Analisis Cerkak JUMEDOR ING MALEM TAKBIRAN

ANALISIS CRITA CEKAK TENTANG

  

"JUMEDOR ING MALEM TAKBIRAN"

Buah Karya

(Tiwiek SA)

  

“GENDRUWO NGAMUK”

Buah Karya

(Imam H)

  

Dosen Pembimbing

Drs. Heru Subakti, M.m

Oleh:

WAHIBAH MAHFUFAH

  

086220

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

JOMBANG

  

2011

KATA PENGANTAR

  Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah mengaruniakan rahmat serta hidayahnya kepada penulis dalam analisis crita cekak dengan judul Jumedor Ing Malem Takbiran dan Gendruwo Ngamuk.

  Adapun tujuan disusunya analisis ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti mata kuliah ”Sastra Daerah” meskipun demikian penulis mengakui dan menyadari bahwa makalah ini akan kurang berhasil tanpa adanya kerja sama yang baik dari berbagai pihak.

  Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

  1. Drs. Heru Subekti, M.M selaku dosen pengampu mata kuliah Sastra Daerah

  2. Teman-teman 2008-E, atas partisipasi dan bantuannya

  Selanjutnya penulis sendiri telah merasakan bahwa mata makalah yang kami susun ini kiranya masih jauh dari sempurna,karena penulis mengakui dan menyadari sangat terbatasnya kemampuan pengetahuanya serta pengalaman yang penulis miliki walaupun telah berusaha dengan segala upaya.

  Akhirnya penulis sangat mengharapkan semoga makalah ini berguna dan bermanfaat dalam kemajuan pendidikan,serta para pembaca penulis juga mengharapkan kritik dan saran.

  Jombang, 19 Januari 2010 Penulis

  

BAB I

ANALISIS CERKAK

“JUMEDOR ING MALEM TAKBIRAN”

A. TEMA

  1. Hakikat Tema Pada cerpen ini menjelaskan tentang beberapa masalah, makna yang dimaksud pada cerpen ini yaitu menceritakan seorang anak yang bernama Ming putra dari bapak Kadim dan Bu Kadim yang baru saja keluar dari penjara 3 hari sebelum malam takbiran, membuat ulah lagi sampai beberapa polisi berusaha untuk menangkapnya. Ming adalah anak tak punya sopan santun pada orang tuanya. Bukti dari hakekat tema ini.

  Bukti:

  "Kaya wektu sore iku. Lagi bae teka, Ming sakanca wis gawe

rancangan kanggo ngisi malem takbiran. Ora kok nganakake takbir

keliling utawa takbir neng mesjid, nanging arep nganakake pista neng prapatan cedhak pasar. Pak lan Mbok Kadim wis apal. Sing diarani pista iku genah yen pista minuman keras aliyas mabuk-mabukan.

  Lan temenan kalane ummat Islam ngagungake asmane Allah lumantar kumandhanging takbir, Ming sakancane nglumpuk neng tengah prapatan cedhak pasar. Mangan-mangan lan mabuk-mabukan. Polahe pating dlajig, swarane pating braok.

  Dari bukti diatas menjelaskan ketika Ming bebas dari penjara, karena ulahnya, pada hari ke 3 sebelum lebaran. Bukti kedua ketika ming membuat ulah di malam takbir. Ming bersama teman-teman akan membuat rencana buat mengisi malam takbiran, dia tidak mengisi takbir keliling atau takbiran di masjid, akan tetapi mereka malah mengadakan pesta di perempatan yang dekat pasar,pak Kadim smaa bu Kadim sudah hafal yang disebut pesta itu sudah jelas kalau pesta minuman keras alias mabuk-mabukan.

  Mereka berkumpul di perempatan makan-makan dan minum- minuman keras, tingkah lakunya yang tidak senonoh, suaranya banget keras. Setiap orang yang lewat di situ dihadang dan dimintai uang dengan cara paksa. Sampai akhir orang yang berontak Ming tidak segan-segan memukul orang tersebut sampai datanglah polisi untuk menghentikan ulahnya. Bukti yang kedua dari penjelasan diatas:

  "Kaya wektu sore iku. Lagi bae teka, Ming sakanca wis gawe rancangan kanggo ngisi malem takbiran. Ora kok nganakake takbir

keliling utawa takbir neng mesjid, nanging arep nganakake pista neng

prapatan cedhak pasar. Pak lan Mbok Kadim wis apal. Sing diarani pista iku genah yen pista minuman keras aliyas mabuk-mabukan.

  Lan temenan kalane ummat Islam ngagungake asmane Allah lumantar kumandhanging takbir, Ming sakancane nglumpuk neng tengah

prapatan cedhak pasar. Mangan-mangan lan mabuk-mabukan. Polahe

pating dlajig, swarane pating braok.

  2. Tema mengangkat masalah kehidupan Di dalam cerpen ini mengangkat sebuah kehidupan yang dialami oleh pak Kadim dan bu Kadim dalam menyambut kedatangan hari raya begitu senang sekali mereka, walaupun rumahnya terbuat dari sesek / gedhek yang sudah tidak layak dipakai, akan tetai pak Kadim tetap merawat, dicat walaupun pakai kapur/gamping. Agar tetap kelihatan bersih, sedangkan bu Kadim juga mempersiapkan dengan membuat kripik kphun gyg terbuat dari ketela pohon. Walaupun tidak bisa membuat kue- kue yang enak, bu Kadim tetap tidak sedih apa adanya ygdilakukannya.

  Dengan tujuan untuk memulyakan hari raya idul fitri.

  Bukti: Riyaya mung kari kurang telung dina, mbok Kadim katon sibuk.

  

Dino iku nggoreng opak pohung kanggo suguhan riyaya suk emben.

Rencanane sesuk olah-olah nggo maleman lan kirim donga. Tumrap wong

mlarat kaya dheweke kuwi, cecawis kanggo mulyakake dina riyaya iku

  sejatine abot, ning dikaya ngapa, tekane nyaya kudu dipapag kanthi adreng.

