebih dulu dibandingkan dengan anak laki-laki.27


(55)

Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan ECC dan S-ECC. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hallet et al. yang menyatakan bahwa ada hubungan antara urutan kelahiran dengan prevalensi dan keparahan ECC pada anak.26

Anak dengan jumlah bersaudara tidak lebih dari dua menderita ECC sebanyak 76,4% dan S-ECC sebanyak 38,7%, sedangkan anak yang bersaudara lebih dari dua orang menderita ECC sebanyak 81,5% dan S-ECC sebanyak 42,6%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan ECC maupun S-ECC. Walaupun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna, namun secara substansi terlihat bahwa prevalensi ECC dan S-ECC lebih tinggi pada anak yang bersaudara lebih dari dua dibandingkan dengan anak yang bersaudara tidak lebih dari dua. Besar keluarga sangat berpengaruh terhadap karies. Jumlah anak biasanya dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi, dan juga sebagai kontributor terhadap perilaku kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang besar menyebabkan orang tua mengalami kesulitan untuk memberikan perhatian terhadap kesehatan anak sesuai dengan yang dibutuhkan masing-masing anak, termasuk pola makan yang sehat dan tindakan kebersihan rongga mulut.28

Secara statistik tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan terjadinya ECC maupun S-ECC dan pengalaman karies pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu yang baik tidak selalu diikuti dengan perilaku yang baik terhadap kesehatan gigi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Leake el al. di Kanada bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keparahan karies pada anak.29 Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan keparahan ECC pada anak.3 Perbedaan tersebut mungkin dikarenakan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap ECC dan S-ECC, seperti kebiasaan mengosumsi susu sebagai pengantar tidur dan konsumsi makanan manis.


(56)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengam terjadinya ECC maupun S-ECC dan pengalaman ECC anak. Walaupun hubungan tidak bermakna, namun terlihat anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah memiliki rerata pengalaman ECC yang lebih tinggi yaitu 5,03 + 4,287 dibandingkan dengan anak yang berasal dari ekonomi tidak rendah yaitu 4,19 + 3,899. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengan tingkat keparahan ECC pada anak dan begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumarihamy et al. yang menemukan bahwa tidak ada hubungan penghasilan keluarga perbulan dengan tingkat keparahan karies pada anak.3,7 Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallet, pengahasilan tahunan keluarga berpengaruh terhadap prevalensi dan keparahan ECC pada anak.26

Secara umum diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara perilaku diet dengan terjadinya ECC,S-ECC dan pengalaman ECC anak. Hal tersebut mungkin dikarenakan tidak ada responden yang berperilaku diet buruk, sehingga hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sowole yang menyatakan bahwa pola diet tidak berhubungan dengan prevalensi karies.30 Dilihat lebih rinci dari item perilaku diet ditemukan bahwa ada hubungan antara mengonsumsi susu sebagai pengantar tidur terhadap terjadinya ECC dan frekuensi mengonsumsi makanan manis terhadap terjadinya ECC dan S-ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Lithuania bahwa pemberian susu di malam hari sebagai pengantar tidur dan tingginya asupan gula yang diberikan kepada anak merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya S-ECC. Kebiasaan mengonsumsi makanan manis merupakan faktor diet utama yang berpengaruh terhadap prevalensi dan perkembangan ECC. Tingginya konsumsi gula meningkatkan produksi asam oleh bakteri, dimana asam dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi struktur gigi.3,5

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tidak ada hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan terjadinya ECC, S-ECC maupun terhadap pengalaman


(57)

ECC anak. Namun dilihat secara rinci dari item perilaku membersihkan gigi, usia anak mulai membersihkan gigi dan penggunaan pasta gigi memiliki hubungan terhadap terjadinya ECC. Hasil penelitian di Lhituania juga menunjukkan bahwa usia anak mulai membersihkan gigi berpengaruh terhadap prevalensi karies, data yang diperoleh menunjukkan 62,5% ibu memiliki anak bebas karies yang mulai membersihkan gigi anaknya sejak gigi pertama erupsi.5 Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tata cara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi. Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun dengan bertambahnya usia diharapkan metode Bass dapat dilakukan.11 Membiasakan sikat gigi terutama sebelum tidur dengan pasta gigi berfluoride merupakan langkah penting dalam pencegahan ECC. Kandungan fluor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan ECC.31 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Warren et al. juga menyatakan adanya hubungan antara menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dengan terjadinya karies.32 Untuk mencegah terjadinya fluorosis akibat tertelannya pasta gigi, penyikatan gigi anak harus diawasi dengan hanya menggunakan olesan pasta gigi pada anak usia dibawah 2 tahun, dan seukuran kacang polong untuk anak usia 2-5 tahun.20 Pada penelitian ini kelompok anak yang selalu menyikat gigi dengan pasta gigi memiliki prevalensi ECC cukup tinggi yaitu sebesar 86,0%, hal tersebut mungkin dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ECC seperti teknik menyikat gigi yang salah dan tingginya konsumsi makanan manis. Selain faktor tersebut, dapat juga dikarenakan distribusi usia responden yang tidak merata dimana jumlah anak yang berusia 25-36 jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak yang berusia 12-24 bulan.

