BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Metode Discovery Learning terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu

  bangsa. Melalui pendidikan, suatu negara mampu mencetak generasi-generasi penerus bangsa dengan kualitas yang unggul, bermoral, dan bersahaja. Undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 menyatakan bahwa

  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.

  Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa

  “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa

  ”. Dengan demikian, pendidikan sangat penting diselenggarakan di Indonesia untuk mengikuti perkembangan jaman. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi yang semakin pesat maka diperlukan pendidikan yang dapat mengikuti perkembangan jaman. Salah satu cara yaitu dengan adanya perubahan kurikulum.

  Perubahan kurikulum di negara Indonesia terjadi dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan bukan tanpa landasan yang jelas. Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya serta kekurangan dari kurikulum sebelumnya yang lebih baik. Tercatat sudah ada 11 perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia yaitu kurikulum 1947, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1973, kurikulum 1975, kurikulum 1994, kurikulum 1984, kurikulum 1997, kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan yang terbaru kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014, yang kemudian dikembalikan lagi pada kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pada tahun ajaran 2014/2015.

  Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

  ”. KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 36 ayat 1, dan 2) sebagai berikut:

  1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

  2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik dengan tujuan untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Maka otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Hal ini akan diaplikasikan pada setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas (Rochman, 2011:259-260).

  Dalam prakteknya kegiatan mendidik yang telah berlangsung jutaan tahun lamanya yang dilakukan oleh umat manusia di muka bumi ini terkadang terjadi secara berulang dan kurang mendapat evaluasi yang cukup oleh para pelakunya, pendidik dengan isi materi yang disajikan kepada peserta didik selalu sama meskipun individu-individu peserta didiknya sudah berganti dan berbeda dalam hal kemampuan, bakat, minat, motivasi, dan kecenderungannya. Metode ataupun pendekatan dalam menyampaikan materi juga selalu sama dan tidak disesuaikan. Media yang digunakan juga masih seperti ketika menjadi pendidik pertama kali. Dengan demikian kreativitas mendidik dan evaluasi kritis terhadap perilaku mendidik hampir tidak pernah dilakukan (Rohman, 2011:13).

  Berdasarkan BNSP (2006:159) tentang standar isi “Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari- hari”. Menurut Trianto (2014:151)

  “Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya ”. Dengan demikian proses belajar IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori- teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Untuk itu dalam pembelajaran IPA perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Kenyataan menunjukkan, bahwa sebagian siswa berpendaat bahwa IPA sukar untuk dipelajari. Dari anggapan tersebut membuat siswa tidak menikmati pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran guru sudah memberikan tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi yaitu model ataupun metode pembelajaran, namun masih belum terlihat siswa dapat menaiki tangga tersebut. Artinya siswa masih belum dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik sesuai metode yang telah guru terapkan. Hal ini akan mengakibatkan pada penguasaan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Tentunya akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar IPA atau kebanyakan nilai IPA tidak dapat mencapai batas tuntas

  Berdasarkan hasil observasi di SDN Bringin 01 Kabupaten Semarang, hasil belajar IPA pada materi pesawat sederhana masih banyak siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar belum mencapai tujuan yang diharapkan. Melihat kenyataan yang ada disekolah tersebut, pelaksanaan pembelajaran IPA belum dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan wawancara dengan siswa kelas V SDN Bringin 01, banyak siswa yang beranggapan bahwa pembelajaran IPA sulit untuk dipahami. Kesulitan belajar tersebut dikarenakan kurangnya interaksi antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Terlihat dalam pembelajaran masih banyak siswa yang terlihat ramai sendiri. Serta minimnya ketersediaan alat dan media yang membuat guru lebih melakukan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. Sehingga guru masih terlihat mendominasi pembelajaran yang telah berlangsung. Hal tersebut membuat siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai materi yang telah diberikan oleh guru. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V SDN Bringin 01 dengan bapak Basori S.Pd. SD. diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran guru sudah berusaha menerapkan setrategi, pendekatan, ataupun metode pembelajaran di kelas, namum pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung siswa cenderung pasif dan terlihat ramai sendiri pada saat mengikuti pembelajaran, sehingga metode yang diterapkan oleh guru tidak bisa berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

  Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa kelas V SDN Bringin 01 Kabupaten Semarang di atas (Selasa, 27 Januari 2015), dapat dikatakan bahwa pembelajaran masih terlihat berpusat pada guru. Metode pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan karakteristik atau kondisi siswa, lingkungan, dan materi yang telah dipelajari. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus, tentu saja ini akan berdampak pada minat siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, yang tentunya akan berakibat hasil belajar IPA siswa rendah.