  Selain itu pada cerpen ini menceritakan tentang kehidupan para orang-orang preman yang sukanya mabuk-mabukan, dan selalu keras terhadap semua orang, orang yang sudah terkenal dengan sebutan preman. Itu adalah anak dari pak Kadim dan bkk dia bernama Ming, dia sudah pernah dipenjara akibat perilakunya yang suka mabuk-mabukan di tengah perempatan.

  Buktinya:

  "Kaya wektu sore iku. Lagi bae teka, Ming sakanca wis gawe rancangan kanggo ngisi malem takbiran. Ora kok nganakake takbir

keliling utawa takbir neng mesjid, nanging arep nganakake pista neng

prapatan cedhak pasar. Pak lan Mbok Kadim wis apal. Sing diarani pista iku genah yen pista minuman keras aliyas mabuk-mabukan.

  Lan temenan kalane ummat Islam ngagungake asmane Allah lumantar kumandhanging takbir, Ming sakancane nglumpuk neng tengah

prapatan cedhak pasar. Mangan-mangan lan mabuk-mabukan. Polahe

pating dlajig, swarane pating braok.

  3. Tingkatan tema menurut Shipley Shipley dalam “dictionary of world literature (1962:417) mengartikan seagai subyek wacana, topik umum atau masalah utama yang dituangkan kedalam cerita.

  Tema dalam cerpen ini termasuk tema tingkat sosial, yaitu manusia sebagai makhluk sosial “ man as socius”. Kehidupan bermasyarakat yang merupakan tempat aksi interaksinya dengan sesama manusia, lingkungan alam, yang mengandung banyak permasalahan, konflik yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu berupa masalah ekonomi dan kebudayaan.

  4. Tema utama dan tambahan Jadi tema utama dari cerpen ini adlaah “Jumedor Ing Malam

  Takbiran” seorang anak pak Kadim dan bu Kadim bernama Ming telah membuat ulah dan pesta mabuk-mabukan di tengh perempatan. Sampai- sampai datang polisi untuk menangkapnya di malam hari raya.

  Tema tambahan termasuk pada kehidupan bermasyarakat bu Kadim dan pak Kadim yang hidupnya sederhana dengan rumah yang berdinding sesek / gedheg, yang tetap senang dan menyambut lebaran.

B. Hakikat cerita

  Cerita diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam karya fiksi. Artinya dalam cerita, peristiwa yang satuberlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain.

  Kaitan waktu dan urutan antar peristiwa harus jelas, sebab akibat sehingga jelas urutan awal, tengah, akhirnya. Di dalam cerpen ini mengisahkan tentang seorang yang bernama Ming putra dari pak Kadim dan bu Kadim yang tingkah lakunya menyamai seorang preman. 3 bulan dia sudah dipenjara gara-gara tingkah lakunya yang suka mabuk-mabukan, berpesta-pesta, makan-makan serta suaranya yang begitu keras sambil berjoget-joget.

  3 hari sebelum malam takbir dia bebas dari penjara. Entar dari mana teman-temannya sudah pada tau, dan ingin merayakan dan berpesta atas kedatangnannya di malam takbiran nanti.

  Ketika dia pulang, dengan seenaknya makan-makanan yang akan disuguhkan di hari lebaran ditanyakan anak istrinya kepada bu Kadim. Ibunya bilang anak dan istrimu pulang kerumah orang tuanya.

  Dengan tingkah lakunya yang menyamai preman di malam takbiran dia dan teman-temannya mengadakan pesta, makan-makan dan mabuk- mabukan di tengah perempatan mereka asyik dengan acaranya. Tiap orang lewat pasti dihadang dimintai uang salah satu orang ada yang ngelak dengan perilakunya, dihajarlah sama Ming, kemudian datanglah orang-orang masyarakat untuk memisahnya. Akan tetapi mereka tidak bisa mengalahkan polisi dengan menghidupkan pistolnya, merekapun terdiam, ada yang lari akan tetapi polisi bisa menangkap mereka semua.

  Ming dapat melarikan diri dengan membawa sepeda motor temannya dengan begitu cepat, Ming tidak bisa ngendalikan motornya, karena dia dalam keadaan mabuk, ketika mau belok bersisipan mobil-mobil takbir keliling, terjatuhlah Ming menatap sebuah pos, yang mengakibatkan Ming terjatuh dan berdarahlah kepalanya sampai tak sadarkan diri.

C. Pemplotan

  “Stanton” mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang satu disebabkan / menyebabkan peristiwa lainnya.

  Peristiwa konflik dan klimaks kegita unsur ini merupakan unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita.

  a. Peristiwa atau kejadian Dalam penggunaan istilah action (aksi, tindakan) dan even (peristiwa kejadian). Pada cerpen ini terdapat sebuah peristiwa kejadian yang dialami oleh Ming, akibat Ming sukanya mabuk-mabukan, pesta-pesta, menghadang orang lewat sehingga orang-orang pada takut, dan menganggap Ming seorang preman. Dengan kejadian ini, Ming akhirnya ditangkap polisi. Dengan tidak adanya Ming masyarakat sekitar tidak takut lagi dalam keluar rumah, akan tetapi 3 hari menjelang lebaran Ming bebas dari penjara, dia membuat ulah lagi sampai dia kecelakaan yang tidak sadar diri.

  Buktinya:

  Jeneng Ming dadi kondhang kadidene raja preman sing diwedeni

awit seneng gawe onar lan kerusuhan. Wong lulungan bengi ora wani

ijen, kuwatir dicegat lan ditarget balane Ming. Sawiji wektu, sajake teka

apese Ming. Dheweke ketangkep massa nalika nyolong sepedha montor

neng tangga desa. Ajaa enggal ketekan polisi, ayak bae nyawane oncat

merga dihakimi massa. Saka tumindake iku Ming dipatrapi paukuman

karotengah taun. Nah, ya saploke Ming dikunjara iku, swasana desa bali tentrem. Wong lulungan wanci bengi ora prelu wedi dicegat apa dibegal. Awit nyatane tanpa Ming, anak buwahe ora wani tumindak apa-apa.

  b. Konflik Konflik adalah sesuatu yang dramatic, mengacu adanya aksi dan aksi balasan atau kejadian yang tergolong penting (berupa peristiwa fungsional utama/kernel) meruapkan unsur yang esensial dalam pengembangan plot.

