BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelaj

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

  2.1.1.1 Pelajaran IPA

  Menurut Permendiknas (2007:149), IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses penemuan. (Samatowa, 2010:5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Objektif artinya sesuai dengan kenyataan yang ada/ sesuai dengan pengalaman pengamatan panca indera.

  Menurut H.W. Fowler dalam Trianto (2012:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.

  2.1.1.2 Tujuan Pelajaran IPA

  Tujuan dari pelajaran IPA di SD seperti yang tersirat dalam (Permendiknas, 2007:149) yaitu bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

  IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan

  IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dari pendapat di atas, tujuan pembelajaran IPA Sekolah Dasar yaitu untuk memahami dan memanfaatkan benda-benda yang ada di alam, mempelajari gejala alam, memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan melestarikan alam serta memupuk rasa cinta terhadap alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan tercantum dalam taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk memahami dan memperdalam lebih lanjut, melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping itu, pembelajaran IPA diharapkan memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.

  Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2012:143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan anatara lain:

  1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2)

  Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi, 3) Keterampilan dan dan melakukan observasi, 4) Sikap ilmiah, antara lain skeptik, kritis, sensitive, obyektif, jujur, terbuka, benar dan dapat bekerja sama, 5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam, dan 6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk

  SD/MI dijelaskan mengenai pembelajaran IPA, yaitu: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. BSNP (2007:13)

  Berdasarkan pemaparan tentang pembelajaran IPA di SD, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan hal yang dapat membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam. Selain itu proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

2.1.2 Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

  Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (murid sebagai fasilitas dan penjelas) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif). Menurut Rusman (2012:202) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Model pembelajaran Student

  Facilitator and Explaining diartikan bahwa siswa belajar mempresentasikan

  ide atau pendapat pada teman/ siswa lain dan meminta siswa lain untuk menjadi narasumber terhadap semua teman di kelasnya. Gagasan dasar dari model pembelajaran Student Facilitator and Explaining adalah bagaimana guru mampu menyajikan atau mendemonstrasikan materi di depan siswa lalu memberikan mereka kesempatan untuk menjelaskan kepada teman- temannya.

  Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran yang mudah digunakan dalam rangka memperoleh keaktifan siswa. Khususnya dalam pembelajaran di kelas secara keseluruhan, tanggung jawab siswa secara individu, dan memberikan kesempatan pada siswa lain untuk bertindak sebagai seorang pengajar/ penjelas materi serta memfasilitasi proses belajar terhadap siswa lain. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara, menyampaikan ide, gagasan atau pendapatnya sendiri serta memotivasi semua siswa untuk aktif.

  Menurut (Taniredja, dkk. 2011:110) model pembelajaran Student

  Facilitator and Explaining

  adalah “model pembelajaran, siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya”. Menurut Trianto (2007:52), model pembelajaran kooperatif tipe

  Student Facilitator and Explaining merupakan salah satu tipe model

  pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. dengan penyampaian tujuan pembelajaran, pencapaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

  Menurut Purnitawati (2011) Model pembelajaran SFE (Student

  

Facilitator and Expalining) menekankan pada pembelajaran yang

  mengaktifkan siswa dan penyajian materi yang dilakukan dengan menghubungkan kegiatan sehari-hari dan lingkungan siswa.

  Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining adalah model pembelajaran menggunakan kelompok-kelompok kecil berjumlah anggota tiap kelompok 4-5 siswa untuk dapat memberikan kesempatan kepada siswa/ peserta dalam mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya dengan menekankan pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa melalui penyajian materi yang dilakukan. Sehingga siswa dapat menghubungkan materi dengan kegiatan sehari-hari di lingkungan siswa.

  Menurut Agus Suprijono (2009:128), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and

  Explaining yaitu: 1.

  Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai; Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa sesuai rencana pembelajaran, dengan cara menyampaikan sedikit ringkasan materi serta menghubungkan dengan gambaran silabus pembelajaran.

2. Guru mendemonstrasikan/ menyajikan materi;

  Guru menyajikan materi yang akan dipelajari saat itu dengan cara menampilan gambar dan video, siswa memperhatikan serta mencatat hal penting yang berkaitan dengan materi. Setelah selesai, guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok secara heterogen. Guru membimbing diskusi siswa untuk saling berukar pikiran/ pendapat.