  Dari uraian di atas maka perlu ada solusi agar siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran IPA, maka diperlukan suatu strategi ataupun metode pembelajaran yang bervariasi dan tepat sesuai dengan karakter siswa. Menurut Hamdani (2010:19)

  “strategi pengajaran terdiri atas metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan Adinov ”. a (2012:2) “menyatakan dalam pembelajaran IPA juga terlihat upaya berupa observasi, eksperimen penggunaan alat dan juga berbagai hitungan tematik”. Maka pelajaran IPA membutuhkan percobaan dan eksperimen, sehingga discovery learning tepat untuk diterapkan dalam mata pelajaran IPA. Menurut Sani (2014:97) “pembelejaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri”. Metode belajar ini sesuai dengan teori Bruner (Sani, 2014:98) yang menyarankan agar peserta didik dapat belajar secara aktif untuk membangun konsep dan prinsip. Sedangkan Hosnan (2014:280) menyatakan bahwa

  

Discovery learning (pembelajaran penemuan), dalam pembelajaran

  dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan dimikian, metode discovery learning sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran IPA yang pada hakikatnya bahwa proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, dan teori-teori melalui percobaan yang dilakukan (Trianto, 2014:143).

  “Metode discovery learning merupakan pembelajaran esensial dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA”. Proses pembelajaran IPA yang menitikberatkan pada suatu proses penemuan tentang alam sehingga diperlukan metode pembelajaran yang mampu meningkatkan proses mental, rasa ingin tau, dan berfikir logis-kritis peserta didik. Proses penemuan terhadap suatu objek dalam IPA mengarah pada suatu penyelidikan Penelitian yang dilakukan oleh Indarti, Agus Suyudi dan Chusnana Insjaf Yogihati (2012) dengan judul

  “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas X SMAN 8 Malang

  ”. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning berpengaruh pada kemampuan memecahkan masalah fisika siswa. Model tersebut dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor. Hal ini dikarenakan karakteristik dari model discovery learning yang menuntut siswa untuk melakukan sebuah penemuan terhadap suatu konsep, sehingga jika mereka menemukan dan mengalaminya sendiri akan jauh lebih lama mengingat dan lebih baik pemahamannya, karena pemahamannya yang lebih inilah membuat siswa memecahkan masalah fisika dengan lebih baik.

  Adapun penelitian yang dilakukan oleh Vera Atmawati (2012) dengan judul “Perbedaan hasil belajar matematika yang diajar dengan metode ekspositori dan metod e discovery learning kelas V11 SMP Tuntang Kabupaten Semarang”.

  Penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata hasil belajar matematika menggunakan metode discovery learning adalah 82, sedangkan rata-rata hasil belajar matematika dengan menggunakan metode ekspositori adalah 71. Dengan demikian hasil belajar pada kelompok yang menggunakan metode discovery

  learning lebih tinggi dibanding hasil belajar dengan kelompok ekspositori.

  Penelitian di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat mengalami peningkatan dengan menggunakan metode discovery learning. Berdasarkan pendapat para ahli, discovery learning (pembelajaran melalui penemuan) merupakan pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, sehingga siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran dan dimungkinkan tercipta suasana belajar yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik serta lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan. Tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.

  Berdasarkan penelitian yang dipaparkan di atas penerapan metode discovery

  

learning lebih efektif diterapkan di SMP dan SMA pada mata pelajaran

  matematika karena tingkatan berfikirnya sudah berfikir abstrak. Oleh sebab itu timbulah keraguan penerapan metode discovery learning di SD pada mata pelajaran IPA, karena siswa SD masih berfikir kongkrit. Dangan demikian akan dipaparkan penelitian penggunaan metode discovery learning terhadap hasil belajar siswa IPA siswa kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang. Dengan adanya keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan diberlakukannya kembali kurikulum 2006 (KTSP) maka penelitian ini akan dilaksanakan pada kurikulum 2006 (KTSP).

  1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Apakah terdapat perbedaan antara penggunaan metode discovery learning dengan pembelajaran konvensional terhadap pencapaian hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015”.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengukur perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode

  

discovery learning dengan pembelajaran konvensional terhadap pencapaian hasil

  belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Bringin 01 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan selain memberikan manfaat sebagai berikut:

  a. Manfaat Teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan teori atau pengetahuan mengenai pengaruh penerapan metode discovery learning pada mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa.

  b. Manfaat Praktis 1.

  Manfaat Bagi Siswa

a) Meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.

  b) Menumbuhkan minat belajar siswa pada pembelajaran IPA, sehingga IPA tidak menjadi mata pelajaran yang membosankan.

  c) Meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran IPA sehingga Hasil belajar siswa meningkat.

  2. Manfaat Bagi guru Dapat memberikan masukan dan saran agar mampu menggunakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa terutama untuk mata pelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

  3. Manfaat Bagi Kepala Sekolah Sebagai bahan masukan dalam melakukan pembinaan guru-guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.

  4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau bahan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan metode discovery learning dan hasil belajar IPA.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi Siswa Kelas 5 SD Negeri Sepakung 03 Banyubir

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Setting dan karakteristik Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi Siswa Kelas 5 SD Negeri Sepakung 03 B

0 1 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Penelitian Pra Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi Siswa Kelas 5 SD N

0 0 32

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS CTL REFLEKSI SISWA KELAS 5 SD NEGERI SEPAKUNG 03 BANYUBIRU SEMARANG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Berbasis CTL Refleksi Siswa Kelas 5 SD Negeri Sepakung 03 Banyubiru Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 96

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahu

0 0 14

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan 01 Salatiga

0 0 15

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun 2014/2015

0 0 61