Mengkaji Gender dalam Sastra Hindu

Tugas Studi Agama Hindu
Konsep Ardanaresvari Sebagai Perwujudan Kesetaraan Gender

Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Dr. Ni Putu Winanti, S.Ag., M.Pd.H

Disusun Oleh :
Nama

: Ida Bagus Kade Yoga Pramana

Nim

: 15.1.2.5.2. 0863

Semester

: IB

Jurusan


: Dharma Acarya

Program Pasca Sarjana
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
2015

DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI

i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang

1

B. Rumusan masalah

3


C. Tujuan

3

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Gender Dalam Sastra Agama Hindu

4

B. Konsep Ardanaresvari Sebagai Perwujudan Kesetaraan Gender

6

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

9

B. Saran


9

DAFTAR PUSTAKA

10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu mengenai Gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok
bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi
topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial.
Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa
maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang
protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap
kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua
bidang, mulai dari tingkat internasional, nasional, keagamaan, sosial, budaya, dan

ekonomi.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat
cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta
kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Dari segi penyiapan pakaian pun sudah nampak perbedaan sejak masih
bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan
mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak
perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika
menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan
fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada
semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya
diperuntukkan digunakan oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak
menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah
raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan
harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga
pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.

1


Masalah gender dalam dasawarsa 90-an telah menjadi isu global dan
menjadi pusat perhatian berbagai studi, konferensi keempat wanita sedunia dari
PBB yang diadakan di Beijjing tahun 1995 dengan tema Action for Equality
Development and Peace (Winanti;2010;46). sedangkan upaya mewujudkan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam
kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9
tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan
nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan
Gender.
Pengarusutamaan Gender atau disingkat PUG adalah strategi yang
dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan
kesetaraan dan keadilan Gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah
tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan
dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari
seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Pengarusutamaan_gender)

Berdasarkan pemaparan diatas timbul pertanyaan dalam benak peneliti
mengenai kesetaraan Gender dalam sastra agama hindu, karena dalam konsep
Siva Tattwa dipaparkan mengenai perwujudan siva yang memiliki tubuh setengah
siva dan setengah parvati yang merupakan sakti dari dewa siva. Sehingga peneliti
tertarik dalam mengkaji konsep ardanaresvari sebagai perwujudan kesetaraan
Gender.

2

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan berbagai
masalah antara lain sebagai berikut :
1. Adakah konsep Gender dalam sastra Agama Hindu ?
2. Bagaimanakan konsep ardanaresvari sebagai perwujudan kesetaraan
Gender?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu, sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman konsep Gender dalam sastra Agama Hindu
2. Menjelaskan hubungan konsep Ardanareswari dengan kesetaraan
Gender.


3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Gender dalam sastra Agama Hindu
Gender berasal dari bahasa latin “Genus” yang berarti jenis atau tipe.
Pengertian Gender (Gender) dibedakan dengan pengertian jenis kelamin (seks).
Pengertian jenis kelamin merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu, dengan tanda-tanda (alat) tertentu pula. Alat-alat tersebut selalu melekat
pada manusia selamanya, tidak dapat dipertukarkan, bersifat permanen, dan dapat
dikenali sejak lahir. Itulah yang disebut dengan ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sehingga pengertian Gender sebagai suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya.
Gender dalam artian tersebut mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut
nonbiologis. Menurut Suhardi (2015;32) Gender merupakan perbedaan antara
laki-laki dan perempuan karena sifat, peran, fungsi yang terjadi di masyarakat
yang bisa berubah dan dapat dipertukarkan antara laki-laki dengan perempuan.
Kesetaraan Gender merupakan kesamaan kondisi bagi perempuan dan

laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosbud, hankamnas, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Sedangkan keadilan Gender merupakan penghapusan deskriminasi dan
ketidak adilan struktural baik laki-laki maupun perempuan serta, merupakan suatu
proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki maupun perempuan. (Suhardi; 2015;
32)
Wanita berasal dari Bahasa Sanskrit, yaitu Svanittha, di mana kata Sva
artinya “sendiri” dan Nittha artinya “suci”. Jadi Svanittha artinya “mensucikan
sendiri” kemudian berkembang menjadi pengertian tentang manusia yang
berperan luas dalam Dharma atau “pengamal Dharma”. Selanjutnya, dalam
kedudukannya perempuan mendapatkan tempat terhormat, hal ini di jelaskan
dalam kitab Manava Dharmasastra III ; 56 menyatakan bahwa :

