implementasi hawalah dalam lembaga keuan

REVISI
MAKALAH
FIQIH MUAMALLAH
Implementasi Hawalah dalam Lembaga Keuangan Syariah
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah fiqih
muamallah)

Disusun Oleh :
Ema Rahmawati

1502100046

Jurusan/Kelas : PBS/A/III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
TH. 2016

IMPLEMENTASI HAWALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH


A. PENDAHULUAN
Makalah ini membahas tentang Implementasi Hawalah dalam
Lembaga keuangan Syariah. Makalah ini sengaja saya buat untuk saya
sajikan kepada teman-teman perbankan. Karena dalam imlementasi
hawalah dalam lembaga keuangan syariah terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, Akad wakalah ini menjadisangat penting bahkan
menjadi

syarat

sahnya

akad-akad

dalam

pembiayaan

syariah


sepertipembukuan L/C, Inkaso, Transfer uang, atau akad Murabahah.1
Akad Wakalah dalam produk perbankan syariah perlu benar-benar
dipahami

apa,bagaimana

akad

ini

seharusnya

diterapkan

dan

diaplikasikan dan produk jasa bank syariah.Dalam makalah ini dibahas
kaidah fiqh terhadap akad-akad tersebut, dan bagaimana seharusnya
akad hawalah dapat diimplentasikan


dalam produk-produk jasa

perbankan syariah agar sesuai dengan tuntunan syariat
Pembahasan dalam makalah ini bersumber dari buku-buku yang
berkaitan dengan hawalan dan lembaga-lembaga keuangan syariah dan
bersumber dari jurnal ataupun skripsi yang berkaitan.

1

Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2 2013

B. IMPELMENTASI HAWALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
Hawalah dalam teknis perbankan merupakan akad pengalihan
piutang nasabah (muhal) kepada bank (muhal alaih). Nasabah memintak
bantuan bank agar membayar terlebih dahulu piutangnya atas transaksi
yang halal dengan pihak yang berutang (muhil). Selanjutnya bank akan
menagih kepada pihak yang berutang tersebut. Atas bantuan bank
membayarkan


terlebih

dahulu

piutang

nasabah,

bank

dapat

membebankan fee jasa penagihan. Penetapannya dilakukan dengan
memperhatikan besar kecilnya resiko tidak tertagihnya piutang.2
Akad hawalah banyak sekali memberi keuntungan dan manfaat, di
antaranya :3
1. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan
cepat dan simultan.
2. Terjadinya


talang

dana

untuk

hibah

bagi

yang

membutuhkan.
3. Dapat menjadi salah satu fee based income / sumber
pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah.
Adapun resiko yang harus di waspadai dari kontrak hawalah
adalah adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu atau
wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank.
Kontrak hawalah dalam perbankan biasannyaditerapkan pada hal-hal

berikut :4
2

Imam Mustofa sebagaimana dikutip Veithzal,Islamic Financial Management
Teori,Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga
Keuangan,Nasabah,Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: rajawali Pers,2008), hlm
238.
3
Imam Mustofa, Abu-al-Husain Ahamd bin faris bin Zakariyah, Fiqh Muamallah
Kontemporer.(LAMPUNG: STAIN Jurai Siwo Metro 2014),hlm 201.

1. Factoring atau anjak piutang. Di mana para nasabah yang
memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu
kepada bank, kemudian bank membayar piutang tersebut dan
bank menagihnya dari pihak ketiga.
2. Post dated check di mana bank bertindak sebagai juru tagih,
tanpa membayarkan dahulu piutang tersebut.
3. Bill discounting pada dasarnya sama dengan hawalah, namun
dalam biil discounting nasabah harus membayar fee.
Hawalah dalam pandangan Bank Muamalat Indonesia adalah

pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Dalam istilah fuqoha, hal ini merupakan pemindahan
beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
(muhal alaih) atau orang yang berkewajiban membayar utang. Secara
sederhana, hal ini dapat dijelaskan bahwa si A (muhal) memberi
pinjaman kepada B (muhil), sedangkan si B masih mempunyai piutang
kepada si C (muhal alaih). Begitu B tidak mampu membayar utang
kepada si A, maka B mengalihkan beban utang kepada si C. Dengan
demikian si C harus membayar utang B kepada A. sedangkan utang si C
sebelumnya pada si B dianggap selesai.5