  Konflik internal kejiwaan yaitu yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh cerita, masih terjadi adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, harapan dll.

  Pada cerpen ini terdapat pertentangna yaitu antara anak dan orang tuanya yang terjadi di 3 hari sebeum malam takbir. Buktinya:

  Pak Kadim lan mbok Kadim ora bisa timindak apa-apa. Ora wani nglarang utawa aruh-aruhi. Dijarake bae tamu sing ora diundang kuwi

paling braok lan pating dlajik. Yen diaruh-aruhi sok salah tampa, malah

njur salin salaga.

  

Ming kuwi pancen anak pak Kadim. Anak ontang anting ora ana

tunggale. Wiwit cilik didama-dama bisaa tembene dadi bocah sing piguna

tumrap nusa, Bangsa, agama lan bekti marang wong tuwa. Ning jebul

mrucut saka embanan, luput saka kekudangan. Pranyata Ming sing jeneng

aslinge Amir iku bareng gedhe dadi bocah mrusal. Wiwit katon mbelise nalika tamat SD sansaya mbelis bareng wis neng SMP.

  Dari cerkak di atas menggambarkan sebuah pertentangan antara orang pak Kadim dan bu Kadim dengan anaknya yang bernama Ming. Penahapan plot, penahapan ini terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), tahap akhir (end).

  a. Tahap Awal Tahap awal disebut sebagai tahap perkenalan, yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan tahap berikutnya.

  Misi: pengenalan latar pada nama-nama tempat, suasana alam, dan waktu. Pada cerkak ini terdapat pada paragraph 1 yang berisi tentang tempat yaitu dirumah, suasana sedih dan bahagia, waktu di pagi hari.

  Riyaya mung kari kurang telung dina, mbok Kadim katon sibuk. Dino iku nggoreng opak pohung kanggo suguhan riyaya suk emben.

Rencanane sesuk olah-olah nggo maleman lan kirim donga. Tumrap wong

mlarat kaya dheweke kuwi, cecawis kanggo mulyakake dina riyaya iku

  sejatine abot, ning dikaya ngapa, tekane nyaya kudu dipapag kanthi adreng.

  b. Tahap Tengah Disebut juga tahap pertikaian menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi meningkat dan menegangkan.

  Pada cerkak ini terdapat paragraph tengah. Bukti 1

  Pak Kadim lan mbok Kadim ora bisa timindak apa-apa. Ora wani nglarang utawa aruh-aruhi. Dijarake bae tamu sing ora

diundang kuwi paling braok lan pating dlajik. Yen diaruh-aruhi sok

salah tampa, malah njur salin salaga.

  Ming kuwi pancen anak pak Kadim. Anak ontang anting ora ana

tunggale. Wiwit cilik didama-dama bisaa tembene dadi bocah sing

piguna tumrap nusa, Bangsa, agama lan bekti marang wong tuwa.

Ning jebul mrucut saka embanan, luput saka kekudangan. Pranyata

Ming sing jeneng aslinge Amir iku bareng gedhe dadi bocah mrusal.

Wiwit katon mbelise nalika tamat SD sansaya mbelis bareng wis neng SMP.

  Bukti 2

  

Jeneng Ming dadi kondhang kadidene raja preman sing

diwedeni awit seneng gawe onar lan kerusuhan. Wong lulungan bengi ora wani ijen, kuwatir dicegat lan ditarget balane Ming. Sawiji wektu,

sajake teka apese Ming. Dheweke ketangkep massa nalika nyolong

sepedha montor neng tangga desa. Ajaa enggal ketekan polisi, ayak

bae nyawane oncat merga dihakimi massa. Saka tumindake iku Ming dipatrapi paukuman karotengah taun. Nah, ya saploke Ming dikunjara iku, swasana desa bali tentrem. Wong lulungan wanci bengi ora prelu wedi dicegat apa dibegal. Awit nyatane tanpa Ming, anak buwahe ora wani tumindak apa-apa.

  Bukti 3

  "Kaya wektu sore iku. Lagi bae teka, Ming sakanca wis gawe

rancangan kanggo ngisi malem takbiran. Ora kok nganakake takbir

keliling utawa takbir neng mesjid, nanging arep nganakake pista neng

prapatan cedhak pasar. Pak lan Mbok Kadim wis apal. Sing diarani

pista iku genah yen pista minuman keras aliyas mabuk-mabukan.

  Lan temenan kalane ummat Islam ngagungake asmane Allah

lumantar kumandhanging takbir, Ming sakancane nglumpuk neng

tengah prapatan cedhak pasar. Mangan-mangan lan mabuk-mabukan. Polahe pating dlajig, swarane pating braok.

  c. Tahap Akhir Disebut dengan tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks yang berisi kesudahan cerita / denga akhir dari sebuah cerita. Pada cerkak ini menceritakan tentang anak dari pak Kadim dan bu Kadim yang sangat mrusal.

  Akibat dari perbuatannya yang suka mabuk-mabukan di perempatan desanya dan suka menghadang orang yang lewat, akhirnya di malam takbir hari raya Ming ditangkap oleh polisi akan tetapi Ming melarikan diri dengan tak sadar kontrol dalam mengendarai sepeda Ming sisipan dengan rombongan takbir keliling yang menjadikan Ming terlempar menabrak pos sehingga Ming sampai tak sadarkan diri.

  Terdapat pada paragraf akhir.

  

Eman, Ming sekancane emoh ngrungokake. Terus bae anggone

munasika pawongan sing ngaku pulisi kuwi. Wusanane, merga rumangsa

kepepet, sing ngaku pulisi nglolos barang ireng saka lempenge. Pistul! Pistul kasebut diacungake mendhuwur, banjur mbledos kaping telu, “Dhor!Dhor! Dhor! Sakala wong-wong brangasan kuwi buyar salang tunjang. Ming isih kober nyaut sepedha montore Basong, banjur dislah lan dibanhangake tanpa ngurubake lampu. Playune montor sleyat-sleyot jeneh sing nyetir lagi mabuk.

