Meningkatkan Peran Etika Bisnis Islam Pe (1)

Meningkatkan Peran Etika Bisnis Islam
Perusahaan di Indonesia

Abstract
The problems of business ethics is one of the important studies in Islam.
Lack of understanding of the people in Indonesia interm of the ethics
according to the kaidah and ordinances of Islam either in a large scale
company scale, medium, and small scale is a thing that can not be
covered. Ethics, deceived in business and economic activities, thus is
business ethics in Islam based on the Al-Qur’an dan Hadist. 95% of
consumers participating in the program Caused Related Marketing
because knowing that corporate profits will be distributed in the form of
donations and good works. Ethics, deceived in business and economic
activities, thus is business ethics in Islam based on the Al-Qur’an dan
Hadist. 95% of consumers participating in the program Caused Related
Marketing because knowing that corporate profits will be distributed in
the form of donations and good works. CSR is very important on a
company scale up, scale, medium and small scale, every individual who
owns the company also made clear by the basic principles of CSR in
Islam. This article uses the dekskriptif analysis techniques. This article
discusses the increasing application of Islamic business ethics, and see to

what extent the application of Islamic business ethics in companies in
Indonesia and aims to analyze and provide understanding to muslim
entrepreneurs especially in Indonesia and the increasing application of
Islamic business ethics, which is part of national law in force in Indonesia.
I.

Pendahuluan
Dewasa ini bisnis modern cenderung untuk melakukan aktifitas sosial
yang terkesan telah merubah arah bisnis. Dunia bisnis yang selama ini
cenderung profitt oriented (hanya mencari untung) akan merubah citranya
menjadi organisasi yang memiliki tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat dan lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan
adalah dengan melakukan aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR)
atau yang sering dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Saat
ini, implementasi CSR tidak hanya sekedar upaya perusahaan untuk
membayar utang sosial yang dikibatkan oleh proses bisnisnya, melainkan
menjadi salah satu tanggung jawab sosial yang menjadi kewajiban bagi
perusahaan untuk melaksanakannya. Bahkan lebih dari itu, CSR

dimanfaatkan perusahaan untuk berlomba meningkatkan nilai dan citra

perusahaan dimata masyarakat, dan pasar berujung pada komersialitas
perusahaan. Seperti yang kita ketahui di Indonesia CSR menjadi
perbincangan karena banyak perusahaan yang berlomba mengekspose diri
dalam kegitan yang berorientasi sosial, mereka mencitrakan diri sebagai
perusahaan yang peduli terhadap lingkuangan dan sosial.
Pembahasan tentang Caused Related Marketing (CRM) dan
Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Davaon Winder yang berjudul
“CSR Threat or Opportunity” menunjukkan bahwa 46%

konsumen

berpendapat bahwa perusahaan yang menerapkan CSR berkinerja lebih
baik, dan 60% konsumen terkesan pada bisnis yang bertanggung jawab
pada lingkungan, masyarakat atau dalam ethical practices. Sedangkan
95% konsumen berpartisipasi dalam program Caused Related Marketing
karena mengetahui bahwa keuntungan perusahaan akan disalurkan dalam
bentuk donasi dan perbuatan baik. Kenyataanya CSR sangat penting pada
perusahaan skala atas, skala menengah, dan skala kecil, setiap individu
yang memiliki perusahaan juga diperjelaskan prinsip-prinsip dasar CSR
dalam Islam. Manfaat paling penting program CSR pada perusahaan, dapat

lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Program penting CSR bagi perusahaan.

Permasalahan etika bisnis merupakan salah satu kajian penting
dalam Islam. Maksud dari etika adalah a code or set of principles which
people live yang artinya kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur
hidup manusia. Etika merupakan bagian dari filsafat yang membahas
secara rasional dan kritis tentang nilai norma atau moralitas. Maka moral

berbeda dengan etika. Di indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak
terjadi. Para pengusaha dan ekonom kapitalisme menolak terhadap etika
bisnis dengan alasan adalah sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu
ekonomi harus bebas nilai (value free). Sistem ekonomi Islam berbeda dari
kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (welfare State).
Perbedaan Islam dari kapitalisme adalah Islam menentang eksploitasi oleh
pemilik modal terhadap buruh atau pekerja, dan melarang penumpukan
kekayaan. Dalam Islam memenuhi kebutuhan materiil dan spritual benarbenar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun hal
tersebut ada tetapi tidak akan bersifat otoriter.
Etika bisnis Islam menjunjung tinggi saling percaya, kejujuran, dan