Muha
ad Syafi’i A to io,Bank Syariah:dari Teori ke Praktik,(Jakarta:Gema Insani
Pers,2001),hlm 127
5
Imam Mustofa,sebagaimana dikutip M.Nur Yasin, hukum Ekonomi Islam,(Malang:UNMalang Press,2009),hlm 239
4

Skema al-hawalah6


Muhal alaih
fa tor / a k

. i voi e

. ayar
. tagih

. ayar

Muh
pe

Muhil
penyuplai

. Suplai ara g

C. Implementasi Hawalah dalam Produk Pembiayaan Perbankan
Syariah

Dalam konteks perbankan syariah ijab qabul dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
hawalah

dan

dituangkan

secara

tertulis

melalui

korespondensi(

hubungan surat menyurat ) atau menggunakan cara-cara komunikasi
modern. Materi transaksi merupakan kesepakatan para pihak, yaitu
muhil, muhal atau muhtal dan muhal alaih. Sementara itu,jika transaksi
hawalah telah dilakukan, maka pihak – pihak yanh terlibat hanyalah

6

Muha

ad Syafi’i A to io,Bank Syariah.. hlm 128

muhal dan muhal alaih, dan hak penagihan muhal berpindah kepada
muhal alaih.7
Hawalah merupakan salah satu akad yang digunakan oleh Bank
Syariah dalam kegiatan pelayanan jasa, di samping kafalah dan sharf.
Bank Syariah mempergunakan hawalah dalam dua kegiatan pelayanan
jasa pemberian dan pengalihan utang, yaitu hawalah muthlaqat dan
hawalah muqayyadat.8 Hawalah yang pertama mengakibatkan adanya
dana bank yang keluar (cash out), karena transakasi hawalah bentuk ini
berfungsi untuk pengalihan utang para pihak. Sedangkan hawalah yang
kedua tidak menimbulkan adanya dana yang keluar. Hawalah yang
kedua berfungsi untuk melakukan set off utang piutang di antara tiga
pihak yang memiliki hubungan utang piutang melalui transaksi
pengalihan utang. 9
Sebagai sebuah transaksi di ranan pemberian pelayanan jasa

hawalah memberikan beberapa keuntungan, baik kepada bank maupun
kepada nasabah. Ia berperan dalam mempercepat penyelesaian utang
piutang karena adanya dana talangan. Bagi bank syariah, ia merupakan
sumber pendapatan non pembiayaan, sedangkan bagi nasabah, ia dapat
membantu nasabah untuk mendapatkan instant cash sehingga dapat
meningkatkan cash flow perusahaannya. Namun demikina hawalah pun
bukan tanpa resiko, terutama kemungkinan adanya kecurangan nasabah
dengan memberikan invoice palsu atau ingkar janji.10
D. Penerapan Hawalah
Pada implementasinya akad hawalah

umum diterapkan pada

lembaga-lembaga keuangan yang diantaranya adalah pembiayan7

Atang Abd sebagaimana dikutip Fatwa DSN MUI No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Hawalah, hlm 285
8
Atang Abd Hakim,Fiqih Perbankan Syariah,(Bandung:Refika Aditama,2011),hlm 285
9
Ibid .. 286
10
Ibid ..287

pembiayan factorinng dan pembiayaan latter of credit untuk keperluan
impor barang.
1. Penerapan hawalah pada pembiayaan factoring
Pembiayan factoring atau anjak piutang adalah transaksi pembiayaan
oleh suatu lembaga keuangan yang bertindak sebagai ( muhal alaih )
dengan cara mengambi alih piutang dari penjualan / pemberian jasa
(muhal) atas utang atas pembelian/penerima jasa (muhil). 11
2. Penerapan Hawalan pada Pembiayaan L/C dalam Rangka Impor
Pembiayaan dalam akad hawalah pada transaksi L/C dalam rangka
impor, diwalai dengan penerbitan L/C denngan akad wakalah atau
hawalah.12