  Nalika menggok nengen ing protelon cedhak gardhu, rada keladuk

  

sing lagi ngadani takbir keliling. Kanggo nginggati tabrakan, Ming

mbanting satire mengiwa. Cilakane, anggone mbanting setir kerosan.

Akibate, montor bablas nyantap gardhu ing kiwa dalan. Jumedher

suwarane. Nanging sajak luput saka kawigatane penumpang mobil iring- iringan kang terus-terusan ngumandhangake takbir lumantar pengeras suara iku.

D. Penokohan “Tokoh” yaitu merujuk pada orangnya atau pelaku dalam sebuah cerita.

  Sedangkan “penokohan” pelukisan atau gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

  Pada cerkak ini tokohnya yaitu:

  1. Pak Kadim 2. bu Kadim

  3. Ming sebagai anak dari pak Kadim dan bu Kadim

  4. Ratini sebagai tetangga bu Kadim

  5. Ning sebagai istri Ming

  6. Koncone Ming

  7. Masyarakat

  8. Polisi Perbedaan tokoh

  1. Tokoh Utama tokoh yang paling sering muncul di awal sampai akhir cerita.

  • pak Kadim - bu Kadim Ming -

  2. Tokoh Tambahan: Tokoh yang muncul beberapa waktu saja akan tetapi juga berkaitan dengan tokoh utama.

  Ning - Ratini - Koncone -

  • Polisi
b. Tokoh Protagonis dan antagonis

  1. Tokoh protagonis yaitu tokoh yang menerangkan watak baik pada cerkak ini hanya ada dua orang, yaitu

  • pak Kadim bu Kadim. -

  2. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang menerangkan watak jahat, pada cerkak ini tokoh antagonis yaitu

  • Ming dan kawan-kawan.

  E. Pelataran Latar atau setting yang berupa tempat, waktu, lokasi.

  Pada cerkak ini terdapat tempatnya di: di sebuah rumah yang terbuat dari bambu/gedhek. - Di perempatan desanya/jalan - Sebelah pos/gardu -

  Latar waktu ini juga berhubungan dengan “kapan” terjadi peristiwa- peristiwa itu diceritakan pada sebuah karya fiksi. Pada cerkak ini latar waktu: Di pagi hari - Di malam hari - Di malam takbir Hari Raya Idul Fitri -

  Latar sosialnya ketika bu Kadim teranjak ke rumah tetangganya untuk hutang minyak goreng, di sinilah dapat dilihat latar dan segi sosial masyarakat tersebut dan sebagainya.

  F. Penyudutan dan pandangan

  Sudut pandang, “ point of view” menyaran pada sebuah cerita yang dikisahkan, ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan latar dan berbagai peristiwa yang membentuk karya fiksi.

  Pada cerkak ini adalah beberapa sudut pandang yaitu:

  a. Sudut pandang pertama “aku” pada Ming, anak dari pak Kadim dan bu Kadim digunakan diawal cerita, ketika

  “Ngawur bapak iki! Mosok aku mlayu, aku iki wis bebas, iki layang pembebasane!” “Aku” pada orang-orang masyarakat ketika lewat di tengah

jalan, dihadang oleh Ming dan segerombolannya.

“Aku ora nglarang, mung arep lewat, Ning mergo dalani kok kebeki, lakuku rek keganggu.”

  “Aku” sebagai polisi diakhir cerita datanglah polisi untuk menangkap Ming yang sedang mengadakan pesta mabuk-mabukan di permpatan jalan.

  “Hentikan! Hentikan! Aku polisi!” Eman, Ming sekancane emoh ngrungokake. Terus bae anggone munasika pawongan sing ngaku pulisi kuwi. Wusanane, merga rumangsa kepepet, sing ngaku pulisi nglolos barang ireng saka lempenge. Pistul! Pistul kasebut diacungake mendhuwur, banjur mbledos kaping telu, “Dhor!Dhor! Dhor!

  Sakala wong-wong brangasan kuwi buyar salang tunjang. Ming isih kober nyaut sepedha montore Basong, banjur dislah lan dibanhangake tanpa ngurubake lampu. Playune montor sleyat- sleyot jeneh sing nyetir lagi mabuk.

  Nalika menggok nengen ing protelon cedhak gardhu, rada keladuk mangan dalan. Ndilalah saka arah lelawanan ana iring- iringan mobil sing lagi ngadani takbir keliling. Kanggo nginggati tabrakan, Ming mbanting satire mengiwa. Cilakane, anggone mbanting setir kerosan. Akibate, montor bablas nyantap gardhu ing kiwa dalan. Jumedher suwarane. Nanging sajak luput saka kawigatane penumpang mobil iring-iringan kang terus-terusan ngumandhangake takbir lumantar pengeras suara iku.

G. Bahasa

  Bahasa adalah sebuah sistem tanda yang telah mengkovensi yang mempunyai ciri-ciri struktur kebahasaan atau gaya bahasa yang terdapat pada karya tersebut.

  Pemajasan teknik penggunaan bahasa yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah / aslinya, melainkan makna tersirat. Pada cerkak ini tidak ada pengungkapan bahasa yang memiliki makna tersirat, gaya bahasanya bermakna asli.

  

SINOPOSIS

  Cerkak yang berjudul “Jumedor ing Malem Takbiran” ini menceritakan tentang tingkah laku anaknya yang bernama “Ming”, tiga hari sebelum hari raya Ming telah bebas dari penjara, akibat perbuatannya yang suka mabuk-mabuk dan membuat ulah di tengah masyarakat. Padahal orang tua Ming yaitu bu Kadim dan pak Kadim menyekolahkannya agar kelak menjadi anak yang soleh. Ternyata mereka gagal dalam mendidiknya selulus SMP, Ming nekat kerja ke Malaysia, orang tuanya merestui Ming berangkat, akan tetapi Ming di Malaysia hanya sekedar main-main saja. pulang kerumah tidak bawa uang, malah bawa anak perempuan, katanya sudah dinikahi waktu di Malaysia, hati kedua orang tuanya sakit dengan tingkah lakunya yang seperti itu.

