BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Model Ekspositori Ta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar IPA

2.1.1.1 Hasil Belajar

  Menurut Suprijono (2009: 5), “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Sedangkan menurut Purwanto (2008: 46) Hasil belajar adalah perubahan perilaku mahasiswa akibat belajar. Perubahan perilaku dikarenakan dia mencapai penguasan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.

  Sudjana (2012: 22) juga mengartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan pengalaman tersebut seseorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar akan mampu mengalami perubahan, yaitu adanya kemampuan-kemampuan yang tadinya tidak ada menjadi ada. Kemampuan- kemampuan inilah yang dinamakan hasil belajar. Pendapat dari beberapa ahli tersebut juga di pertegas oleh Susanto (2015: 5) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai hasil kegiatan belajar.

  Keempat pendapat ahli tersebut kemudian disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan siswa baik itu mental, pola pikir, ketrampilan, sikap dan tingkah laku akibat dari pengalaman dalam kegiatan belajar. Jadi melalui pengalaman kegiatan belajarlah seorang siswa dapat mengalami berbagai perubahan kemampuan yang lebih baik. Sehingga kita sebagai calon pendidik atau guru seharusnya menekankan pada proses kegiatan pembelajar supaya siswa lebih aktif tanpa ada rasa tertekan. Dengan begitu siswapun menikmati pembelajaran kemudian memiliki pengalaman belajar yang di inginkan.

  2.1.1.2 Hakikat IPA Aly dan Rahma (2011: 18) menyatakan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, observasi, penyimpulan, penyusunan teori, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

  IPA menurut Susanto (2015: 167) adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat kesimpulan. Selain itu menurut Trianto (2014: 151) IPA merupakan pengetahuan yang di peroleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat di percaya.

  Ketiga pendapat ahli tersebut maka IPA dapat disimpulkan sebagai suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui usaha manusia untuk memahami alam semesta dengan cara melakukan observasi eksperimentasi, observasi, penyimpulan, penyusunan teori, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain kemudian menghasilkan suatu penjelasan mengenai sebuah gejala yang dapat dipercaya.

  2.1.1.3 Karakteristik IPA Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (dalam Susanto,

  2015: 170), meliputi : 1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.

  2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya. 3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap

  4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja. 5) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

2.1.1.4 Tujuan pembelajaran IPA di SD

  Tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar menurut BNSP 2006 (dalam Susanto, 2015: 171) , dimaksudkan untuk :

  1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kebenaran, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan SMP.

2.1.2 Model Cooperative Learning tipe Group Investigation

  Alasan penelitian ini menggunaan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation sama seperti yang terdapat dalam latar belakang yaitu hasil belajar siswa rendah. Entah masalah dalam hal apa yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah akan tetapi dengan diterapkannya model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation ini tersebut mengacu pada apa yang dikatakan oleh Vygostsky 1978 (dalam Huda, 2014: 40) bahwa “pembelajaran kooperatife merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok- kelompok pembelajaran di dalam setiap pembelajaran bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain”. Sedangkan Group investigation adalah salah satu tipe dari pembelajran kooperatife yang bertipe penugasa.

  Jadi dengan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran agar mereka memperoleh pengalaman dari kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan sehingga hasil belajarpun dapat meningkat. Penerapan model pembelajaran tersebut akan dilakukan pada mata pelajaran IPA dengan Kompetensi Dasar “ 9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi” SDN Lajer 02 Kec. Penawangan Kab. Grobogan semester II tahun ajaran 2014/2015.

2.1.2.1 Pengertian Group Investigation

  Slavin (2005: 24) Group Investigation yang dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Dalam metode ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari 2-6 orang anggota.

  Menurut Rusman (2012: 117) “ide pembelajaran Group Investigation bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman”. Sedangkan Trianto (2011: 79) menyimpulkan “dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen”.

  Jadi Group Investigation adalah pembelajaran yang dilakukan dengan heterogen untuk menginvestigasi suatu topik dengan cara kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif.

2.1.2.2 Langkah-langkah Group Investigation

  Menurut Hamdani (2010: 91) deskripsi langkah-langkah metode investigasi kelompok adalah sebagai berikut: 1) Seleksi topik

  Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang telah digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups). Anggota kelompok terdiri atas dua hingga enam orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. 2) Merencanakan kerja sama

  Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari seleksi topik (langkah (1). 3) Implementasi Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah (2).

  Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru terus-menerus mengikuti kemajuan setiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4) Analisis dan sintesis

  Siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah (3) dan merencanakan untuk meringkaskan dalam penyajian yang menarik di depan kelas. 5) Penyajian hasil akhir

  Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru. 6) Evaluasi

  Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi setiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup setiap siswa secra individu atau kelompok atau keduanya.

2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Group Investigation

  Pada model Group Investigation ini mempunyai kelebihan dan kelemahan seperti yang diungkapkan Slavin (2005). Adapun kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut : (1) Kelebihan Group Investigation :

  1) Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri kompleks, 2) Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar- benar diserap dengan baik, 3) Meningkatkan keterampilan sosial di mana siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain, 4) Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif dan group process skill (managemen kelompok), 5) Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah, 6) Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan, 7) Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa berguna untuk orang lain, dan

  8) Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.

  (2) Kelemahan Group Investigation : 1) Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit, 2) Mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut kreatif,

  3) Memerlukan waktu belajar relatif lama, 4) Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas menjadi mudah ribut, 5) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini, dan 6) Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan, sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya.

2.1.3 Model Ekspositori

  Model konvensional seringkali diartikan dengan model pembelajaran tradisional atau model lama. Salah satu contoh dari model pembelajaran tradisional itu adalah Ekspositori. Alasan penelitian ini menggunakan model ini sebagai pembeda dengan model Group Investigation dikarenakan belum tentu model Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut mengacu pada karakteristik siswa dan kebiasaan gaya belajar siswa. Jika model Group Investigation tidak sesuai dengan gaya belajar siswa maka bisa jadi hasil belajar siswa tidak meningkat. Jadi model Ekspositori sebagai model pembeda dan model yang sering digunakan dalam kelas dimungkinkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.3.1 Pengertian Model Ekspositori

  Pada buku yang berjudul “Belajar dan Pembelajaran” oleh Dimyati dan Mudjiono (2013: 172) Ekspositori merupakan sebuah strategi pembelajaran akan tetapi mereka juga mengatakan bahwa “perilaku mengajar dengan strategi Ekspositori juga dinamaakan model Ekspositori”. Jadi di dalam penelitian ini pembelajaran Ekspositori merupakan sebuah model pembelajaran.

  Model pembelajaran Ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran Ekspositori adalah “memindahkan” pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai kepada siswa. hal esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada siswa(menurut Dimyati dan Mudjiono, 2013: 172).

  Berbeda dengan Roy Killen (dalam Sanjaya,2011: 179) menamakan strategi Ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Hal itu di karenakan dalam strategi ini materi pembelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena strategi Ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi “chalk and talk”. Sanjaya (2013: 179) pun juga mendefinisikan bahwa strategi pembelajaran Ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

  Jadi dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Ekspositori merupakan proses memindah pegetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang dilakukan oleh guru kepada sekelompok siswa dengan cara memberi penjelaskan atau informasi tentang bahan pelajaran (materi pembelajaran) agar siswa menguasai materi.

2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Ekspositori

  Adapun langkah-langkah pembelajaran Ekspositori menurut Sanjaya (2011: 185) adalah sebagai berikut :

  1) Persiapan (Preparation) Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi Ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Pada tahan persiapan, memiliki beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan persiapan, antara lain :

   Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif;  Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar;  Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa;  Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

  Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan, di antaranya adalah : a) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif.

  b) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai.

  c) Bukalah file dalam otak siswa. 2) Penyajian (Presentation)

  Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: a) Penggunaan bahasa;

  b) Iintonasi suara;

  c) Menjaga kontak mata dengan siswa, dan d) Menggunakan joke-joke yang menyegarkan. 3) Korelasi (Correlation)

  Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. 4) Menyimpulkan (Generalization)

  Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti {core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi Ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Dengan demikian, siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. 5) Mengaplikasikan (Application)

  Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran Ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya, pertama dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Kedua, dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Ekspositori

  Pada sebuah Model pembelajaran pastilah terdapat kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran ini menurut Sanjaya (2011: 190) sebegai berikut :

  (1) Kelebihan Ekspositori : 1) Dengan strategi pembelajaran Ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. 2) Strategi pembelajaran Ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu

  3) Melalui strategi pembelajaran Ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). 4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. (2) Kekurangan Ekspositori :