E. Fatwa DSN MUI tentang Hawalah13

DEWAN SYARIAH INDONESIA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002

11

Sadhana Priatdmaja,Tugas Presentasi Wakalah,Kafalah,dan Hawalah.hlm 23
Ibid.. hlm 24
13
Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,(Jakarta:Kecanca,2012),hlm 275
12

Tentang
PENGALIHAN HUTANG
Dewan Syariah Nasional, setelah:
Menimbang : a.

bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan
yang

menjadi

kebutuhan

masyarakat

adalah

membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi
non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi
yang sesuai dengan syariah.
b.

bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) perlu
merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam
berbagai produknya melalui akad pengalihan utang
oleh LKS.

c.

bahwa agar akad tersebut dilaksanakan sesuai
dengan syaariah islam, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk
dijadikan pedoman

mengingat:

1.

Firman Allah SWT, dalam Q.S. al-maidah/5:1, yang
artinya
hai orang yang beriman penuhila akad-akad itu

2.

firman Allah SWT, QS al-israa/17:34 yang artinya
...dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungjawabannya.

3.

firman Allah SWT QS.al-baqorah/2:275 yang artinya
..dan

Allah

telah

mengharamkan riba.

menghalalkan

jual

beli

dan

4.

Firman Allah SWT QS al-maidah/5:2 yang artinya
...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam

perbuatan

dosa

dan

pelanggaran

dan

bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.
5. Firman

Allah

SWT QS. Al-Baqarah/2:275

yang

artinya :
Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperi berdirinnya orang yang
kemasukan sentan lantaran (tekanan) pennyakit gila.
Keadaan
disebabkan

mereka

yang

mereka

demikian
berkata

itu

adalah

(berpendapat)

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,padhal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba ), maka baginya

apa yang telah diambilnya

dahulu(sebelum datang larangan): dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba ) maka orang itu adalah peghunipenghuni neraka mereka kekal di dalamnya.
Hadis Nabi Riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin
‘Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda yang artinya
”perjanjian boleh dilakukan di antar kaum muslimin
kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halah
dan menghalalkan yang haram.

6. Hadis Nabi Riwayat imam Ibnu Majah, al-Datuquthni,
dan yang lain. Dati Abu Said al-Khudin Nabi SAW
bersabda yang artinya tidak boleh membahayakan
(merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
7. Kaidah fiqh:
a. Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya
b. Kesulian dapat menarik kemudahan .
c. Keperluan dapat menduduki posisi darurat.
d. Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan
sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan
syara (selama tidak bertentangan dengan syariat).
Memerhatikan : pendapat peserta rapat pleno Dewan Syariah Nasional
pada hari Rabu,15 Rabiul awal 1423H/26 juni 2012.
MEMUTUSKAN
Menentukan : FATWA TENTANG PENGALIHAN UTANG
Pertama : kententuan umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a.

Pengalihan

utang

adalah

pemindahan

utang

nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional
kebank/lembaga keuangan syariah.
b.

Al-qardh adalah akad pinjaman dari LKS kepada
nasabah dengan kententuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya

kepada

LKS

pada

waktu

dan

dengan

cara

pengembalian yang telah disepakati.
c.

Nasabah

adalah

(calon)

nasabah

LKS

yang

mempunyai kredit (utang) kepada Lembaga Keuangan
Konvensional (LKK) untuk pembelian aset yang ingin
mengalihkan utanganya ke LKS.
d.