4

Yatra naryastu pujyante,
Ramante tatra devatah,
Yatraitastu na pujyante,
sarvastatraphalah kriyah.

Artinya : Di mana wanita dihormati, di sanalah pada Dewa-Dewa merasa senang,
tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan
berpahala.
Bahkan terdapat mitologi mengenai penciptaan laki-laki dan wanita,
kesetaraan wanita dan laki itu terdapat juga dalam ceritra Lontar Medang
Kamulan. Dalam lontar tersebut ada mitologi tentang terciptanya laki dan
perempuan. Dalam mitologi itu diceritrakan Dewa Brahma menciptakan secara
langsung laki dan perempuan. Pada awalnya Dewa Brahma atas kerjasama dengan
Dewa Wisnu dan Dewa Siwa membuat manusia dari tanah, air, udara, api dan
akasa. Selanjutnya Dewa Bayu memberikan napas dan tenaga, Dewa Iswara
memberikan suara dan kemampuan berbahasa. Sang Hyang Acintya memberikan
idep sehingga manusia bisa berpikir.
Setelah tugas membuat manusia itu selesai ternyata manusia yang
diciptakan oleh Dewa Brahma atas penugasan Hyang Widhi itu tidak memiliki
kelamin. sehingga tidak laki dan tidak perempuan. Karena itu Dewa Brahma
masuk dalam diri manusia ciptaanNya itu. Kemudian menghadap dan mencipta ke
timur laut. Dari ciptaan itu munculah manusia laki dari timur laut. Kemudian
menghadap ke tenggara untuk mencipta dan munculah manusia perempuan dari
arah


tenggara.

(http://paduarsana.com/2012/12/17/kesetaraan-Gender-dalam-

hindu/).
Dari konsepsi terciptanya manusia ini sudah tergambar bahwa laki dan
perempuan secara azas harkat dan martabat serta Gendernya adalah sejajar.
Perbedaan laki dan perempuan itu adalah perbedaan yang komplementatif artinya
perbedaan yang saling lengkap melengkapi. Artinya tanpa perempuan laki-laki itu
tidak lengkap. Demikian juga sebaliknya tanpa laki - laki perempuan itu disebut

5

tidak lengkap. Hal ini dikarenakan manusia memang merupakan mahluk sosial
dan saling membutuhkan antara laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya
kesetaraan antara keduanya.
B. Konsep Ardanaresvari Sebagai Perwujudan Kesetaraan Gender
Wanita dalam theologi Hindu bukanlah merupakan serbitan kecil dari
personifikasi lelaki, tetapi merupakan suatu bagian yang sama besar, sama kuat,
sama menentukan dalam perwujudan kehidupan yang utuh. Istilah theologisnya