  Ketika mau malam takbiran, Ming dan segerombolannya berencana untuk mengadakan pesta mabuk-mabukan di perempatan jalan di malam takbir nanti. Ketika itu Ming dan teman-temannya sedang asyik menikmati acaranya, sedangkan masyarakat lainnya mengadakan takbir keliling. Malam itu datanglah beberapa polisi, menangkap segerombolan mereka, akan tetapi semuanya pada bubar, melarikan, Ming langsung bawa sepeda motor teman dengan kecepatan yang luar biasa serta dalam keadaan mabuk. Ming bersimpangan dengan orang- orang yang mengadakan takbir keliling, untuk menghindari truk tersebut, Ming menatap pojokan gerdu yang mengakibatkan Ming terlempar meloncat dari sepeda dan kepalanya berdarah terkena benturan pojokan itu.

  

BAB II

ANALISIS CERKAK 2

"GENDRUWO NGAMUK"

  1. Hakekat Tema Pada Cerkak yang berjudul "Gendruwo Ngamuk" menjelaskan tentang sebuah peristiwa yang didalamnya mengandung nilai-nilai zaman dahulu yang patut kita contoh, walaupun tidak diyakini, yaitu menceritakan tentang hari- hari yang baik untuk acara resepsi pernikahan, hari-hari yang pas waktu memasuki rumah atau pertama kali membangun rumah, dan lain sebagainya.

  Ada yang mengatakan ada hari-hari tertentu dalam acara resepsi, ada juga hari-hari yang buruk untuk acara resepsi. Pada cerkak ini pak Suraji datang ke tempat mbah kromo, dan menanyakan tentang hari-hari yang baik untuk resepsi acara pernikahan anaknya, kata mbah Kromo untuk bulan ini tidak baik untuk acara pernikahan, lebih baik bulan depan karean dilihat dari tanggal lahir pengantin putra dan putri tidka ada hari yang baik. Akan tetapi istri pada suraji menginginkan bulan-bulan ini.

  Jadi dengan terpaksa resepsi pernikahannya dilaksanakan bulan ini, yang bersamaan dengan perbaikan jalan di sebelah rumahnya. Acara itu berlangsung tiba-tiba daging-daging sapi yang barusan disembelih pada hilang, padahal pak Suraji menyembelih 2 ekor sapi yang besar, tapi tak tau daging itu kemana. Malam hari pak Suraji berencana untuk menyembelih 1 ekor sapi lagi tiba-tiba lampu mati semuanya, gelap sekali pada waktu itu, semua orang yang membantu pada teriak ketakutan, katanya salah satu orang ada yang di temui "GENDRUWO", yang matanya melotot, ada yang temui pocong, pada waktu datanglah mbah Kromo dan Mbah Kholil bilang kenapa tidak nurut dengan kata-kata mbah Kromo? Setelah dikasih tau ternyata GENDRUWO-GENDRUWO pada ngamuk dan yang bawa daging-daging tersebut ternyata Gendruwo dengan dipasang-pasang di tali pada pohon besar disamping rumahnya pateng grentel.

  Jadi hakekat cerkak ini terdapat pada akibat melanggar hari-hari yang tidak baik serta ada pembongkaran jalan disebabkan rumah pak Supaji mengakibatkan Gendruwo-gendruwo itu pada ngamuk.

  Buktinya:

  Pak Suraji senter-senter ana mburitan. Sepi. Ora ana wong sing pantes dijubriyani. Dumadakan lampu dhisel kanggo terop lan lampu listrike ngomah pisan mati mak pet – kahanan dadi peteng dhedhet lelimengan …. Swarane wong pating jlerit, jalaran padha bingung. Saweneh banjur padha ngrubakake lampu senter, ana kang padha nyumet lampu teplok. Malah ana kang bingung njupuk lampu petromak.

  "Wah, iki mesthi ana sing sabotase!" kandhane Mat Salisun karo nuntun benthung, mlaku grumut-grumut ana mburi.

Durung entek jibege, Pak Suraji kesandung kabel nganti tiba

jekengkangan. Ketambahan maneh ana swara jelih jelih, swarane wong

wedok-wedok sing padha rewang ana pawon.

  "Gendruwo…!"

"He! Sapa ta bengok-bengok kuwi!" Pak Suraji muring-muring.

"Wis peteng kaya ngene, ndadak ngomong sing ora-ora!". "Saestu, pak! Kulo sumerep gendruwo!" kandhane temanten wedok karo nggawa senter, nyenteri Bapake kang isih krangkangan tangi. "Gendruwo apa? Aja clemang clemong, kowe!". Wong-wong wedok liyane banjur padha pating krumpul ana sangarepe

pak Suraji. Saweneh ana sing ngomong, jare weruh matane gendruwo, kaya

lampu menthor-menthor loro, rupane biru. Ana maneh sing kandha jare

weruh kliwere gendruwo mau, awake gedhe dhuwur, nganti meh sundhul

terop ngiringan. Wulune dhiwut-dhiwut nggegilani. Saweneh jare ana sing

weruh untune lan siyunge dawa-dawa tur lincip-lincip.

  2. Tema mengangkat sebuah kehidupan Pada cerkak yang mengangkat sebuah kehidupan yaitu masih terciptanya gotong royong dalam sebuah kehidupan bermasyarakat, yaitu dalam

  Buktinya:

  Bebarengan karo rame-rame gawe kreteg Widas lagi dibongkar jalaran arep dibangunake anyar dening pemerintah. Kreteg mau dumunung ana saelore omahe pak Suraji. Mangka kanggo ngrancagake anggone mbangun kreteg, kudu negor wit seprih sing kondhang

wingite. Akhe kuli bangunan sing ora saguh negor wit mau. Jalaran padha

wedi, kuwatir yen salah gawe bisa dadi korban.