keadilan antara pemilik perusahaan dan karyawan. Demikian berkembang
kekeluargaan (brotherhood). Indonesia semakin diharuskan penerapan
ajaran Islam dalam perilaku ekonomi manusia dan bisnis, alasan ini bukan
karena mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, melainkan karena
semakin jelas ajaran moral ini sangat sering tidak dipatuhi oleh pelaku
bisnis dan seluruh aspek yang dijalankannya. Dimana etika memiliki
peranan yang terpenting dalam mencapai tujuan usaha yang lebih besar.
Minimnya pemahaman masyarakat di Indonesia terhadap etika menurut
kaidah dan tata cara Islam baik itu dalam perusahaan skala besar, skala
menegah, dan skala kecil merupakan suatu hal yang tidak dapat ditutupi.
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi tidak mungkin bersifat
individualisme, karena semua kekayaan yang ada di bumi ialah milik Allah
semata, dan manusia merupakan kepercayaan Nya di bumi. Etika dijadikan
pedoman dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, dengan demikian etika
dalam bisnis merupakan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Misalkan adanya larangan riba, menjadikan pemilik modal selalu terlibat
langsung dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya,
serta terhadap buruh yang dipekerjannya. Perusahaan dalam sistem
ekonomi Islam merupakan perusahaan keluarga bukan perseroan terbatas
yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan


begitu saja kepada direktur atau manager yang digaji. Walaupun dalam
sistem Islam tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di
dunia kapitalis barat, melainkan juga tidak ada perusahaan yang tiba-tiba
bangkrut atau dibangkrutkan.
Hal ini jelas terlihat dari minimnya praktik penerapan etika bisnis
Islam. Bentuk faktanya dapat dilihat dari perilaku pengusaha itu sendiri
dalam kesehariannya dalam berusaha, ia menggunakan cara yang tidak
dibenarkan dalam aturan Islam mengenai kaidah berusaha atau berbisnis
yang menghalalkan semua cara. Ajaran Islam sudah jelas ada iman, dan
moral yang harus dipedomanin. Berdasarkan uraian diatas artikel ini
membahas meningkatkan penerapan etika bisnis Islam, dan melihat
sejauhmana penerapan etika bisnis Islam pada perusahaan di Indonesia.
Artikel ini bertujuan menganalisis dan memberikan pemahaman kepada
para pengusaha muslim khususnya di Indonesia dan masyarakat umum
untuk lebih meningkatkan penerapan etika bisnis Islam, yang merupakan
bagian hukum Nasional yang berlaku di Indonesia.
II.

Pembahasan


A.

Landasan Teori
Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki
arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Secara etimologi, etika
berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti sikap, cara berpikir,
kebiasaan, adat, akhlak, perasaan dan watak kesusilaan. Istilah etika
telah dipakai Aristoteles, filsuf Yunani, untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi etika berarti prinsip, norma dan standar perilaku yang
mengatur individu maupun kelompok yang membedakan apa yang
benar dan apa yang salah. Etika bisnis (business ethic) berusaha untuk
melarang perilaku bisnis, manajer perusahaan dan pekerja yang
seharusnya tidak dilakukan. Etika bisnis bagaimana perusahaan berhu
bungan dengan para pekerjanya, bagaimana pekerja berhubungan

dengan perusahaan dan bagaimana perusahaan berhubungan dengan
agen atau pelaku ekonomi lain.
Menurut K. Bertens (2000) dalam buku Etika, merumuskan

pengertian etika kepada tiga pengertian juga. Pertama, etika digunakan
dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau
nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang
baik dan buruk. Rafik Issak Beekum (2004) mengatakan Etika adalah
bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan
apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang
individu. Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970an kemudian
meluas ke Eropa tahun 1980an dan menjadi fenomena global di tahun
1990an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang
membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar
bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi
ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak
kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di
Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan
etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab
global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.