  3. Memberikan kesempatan siswa/ peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/ peta konsep maupun lainnya;

  Siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan kepada siswa lainnya tentang hasil diskusi bersama kelompok. Sedangkan siswa lainnya boleh bertanya atau menanggapi.

  4. Guru menyimpulkan ide/ pendapat dari siswa; Ketika siswa presentasi, siswa lain mengajukan pertanyaan, menanggapi, atau menambah pendapat mereka. Sementara guru mencatat poin-poin penting untuk diulas kembali sebagai kesimpulan diskusi perkelompok. Informasi yang tidak akurat, ide yang kurang tepat atau ide yang dijelaskan hanya sebagian, miskonsepsi dapat ditangani oleh guru langsung, sehingga tidak memunculkan kesan bahwa pendapat siswa keliru/salah.

  5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu; Guru menjelaskan keseluruhan materi yang telah dipelajari pada kesimpulan tahap akhir, agar siswa lebih memahami materi yang telah dibahas pada saat itu.

  6. Penutup. Menurut Hidayanti, Chrisan Nur (Purnitawati:2011) dalam setiap pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini beberapa kelebihan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining yaitu: a.

  Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, b.

  Siswa dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga dapat lebih memahami materi tersebut, c.

  Materi yang disampaikan lebih jelas dan konkrit, d.

  Dapat meningkatkan daya serap siswa karena pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi, e.

  Melatih siswa untuk menjadi guru, Karena siswa diberikan kesempatan untuk mengulangi penjelasan guru yang telah dia dengar, f.

  Memacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi ajar, g.

  Mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan.

  Hidayati, Chrisan Nur (Purnitawati:2011) beberapa kelemahan tentang model pembelajaran Student Facilitator and Explaining yaitu sebagai berikut: a.

  Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil, b.

  Siswa yang malu tidak mau mendemonstrasikan apa yang diperintahkan oleh guru kepadanya atau banyak siswa yang kurang aktif, c. Tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk melalukannya (menjelaskan kembali kepada teman-temannya karena keterbatasan waktu pembelajaran), d. Tidak mudah bagi siswa untuk membuat peta konsep atau menerangkan materi ajar secara ringkas.

  Cara mengatasi kekurangan tersebut adalah dengan memberikan suatu percobaan yang berbeda kepada siswa sehingga semua siswa mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya dan tidak ada siswa yang pasif.

2.1.3 Keaktifan

  Selama proses pembelajaran berlangsung di kelas, siswa dituntut untuk selalu aktif mengikuti kegiatan apapun yang menyangkut kegiatan belajar. Hal itu untuk menunjang keberhasilan siswa dalam proses belajar dan mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak hanya hasil tes tertulis saja yang harus mendapatkan nilai yang baik namun dalam proses pembelajaran potensi keaktifan siswa juga harus dikembangkan.

  Menurut (Yusmiati, 2010:10) “siswa aktif adalah siswa yang terlibat secara fisik, psikis, intelektual dan emosional secara terus menerus dalam proses pembelajaran ”.

  Siswa aktif adalah siswa yang terlibat secara terus menerus baik fisik Dalam hal ini keaktifan bagi siswa diharapkan mampu menjalankan kegiatan dengan maksimal sehingga pada akhirnya hasil yang diperoleh mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang hanya rutin mengikuti kegiatan sekolah.

  Menurut Dimyati (2009) k eaktifan sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Dalam hal memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pembelajar/ siswa dituntut aktif secara fisik (visual, lisan, mendengar, dan gerak), intelektual, dan emosional. Contoh kegiatan fisik tersebut telah dikemukakan oleh Usman (2011) meliputi aktivitas visual yang meliputi membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi. Aktivitas lisan meliputi bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi dan menyanyi. Aktivitas lisan meliputi bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, dan menyanyi. Aktivitas mendengaran meliputi mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan. Aktivitas mendengarkan meliputi mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan. Aktivitas gerak seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. Setiap jenis aktivitas tersebut memiliki bobot yang berbeda tergantung pada tujuan mana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.

  Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya keterlibatan dalam bentuk fisik seperti duduk melingkar, mengerjakan/ melakukan sesuatu, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses analisis, analogi, komparasi, penghayatan, yang kesemuanya merupakan keterlibatan siswa dalam hal psikis dan emosi (Sugandi, 2007:75).

  Selain itu, Usman (2011) juga mengemukakan bahwa keaktifan meliputi interkasi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa lainnya. Interaksi tersebut memiliki berbagai macam pola interaksi diantaranya: G G G M M M M M M M M M

  Pola guru-siswa-guru Pola guru-siswa Pola guru-siswa-siswa Ada balikan (feedback) bagi

  Komunikasi sebagai aksi Ada balikan bagi guru siswa guru, tidak ada interaksi antar (satu arah) saling belajar satu sama lain siswa

  (komunikasi sebagai interaksi) G G M M M M M M M M M

  Pola guru-siswa, siswa-guru, siswa- Pola melingkar siswa Setiap siswa mendapat giliran

  Interaksi optimal antara guru untuk mengemukakan sambutan dengan siswa dan antara siswa atau jawaban, tidak diperkenankan dengan siswa (komunikasi sebagai berbicara dua kali apabila setiap transaksi, multiarah). siswa belum mendapat giliran.

  Gambar 1 Berbagai interaksi dalam pembelajaran

  Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, keaktifan siswa adalah siswa yang terlibat secara fisik, psikis, intelektual, dan emosional secara terus menerus untuk memproses dan mengolah perolehan belajarnya dengan harapan mampu menjalankan kegiatan dengan maksimal sehingga hasil yang diperoleh mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang hanya rutin mengikuti kegiatan sekolah.

  Menurut Sudjana (2010:61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: a.

  Melatih diri dalam memecahkan soal/ masalah, yaitu siswa dapat mengerjakan soal/ permasalahan, dengan mengerjakan LKS.

  Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan masalah.

  d.

  Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya Siswa bertanya kepada teman atau guru jika belum memahami apa yang harus dilakukan/ maksud permasalahan yang hendak dipecahkan bersama kelompok.

  c.

  Terlibat dalam pemecahan masalah Semua siswa turut aktif dalam menyelesaikan masalah pada saat guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai materi.

  b.

  Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta dalam proses pembelajaran seperti mendengarkan, memperhatikan, mencatat hal-hal penting, mengutarakan pendapat.

  Kesempatan menggunakan/ menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas/ persoalan yang dihadapinya. Berdasarkan ciri-ciri keaktifan menurut Sudjana di atas, maka dapat diambil delapan indikator yaitu: a.

  h.

  g.

  Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

  Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya.

  f.

  Melaksanakan diskusi kelompok.

  e.

  Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan masalah.

  d.

  Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.

  c.

  Terlibat dalam pemecahan masalah.

  b.

  Siswa berusaha mencari informasi/ cara yang bisa digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam teks berita/ soal melalui membaca teks berita, menyusun puzzle, dan membaca informasi e.

  Melaksanakan diskusi kelompok Siswa bersama kelompok bekerjasama untuk menyusun puzzle dan menyelesaikan masalah yang disajikan.

  f.

  Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya Siswa menilai kemampuan dirinya yaitu dengan mencoba mendiskusikan permasalahan yang disajikan.

  g.

  Melatih diri dalam memecahkan soal/ masalah, Siswa dapat memecahkan masalah yang telah didiskusikan bersama kelompok.

  h.

  Kesempatan menggunakan/ menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas/ persoalan yang dihadapinya Siswa menerapkan apa yang telah diperoleh dalam pembelajaran dan diskusi dengan cara bertanya, menanggapi, menyanggah, menambahkan pendapat pada saat ada teman yang presentasi.

2.1.4 Hasil belajar Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa.

  Anggapan dasar tersebut diperoleh melalui proses pengajaran yang optimal dengan memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.

  Sudjana (2011: 22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

  Menurut Agus Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan-ketrampilan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley (dalam Sudjana, 2011) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan;

  (2) pengetahuan dan pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.