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Warren et al

yang menyatakan ada hubungan antara plak yang terlihat pada gigi insisivus dan molar dengan terjadinya karies pada anak.32 Suatu penelitian yang dilakukan terhadap 39 anak usia 12-36 bulan menunjukkan adanya hubungan antara Streptococcus


(58)

mutans dan plak, terlihatnya plak pada gigi anterior anak berhubungan dengan kolonisasi Streptococcus mutans.20 Perilaku berisiko seperti memberikan seorang anak cairan yang manis ketika haus pada usia 1 tahun, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk bebas dari karies sampai usia 3 tahun jika kebersihan mulut dijaga dengan baik dan tidak terlihat adanya plak sampai usia 2 tahun.24 Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustahsen yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan rongga mulut dengan prevalensi karies.27

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi ECC yang cukup tinggi yaitu 78,1%, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap perkembangan ECC. Pencegahan ECC dapat dilakukan dengan cara melaksanakan tindakan kebersihan mulut sejak erupsinya gigi desidui pertama. Peran serta orang tua sangat diperlukan didalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Maka untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut anak perlu dilakukan konseling. Pemberian informasi ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak. Pendidikan kesehatan gigi meliputi tentang kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan berkala ke doktergigi. Pendidikan kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakitmaupun di praktek dokter gigi.


(1)

Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan terjadinya ECC, S-ECC dan pengalaman ECC. Usia juga berpengaruh terhadap perkembangan karies anak, seiring dengan bertambahnya usia anak, risiko karies juga semakin meningkat.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko ECC untuk mengetahui faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap perkembangan ECC. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah responden diperbesar agar terdistribusi normal untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan ECC untuk meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang lebih terarah dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanti E. Penatalaksanaan perawatan nursing mouth caries. <http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/PENAT ALAKSANAAN%20NURSING%20MOUTH%20CARIES.pdf> (Oktober 2011).

2. Dewi A M, Wibowo T B, Irmawati. Kadar sIgA saliva pada anak dengan severe-early childhood caries (S-ECC) dan anak bebas karies. J Ped Dent 2011; 3(1): 6-11.

3. Sugito F S, Djoharnas H, Darwita R R. Relationship between breastfeeding and early childhood caries (ECC) severity of children under three years old in DKI Jakarta. Makara, Kesehatan 2008; 12(2): 87-92.


(2)

Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan terjadinya ECC, S-ECC dan pengalaman ECC. Usia juga berpengaruh terhadap perkembangan karies anak, seiring dengan bertambahnya usia anak, risiko karies juga semakin meningkat.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko ECC untuk mengetahui faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap perkembangan ECC. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah responden diperbesar agar terdistribusi normal untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan ECC untuk meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang lebih terarah dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanti E. Penatalaksanaan perawatan nursing mouth caries. <http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/PENAT ALAKSANAAN%20NURSING%20MOUTH%20CARIES.pdf> (Oktober 2011).

2. Dewi A M, Wibowo T B, Irmawati. Kadar sIgA saliva pada anak dengan severe-early childhood caries (S-ECC) dan anak bebas karies. J Ped Dent 2011; 3(1): 6-11.

3. Sugito F S, Djoharnas H, Darwita R R. Relationship between breastfeeding and early childhood caries (ECC) severity of children under three years old in DKI Jakarta. Makara, Kesehatan 2008; 12(2): 87-92.


(3)

4. Nunn ME, Braunstein NS,Krall Kaye EA, Dietrich T, Garcia RI, Henshaw MM. Healthy eating index is a predictor of early childhood caries. J Dent Res. 2009; 88(4): 361–366.

5. Slabšinskienė E, Milčiuvienė S, Narbutaitė J, Vasiliauskienė I,

Andruškevičienė V, Bendoraitienė E, et al. Severe early childhood caries and behavioral risk factors among 3-year-old children in Lithuania. Medicina (Kaunas) 2010; 46(2): 135-141.

6. Ribeiro NME, Ribeiro MAS. Breastfeeding and early childhood caries: a critical review. J de Pediatria 2004; 80(5): 199-210.

7. Kumarihamy S L, Subasinghe L D, Jayasekara P, Kularatna S M, Palipana P D. The prevalence of early childhood caries in 1-2 yrs olds in a semi-urban area of Sri Lanka. <http:// www.biomedcentral.com/content/pdf/1756-0500-4-336.pdf

8. Ruslawati Y. Diet yang dapat merusak gigi pada anak-anak. Cermin Dunia kedokteran.

> (Oktober 2011).

9. Berkowitz R J. Causes, Treatment and prevention of early childhood caries: A microbiologic perspective. J Can Dent Assoc 2003; 69(5): 304-7.

10.Cvetkovie A, Ivanovie M. The role of Streptococcus mutans group and salivary immunoglobulins in etiology of early childhood caries. J Serbian Dental 2006; 53: 113-123.

11.Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. J Dent 2005; 38(3): 130-134.

