RESUME JURNAL SISCA MEDINAYASMIN pdf

RESUME JURNAL
SISCA MEDINAYASMIN
Universitas Islam Negri Sumatera Utara
Email: siskamedinayasmin@gmail.com

A. Identitas jurnal
Judul

:MEMBANGUN TATANAN SOSIAL
MELALUI MORALITAS PEMBUMIAN
AJARAN TASAWUF

Nama Jurnal

:MIQOT

Volume/no/tahun

:vol 36/ No. 2/ Tahun 2011

Halaman


:242-257

B. RESUME JURNAL

1. PENDAHULUAN
Mencermati perkembangan islam saat ini tampak nya begitu lekat
dengan konflik sosial. Ironisnya, penghayatan islam yang
demikian justru telah menginspirasi pandangan tentang islam,
khususnya bagi non muslim barat, misalnya tulisan utama the new
york times yang berjudul” seing green: the read menace is gone.
But here’s islam” (momok hijau: bahaya merah telah berlalu,
tetapi sekarang islam). Pesan yang terdapat dalam tulisan tersebut
adalah islam itu berbahaya.”
Dari persoalan tersebut, tulisan ini mengankut nilai-nilai tasawuf
sebagai tawaran yang diharap kan mampu bersenyawa dengan
realitas sosial melalu spritualisme agar memungkinkan adanya
“penyiraman jiwa” dari kekeringan penghayatan iman dan
kemiskinana batin, yang pada gilirannya nanti berperan sbagai
arsitektur dalam tatanan sosial melalui moralitasnya.


2. PEMBAHASAN
- Menakar Epistomologi Tasawuf
Epistomologi barat modern tidak dapat dilepaskan daei sejarah
manusia tiga abad terakhir ini, yang disebut dengan
reanaissance. Rane descrates (1596-1650) sumber idenya telah
menformulasikan sebuah prinsip, cogito orgo surn (aku
berpikir, karna itu aku ada)

- Bertasawuf sebagai cermin tuhan
Sebagaimana paparan singkat di atas bahwa epistomologi
tasawuf telah menyandarkan pada ma’rifah (intuisi) untuk
menggapai hakikat-hakikat batin yang tidak tercapai
kesempurnaanya hanya oleh berpikir yang bekerja hanya pada
simpul-simpul saraf di otak. Adapun puncak dari bertasawuf
dengan ssaraa ma’rifah ny adalah menyadarkan manusia bahwa
dirinya adalah ma’rif tentang manusia, sedangkan ma’rifah nya
adalah menyadar kan manusia bahwa dirinya adalah merupakan
manifestasi tuhan. Semboyannya adalah,” awal kesempurnaan
adalah ma’rif tentang manusia, sedangkan ma’rifat allah adalah

puncaknya,”tegasnya ma’rifat allah adalah sarana sampai pada
keyakinan penyatuan manusia dengan tuhan.
Kondisi tersebut disebut fana’. Dalam pengertiannya, fana’
adalah bergantinya sifat-sifat kemanusian dengan sifat tuhan.
Allah adalah satu dalam diri-nya, sedangkan tajali mengambil
bentuk dari “ yang bantak.” Plurealitis menifestasi adalah
kembali pada nama-nama ilahi – yang “satu” dan “banyak” di
saat yang sama. Ibn’arabi menunjukan hal ini ketika
menafsirkan surat al-ikhlas ayat pertama,”dialah, allah yang
satu” (Q.S. al-ikhlash/112:1), menunjukkepada ahadiyyat alahad ( unitas yang satu), sedangkan ayat kedua” Allah maha
tempat bergantung “ (Q.S. Al-ikhlas /112:2), menunjuk kepada
fakta bahwa seluruh “hal banyak” adalah kembali kepada
nama-nama dan bergantung kepadanyaa.

- Tasawuf sebagai arsitektur moral dalam membbangun tatanan
sosial
Berbicara tentang watak manusia, thomas hobbles (1588-1679)
dengan teorinya mengemukakan bahwa sifat dasar manusia
adalah “homo homoni lupus” ( manusia yang satu adalah
serigala buat manusia yang lain)

Atau bellum atau bellum monium coatra amnes (the war ofn all
against: perang semua lawan semua) tori hobbes ini
menunjukkan bahwa manusia dalamn keadaan alamiah nya
hanya ingin menaklukan manusia lain.
Hampir senada dengan hobbes, tokoh yang mendewakan
kematiantuhan yakni dibangun di atas pandangan normatif.
Konsepsi secara fitrah manusia bermoral merupakan kenyataan
yang tidak bisa dilepaskan dari agama seperti paparan diatas,
mulanya tidak dipahami dengan baik oleh tokoh sosiologi
kenamaan durkheim(1858-1917).
Dengan kata lain ekspresi moral mengalami penyempitan
makna dari pemahaman positvistik durkheim. Menurutnya,
institusi institusi moral adalah suatu eksternal, objektive dan
mengikat. Di mata durkheim yang positivistik pada dasar nya
tidak ada perbedaan antara kekangan moral dan kekangan fisik

C. PENUTUP
bertasawuf pada hakikat nya menyangkut aktivitasi berupa
kesadaran manusia paling dalam prihal relasasi manusia dengan
tuhan, lingkungan dan sesamanya yang terilhami oleh kualitas asma

dan sifat-sifat alla, yang kemudian terwujud dalam tingkah laku
sosial nya. Dengan begitu, bertasawuf bukan suatu penyikapan yang
pasif atau apatis terhadap kenyataan sosial, sebaliknya
pengenjawantahunnya adalah bagaimana pemahaman atas kualitas
ketuhanan tersebut mampu dtransformasikan untuk mengukukuhkan
eksistensi kemanusian dalam realitas “kebumiannya”