  (1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain. (2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. (3) Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. (4) Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wartiningsih pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Pengaruh metode Group Investigation terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPA kelas III SD Negeri 1 Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan metode Group pelajaran IPA kelas III SD Negeri 1 Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2011/2012. Peningkatan hasil belajar tersebut terlihat dari hasil posttest siswa, rata-rata posttest kelas eksperimen mencapai 82 dengan standar deviasi 7,960. Sedangkan di kelas kontrol hasil posttest mencapai 73,37 dengan standar deviasi 12,185. Pengaruh metode Group investigation terhadap aktivitas siswa yaitu rata-rata skor aktivitas siswa kelas eksperimen mencapai 70,08 dan masuk kategori aktivitas tinggi. Pada kelas kontrol rata-rata skor aktivitas siswa mencapai 61,48 tetapi masih dalam kategori aktivitas sedang. Hasil skor angket tersebut membuktikan bahwa metode Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

  Berbeda lagi halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Asvita

  V SDN Sinduagung Kecamatan Selomerto Kabupaten

  tahun 2012 pada kelas

  

Wonosobo dengan judul penelitian “Pengaruh implementasi metode

  pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation terhadap hasil belajar IPA kelas V SD berdasarkan gender tahun ajaran 2011/2012”. Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran Group Investigation dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional; hasil keduanya, tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, dan hasil ketiga, tidak ada pengaruh penerapan metode pembelajaran Group Investigation terhadap hasil belajar siswa berdasarkan gender. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada signifikansi perbedaan hasil belajar siswa saat di terapkannya metode pambelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation dengan metode konvensional.

  Sedangkan dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Nelly tahun 2014 dengan judul “Pengaruh penggunaan model pembelajaran Group Investigation terhadap hasil belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas X di SMA Negeri 2 Batanghari”. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi antara kelas eksperimen (kelas X SOS 1) dan kelas kontrol (kelas X yang menunjukan kelas eksperimen memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Rata-rata nilai dari kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation adalah 73,92 dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional memiliki rata-rata nilai 58,92. Untuk hasil Uji T di peroleh hasil koefisien t (hitung) 6,880 > t (tabel) 2,032, jadi dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan pada penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  Jadi dari ketiga penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menunjukkan dua penelitian dapat meningkatkan hasil belajar siswa sedangkan yang satu tidak menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa saat diterapkannya model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation. Sedangkan model konvensional yang di terapkan pada kelas kontrol juga tidak mengalami peningkatan dari ketiga penelitian tersebut. Maka dari itu peneliti merasa ingin membedakan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation dengan model Ekspositori sebagai salah satu cabang dari pembelajaran konvensional untuk mengetahui signifikansi peningkatan hasil belajar IPA pada Kompetensi Dasar “9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi” siswa kelas IV SD Negeri 02 Lajer dengan siswa kelas IV SDN 01 Bologarang Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan semester II tahun ajaran 2014/2015.

2.3 Kerangka Berfikir

  Melihat kajian teori yang telah dijabarkan, maka skema dari kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  Proses Pembelajaran IPA

  Saat dilakukan tes ujian semester nilainya dibawah KKM

  

Identifikasi Masalah : orang tua kurang peduli terhadap anaknya,

kurikulum baru membuat siswa dan guru beradaptasi, serta model

pembelajaran yang dilakukan guru pada kegiatan sehari-hari kurang

tepat.

  Tindakan Perbaikan Tindakan Perbaikan dengan Menggunakan dengan Menggunakan

  Model Pembelajaran Model Pembelajaran

  Cooperative Learning Ekspositori di SDN 01 Tipe Group Investigation Bologarang di SDN 02 Lajer

  Hasil Belajar Siswa Hasil Belajar Siswa Meningkat Tidak Meningkat

  Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka berfikir dan kajian yang relevan yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik hipotesis penelitian yaitu akan terdapat perbedaan signifikansi peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 02 Lajer dengan SD Negeri 01 Bologarang Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan terhadap penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation dan model pembelajaran Ekspositori semester II tahun ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 18

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING and LEARNING) PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI MANDING KABUPATEN TEMANGGUNG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 97

1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salatiga

0 1 9

2.1. Self-Esteem 2.1.1. Pengertian Self-Esteem - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan

0 0 23

3.1 Variabel Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salati

0 0 18

4.1. Orientasi Kancah Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer G

0 1 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salatiga

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salatiga

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salatiga

0 0 26