Jika melihat sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif
terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW
adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama
melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan
terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari
kekayaan dengan cara halal ”Allah telah menghalalkan perdagangan
dan melarang riba”. Dalam surah Al- Baqarah ayat 282 juga menjadi
landasan hukum etika bisnis Islam, sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah
ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,

maka

hendaklah

walinya

mengimlakkan

dengan

jujur.

Dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil

maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat

kepada

tidak

(menimbulkan)

keraguanmu.

(Tulislah

mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai

yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu

adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat
strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan.
Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan olehmu
sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada
sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Etika mengarahkan manusia
menuju aktualisasi kapasitas terbaiknya. Penerapan etika dan
kejujuran dalam bisnis akan meningkatkan nilai entitas bisnis itu
sendiri. Dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi ditambah
dengan konsumen yang semakin kritis, maka kalau kepusan konsumen
tetap dijaga akan menyebabkan perusahaan sustainable dan dapat
dipercaya dalam jangka panjang. Perusahaan yang menerapkan etika
akan meningkatkan motivasi para pekerja, karena bekerja selain
dituntut menghasilkan yang terbaik, juga diperoleh dengan cara yang
baik pula. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah
kejujuran. Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha
senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah
kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga”
(Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan
seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan
menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta
menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia.
Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga
ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak
ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat

dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati
janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga)
bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada”
(Hadits). Penerapan etika bisnis juga melindungi prinsip kebebasan
berusaha dan meningkatkan keunggulan bersaing, selain itu juga
mencegah terkena sanksisanksi pemerintah karena melanggar etika
yang dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum. Tanpa
etika bisnis maka, perusahaan akan lepas kendali, menggunakan
berbagai cara, mengurbankan apa saja demi mencapai tujuan. Etika
bisnis juga berhubungan dengan nilai merk (brand value). Perilaku
bisnis yang beretika berkontribusi terhadap citra perusahaan. Caranya
dengan memberi pelatihan pada para pekerja mengenai etika, hasilnya
sungguh luar biasa, misalnya, menurunnya biaya, menurunnya
pelanggaran dan perusakan pada merk atau reputasi dan pada akhirnya
menurunkan penalti atau hukuman akibat melanggar aturan yang
ditetapkan.
CSR merupakan tanggung jawab sebuah organisasi terhadap
dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya
pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan
harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang
ditetapkan dan norma-norma perilaku Internasional; serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh. Dengan demikian, CSR adalah
kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya
(profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (People) dan
lingkungan (Planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur
(Procedure) yang tepat dan profesional. Strategi CSR tidak terbatas
pada implementasi sederhana dari standar melainkan didasarkan pada
partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan. Kegiatan adaptasi
sosial perusahaan multinasional sangat penting untuk menghindari

krisis publik dan mempertahankan pertumbuhan di pasar negara
berkembang. Dalam implementasi CSR muncul tiga dimensi dan lima
sub dimensi yang harus di perhatikan oleh perusahaan multinasional,
yaitu struktur organisasi, etika perusahaan, dan pembelajaran.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD, corporate social responsibility adalah komitmen bisnis
untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan,
bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan
tersebut, berikut masyarakat setempat (lokal) dan masyarakat secara
keseluruhan,
(Budimanta

dalam
et.al,

rangka
2003:

meningkatkan

72-73).

kualitas

Sedangkan

kehidupan

definisi

lainnya

dikemukakan oleh Philippine Business for Social Progress yang
menyatakan, CSR adalah prinsip bisnis yang mengusulkan bahwa
kepentingan jangka panjang bisnis terlayani dengan baik ketika
keuntungan dan pertumbuhan dicapai sejalan dengan perkembangan
komunitas, perlindungan dan keberlanjutan lingkungan, serta kulitas
hidup masyarakat. Perkembangan CSR awal mulanya hanya dilakukan
oleh perusahaan berisiko tinggi seperti perusahaan tambang,
perkebunan, kimia, tekstikl, minyak, dan penebangan kayu. Pada
tahun kedua, terjadi pergeseran orientasi pelaksanaan CSR. Pada
tahun ketiga, perkembangan CSR mengarah kepada Branded CSR,
yang ditujukan untuk menjadi “umbrella” bagi produk-produk
perusahaan. Prinsip-prinsip dasar CSR dalam Islam, yaitu :
1) Praktik CSR pada nilai-nilai sosial
a. QS. Al Baqarah ayat 177. Pentingnya nilai-nilai
sosial.
b. Al Hasyr ayat 7. Mereduksi permasalahan sosial
dengan mendorong produktivitas masyarakat dan
menjaga keseimbangan distribusi kekayaan.
2) Praktik CSR mengacu etika bisnis Islam