  Pemboronge ora kurang akal. Supaya wit mau bisa enggal katebang, mula ditekakake sinso (graji mesin) saka kutha. Kajaba tukang nggraji, pemboronge uga nekakake tenaga kasar papat cacahe.

  3. Tingkatan Tema Shipley dalam “dictionary of world literature (1962:417) mengartikan seagai subyek wacana, topik umum atau masalah utama yang dituangkan kedalam cerita.

  Tema dalam cerpen ini termasuk tema tingkat sosial, yaitu manusia sebagai makhluk sosial “ man as socius”. Kehidupan bermasyarakat yang merupakan tempat aksi interaksinya dengan sesama manusia, lingkungan alam, yang mengandung banyak permasalahan, konflik yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu berupa masalah ekonomi dan kebudayaan.

  4. Tema UTama dan Tema Tambahan.

  Jadi tema utama pada cerkak ini yaitu dengan judul "GENDRUWO NGAMUK" akibat di pak Suraji yang tidak mau tau dengan itungan hari pernikahan anaknya, yang mengakibatkan gendruwo-gendruwo itu pada ngamuk-ngamuk.

  Tema tambahan dari cerkak ini kehidupan sosialnya dalam pembangun jalan atau dalma membantu saling tolong menolong pada ornag yang mempunyai hajatan. Pada pemotongan pohon dan perbaikan jalan tidak dibancak'I pada istilah jawa jadi gendruwo itu pada ngamuk.

  Antara tema utama dan tema tambahan ini saling berkaitan ceritanya.

  1. Hakikat Cerita Dalam cerkak ini mengisahkan seorang yang mau mengadakan acara resepsi pernikahan anaknya, sebelum acara tersebut berlangsung pak

  Suraji datang kerumah mbah Kromo yang terkenal dengan sebutan "Manusia Langka" yang menjadi tempat jujukan buat pertanyaan tentang hal patungan jawa.

  Setelah berbicara lama, mbah Kromo bilang tidak ada hari yang pas untuk acara resepsi nanti dilihat tanggal lahir pengantin putra dan putritidak cocok, dilihat dari namanya Sri Suwartini dengan Iwan Susetyo, juga tidak cocok. Ucapan mbah Kromo tidak apa kalau mereka sudah saling mencintai, tapi acara resepsinya bulan depan. Pak Suraji menurut apa kata mbah Kromo, tapi istrinya dengan anaknya tidak setuju kalau dilangsungkan bulan depan.

  Dengan terpaksa pak Suraji menurut ucapan istrinya. Waktu itu pernikahannya bersama dengan pembangunan kreteg disebelah rumahnya, di malam hari terjadilah kejadian-kejadian aneh pada acara tersebut, masak daging sapi 2 hilang tak tau kemana, ketika mau nyembelih lagi tiba-tiba lampupada mati berteriaklah orang-orang yang ada di belakang sambil bilang ada Gendruwo… matanya melotot, mencorong, beswar tinggi banget dan akhirnya datang mbah Kromo dan Mbah Kholil, beliau berkata "kenapa tetap kau lakukan? Kenapa tidak kau turuti ucapanku.

  Keesok harinya dilihat pohon di sebelah rumah pak Suraji terdapat daging-daging sapi yang bercantolan di pohon tersebut. Yang kata mbah kromo Gendruwo itu ngamuk-ngamuk bersamaan perbaikan jalan kreteg tersebut, dan tiba-tiba daging tersebut pada jatuh bergantian ke tanah.

B. Pemplotan Kejadian

  a. Peristiwa atau kejadian Pada cerkak ini terdapat sebuah peristiwa yang dialami oleh keluarga pak Suraji yang tidak menurut apa kata mbah Kromo dalam penghitungan hari untuk acara resepsi pernikahan anaknya, yang mengakibatkan acara tersebut menjadi rusak dan berantakan karean ada gendruwo-gendruwo yang ngamuk pada acara tersebut.

  Buktinya:

  Pak Suraji senter-senter ana mburitan. Sepi. Ora ana wong sing pantes dijubriyani. Dumadakan lampu dhisel kanggo terop lan lampu listrike ngomah pisan mati mak pet – kahanan dadi peteng dhedhet lelimengan …. Swarane wong pating jlerit, jalaran padha bingung. Saweneh banjur

padha ngrubakake lampu senter, ana kang padha nyumet lampu teplok.

Malah ana kang bingung njupuk lampu petromak.

  "Wah, iki mesthi ana sing sabotase!" kandhane Mat Salisun karo nuntun benthung, mlaku grumut-grumut ana mburi.

Durung entek jibege, Pak Suraji kesandung kabel nganti tiba

jekengkangan. Ketambahan maneh ana swara jelih jelih, swarane wong

wedok-wedok sing padha rewang ana pawon.

  "Gendruwo…!"

"He! Sapa ta bengok-bengok kuwi!" Pak Suraji muring-muring.

"Wis peteng kaya ngene, ndadak ngomong sing ora-ora!". "Saestu, pak! Kulo sumerep gendruwo!" kandhane temanten wedok karo nggawa senter, nyenteri Bapake kang isih krangkangan tangi. "Gendruwo apa?! Aja clemang clemong, kowe!".

Wong-wong wedok liyane banjur padha pating krumpul ana

sangarepe pak Suraji. Saweneh ana sing ngomong, jare weruh matane

gendruwo, kaya lampu menthor-menthor loro, rupane biru. Ana maneh

sing kandha jare weruh kliwere gendruwo mau, awake gedhe dhuwur,

nganti meh sundhul terop ngiringan. Wulune dhiwut-dhiwut nggegilani.

Saweneh jare ana sing weruh untune lan siyunge dawa-dawa tur lincip-

lincip.

  b. Konflik Konflik adalah sesuatu yang dramatic, mengacu adanya aksi dan aksi balasan atau kejadian yang tergolong penting (berupa peristiwa fungsional

  Konflik internal kejiwaan yaitu yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh cerita, masih terjadi adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, harapan dll.