  Hasil belajar menurut Hamalik (2009) adalah “bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku orang tersebut”. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai individu atau siswa setelah siswa tersebut mengalami atau melakukan suatu proses aktivitas belajar dalam jangka waktu tertentu. Hasil belajar atau prestasi belajar merupakan kecakapan aktual (actual ability) yang diperoleh siswa, kecakapan potensial (potensial

  

ability) yaitu kemampuan dasar yang dimiliki individu untuk mencapai

prestasi.

  Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 58, Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

  Dilihat dari tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar, maka dalam pelaksanaan penilaian guru harus memperhatikan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar sebagai berikut (Sudjana, 2006):

  (a) Valid/ sahih artinya penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid adalah menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi, (b) objektif artinya penilaian hasil belajar siswa hendaknya tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Perbedaan latar belakang, agama, sosial ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional, (c) transparan/ terbuka artinya penilaian hasil belajar oleh pendidik dalam prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan hasil belajar dapat diketahui secara umum baik oleh siswa, instansi terkait, maupun masyarakat.

  Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseoang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Selanjutnya yang dimaksud dengan mata pelajaran IPA kelas IV di SDN Ledok 05 Salatiga semester II tahun 2014/2015.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah bukti usaha yang dicapai siswa berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dalam memahami serta menyelesaikan permasalahan dan juga kemampuan yang dimiliki seseorang setelah menerima pengalaman belajaranya dengan ketentuan harus valid (sahih), objektif, transparan.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Indah lestari (2014) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh

  Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V” penelitian ini menghasilkan bahwa terdapat perbedaan yang sigifikan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran SFE (Student Facilitator and

  Explaining) dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan

  pembelajaran konvensional, yang dapat dubuktikan dengan (thitung = 8,044 > ttabel = 2,000) didapat rata-rata hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas V yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SFE (Student

  Facilitator and Explaining) lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan

  model konvensional (82,19 > 67,2). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SFE (Student Facilitator and Explaining) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Gugus 1 Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

  Ni Nyoman Eka Laksmini, dkk (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Student Facilitator And Explaining terhadap Hasil

  Belajar IPA Siswa Kelas V Semester I” penelitian ini menghasilkan bahwa (1) hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dengan mean (M) = 23,55 mengikuti model pembelajaran konvensional dengan mean (M) = 18,7 termasuk dalam kategori tinggi, (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang diajari dengan menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional kelas V SD Negeri di Desa Tukadsumaga kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 (thitung = 5,323 > ttabel =2,000).

  Pande Md. Ayu Wiratningsih, dkk (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Student Facilitator and Explaining Berbantuan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar PKn Kelas V SD Gugus Igusti Ngurah

  hit =

  Rai” penelitian ini menghasilkan bahwa hasil analisis data, diperoleh t 6,76 dan t tab = 2,000 dengan demikian t hit = 6,76 > t tab = 2,000, berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining berbantuan media peta konsep dengan siswa yang belajar secara konvensional. Rata- rata nilai hasil belajar PKn siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol yaitu 0,67>0,42. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Student Facilitator and Explaining berbantuan media peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V SD Gugus I Gusti Ngurah Rai Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.

  Dari beberapa hasil penelitian sebagaimana yang sudah dijelaskan, menunjukkan bahwa pemberian tindakan pembelajaran yang efektif dan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar. Pada penelitian ini menekankan pada pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Student Facilitator and Explaining sebagai upaya peningkatan keaktian dan hasil belajar siswa.

  Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka disajikan Tabel 1 berikut:

  Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian

  No Nama Tahun Variabel Penelitian Peneliti Pembelajaran Hasil

  Student Belajar Hasil Penelitian Facilitator and

  IPA Explaining

  

 

  

1. Indah 2014 Menunjukkan bahwa model

Lestari pembelajaran SFE (Student Facilitator and Explaining ) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Gugus 1 Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

 

2. Ni Nyoman 2014

  Menunjukkan bahwa

  Eka

  terdapat perbedaan yang

  Laksmini,

  signifikan hasil belajar

  dkk

  IPA antara siswa yang diajari dengan menggunakan model pembelajaran Student

  Facilitator and Explaining

  dan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional kelas V SD Negeri di Desa Tukadsumaga kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014