Aset adalah nasbah yang dibelinya melaluin kredit
dari LKK dan belum lunas pembayaran kreditnya.

Kedua : kententuan akad
akad dapat dilakukan melalui empat alternatif berikut:
alternatif 1
1.

LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan
qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya.
Dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.

2.

Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada
LKS, dan dengan hasil penjualan itu nasabah
melunassi qardh-nya kepada LKS.

3.

LKS menjual secara murabaha aset yang telah
menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan
pembayaran secara cicilan.

4.

Fatwa DSN Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang alqardh dan Fatwa DSN nomor: 04/DSN/MUI/IV/2000
tentang murabahah berlaku pula dalam pelaksanaan
pembiayaan

pengalihan

dimaksud alternatif I ini.

utang

sebagaimana

Altenatif II
1.

LKS membeli sebagaian aset nasabah,dengan
seizin LKK; sehingga dengan demikian, terjadilah
syirkah al-milk antara LKS dan nasabah terhadap aset
tersebut.

2.

Bagian aset yag dibeli oleh LKS sebagaimana
dimaksud angka 1 adalah bagian aset yang senilai
dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK.

3.

LKS menjual secara murabahah bagian aset yang
menjadi miliknya tersebut kepada nasabah,dengan
pembayaran secara cicilan.

4.

Fatwa DSN Nomor:04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
murabahah

berlaku

pembiayaan

pula

pengalihan

dalam
utang

pelaksanaan
sebagaimana

dimaksud dalam alternatif.
Alternatif III
1.

Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan
penuh atas aset,nasabah dapat melakukan akad
ijarah dengan LKS, sesuai dengan fatwa DSN-MUI
Nomor 09/DSN-MUI/IV/2002.

2.

Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi
kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip alqardh

sesuai

fatwa

DSN-MUI

Nomor

19/DSN-

MUI/IV/2001.
3.

Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1
tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah

dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksudkan
angka 2.
4.

Besar

imbalan

jasa

ijarah

sebagaimana

dimaksudkan angka 1 tidak boleh didasarkan pada
jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah
sebagaimana dimaksudkan angka 2
Alternatif IV
1.

LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan
qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya;
dan dengan demikian aset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi ilik nasabah secarah penuh.

2.

Nasabah menjual aset angka 1 kepada LKS. Dan
dengan hasil penjualan itu nasabh melunasi qardhnya kepada LKS.

3.

LKS menyewakan aset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah dengan akad al-ijarah almuntahiyah bi at tamlik.

4.

Fatwa DSN nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang alqardh dan fatwa DSN Nomor : 27/DSN-MUI/III/2002
tentang al-ijarah

al-muntahiyah bi at tamlik berlaku

pula pelaksanaan pembiayaan pengalihan utang
sebagaimana dimaksud dalam alternatif IV ini.
Ketiga: ketentuan penutup
1.

Jika

salah

satu

pihak

tidak

menunaikan

kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
pihak



pihak

terkait

maka

penyelesaiannnya

diperlakukan melalui Badan Arbitase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan gengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan

akan

di

ubah

dan

disempurnakan

sebagaimana mestinya.
ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 15 Rabiul Akhir 1432 H
26 juli 2002 M