a. Qs. Al-A’raf ayat 85. Praktik CSR menekan etika
bisnis Islam.
3) Praktik CSR pada lingkungan hidup
a. Qs. Al Qamar ayat 49. Allah menciptakan semesta
ini secara terukur, baik kuantitatif maupun kualitatif.
b. Qs. Al Hadid ayat 7. Dalam kondisi yang seimbang.
c. Qs. Ar Ruum 41. Kerusakan lingkungan akan
berdampak pada orang lain.
III.

Metode Penelitian
Artikel ini menggunakan teknik analisis dekskriptif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain.

IV.

Hasil dan Pembahasan
Hubungan antara etika bisnis dan kinerja finansial telah menjadi isu
penting dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25 tahun. Meskipun
sejumlah peneliti telah menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara etika dan kinerja finansial, sedikit peneliti lainnya
menemukan bahwa hubungan antara keduanya bisa jadi terbukti atau
tidak terbukti. Menurut Bernard Schwab, menjadi etis tidaklah mudah,
dan bisa jadi mahal karena perusahaan harus kehilangan uang untuk
menjalankan CSR (Corporate Social Responsibility), disamping itu
perusahaan juga harus melakukan pelatihan kode etik atau programprogram internal lainnya untuk memperkuat etika di perusahaan. CSR
memiliki karakteristik yang berbeda di setiap negara. Artinya baik
dalam bentuk konsep dan implementasi masing-masing negara
memiliki perhatian yang berbeda dengan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.

Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi SAW saat
menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi SAW sebagai pedagang
adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq,
fathanah, amanah dan tabligh, ciri-ciri itu masih ditambah dengan
sifat Istiqamah. Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu
melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai
yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilainilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah
dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta
keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah
berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala
yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan
kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap
tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan,
kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala
hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain
untuk

melaksanakan

ketentuan-ketentuan

ajaran

Islam

dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks
Corporate Social Responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak
perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara
ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji,
tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutuptutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara
berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong. Pelaku
usaha atau pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan
menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal,
dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi
berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah,
pelaku

usaha

memiliki

tanggung

jawab

untuk

mengamalkan

kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha

dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif dan persuasif akan
menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang kuat. Para pelaku usaha
dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena
keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha
atau perusahaan yang kurang hati-hati dan tidak menjaga etika, tidak
akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial
dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri. Allah SWT
berfirman “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
Sesungguhnya Rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik”. Menurut Sayyid Qutb, Islam mempunyai prinsip
pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang
lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara individu dan keluarga, antara
individu dan sosial dan, antara suatu masyarakat dengan masyarakat
yang lain. Tanggung jawab sosial merujuk pada kewajiban-kewajiban
sebuah perusahaan untuk melindungi dan memberi kontribusi kepada
masyarakat dimana perusahaan itu berada.
Sebuah perusahaan mengemban tanggung jawab sosial dalam tiga
domain :
1) Pelaku-pelaku organisasi, meliputi :
a. Hubungan Perusahaan dengan Pekerja (QS. An-nisa
ayat 149).
b. Hubungan Pekerja dengan Perusahaan.
c. Hubungan

Perusahaan

dan

Pelaku

Usaha

Lain;

distributor, konsumen, pesaing.
2) Lingkungan Alam (QS. Al-A’raf ayat 56).
3) Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Beberapa prinsip dalam Islam dalam menjalankan bisnis yang
berkaitan dengan CSR yaitu:
1) Menjaga lingkungan dan melestarikannya (Surat Al-Maidah
ayat 32).