   3. Pande Md. 2014

  Menunjukkan bahwa

  Ayu

  model pembelajaran

  Wiratningsi Student Facilitator and

  h, dkk Explaining berbantuan

  media peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V SD Gugus I Gusti Ngurah Rai Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Persamaannya yaitu penelitian Indah Lestari tahun 2014, Ni Nyoman Eka Laksmini, dkk

  tahun 2014 , Pande Md. Ayu Wiratningsih, dkk tahun 2014 , dan penelitian ini

  sama-sama menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and

  Explaining

  . Variabel hasil belajar pada penelitian Indah Lestari tahun 2014, dan Ni Nyoman Eka Laksmini, dkk tahun 2014 adalah hasil belajar IPA sama

  dengan penelitian ini. Sedangkan perbedaannya yaitu ketiga penelitian tidak , dan variabel hasil belajar pada penelitian

  menggunakan variabel keaktifan Pande Md. Ayu Wiratningsih, dkk tahun 2014 adalah hasil belajar PKn.

2.3 Kerangka Pikir

  Untuk dapat memperoleh keterampilan dan ilmu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui pembelajaran, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar siswa. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal/ sesuai harapan, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: peran guru dalam proses pembelajaran, model yang digunakan saat pembelajaran berlangsung, sarana dan prasarana yang mendukung materi pembelajaran.

  Dalam pembelajaran IPA, tujuan dari IPA sendiri adalah untuk memahami dan memanfaatkan benda-benda yang ada di alam, mempelajari gejala alam, memecahkan masalah yang ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari, dan melestarikan alam serta memupuk rasa cinta terhadap alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang tidak menuntut hafalan, tetapi pengajaran yang banyak memberikan latihan untuk mengembangkan cara berfikir yang sehat dan masuk akal berdasarkan kaidah-kaidah IPA. Guru perlu menciptakan pembelajaran yang mengacu kearah pemecahan masalah aktual yang dapat menciptakan suasana yang dapat menjadikan siswa sebagai subjek belajar yang berkembang secara aktif. Oleh sebab itu diperlukan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memancing keaktifan pada diri siswa, misal model pembelajaran yang dapat memancing/ menimbulkan tingkat keaktifan siswa adalah model Student Facilitator and Explaining, kegiatan pada model pembelajaran Student Facilitator and Explaining lebih menekankan pada aktivitas keaktifan siswa selama proses diskusi berlangsung. Keaktifan yang dimaksud adalah (keaktifan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik), sehingga masing-masing siswa/ kelompok dapat berbicara, menyampaikan ide, gagasan atau pendapatnya sendiri serta memotivasi semua siswa menggunakan model pembelajaran Student

  

Facilitator and Explaining. Selain guru hanya sebagai fasilitator

  (mendampingi dan membimbing siswa), guru juga hanya memberikan materi sederhana untuk dipecahkan siswa agar lebih kompleks, setelah itu guru bertugas meluruskan pendapat siswa ketika berpendapat keliru. Sehingga pembelajaran akan hidup untuk diskusi mengenai topik permasalahan yang diberikan, dan kelas tidak akan monoton.

  Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Pembelajaran IPA Kelas

  IV Semester II

  Kel. Kontrol Kel. Eksperimen Konvensional

  Student Facilitator And Evaluasi

  (mencatat, diskusi

  Explaining

  biasa, serta pemberian tugas dan latihan).

  Hasil belajar siswa Hasil belajar siswa

  Gambar 2 Alur Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining tidak efektif meningkakan keaktifan dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SDN Ledok 05 Salatiga semester II tahun 2014/2015 dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Ha : Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining efektif meningkakan keaktifan dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SDN Ledok 05 Salatiga semester II tahun 2014/2015 dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran

0 0 33

3.2. Desain eksperimen - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran

0 0 19

BAB IV Pelaksanaan, Hasil Peneliitian, dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semar

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 126

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumogawe 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Se

0 0 22

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumogawe 02 Kecamatan Getasan Kabupate

0 0 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri

0 0 67

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SD NEGERI SUMOGAWE 02 KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 19