ialah “Ardhanareswari”. Ardha artinya setengah, belahan yang sama. Nara artinya
(manusia) laki-laki. Iswari artinya (manusia) wanita. Tanpa unsur kewanitaan,
suatu penjelmaan tidak akan terjadi secara utuh dan dalam agama Hindu unsur ini
mendapatkan porsi yang sama sebagaiman belahan kanan dan kiri pada manusia.
Sebagaimana belahan bumi atas yaitu langit dengan belahan bumi bawah yaitu
bumi yang kedua-duanya mempunyai tugas, kekuatan yang seimbang guna
tercapainya keharmonisan dalam alam dan kehidupan manusia di alam ini.
Dalam Siwatattwa dikenal konsep Ardhanareswari yaitu simbol Tuhan
dalam manifestasi sebagai setengah purusa dan pradana. Kedudukan dan peranan
purusa disimbolkan dengan Siwa sedangkan Pradana disimbolkan dengan Dewi
Uma. Di dalam proses penciptaan, Siwa memerankan fungsi maskulin sedangkan
Dewi Uma memerankan fungsi feminim. Tiada suatu apa pun akan tercipta jika
kekuatan purusa dan pradana tidak menyatu. Penyatuan kedua unsur itu diyakini
tetap memberikan bayu bagi terciptanya berbagai mahluk dan tumbuhan yang ada.
Makna simbolis dari konsep Ardhanareswari, kedudukan dan peranan
perempuan setara dan saling melengkapi dengan laki-laki bahkan sangat
dimuliakan. Tidak ada alasan serta dan argumentasi teologis yang menyatakan
bahwa kedudukan perempuan berada di bawah laki-laki. Itulah sebabnya di dalam
berbagai sloka Hindu dapat ditemukan aspek yang menguatkan kedudukan
perempuan di antara laki-laki.

6

Dalam Manawa Dharmasastra I.32 disebutkan :
Dwidha kartwatmanodeham
Ardhena purusa bhawat
Ardhena nari tasyam sa
Wirayama smrjat prabhuh
Terjemahannya:
Tuhan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan sebagian menjadi
perempuan (ardha nari). Darinya terciptalah viraja.
Sloka di atas menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
diciptakan oleh Tuhan. Laki-laki dan perempuan menurut pandangan Hindu
memiliki kesetaraan karena keduanya tercipta dari Tuhan. Dengan demikian,
maka perempuan dalam Hindu bukan merupakan subordinasi dari laki-laki.
Demikian pula sebaliknya. Kedua makhluk yang berbeda jenis kelamin ini
memang tidak sama. Perbedaan tersebut adalah untuk saling melengkapi.
Mengapa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan?
Manawa Dharmasastra IX.96 menyebutkan sebagai berikut.
Prajanartha striyah srtah
Samtanartam ca manawah
Tasmat saharano dharmah
Srutao patnya sahaditah
Terjemahannya:
Tujuan Tuhan menciptakan wanita, untuk menjadi ibu. Laki-laki diciptakan untuk
menjadi

ayah. Tujuan

diciptakan

suami

istri

sebagai

keluarga

untuk

melangsungkan upacara keagamaan sebagaimana ditetapkan menurut Veda.
Berdasarkan konsep Ardhanariswari tersebut mengisyaratkan bahwa
perempuan memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki. Perempuan dalam
teologi Hindu bukanlah tanpa arti. Bahkan dianggap sangat berarti dan mulia
sebagai dasar kebahagiaan rumah tangga. Perempuan adalah ciptaan Tuhan dalam

7

fungsinya sebagai pradana. Ia juga disimbolkan dengan yoni, sumber kesuburan
dan kearifan. Laki-laki ciptaan Tuhan dalam fungsi sebagai purusa yang
disimbolkan dengan lingga.
Dalam konsep purusa-pradana ini, maka pertemuan unsur Purusa dengan
Pradhana menimbulkan terciptanya kesuburan. Memuja Tuhan dalam aspeknya
sebagai Purusa untuk memohon kekuatan untuk dapat mengembangkan hidup
yang bahagia secara rohaniah, sedangkan memuja Tuhan sebagai Pradhana adalah
untuk mendapatkan kekuatan rokhani dalam membangun kehidupan jasmani yang
sehat dan makmur.
(http://kebangkitan-hindu.blogspot.com/2012/09/peranan-wanita-didalam-hindudan-weda.html#ixzz3q7n36Ris)
Dapat
memberikan

dilihat

bersama

penghargaan

yang

dalam
besar

kehidupan

sehari-hari

masyarakat

terhadap

perempuan.