12.McDonald R E, Avery D R, Stookey G K. Dental caries in the child and adolescent. In : McDonald R E, Avery D R, Dean J A. Dentistry for the child and adolescent. 8rd ed. St. Louis : Mosby, 2004: 209-210.

13.Edelstein BL, Chinn CH, Laughlin RJ. Early childhood caries: defenition and epidemiology. In : Berg JH, Slayton RL. Early childhood oral health. 1st ed. St. Louis: Willey-Blackwell, 2009: 19-22.


(4)

14.Kawashita Y, Kitamura M, Saito T. Review article early childhood caries.

International Journal of Dentistry 2011.

<http://downloads.hindawi.com/journals/2011/725320.pdf> (Oktober 2011). 15.DenBesten P, Berkowitz R. Early childhood caries: an overview with

reference to our experience in california. <http://www.cdafoundation.org/libra ry/docs/jour0203/February E 2003 CDA 127CCF.pdf> ( Oktober 2011). 16.Al-aloy W. Early childhood caries (ECC). J Qassim Dent Students 2010; 1(1):

33-36.

17.Dental Health Services. Preventing early childhood caries. <http://www.dental.wa.gov.au/info/pamphlets/child0212years/Preventing%20 early%20childhood%

20caries.pdf> (Oktober 2011).

18.Laporan KKN: Upaya pemberantasan karies gigi sebagai bentuk dukungan terhadap program kesehatan masyarakat desa. 2004. <http://www.scribd.com/doc/67997100/Upaya-Pemberantasan-Karies-Gigi-Se bagai-Bentuk-Dukungan-Terhadap-Program-Kesehatan-Masyarakat-Desa> 19.Originating Group. Policy on early childhood caries (ECC): Classifications,

consequences, and preventive strategies. Oral Health Policies 2011; 33(6): 48. 20.Tinanoff N, Reisine S. Update on early childhood caries since the surgeon

general's report. Acad Pediatr 2009; 9(6): 396–403.

21.Slavlin H C. Streptococus mutans, early childhood caries, and opportunities. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1787-8.

22.Manning D T. Early childhood caries: A state of Florida White Paper. <http://sfdda.org/web/pdf/ga/ECC%20White%20Paper.pdf> (Oktober 2011). 23. Chemiawan E, Riyanti E, Tjahyaningrum S N. Prevalensi nursing

mouth caries pada anak usia 15-60 bulan berdasarkan frekuensi penyakit gigi di posyandu desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung 2004.<http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasidosen/PR EVALENSI%20NURSING%20MOUTH%20CARIES%20PADA%20ANAK %20USIA%2015,pdf> (Oktober 2011).


(5)

24.Harris R, Nicoll A D, Adair P M, Pine C M. Risk factors for dental caries in

young children: a systematic review of the literature. <http://www.who.int/oralhealth/media/en/orh cdh 0304 05 risk factors.pdf>

(Oktober 2011).

25.Riyanti E. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini. 2005. <http://resource.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasidosen/Pengenala %20dan%20Perawatan%20Kesehatan%20Gigi%20Anak%20Sejak%20Dini.p df> (Oktober 2011).

26.Hallet K B, O’Rourket P K. Social and behavioural determinants of early childhood caries. J Australian Dent 2003; 48(1): 27-33.

27. Mustahsen M, Mahmood N, Betul. The relationship caries with oral hygiene status and extra oral risk factor. J Ayub Med Coll Abbottabad 2008; 20(1): 103-8.

28. Livny A, Assali R, Sgan-Cohen H D. Early childhood caries among a Bedouin community residing in the eastern outskirts of Jerusalem. BMC Public Health 2007; 7:167.

29.Leake J, Jozzy S, Uswak G. Severe dental caries, impacts and determinants among children 2-6 years of age in Inuvik region, Northwest Territories, Canada. JCDA 2008;74(6): 519a-519g.

30.Sowole C A, Sote E O. Breast feeding, bottle feeding and caries experience in children aged 6 month to 5 years in Lagos State, Nigeria. J African of Oral Health 2006; 2(1&2): 43-56

31.Ramazani N, Poureslami H R, Ahmadi R, Ramazani M. Early Childhood Caries and the role of pediatriciansin its Prevention. J Iranian of Pediatric Society 2010; 2(2): 47-52.

32.Warren J J, Weber-Gasparoni K, Marshall T A, Drake D R, Dehkordi-Vakil F, Kolker J L et al. Factors associated with dental caries experience in 1-year-old children. J Public Health Dent. 2008; 68(2): 70–75.


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Petisah

0 41 84

Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 62 109

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 41 103

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Bara

0 35 103

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Selayang

0 42 120

Hubungan Antara Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Medan Barat

3 61 98

Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

1 15 98

Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Baru

0 0 11

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 0 14

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA, PERILAKU DIET, PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI DAN INDEKS KEBERSIHAN RONGGA MULUT DENGAN EARLY CHILDHOOD CARIES PADA ANAK USIA 37-71 BULAN DI KECAMATAN MEDAN BARAT

0 0 14