2) Upaya untuk menghapus kemiskinan (Surat Al-Hasyr ayat 7).
3) Mendahulukan sesuatu yang bermoral bersih daripada sesuatu
yang secara moral kotor, walaupun mendatangkan keuntungan
yang lebih besar (Surat Al-Maidah ayat 103).
4) Jujur dan amanah (Surat Al-Anfal ayat 27).
Implementasi

aktivitas

CSR

di

Indonesia,

mengalami

penyempitan makna jika dibandingkan dengan perkembangan
konsep ini yang berasal dari negara maju. Aktivitas CSR yang
dijalankan pada beberapa perusahaan cenderung terbatas hanya
pada

aktivitas

pembangunan

masyarakat

(community

development). Bahwa komunitas dan masyarakat menjadi
perhatian dari kebijakan CSR perusahaan adalah benar adanya.
Namun, kebijakan CSR perusahaan mencakup lebih dari
komunitas semata. Sebagai konsep yang berasal dari negara
maju, aktivitas CSR mencakup berbagai aspek seperti prilaku
bisnis etis, hak asasi manusia, hak buruh atau tenaga kerja, anti
korupsi dan kepedulian terhadap lingkungan. Sedangkan aspek
kedermawanan perusahaan (corporate philantrophy) ada
kalanya dipraktekkan di negera maju dan negara berkembang.
Praktek CSR di Indonesia bahkan menjadi rancu ketika
beberapa pemerintah daerah meminta dana-dana CSR dari
perusahaan untuk diserahkan pada pemerintah daerah untuk
dikelola dan disesuaikan dengan kebijakan pembangunan
daerah. Hal ini sekali lagi menunjukkan masih ada mispersepsi
mengenai bagaimana seharusnya CSR dipandang baik dari sisi
pihak manajemen perusahaan, pemerintah, dan stakeholder.
Praktek CSR di Indonesias merupakan satu fenomena menarik
melihat perkembangan konsep CSR di Indonesia adalah ketika
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.40/2007 tentang
Perseroan Terbatas. Hal ini telah menimbulkan salah konsep dan

persepsi karena akhirnya menggantikan karakteristik dasar dari
implementasi CSR yang baik dan benar. Bab V Pasal 74 UndangUndang tersebut menyebutkan bahwa:
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang
dan/atau

berkaitan

dengan

sumber

daya

alam

wajib

melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1) merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan dengan Peraturan Pemerintah.
Konsekuensi dari keluarnya undang-undang ini, menimbulkan
kesalah pahaman di kalangan pelaku bisnis. Pertama, bahwa CSR
dianggap

sebagai

sebuah

kewajiban

dan

bukan

kebutuhan.

Konsekuensinya, hal ini bisa mempengaruhi keseriusan perusahaan
dalam mengembangkan kebijakan CSR. Kedua, aktivitas CSR yang
dijalankan dianggap sebagai sebuah beaya daripada investasi. Hal ini
akan mendorong perusahaan berpikiran sempit untuk semaksimal
mungkin memanfaatkan aktivitas CSR sebagai upaya semata
mendatangkan profit perusahaan. Ketiga, CSR yang diwajibkan
seperti ini akan berpotensi menciptakan bentuk korupsi dan kolusi
baru antara perusahaan dan pejabat pemerintah. Misalnya dengan
memanipulasi penggunaan dana yang di mark up seolah perusahaan
sudah memenuhi kewajiban alokasi dana CSR. Pejabat pemerintah
yang mengaudit disuap untuk menghindari adanya pemenuhan batas

minimal penggunaan dana CSR perusahaan. Keempat, aktivitas CSR
semata hanya wajib dijalankan oleh perusahaan yang berhubungan
dengan atau mengeksplorasi sumber daya alam. Di luar bidang ini,
tidak ada sebuah keharusan perusahaan menjalankan kebijakan CSR.
Implementasi aktivitas CSR di Indonesia mengalami penyempitan
makna jika dibandingkan dengan perkembangan konsep ini yang
berasal dari negara maju. Aktivitas CSR yang dijalankan pada
beberapa perusahaan cenderung terbatas hanya pada aktivitas
pembangunan

masyarakat

(community

development).