Masyarakat

melakukan pemujaan kepada Dewi yang dapat membantu kehidupan manusia di
dunia ini, seperti Dewi Sri (Dewi padi) yang merupakan sumber kehidupan
manusia, pemujaan sebagai tanda bakti dan terima kasih juga ditujukan kepada
Dewi Saraswati (Dewi Pengetahuan) yang dilambangkan sebagai seorang
perempuan yang bertangan empat, berdiri di atas bunga teratai. Ia merupakan
simbol perempuan yang harus di teladani karena dengan tasbih di tangan pertama,
ia menyembah Hyang Widhi Wasa, dengan daun lontar di tangan kedua ia
mendalami ilmu pengetahuan, dengan alat musik di tangan ketiga ia menikmati
dan mengumandangkan keindahan dan seni,dan dengan sekuntum bunga di tangan
keempat ia menyabarkan keharuman dan kelembutan.
Dewi Saraswati berdiri di atas bunga teratai melambangkan ia sebagai
perempuan mampu berdiri dalam situasi apa pun. Dewi Durga mempunyai
kekuatan magis yang luar biasa, yang dapat memberi kekuatan dan
menghancurkan kehidupan ini. Dewi Sri Sedana, merupakan Dewi uang yang
mempengaruhi perekonomian seseorang. Tugas yang di lakukan para Dewi itu
adalah sama dengan para Dewa sesuai manifestasinya.
(http://majalahhinduraditya.blogspot.co.id/2012/04/ardanareswari-dalamhindu.html)

8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep Gender atau kesetaraan antara laki-laki dan wanita terdapat dalam
kitab suci Agama Hindu, yang di tunjukan dalam beberapa sastra, diantaranya
yaitu kitab Bhagawadgita, Purana, Sarasamuccaya dan

kitab Manawa

Dharmasastra. Bahkan beberapa sloka mengagungkan keberadaan wanita beserta
proses tercipta laki-laki dan wanita. Bahkan Gender dalam Siwa Tattwa dapat di
lihat dari konsep Ardanareswari.
Konsep Ardhanareswari yaitu simbol Tuhan dalam manifestasi sebagai
setengah purusa dan pradana. Kedudukan dan peranan purusa disimbolkan dengan
Siwa sedangkan Pradana disimbolkan dengan Dewi Uma atau Parvati. Yang
diama kedua kekuatan purusa dan pradana ini saling mempengaruhi dan
membutuhkan satu sama lain, hal ini menunjukkan kedua hal ini sama sama
penting dan memiliki kedudukan yang sama dalam proses penciptaan alam
semesta, jadi konsep Ardanareswari dapat dikatakan sebagai simbol perwujudan
kesetaraan Gender.
B. Saran
sebagai umat hindu hendaknya kita lebih tekun dalam mendalami ilmu
pengetahuan Agama atau weda, karena weda merupakan kunci penerang dalam
menjalani dan menghadapi permasalahan hidup, salah satunya tentang
permasalahan kesetaraan Gender.

9

DAFTAR PUSTAKA


Suhardi,

Untung;

Kedudukan

Perempuan

Hindu

dalam

Kitab

Sarasamuccaya; 2015; Paramita; Surabaya


Winanti, Ni Putu; Perempuan dan Kepemimpinan Transformasional; 2010;
Paramita; Surabaya

Sumber Internet :


http://tercerdas.blogspot.co.id/2012/12/makalah-gender.html (Download
tanggal 17/10/2015)



https://id.wikipedia.org/wiki/Pengarusutamaan_gender (Download tanggal
17/10/2015)



http://paduarsana.com/2012/12/17/kesetaraan-gender-dalam-hindu/
(Download tanggal 17/10/2015)



http://kebangkitan-hindu.blogspot.co.id/2012/09/peranan-wanita-didalamhindu-dan-weda.html (Download tanggal 17/10/2015)



http://majalahhinduraditya.blogspot.co.id/2012/04/ardanareswari-dalamhindu.html (Download tanggal 17/10/2015)

10