  Pada cerkak ini terdapat pertentangan antara pak Suraji dengan istrinya tentang menentukan hari resepsi pernikahan anaknya, yang mana pak Suwiji ingin bulan depan, tapi istrinya minta bulan-bulan ini.

  Buktinya:

  Pak Suraji nyritakake sakabehing rembuke mbak Kromo marang bojone. Nanging sajake bojone wis duwe etungan liya karo Man Thoklek.

Anggone petungan dina dadi benceng cuweng. Wusanane rada userg

perkara nemtokake "dheng"e gawe.

  "ALaa Mak, kadar jaman saiki wis ora kathik nganggo petung-

petungan we kok, ndadak direwangi Sri Suwartini semu maido wong

tuwane.

  Krungu rembuge bocah wingi sore sing arep dimantokake iku, pak Suraji muntab …. "Ya wis, mbuh kono sak karepmu! Nek enek apa-apane aja mnaido bapakmu!".

  c. Penahapan

  a. Tahap Awal Tahap awal disebut sebagai tahap perkenalan, yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan tahap berikutnya.

  Misi: pengenalan latar pada nama-nama tempat, suasana alam, dan waktu.

  Mbah Kromo pancen kalebu wong kang karan "Manusia Langka" ing setengah-setengahe jaman modern abad computer saiki. Jalaran

apa? Ora liya marga dheweke tansah dadi jujugane pitakonan

ngenani bab petungan Jawa. Kaya ta, kapan dina lan pasaran kang becik kanggo temune temanten, sasi apa sing mathuk kanggo wong boyongan utawa adeg omah, jam pira wektu sing prayoga kanggo grese cah sunat lan sapanunggalane. Maklum, keh-kehe wong Jawa

  Mung emane, wong-wong sing sekolahe dhuwur-dhuwur sundul tekan

langit kae kok ya ora gelem nyiptakake computer sing kena kanggo

metung dina kang becik ngono mau. Mbah Kromo kepetung computer otomatis gaweyan alam. Saben ana wong takon perkara dina kang apik, tanpa ndeleng cathetan dheweke

wis bisa aweh wangsulan, malah kepara dadi subyek kang banjur

mrogram acara. Kaya ing sawijining dina, sajrone wulan besar, wongkang duwe gawe

akehe ora mekakat. Kadhang-kandhang buwuh utawa jagong wae

nganti direwangi mburuhake. Lha piya, wong sedina sawengi kadhang-kadhang ana pitung panggonan, thik adoh-adoh pisan. Jagong manten kaya ngono akehe mau yen dituruti kabeh, sida ngentekake panenan pari sawah sakedhok temenanan.

Sing panen punjungan ora liya ya mbah kromo. Pancen ya renes,

sanajan biyen sekolahe mung buku sitok "Betal Jemur" meguru nyang

awake dhewe, nyatane dadi wong sayatuwa saya akeh rejekine. Apa

maneh yen sing duwe gawe iku wonge rada loman. Persene ya mesthi akeh. "Mbah, sasi niki kulo nggih ajenge mantu" ature pak suraji blantik sapi sing kondhang sugihe lan loman nyang sapa wae. "NJenengan padoske dina sing becik, mbah".

"Kabeh dina iku apik. Ora ana dina kang ala. Nanging, nek perkara

temune temanten, pancen kudu dipetung. Petungane dina ya manut

neptu lan gung gunge neptu dina lan pasarane temanten kekarone".

  b. Tahap Tengah Disebut juga tahap pertikaian menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi meningkat dan menegangkan.

  Pak Suraji nyritakake sakabehing rembuke mbak Kromo

marang bojone. Nanging sajake bojone wis duwe etungan liya karo

Man Thoklek. Anggone petungan dina dadi benceng cuweng.

  "ALaa Mak, kadar jaman saiki wis ora kathik nganggo petung-

petungan we kok, ndadak direwangi Sri Suwartini semu maido wong

tuwane.

  Krungu rembuge bocah wingi sore sing arep dimantokake iku, pak Suraji muntab …. "Ya wis, mbuh kono sak karepmu! Nek enek apa-apane aja mnaido bapakmu!".

  c. Tahap Akhir Disebut dengan tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks yang berisi kesudahan cerita / denga akhir dari sebuah cerita.

  Pak Suraji senter-senter ana mburitan. Sepi. Ora ana wong sing pantes dijubriyani. Dumadakan lampu dhisel kanggo terop lan lampu listrike ngomah pisan mati mak pet – kahanan dadi peteng dhedhet lelimengan ….

  Swarane wong pating jlerit, jalaran padha bingung. Saweneh

banjur padha ngrubakake lampu senter, ana kang padha nyumet

lampu teplok. Malah ana kang bingung njupuk lampu petromak.

  "Wah, iki mesthi ana sing sabotase!" kandhane Mat Salisun karo nuntun benthung, mlaku grumut-grumut ana mburi. Durung entek jibege, Pak Suraji kesandung kabel nganti tiba

jekengkangan. Ketambahan maneh ana swara jelih jelih, swarane

wong wedok-wedok sing padha rewang ana pawon.

  "Gendruwo…!" "He! Sapa ta bengok-bengok kuwi!" Pak Suraji muring-muring. "Wis peteng kaya ngene, ndadak ngomong sing ora-ora!". "Saestu, pak! Kulo sumerep gendruwo!" kandhane temanten

wedok karo nggawa senter, nyenteri Bapake kang isih krangkangan

tangi.

  "Gendruwo apa?! Aja clemang clemong, kowe!".

  Wong-wong wedok liyane banjur padha pating krumpul ana sangarepe pak Suraji. Saweneh ana sing ngomong, jare weruh matane gendruwo, kaya lampu menthor-menthor loro, rupane biru. Ana maneh sing kandha jare weruh kliwere gendruwo mau, awake gedhe dhuwur, nganti meh sundhul terop ngiringan. Wulune dhiwut-dhiwut nggegilani. Saweneh jare ana sing weruh untune lan siyunge dawa- dawa tur lincip-lincip.