Bahwa

komunitas dan masyarakat menjadi perhatian dari kebijakan CSR
perusahaan adalah benar adanya. Namun, kebijakan CSR perusahaan
mencakup lebih dari komunitas semata. Sebagai konsep yang berasal
dari negara maju, aktivitas CSR mencakup berbagai aspek seperti
prilaku bisnis etis, hak asasi manusia, hak buruh atau tenaga kerja, anti
korupsi dan kepedulian terhadap lingkungan. Sedangkan aspek
kedermawanan perusahaan (corporate philantrophy) ada kalanya
dipraktekkan di negera maju dan negara berkembang. Praktek CSR di
Indonesia bahkan menjadi rancu ketika beberapa pemerintah daerah
meminta dana-dana CSR dari perusahaan untuk diserahkan pada
pemerintah daerah untuk dikelola dan disesuaikan dengan kebijakan
pembangunan daerah. Hal ini sekali lagi menunjukkan masih ada
mispersepsi mengenai bagaimana seharusnya CSR dipandang baik
dari sisi pihak manajemen perusahaan, pemerintah, dan stakeholder.
Perkembangan Sustainability Reporting di Indonesia pada tahun
2015

terselenggaranya acara Indonesia Sustainability Reporting

Award (ISRA) acara ini diselenggarakan untuk memeberikan
penghargaan atas keterbukaan dan akuntabilitas kepada perusahaanperusahaan

yang

(Sustainability

telah

Reporting).

menerbitkan
Dalam

acara

laporan
ini

berkelanjutan

terdapat

peserta

penghargaan tahun 2015 sebanyak 37 perusahaan, dibandingkan

dengan

tahun-tahun

sebelumnya

jumlah

peserta

tahun

2015

menunjukkan peningkatan positif.
Hal ini bisa dijadikan acuan bahwa tren laporan berkelanjtan
(sustainability reporting) di Indonesia menunjukkan peningkatan yang
lumayan baik. Organisasi yang membuat dan mempublikasikan
Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) semakin banyak tidak
hanya pada perusahan yang listing di bursa, namun juga BUMN,
perusahaan non-listing baik kecil dan menengah hingga organisasi
nirlaba turut serta membuat dan melaporkannya. Dalam laporan
tahunan ini pun seringkali mencakup pelaporan pertanggungjawaban
sosial perusahaan corporate social responsibility (CSR).
Pada tahun 2011, dari 438 perusahaan yang saat ini tercatat di
Bursa Efek Indonesia (BEI), baru ada sekitar 25 perusahaan yang
membuat sustainability report (laporan keberlanjutan). Pada tahun
2015, total perusahaan publik Indonesia yang melakukan pelaporan
berkelanjutan adalah sebanyak 41 emiten. Perkembangan yang cukup
lumayan jika dibandingkan sejak tahun 2011. Tidak bersedianya
perusahaan publik dalam membuat laporan ini bisa disebabkan
beberapa hal, seperti tambahan biaya dan usaha dalam pembuatan
laporan. Selain itu dengan belum adanya kewajiban dari regulator
pasar modal terkait pelaporan ini juga membuat para emiten merasa
belum butuh untuk menyiapkan laporan terkait.

Grafik 5.1. Tren Peserta ISRA tahun 2008 – 2015
(sumber: NCSR2)

Jika melihat grafik di atas dari jumlah perusahaan yang menjadi
peserta ISRA, sepertinya belum sepenuhnya dapat memperlihatkan
perkembangan perusahaan yang telah membuat dan mempublikasikan
Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report). Berdasarkan data yang
didapat dari Global Reporting Initiatives (GRI), mulai Februari 2016
terdapat sebanyak 85 perusahaan yang telah membuat dan
mempublikasikan laporan mereka. Untuk tahun 2015 total laporan
yang telah dipublikasikan sebanyak 63 laporan, dimana kenaikan dari
tahun sebelumnya (2014 ke 2015) lebih tinggi dibandingkan kenaikan
tahun 2013 ke 2014.

Grafik 5.2. Pertumbuhan jumlah organisasi yang membuat
dan melaporkan Sustainability Report
(Sumber: GRI)

Laporan ini menunjukan tren positif, dimana tiap tahun jumlah
perusahaan yang membuatnya semakin bertambah. Dibandingkan
dengan negara lain di Asia Tenggara, Indonesia sangat baik setelah
Thailand. Dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya Thailand
dan Indonesia menjadi negara yang membuat pelaporan berkelanjutan
terbanyak. Berikut adalah tabel perbandingan jumlah perusahaan di

Asia Tenggara yang melakukan pembuatan SR dan tertutup ke Global
Reporting Initiative. Data yang ditampilkan merupakan data mulai
Februari 2016.

Tabel 5.1. Perbandingan organisasi untuk Asia Tenggara
(Sumber: GRI)

Sudah lebih dari satu dasawarsa laporan berkelanjutan ini di
Indonesia, para organisasi menyajikan laporan tersebut dapat
dikatakan cukup baik. Walaupun laporan ini masih bersifat sukarela
dan pilihan, tidak seperti laporan keuangan maupun laporan tahunan,
organisasi di Indonesia mulai melihat keuntungan yang didapat
dengan membuat laporan berkelanjutan ini. Harapan kedepan laporan
keberlanjutan ini berkembang lebih baik serta peranan organisasi
terhadap lingkungan, masayarakat dan ekonomi tidak hanya sekedar
laporan diatas kertas, tatapi juga dapat diaktualisasikan secara
maksimal.

V.

Kesimpulan
Etika bisnis Islam menjunjung tinggi saling percaya, kejujuran, dan
keadilan antara pemilik perusahaan dan karyawan. Dengan demikian
berkembang kekeluargaan (brotherhood). Etika bisnis Islam telah
diajarkan Nabi SAW saat menjalankan perdagangan. Karakteristik
Nabi SAW sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya
juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh, ciri-ciri itu
masih ditambah dengan sifat Istiqamah.
Indonesia diharuskan penerapan ajaran Islam dalam perilaku ekonomi
manusia dan bisnis, alasan ini bukan karena mayoritas bangsa
Indonesia beragama Islam, melainkan karena semakin jelas ajaran
moral ini sangat sering tidak dipatuhi oleh pelaku bisnis dan seluruh
aspek yang dijalankannya.
Kenyataanya CSR sangat penting pada perusahaan skala atas, skala
menengah, dan skala kecil, setiap individu yang memiliki perusahaan
juga diperjelaskan prinsip-prinsip dasar CSR dalam Islam. Praktek
CSR di Indonesia bahkan menjadi rancu ketika beberapa pemerintah
daerah meminta dana-dana CSR dari perusahaan untuk diserahkan
pada pemerintah daerah untuk dikelola dan disesuaikan dengan
kebijakan pembangunan daerah. Berdasarkan laporan pertumbuhan
jumlah organisasi yang membuat dan melaporkan sustainability report
menunjukan tren positif, dimana tiap tahun jumlah perusahaan yang
membuatnya semakin bertambah. Dibandingkan dengan negara lain di
Asia Tenggara, Indonesia sangat baik setelah Thailand.

Daftar Pustaka
Amalia Fitri. 2013. Etika Bisnis Islam: Konsep Dan Implementasi
Pada

Pelaku

Usaha

Kecil.

Jakarta:

FEBI

UIN

SyarifHidayatullah.
Budimanta, Arif, Adi Prasetijo, & Bambang Rudito. 2003. Corporate
Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan
Indonesia Masa kini. Jakarta: Indonesia Center For
Suistainable Development (ICSD).
Data diolah kembali dari daftar peserta ISRA per tahun (2008 – 2015).
Adapun

daftar

peserta

tersebut

didapatkan

dari:

http://sra.ncsr-id.org/sra-participant/.
Nawatmi Sri. 2010. Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. Semarang:
Fokus Ekonomi (FE).
NCSR Press Release, http://sra.ncsr-id.org/sustainability-reportingaward-sra-2015-press-release/.
Rahmat Zulfikri Biki. Corporate Social Responsibility Dalam
Perspektif Etika Bisnis Islam. 2017. Siliwangi: Amwaluna.
Titisan Hendra Kartika. Praktek Corporate Social Responsibility
(CSR) Di Perusahaan Multinasional. 2017. Surakarta: Riset
Akuntansi dan Keuangan Indonesia.