DEWAN SYARIAH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua

Sekretaris

Dr.K.H Sahal Mahfudh

Prof.Dr.H.M Din Syamsuddin

F. Tinjauan Hukum Islam terhadap Implementasi Akad
Hiwalah

Akad hiwalah juga dapat diaplikasikan di Lembaga Keuangan
Syari'ah. BMT BRS sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syari'ah
menggunakan akad hiwalah sebagai salah satu produk pembiayaanya.
Akad hiwalah biasanya digunakan anggota untuk membayar hutang
anggota dipihak lain, sebagai modal awal untuk pelaksanaan sebuah
proyek dan lain-lain. Dalam pelaksanaan akad hiwalah, BMT BRS
mengenakan fee. Ini berbeda dengan teori hiwalah yang merupakan
akad tabarru' yaitu akad yang tidak mencari keuntungan.Dalam
pelaksanaan akadnya,dalam Fatwa DSN MUI N0: 12/DSN-MUI/IV/2000
tentang Hawalah menyebutkan bahwa pernyataan ijab dan qabul harus
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad). Dalam hal ini, akad hiwalah harus
mendapatkan persetujuan oleh tiga pihak. Pihak-pihak tersebut adalah
muhil, muhal/muhtal, dan muhal 'alaih. BMT BRS dalam prakteknya
hanya dilakukan oleh dua pihak saja yakni pihak BMT dan anggota
sehingga praktek yang dilaksanakan mirip dengan akad al-Qard. dalam
pelaksanaan akad hiwalah, pengenaan fee di BMT BRS tidak
diperbolehkan. Hal ini dikarenakan akad hiwalah termasuk ke dalam
akad tabarru' yaitu akad yang berkaitan dengan transaksi yang tidak
bertujuan

mendapatkan

laba/keuntungan.Jika

BMT

BRS

ingin

mengenakan fee maka akad yang digunakan adalah hiwalah bil ujrah
atau pembiayaan multijasa.14
G. Berakhirnya Hukum Hiwalah
jika akad hiwalah telah terjadi, maka akibat hukum dari akad adalah
sebagai berikut:15

14

Aris Pambudi,Tinjauan Hukum Islam terhadap Implementasi Akad Hawalah,Skripsi
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2011),hlm 3
15
Haroen Nasrun,Fiqh Muamalah,(Jakarta:Gaya Media Pratama,2007),hlm 226

a. Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama
untuk membayar utang kepada pihak kedua secara otomatis
menjadi terlepas. Sedangkan menurut sebagian ulama mazhab
Hanafi, antara lain,Kamal ibn al-Hummanm, kewajiban itu masih
tetap ada, selama pihak ketiga belum melunasi utangnya
kepada pihak kedua , karena sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, mereka memandang bahwa akad itu didasarkan
atas prinsip saling percaya, buakn prinsip pengalihan hak dan
kewajiban.
b. Akad hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi pihak kedua
untuk menuntut pembayaran utang kepada pihak ketiga.
c. Mazhab Hanafi yang membenarkan terjadinya al-hiwalah almuthalaqah

berpendapat

bahwa

jika

akad

hiwalah

al-

muthalaqah terjadi karena inisiatif dari pihak pertama, maka hak
dan kewajiban antara pihak pertama dan pihak ketiga yang
mereka

tentukan

ketika

melakukan

akad

utang

piutang

sebelumnya masih tetap berlaku, khususnya jika jumlah piutang
antar ketiga pihak tidak sama.

DAFTAR PUSTAKA
Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No.2 2013
Mustofa,Imam,Fiqih

Muamalah

Kontemporer,Jakarta:Rajawali

Pers,2016.
Hakim,

Atang

Abd,Fiqih

Perbankan

Syariah

,Bandung:Refika

Aditama,2011
Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah,Jakarta:Kencana, 2012.
Mustofa,Imam,Fiqih Muamalah Kontemporer,Lampung:Stain Jurai Siwo
Metro 2014
Siti Fatimah,Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Hiwalah di BMT
Bina

Ihsanul

Fikri

Yogyakarta,Skripsi,Yogyakarta:Universitas

(BIF)Gedongkuning
Islam

Negeri

Sunan

Kalijaga,2008.
Syafi’i,Antonio,Bank syariah dari Teori ke Praktik,Jakarta:Gema Insani
Press,2001.
Sadhana Priatdmaja,Tugas Presentasi Wakalah,Kafalah,dan Hawalah
Aris Pambudi,Tinjauan Hukum Islam terhadap Implementasi Akad
Hawalah,Skripsi ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2011.
Haroen Nasrun,Fiqh Muamalah,Jakarta:Gaya Media Pratama,2007.