C. Penokohan “Tokoh” yaitu merujuk pada orangnya atau pelaku dalam sebuah cerita.

  Sedangkan “penokohan” pelukisan atau gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Pada cerkak ini tokohnya yaitu: 1. Pak Suraji sebagai orang yang mempunyai hajatan.

  2. Bu Suraji sebagai orang yang mempunyai hajatan.

  3. Sri Suwarni sebagai anak putri dari pak Suraji dan Bu Suraji.

  4. Iwan Susetyo sebagai calon menantu pak Suraji dan Bu Suraji.

  5. Mbah Kromo sebagai orang yang dibuat tempat "jujugan pitakon tentang hari pitungan Jawa".

  6. Man Thoklek sebagai paman bu Suraji.

  7. Pak Mat salisun orang yang sedang membantu di acara resepsi pernikahan anaknya.

  8. Pak Mudin Kholil orang yang mau menyembelih sapi pak Suraji.

  9. Orang-orang yang lagi sinom di rumah pak suraji.

  10. Orang-orang yang lagi gotong royong dalma pembangunan jalan kreteg di sebelah rumah pak Suraji.

  a) Pembedaan tokoh

  1. Tokoh Utama Tokoh Utama tokoh yang paling sering muncul di awal sampai akhir cerita.

  • Pak Suraji - Bu Suraji

  2. Tokoh tambahan Tokoh yang muncul beberapa waktu saja akan tetapi juga berkaitan dengan tokoh utama.

  Sri Suwarni - Iwan Susetyo - Pak Mudin Kholil - Pak Mat - Orang-orang yang lagi sinom di rumah pak Suraji -

  • Orang yang gotong royong

  Man Thoklek -

  b) Tokoh Protagonis dan antagonis

  1. Tokoh protagonis yaitu tokoh yang menerangkan watak baik pada cerkak ini hanya ada dua orang, yaitu Pak Suraji - Mbah Kromo - Pak Mudin Kholil - Pak Mat -

  2. Tokoh Antagonis yaitu tokoh yang menerangkan watak jahat Bu Suraji - Sri Suwarni - Iwan Susetyo - Man Thoklek -

D. Pelataran

  Latar atau setting yang berupa tempat, waktu, lokasi. Pada cerkak ini tempatnya terdapat di:

  1. Di rumah mbah kromo

  2. Di rumah Pak Suraji 3. Di kebunsebelah rumah pak Suraji.

  4. Di jalan Treteg. Bukti 1:

  Mbah Kromo pancen kalebu wong kang karan "Manusia Langka"

ing setengah-setengahe jaman modern abad computer saiki. Jalaran apa? Ora liya marga dheweke tansah dadi jujugane pitakonan ngenani bab petungan Jawa. Kaya ta, kapan dina lan pasaran kang becik kanggo temune temanten, sasi apa sing mathuk kanggo wong boyongan utawa adeg omah, jam pira wektu sing prayoga kanggo grese cah sunat lan sapanunggalane. Maklum, keh-kehe wong Jawa saiki wis padha ora ngerti Jawane.

Mung emane, wong-wong sing sekolahe dhuwur-dhuwur sundul tekan langit kae kok ya ora gelem nyiptakake computer sing kena kanggo metung dina kang becik ngono mau.

Mbah Kromo kepetung computer otomatis gaweyan alam. Saben ana

wong takon perkara dina kang apik, tanpa ndeleng cathetan dheweke wis bisa aweh wangsulan, malah kepara dadi subyek kang banjur mrogram acara.

Kaya ing sawijining dina, sajrone wulan besar, wongkang duwe gawe akehe ora mekakat. Kadhang-kandhang buwuh utawa jagong wae nganti direwangi mburuhake. Lha piya, wong sedina sawengi kadhang-kadhang ana pitung panggonan, thik adoh-adoh pisan. Jagong manten kaya ngono akehe mau yen dituruti kabeh, sida ngentekake panenan pari sawah sakedhok temenanan. Sing panen punjungan ora liya ya mbah kromo. Pancen ya renes, sanajan biyen sekolahe mung buku sitok "Betal Jemur" meguru nyang awake dhewe, nyatane dadi wong sayatuwa saya akeh rejekine. Apa

maneh yen sing duwe gawe iku wonge rada loman. Persene ya mesthi akeh.

"Mbah, sasi niki kulo nggih ajenge mantu" ature pak suraji blantik sapi

sing kondhang sugihe lan loman nyang sapa wae. "NJenengan padoske dina sing becik, mbah". "Kabeh dina iku apik. Ora ana dina kang ala. Nanging, nek perkara temune temanten, pancen kudu dipetung. Petungane dina ya manut Bukti 2:

  Bebarengan karo rame-rame gawe kreteg Widas lagi dibongkar jalaran arep dibangunake anyar dening pemerintah. Kreteg mau dumunung ana saelore omahe pak Suraji. Mangka kanggo

ngrancagake anggone mbangun kreteg, kudu negor wit seprih sing kondhang

wingite. Akhe kuli bangunan sing ora saguh negor wit mau. Jalaran padha wedi, kuwatir yen salah gawe bisa dadi korban.

  Pemboronge ora kurang akal. Supaya wit mau bisa enggal katebang, mula ditekakake sinso (graji mesin) saka kutha. Kajaba tukang nggraji, pemboronge uga nekakake tenaga kasar papat cacahe.

  Bukti 3:

  Pak Suraji nyritakake sakabehing rembuke mbak Kromo marang bojone. Nanging sajake bojone wis duwe etungan liya karo Man Thoklek.

Anggone petungan dina dadi benceng cuweng. Wusanane rada userg

perkara nemtokake "dheng"e gawe.

  "ALaa Mak, kadar jaman saiki wis ora kathik nganggo petung-

petungan we kok, ndadak direwangi Sri Suwartini semu maido wong

tuwane.

  Krungu rembuge bocah wingi sore sing arep dimantokake iku, pak Suraji muntab …. "Ya wis, mbuh kono sak karepmu! Nek enek apa-apane aja mnaido bapakmu!".

  Bukti 4: