Asal masalah dalam hukum waris 1

AT-TAKHARUJ
Diajukan untuk memenuhi Tugas mata Kuliah Fiqih Mawarist
Semester Genap STEI Tazkia Bogor
Dosen :Ust.Muhammad Isa

Disusun Oleh:

Muhammad Faizal Rachman.
Firdaus Qolyubi.
Lalu Rahadian Syamsu.
Yusep Supriatna.

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) TAZKIA
Sentul CityTlp. (0251) 421076-421077 Bogor
Kode Pos 16680, Website :www.tazkia.ac.id
2009/2010

DAFTAR ISI

BAB I...........................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................3

A. Asal Masalah dalam Hukum Waris.................................................................................3
BAB II..........................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................5
A. Cara-Cara Pembagian Harta Waris..................................................................................5
B. Beberapa Contoh Latihan dan Penyelasaian...................................................................6
C. Tash-hih Terhadap Asal Masalah....................................................................................7
D. Persoalan-Persoalan yang Berhubungan dengan Asal Masalah......................................8
1.

Masalah ‘Adilah...........................................................................................................8

2.

Masalah ‘ailah.............................................................................................................8

3.

Masalah Qashirah........................................................................................................9

E. Cara Melakukan Tash-hih...............................................................................................9

BAB III.......................................................................................12
PENUTUP....................................................................................12
REFERENSI.................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN
A. Asal Masalah dalam Hukum Waris
Asal masalah (ash al-mas’alah) dalam hukum waris adalah bilangan yang paling
sedikit atau kecil yang bisa diambil darinya, bagian para ahli waris secara benar tanpa ada
bilangan pecahan, dan besarnya bagian itu berbeda sesuai dengan perbedaan para ahli waris
yang ada. Jika ahli waris hanya satu oarang, dari kelompok mana pun, tidak perlu lagi
mengeluarkan asal masalah, karena tidak ada orang lain yang bersamanya untuk mengambil
harta waris.
Apabila ahli waris tersebut lebih dari satu dan semuanya menjadi ‘ashabah, asal
masalahnya adalah jumlah dari para ahli waris-jika semuanya laki-laki. Dengan ungkapan
lain, jika semuanya menjadi ‘ashabah bin-nafsi. Contohnya, jika seseorang meninggal dunia,
meninggalkan ahli waris: 4 orang orang anak laki-laki atau 4 orang saudara, maka asal
masalahnya sudah jelas, yaitu 4, sesuai jumlahnya.
Apabila ahli waris itu laki-laki dan perempuan, seperti anak laki-laki dan perempuan
atau seperti saudara laki-laki dan perempuan, asal masalahnya adalah jumlah perempuan

ditambah dau kali jumlah laki-laki. Contoh, jika seseorang wafat meninggalkan seorang anak
laki-laki dan 3 orang anak perempuan, maka asal masalahnya adalah 5, di mana anak lakilaki
mendapatkan dua bagian dan setiap anak perempuan mendapatkan satu bagian.
Apabila seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: 3 orang saudara laki-laki dan 3
orang saudara perempuan sebapak, asal masalahnya adalah 9, setiap saudaa laki-laki
mendapatkan dua bagian dan setiap anak perempuan mendapatka satu bagian.
Apabila dalam masalah tersebut ada satu orang ash-habul furudh dan ada satu orang
‘ashabah, asal masalahnya adalah bilangan penyebut dari dari pecahan-pecahan yang ada.
Contohnya, jika seseorang wafat, meninggalkan ahli waris seseorang istri dan anak laki-laki,
asal masalahnya adalah 8. Apabila seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang istri, 3
orang anak laki-laki, dan satu orang anak perempuan; asal masalahnya adalah 8, dimana istri
mendapat satu bagian tetap (1/8), dan 3 anak laki-laki dan seorang anak perempuan
mendapatkan sisa (‘ashabah), dengan ketentuan laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak
perempuan.

Jika ash-habul furudh lebih dari satu, baik ada ;ashabah ataupun tidak, asal
masalahnya adalah bilangan yang sama dan mudah, diantara bilangan-bilangan yang ada,
baik bilangan tersebut mutamatsilah, mutadakhilah, mutawafiqah, atau mutabayinah.

Misalnya, apabila seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami, kakek, dan ibu,

maka bagian dari setiap ahli waris tersebut adalah: suami setengah, kakek seperenam, dan ibu
sepertiga. Asal masalah untuk kasus ini adalah 6, karena itu merupaka bilangan yang bisa
dibagi dengan pecahan lainnya, dan dapat dikalikan dengan bagian setiap ahli waris untuk
mendapatkan bilangan yang benar. Dengan demikian, bagian suami 3, bagian kakek 1, dan
bagian ibu 2.
Asal masalah dalam ahli warissan, jika tidak ada ‘aul atau radd, tidak lepas dari 7
bilangan berikut, yaitu 2,3,4,6,8,12, dan 24.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Cara-Cara Pembagian Harta Waris
Jika kita ingin membagi harta waris kepada orang-orang yang berhak setelah
membayar lunas utang dan laksanakan wasiat si mayit, yang tidak lebih dari sepertiga harta
kita harus mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan warisan. Kalau diketahui ada
orang yang dilarang atau terhalang menerima warisan (mahjub), kita wajib menelitinya.
Orang yang dilarang menerima warisan itu dianggap tidak ada dan orang yang
terhalang (mahjub) harus disebutkan apa penyebabnya yang menghalanginya. Kemudian, jika
ahli warisnya hanya satu orang, ia boleh mengambil seluruh harta waris itu, baik sebagi ashhabul furudh, ‘ashabah, maupun sebagai dzawi al-arhm (orang yang memiliki hubungan
keluarga). Namun, apabila jumlah ahli waris lebih dari satu, kita harus mengikuti langkahlangkah berikut ini.

Pertama, menentukan bagian-bagian ash-habul furudh jika mereka ada.
Kedua, menjelaskan asal masalah, sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi.
Ketiga, menentukan bagian setiap ahli waris. Jika ahli waris itu ash-habul furudh,
bagian mereka adalah hasil dari perkalian asal masalah dengan bilangan-bilangan pecahan
yang menjadi bagian setiap ahli waris, apabila ahli waris itu ;ashabah, harta waris yang
menjadi bagiannya adalah sisa setelah dikurangi bagian ash-habul furudh jika dia sendiri dan
dari pembagian hasil sisa jika mereka lebih dari satu.
Keempat, harta waris dibagi berdasarkan asal masalah, jika sepadan, dan berdasarkan
‘aul, jika masalahnya ‘aul, ataupun berdasarkan seluruh bagian, jika masalahnya ar-radd,
maka hasilnya adalah kadar satu bagian dari harta waris.
Kelima, apabila kita telah mengetahui bagian untuk setiap ahli waris dan kadar satu
bagian dari harta waris, tinggal kita kalikan kadar bagian itu dengan jumlah bagian ahli waris,
dan hasilnya menjadi bagian untuk setiap ahli waris.
Keenam, semua itu diberikan, apabila ahli warisnya dari dzawil furudh (orang yang
mempunyai bagian tetap) saja atau sebagi dzawil furudh dan sebagian lagi ‘ashabah. Apabila
ahli warisnya hanya ‘ashabah dan semuanya laki-laki, atau semuanya perempuan, asal
masalahnya adalah jumlah ahli warisnya. Namun, apabila ahli waris itu campuran, ada lakilaki dan ada perempuan, asal masalahnya adalah jumlah laki-laki dikalikan dua, ditambah
jumlah perempuan.

Untuk mengetahui bagian setiap ahli waris yang menjadi ‘ashabah, kita harus

membagi warisan itu berdasarkan asal masalah. Dari hasil pembagian itu, laki-laki
mendapatkan bagian sebesar dua kali bagian perempuan.

B. Beberapa Contoh Latihan dan Penyelasaian
Contoh pertama. Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris; seorang istri, saudara
perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, dan paman. Ia meninggalkan warisan
sebanyak 48 hektare tanah.
Ahli Waris

Istri

Saudara
Perempuan
Sekandung

Saudara
Perempuan
Sebapak

Paman


Dasar
Pembagian

¼ karena tidak ½
karena 1/6
sebagai Sisa (‘ashabah)
ada keturunan sendirian
dan penyempurna
yang mewarisi
tidak ada yang 2/3
menjadikannya
sebagi ‘ashabah
serta tidak ada
orang
yang
menghalanginya

Dilihat dari pecahan-pecahan yang ada (1/4, 1/2, dan 1/6) kita bisa mendapatkan
bilangan yang sama, yakni 12. Dengan demikian, asal masalah adalah 12.

Bagian Ahli Waris

¼
Jumlah bagian ash-habul furud , yakni 3+6+2=11
Dari jumlah itu, paman mendapatkan sisa, yakni 12-11=1
Kadar satu bagian: 48 : 12 = 4 hektare
Harta warisan yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut


Istri

: 3 x 4 = 12 hektare



Saudara perempuan sekandung

`: 6 x 4 = 24 hektare




Saudara perempuan sebapak : 2 x 4 = 8 hektare



Paman

: 1 x 4 = 4 hektare

Contoh kedua. Seorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang suami, cucu
perempuan dari anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki yang kafir, kakek,
saudara kandung, saudara sebapak, dan paman kandung. Dia meninggalkan
warisan sebesar 24.000 riyal (Rp53.520.000,00)
Penyelesaian. Dalam kasus ini, cucu laki-laki dari anak laki-laki yang kafir tidak
mendapatkan warisan dan dianggap tidak ada sama sekali. Sementara itu, saudara
sebapak serta paman kandung terhalang oleh saudara kandung.
Ahli Waris

Suami


Cucu
Saudara
perempuan dari perempuan
anak laki-laki
sebapak

paman

Dasar Pembagian

¼ karena ada
keturunan
yang
mewarisi

½
karena 1/6 sebagai Sisa
sendirian dan penyempurna (‘ashabah)
tidak ada yang 2/3
menjadikannya

sebagi
‘ashabah serta
tidak ada orang
yang
menghalanginy
a

Dilihat dari pecahan-pecahan yang ada (1/4, ½, dan 1/6) kita bisa mendapatkan bilangan
yang sama, yakni 12. Dengan demikian, asal masalahnya adalah 12.
Bagian ahli waris

¼ x 12 = 3

½ x 12 = 6

1/6 x 12 = 2

12(3+6+2)=1

Kadar satu bagian: 24.000 : 12 = 2.000 riyal
Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagi berikut :


Suami

: 3 x 2.000 = 6.000 riyal



Cucu perempuan dari anak laki-laki

: 6 x 2.000 = 12.000 riyal



Kakek

: 2 x 2.000 = 4.000 riyal



Bagian saudara kandung

: 1 x 2.000 = 2.000 riyal

C. Tash-hih Terhadap Asal Masalah

Terkadang, membagikan harta waris dengan cara yang telah kami paparkan di atas,
terjadi pembagian yang tidak benar, yakni satu kelompok dari ahli waris tidak mendapatkan
bagian secara genap. Misalnya, seorang wafat, meninggalkan ahli waris: istri, anak
perempuan, dan dua saudara perempuan sekandung. Dalam kasus ini, istri mendapatkan
seperdelapan sebagai bagian tetap, anak perempuan mendapatkan setengah sebagai bagian
tetap (fardh) pula, dan dua saudara perempuan sekandung mendapatkan sisa sebagai
‘ashabah.

Asal masalah kasus tersebut adalah 8. Dengan demikian, istri mendapatkan satu
bagian, anak perempuan mendapatkan 4 bagian, dan saudara perempuan sekandung
mendapatkan 3 bagian sisa. Dengan demikian, bagian sisa untuk ‘ashabah (2 saudara
perempuan sekandung) tidak mungkin dapat dibagi,karena tiga tidak dapat dibagi 2 dengan
hasil genap, tanpa sisa pecahan. Karena itu, kita harus menggenapkan bagiannya yang benar
atau tidak ada pecahan yang tersisa. Inilah yang disebut dengan at-tash-hih (penyelesaian)
dalam ilmu faraidh.

D. Persoalan-Persoalan yang Berhubungan dengan Asal Masalah
1. Masalah ‘Adilah
Masalah ‘adilah adalah masalah dimana bagian ash-habul furudh dan asal
masalahnya sama. Setiap ash-habul furudh dapat mengambil bagiannya secara genap atau
utuh tanpa ada penambahan atau pengurangan. Jika ada pembaggian yang kurang dari asal
masalah, tetapi ada ‘ashabah yang mengambil sisanya, maka masalah ini juga termasuk
dalam ‘adilah.
Pada masalah ‘adilah, terkadang, seluruh orang yang berhak mendapatkan warisan
adalah ash-habul furudh, dimana bagian mereka mencakup seluruh warisan. Hal ini dapat
dilihat dalam kasus ahli waris suami dan saudara perempuan kandung, di mana setiap mereka
mendapatkan bagian satu per dua dengan asal masalah 2. Dengan demikian, suami
mendapatkan satu bagian dan saudara perempuan kandung mendapatkan 1 bagian. Disini
terlihat bahwa jumlah pembagian (1+1) sam dengan asal masalah.
Apabila asal masalahnya kurang dan di sana masih ada ‘ashabah yang seharusnya
mendapatkan sisa, hal ini pun termasuk dalam masalah ‘adilah. Misalnya, seseorang wafat,
meninggalkan ahli waris: suami, saudara perempuan kandung, dan dua cucu perempuan dari
anak laki-laki. Asal masalah dalam kasus ini adalah 12, dengan perincian: suami
mendapatkan seperempat, dua cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan dua per tiga,
dan saudara perempuan kandung mendapatkan sisa (‘ashabah). Dengan demikian, suami
mendapatkan tiga bagian, dua cucu perempuan mendapatkan 8 bagian, dan saudara
perempuan kandung mendapatkan 1 bagian.
2. Masalah ‘ailah

Masalah ‘ailah adalah masalah dimana bagian ash-habul furudh lebih besar dari asal
masalah yang ada. Dinamakan ‘ailah karena ada penambahan atau pengurangan pada bagian
tersebut. Oleh karena itu, salah satu makana ‘aul adalah kelebihan atau kekurangan.
Misalnya, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami dan 3 saudara perempuan
kandung. Dalam kasus ini, suami mendapatkan bagian setengah dan tiga saudara perempuan
sekandung mendapatkan dua per tiga. Asal masalah dalam kasus ini adalah 6, sedangkan
jumlah hasil pembagiannya adalah 7. Dengan demikian, masalah itu disebut sebagai masalah
‘ailah.
3. Masalah Qashirah
Masalah qhasirah adalah masalah dimana al-furudh (bagian tetap) kurang dari asal
masalah dan tidak ada ‘ashabah yang berhak mengambil sisa warisan setelah pembagian hak
ash-habul furudh. Contohnya , seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: dua saudara seibu
dan nenek. Asal masalah dalam kasus ini adalah 6. Perinciannya, nenek mendapatkan seper
enam atau satu bagian, dan dua saudara seibu mendapatkan sepertiga atau dua bagian.
Dalama masalah ini, jumlah hasil pembagian menimbulkan asal masalah baru sebagai
ikhtishar (jalan ringkas).

E. Cara Melakukan Tash-hih

Tash-hih dapat dilakukan dengan mengalikan asal masalah, ‘aul, atau apapun yang
mungkin bisa dikembalikan kepadanya (aar-radd) dengan bilangan yang lebih besar, agar
hasil perkalian itu menjadi bagian yang benar. Dengan demikian, asal masalahnya berpindah
dari angka yang pertama ke angka yang baru setelah dilakukan tash-hih. Berikut ini beberapa
contoh tentang hal tersebut.
Contoh pertama. Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang istri, bapak,
anak perempuan, dan anak laki-laki.ia meninggalkan warisan sebesar 210 hektare tanah.
Penyelesaian
Ahli Waris

Istri

Bapak

Anak
Anak Laki-laki
Perempuan
Dasar
1/8 karena ada 1/6 karena ada Sisa sebagai ‘ashabah laki-laki
Pembagian
keturunan yang keturunan yang yang mendapatkan bagian sebesar
mewarisi
mewarisi
dua kali bagian perempuan
Asal Masalah 24
Bagian
Ahli 1/8x24=3
1/6x24=4
Sisanya adalah 17, untuk anak lakiWaris
laki dan perempuan. Karena sisa
tidak dapat dibagi, sehingga
menghasilkan pembagian yang
genap, asal masalahnya di tash-hih
menjadi 71

Bagian setelah 3x3=9
di tash-hih

4x3=12

(72-(9+12))=51) untuk anak lakilaki
(2/3x51=34),untuk
anak
perempuan (1/3x51=17)

Kadar satu bagian: 216 : 72 =3
Harta warisan yang diperoleh setiap ahli waris adalah.





Istri
Bapak
Anak laki-laki
Anak perempuan

: 3x9=27 hektare
: 3x12=36 hektare
: 3x34=102 hektare
: 3x17=51 hektare

Contoh kedua.
Seorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang suami dan 5 saudara perempuan
kandung. Ia meninggalkan warisan senilai 35.000 riyal.
Penyelesaian
Ahli waris
Dasar pembagian

Suami

5 saudara perempuan
kandung
½
2/3
Karena
tidak
ada Karena
tidak
ada
keturunan yang mewarisi penghalang dan tidak ada
yang
menjadikan
ashabah

Asal masalahnya adalah 6
Bagian ahli waris
½ x6=3

2/3 x 6 = 4, di-‘aul-kan
menjadi 7 (dari 3+4)
Dapat diperhatikan disini bahwa 4 adalah bagian saudara perempuan kandung
yang tidak bisa dibagi 5 (jumlah saudara perempuan kandung). Dalam kasus ini,
tash-hih harus dilakukan, yakni mengalikan 5 (jumlah saudara perempuan
kandung) dengan ‘aulnya, yaitu 7. Dengan demikian, asal masalahnya setelah ditashih menjadi 5 x 7 = 35
Bagian
setelah
di- 3 x 5 = 15
4 x 5 = 20
tashihkan
Kadar satu bagian :
35.000 : 35 = 1.000 riyal
Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut :
o Suami
o Saudara perempuan

: 15 x 1.000 = 15.000 riyal
 (Rp33.450.000,00)
: 20 x 1.000 = 20.000 riyal

 (Rp44.600.000,00)
o Satu orang saudara perempuan: 20.000 : 5 = 4.000 riyal
 (Rp.89.200.000,00)
Contoh ketiga :
Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris : seorang ibu, saudara perempuan kandung, dan
saudara perempuan seibu. Ia meninggalkan warisan 60 hektare tanah.
Penyelesaian
Ahli waris

Ibu

Saudara perempuan Saudara
kandung
seibu
½
1/6

perempuan

Dasar pembagian
1/6
Asal masalahnya adalah 6
Bagian ahli waris
1/6 x 6
½x6=3
1/6 x 6 = 1
Berdasarkan cara menghitung di atas diketahui bahwa jumlah hasil pembagian lebih kecil
dari asal masalah, yakni 5 (dari 1 + 3 + 1).
Karena tidak ada ahli waris yang lain, asal masalahnya diturunkan menjadi 5. Angka 5 inilah
yang akan dijadikan pembagi untuk penentuan kadar bagian.
Kadar satu bagian : 60:5 = 12
Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut :
-

Ibu
Saudara perempuan kandung
Saudara pere,puan seibu

: 1 x 12 = 12 hektare
: 3 x 12 = 36 hektare
: 1 x 12 = 12 hektare

BAB III
PENUTUP

REFERENSI

1. Al-Quran’ dan As-sunnah.
2. Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir “ Hukum Waris“.